Anda di halaman 1dari 11

Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.

28 Oktober 2017

DISENTRALISASI PENDIDIKAN NASIONAL DAN IMPLIKASINYA


TERHADAP PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
Oleh: Abdan Rahim
Dosen Tetap pada STIT IBNU RUSYD Tanah Grogot Kabupaten Paser, Kalimantan Timur

Abstrak

Disentralisasi merupakan penyerahan wewenang pemerintah kepada daerah otonom untuk


mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai suatu sistem yang dipakai dalam bidang pemerintahan merupakan kebalikan dari
sentralisasi, di mana sebagian kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada pihak lain untuk
dilaksanakan.
Upaya Disentralisasi atau otonomi sekolah sebenarnya telah lama diperjuangkan oleh
masyarakat pendidikan. Pasalnya, sistem sentralisasi dirasa sudah tidak relevan untuk Indonesia
kekinian, yang sekarang penduduknya lebih kompleks. Oleh karena itu, otonomi pendidikan sudah
sepantasnya diterapkan jika pendidikan di Indonesia ingin lebih maju dan setara, bahkan lebih
sebanding dengan negara yang lebih maju.
Diberlakukannya disentralisasi pendidikan, kita mempunyai peran yang signifikan terhadap
pengembangan pendidikan Islam, karena dengan adanya otonomi pendidikan, lembaga sekolah bisa
lebih mandiri dan bisa mengembangkan pendidikan Islam melalui pengembangan kurikulum untuk
lebih menanamkan nilai-nilai ajaran Islam kepada peserta didik agar mereka menjadi insan kamil
yang beradab.

Kata Kunci: Disentralisasi Pendidikan, Implikasi, Pengembangan Pendidikan Islam

A. Pendahuluan (UU-PD) dan Undang-undang Nomor 25


Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Konteks pelaksanaan otonomi daerah
antara Pusat dan Pemerintah Daerah (UU-
ditegaskan bahwa sistem pendidikan nasional
PKPD). Namun secara resmi disentralisasi
yang bersifat sentral selama ini kurang
mulai diberlakukan pada tahun 2001. Tapi
mendorong terjadinya demokratisasi dan
manuver politik yang begitu cepat pada masa
Disentralisasi penyelenggaraan pendidikan.
reformasi membuat kedua undang-undang di
Sebab sistem pendidikan yang sentral diakui
atas disempurnakan dengan undang-undang
kurang bisa mengakomodasi keberagaman
yang baru yakni UU-PD nomor 32 tahun 2004
daerah, keberagaman sekolah, serta
dan UU-PKPD nomor 33 tahun 2004.
keberagaman peserta didik, bahkan cenderung
Kehadiran kedua undang-undang di
mematikan partisipasi masyarakat dalam
atas, di mana sejumlah kewenangan telah
pengembangan pendidikan.
diserahkan oleh pemerintah pusat kepada
Disentralisasi sesungguhnya sudah
pemerintah daerah, sehingga memungkinkan
dimulai pada tahun 1999 setelah
daerah untuk melakukan kreasi dan inovasi
dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22
dalam upaya membangun daerahnya, termasuk
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
dalam bidang pendidikan. Sektor pendidikan

75
Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017

yang merupakan salah satu pelayanan dasar keputusannya sendiri dalam mengatasi
yang akan mengalami perubahan secara permasalahan-permasalahan yang dihadapi
mendasar. Pemberian porsi yang lebih besar dalam bidang pendidikan. Disentralisasi
kepada daerah untuk melaksanakan pendidikan juga merupakan sebuah sistem
pembangunan yang lebih besar di bidang manajemen dalam rangka untuk mewujudkan
pendidikan membawa sejumlah implikasi, pembangunan pendidikan yang menekankan
seperti bidang administrasi, kelembagaan, pada kebhinnekaan (Halim, 2010: 15).
keuangan, perencanaan, dan sebagainya. Menurut Burnett dikutip M. Sirozi,
Pendidikan Islam yang merupakan Disentralisasi pendidikan adalah otonomi
satu-satunya lembaga pendidikan (surau, untuk menggunakan input pembelajaran sesuai
majelis ta’lim, pesantren, dan madrasah) yang dengan tuntunan sekolah dan komunitas yang
ada di Indonesia sebelum datang kaum dapat dipertanggungjawabkan kepada orang
penjajah memperkenalkan pendidikan modern tua dan komunitas (Sirozi, 2005: 83).
pada ke-19 M yang keberadaannya sudah Selain itu menurut Sufyarman,
diterima dan memiliki basis yang kuat dalam Disentralisasi pendidikan adalah sistem
kehidupan bangsa. Begitu pula pendidikan manajemen untuk mewujudkan pembangunan
Islam semestinya tidak hanya menjadi pendidikan yang menekankan pada
tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga kebhinnekaan. Pelaksanaan Disentralisasi
menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, pendidikan yang dilatarbelakangi bahwa setiap
karena pendidikan Islam merupakan sesuatu daerah mempunyai sejarah sendiri, kondisi dan
yang integral dalam pendidikan Nasional. potensinya sendiri yang berbeda dengan
keadaan dirinya, permasalahannya, dan
B. Pengertian Disentralisasi Pendidikan aspirasinya. Daerah berfungsi untuk menyusun
rencana, memutuskan kebijakan, mengambil
Disentralisasi adalah proses
keputusan dan menentukan langkah-langkah
pendelegasian atau pelimpahan kekuasaan atau
pelaksanaan pendidikan daerah (Sufyarman,
wewenang dari pimpinan atau atasan ke
2003: 83).
tingkat bawahan dalam organisasi.
Dengan demikian Disentralisasi
Disentralisasi pendidikan didefinisikan
pendidikan dapat diartikan sebagai pelimpahan
sebagai upaya untuk mendelegasikan sebagian
kekuasaan dan wewenang yang lebih luas
atau seluruh wewenang di bidang pendidikan
kepada daerah untuk membuat perencanaan
yang seharusnya dilakukan oleh unit atau
dan mengambil keputusan sendiri dalam
pejabat pusat kepada unit atau pejabat di
mengatasi permasalahan yang dihadapi di
bawahnya, atau dari pemerintah pusat kepada
bidang pendidikan beserta masyarakat,
pemerintah daerah, atau dari pemerintah
pengelola, dan pengguna pendidikan itu
kepada masyarakat. Salah satu wujud dari
sendiri namun harus mengacu pada tujuan
Disentralisasi ialah terlaksananya proses
pendidikan nasional sebagai bagian dari upaya
otonomi dalam penyelenggaraan pendidikan
pencapaian tujuan pembangunan nasional.
(Hamzah, 2008: 35).
Berbeda dengan Hamzah, Abdul Halim
C. Konsep Dasar Disentralisasi Pendidikan
mendefinisikan Disentralisasi adalah
terjadinya pelimpahan kekuasaan dan Disentralisasi pendidikan merupakan
wewenang yang lebih luas kepada daerah salah satu model pengelolaan pendidikan yang
untuk membuat perencanaan dan mengambil menjadikan sekolah sebagai proses

76
Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017

pengambilan keputusan dan merupakan salah kebudayaan disebutkan bahwa kewenangan


satu upaya untuk memperbaiki kualitas pemerintah meliputi hal-hal sebagai berikut:
pendidikan serta sumber daya manusia 1. Penetapan standar kompetensi siswa dan
termasuk profesionalitas guru yang belakangan warga belajar, serta pengaturan kurikulum
ini dirisaukan oleh berbagai pihak baik secara nasional dan penilaian hasil belajar secara
regional maupun secara internasional nasional, serta pedoman pelaksanaannya.
(Hadiyanto, 2004: 63). 2. Penetapan standar materi pelajaran.
Sistem pendidikan yang selama ini 3. Penetapan persyaratan perolehan dan
dikelola dalam suatu iklim birokratik dan penggunaan gelar akademik.
sentralistik dianggap sebagai salah satu sebab 4. Penetapan pedoman pembiayaan
yang telah membuahkan keterpurukan dalam penyelenggaraan pendidikan.
mutu dan keunggulan pendidikan di tanah air 5. Penetapan persyaratan penerimaan,
kita. Hal ini beralasan, karena sistem birokrasi pemindahan, sertifikasi siswa, warga
selalu menempatkan kekuasaan sebagai faktor belajar, dan mahasiswa.
yang paling menentukan dalam proses Sementara itu, kewenangan pemerintah
pengambilan keputusan. Sekolah-sekolah saat provinsi meliputi hal-hal sebagai berikut:
ini telah terkungkung oleh kekuasaan birokrasi 1. Penetapan kebijakan tentang penerimaan
sejak kekuasaan tingkat pusat hingga daerah siswa dan mahasiswa dari masyarakat
bahkan terkesan semakin buruk dalam era minoritas, terbelakang, dan atau tidak
reformasi saat ini. mampu.
Ironisnya, kepala sekolah dan guru- 2. Penyediaan bantuan pengadaan buku
guru sebagai pihak yang paling memahami pelajaran pokok/modul pendidikan untuk
realitas pendidikan berada pada tempat yang taman kanak-kanak, pendidikan dasar,
dikendalikan. Merekalah seharusnya yang pendidikan menengah, dan pendidikan luar
paling berperan sebagai pengambil keputusan sekolah.
dalam mengatasi berbagai persoalan sehari- 3. Mendukung atau membantu
hari yang menghadang upaya peningkatan penyelenggaraan pendidikan tinggi selain
mutu pendidikan. Namun, mereka ada dalam pengaturan kurikulum, akreditasi, dan
posisi tidak berdaya dan tertekan oleh berbagai pengangkatan tenaga akademis.
pembekuan yang pasti tidak sesuai dengan 4. Pertimbangan pembukaan dan penutupan
kenyataan obyektif di masing-masing sekolah. perguruan tinggi.
Kewenangan pengelolaan pendidikan 5. Penyelenggaraan sekolah luar biasa dan
berubah dari sistem sentralisasi ke sistem balai pelatihan dan atau penataran guru.
Disentralisasi. Disentralisasi pendidikan 6. Penyelenggaraan museum provinsi, suaka
berarti terjadinya pelimpahan kekuasaan dan peninggalan sejarah, kepurbakalaan, kajian
wewenang yang lebih luas kepada daerah sejarah dan nilai tradisional, serta
untuk membuat perencanaan dan mengambil pengembangan bahasa dan budaya daerah.
keputusannya sendiri dalam mengatasi Disentralisasi pendidikan merupakan
permasalahan yang dihadapi pendidikan. sebuah sistem manajemen untuk mewujudkan
Berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 2000 pembangunan pendidikan yang menekankan
tentang kewenangan pemerintah dan pada kebhinnekaan. Menurut Santoso S.
kewenangan provinsi sebagai daerah otonom, Hamijoyo, ada beberapa hal yang harus
pada kelompok bidang pendidikan dan dipenuhi dalam pelaksanaan disentralisasi
pendidikan, yaitu:

77
Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017

1. Pola dan pelaksanaan manajemen harus dimanfaatkan sesuai kebutuhan sekolah


demokratis. sendiri.
2. Pemberdayaan masyarakat harus menjadi 2. Sekolah lebih bertanggung jawab terhadap
tujuan utama. perawatan, kebersihan, dan penggunaan
3. Peran serta masyarakat harus menjadi fasilitas sekolah, termasuk pengadaan buku
tujuan utama. dan bahan belajar. hal tersebut pada
4. Peran serta masyarakat bukan hanya pada akhirnya akan meningkatkan mutu kegiatan
stakeholders, tetapi harus menjadi bagian belajar mengajar yang berlangsung di kelas.
mutlak dari sistem pengelolaan. 3. Sekolah membuat perencanaan sendiri dan
5. Pelayanan harus lebih cepat, efisien, efektif, mengambil inisiatif sendiri untuk
melebihi pelayanan era sentralisasi demi meningkatkan mutu pendidikan dengan
kepentingan peserta didik dan rakyat melibatkan masyarakat sekitarnya dalam
banyak. proses tersebut.
6. Keanekaragaman aspirasi dan nilai serta 4. MBS menciptakan rasa tanggung jawab
norma lokal harus dihargai dalam kerangka melalui administrasi sekolah yang lebih
dan demi penguatan sistem pendidikan terbuka. Kepala sekolah, guru, dan anggota
nasional. masyarakat bekerjasama dengan baik untuk
Praktiknya, Disentralisasi pendidikan membuat Rencana Pengembangan Sekolah
berbeda dengan Disentralisasi bidang (RPS). Sekolah memanjangkan anggaran
pemerintahan lainnya, kalau Disentralisasi sekolah dan perhitungan dana secara
bidang-bidang pemerintahan lain berada pada terbuka pada papan sekolah (Hamijoyo,
pemerintahan di tingkat kabupaten/kota, maka 2010: 69).
Disentralisasi di bidang pendidikan tidak Sesuai dengan tuntutan reformasi dan
berhenti pada tingkat kabupaten/kota, tetapi demokratisasi pada bidang pendidikan,
justru sampai pada lembaga pendidikan atau pengelolaan pendidikan di Indonesia tidak
sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan dapat dilepaskan dari keinginan dan tujuan
pendidikan. Dalam praktik Disentralisasi bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan
pendidikan itulah maka dikembangkan (MBS) pendidikan itu sendiri. Sebagai contoh dalam
Manajemen Berbasis Sekolah (2010: 12 – 14). pendidikan dasar, propenas menyebutkan
MBS berpotensi menawarkan kegiatan pokok dalam upaya memperbaiki
partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi, manajemen pendidikan dasar di Indonesia
serta manajemen yang bertumpu pada tingkat adalah:
sekolah. MBS berfungsi untuk menjamin 1. Melaksanakan disentralisasi bidang
bahwa semakin rendahnya kontrol pemerintah pendidikan secara bertahap, bijaksana, dan
pusat, tetapi semakin meningkatnya otonomi profesional, termasuk peningkatan peranan
sekolah untuk menentukan sendiri apa yang stakeholders sekolah.
perlu diajarkan dan mengelola sumber daya 2. Mengembangkan pola penyelenggaraan
yang ada di sekolah untuk berinovasi dan pendidikan secara Disentralisasi untuk
berimprovisasi. meningkatkan efesiensi pemanfaatan
Secara umum MBS dimaknai sebagai sumber daya pendidikan dengan
berikut: memperhatikan kondisi dan kebutuhan
1. Alokasi dana MBS kepada sekolah menjadi masyarakat setempat.
lebih besar dan dana tersebut dapat 3. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan, seperti

78
Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017

memverisifikasi penggunaan sumber daya berasal dari pemerintah dan masyarakat)


dan dana. (Alisjahbana, 2000: 2).
4. Mengembangkan sistem insentif yang Secara konseptual, terdapat dua jenis
mendorong terjadinya kompetensi yang Disentralisasi pendidikan, yaitu:
sehat baik antara lembaga dan personil 1. Disentralisasi kewenangan di sektor
sekolah untuk pencapaian tujuan pendidikan dalam hal kebijakan pendidikan
pendidikan. dan aspek pendanaannya dari pemerintah
5. Memberdayakan personil dan lembaga, pusat ke pemerintah daerah.
antara lain melalui pelatihan yang 2. Disentralisasi pendidikan dengan fokus
dilaksanakan oleh lembaga profesional. pada pemberian kewenangan yang lebih
6. Meninjau kembali semua produk hukum di besar pada tingkat sekolah
bidang pendidikan yang tidak sesuai lagi (Abdurrahmansyah, 2005: 150).
dengan arah dan tuntutan pembangunan Konsep di atas dapat dipahami bahwa
pendidikan. Disentralisasi pendidikan yang pertama
7. Merintis pembentukan badan akreditasi dan berkaitan dengan otonomi daerah dan
sertifikasi mengajar di daerah untuk Disentralisasi penyelenggaraan pemerintah
meningkatkan kualitas tenaga kependidikan dari pusat ke daerah, sedangkan konsep kedua
secara independen (Rancangan Undang- memfokuskan pada pemberian kewenangan
Undang Nasional, 2001: 154). yang lebih besar pada tingkat sekolah
Kegiatan pokok ini, diharapkan mampu dilakukan dengan motivasi untuk
memperbaiki disentralisasi yang ada di Indo- meningkatkan kualitas pendidikan.
nesia, sekurang-kurangnya dari sektor SDM Jika yang menjadi tujuan Disentralisasi
sekolah sendiri maupun lingkungan sekolah pendidikan adalah peningkatan kualitas proses
agar terwujud pembangunan pendidikan yang belajar mengajar dan kualitas dari hasil proses
menekankan pada disentralisasi berbasis belajar mengajar tersebut, maka Disentralisasi
kebhinnekaan. pendidikan lebih difokuskan pada proses
belajar mengajar. Partisipasi orang tua dalam
D. Tujuan Disentralisasi Pendidikan proses belajar mengajar dianggap merupakan
salah satu faktor yang paling menentukan.
Tujuan dan orientasi dari disentralisasi
pendidikan sangat bervariasi berdasarkan
E. Pelaksanaan Disentralisasi Pendidikan
pengalaman Disentralisasi pendidikan yang
Nasional dan Implikasinya terhadap
dilakukan di beberapa negara Amerika Latin,
Pengembangan Pendidikan Islam
Amerika Serikat, dan Eropa. Jika yang
menjadi tujuan adalah pemberian kewenangan
1. Pelaksanaan Disentralisasi Pendidikan
pada sektor pendidikan yang lebih besar
di Indonesia
kepada pemerintah daerah, maka fokus
Disentralisasi pendidikan yang dilakukan Disentralisasi pendidikan yang telah
adalah pelimpahan kewenangan yang lebih diterapkan di Indonesia sejak tahun 2001
besar kepada pemerintah lokal atau kepada sudah nampak beberapa hal positif
dewan sekolah. Strategi Disentralisasi pelaksanaannya, misalnya banyaknya daerah,
pendidikan yang seperti ini adalah target untuk terutama daerah yang kaya memiliki semangat
mencapai efesiensi dalam penggunaan sumber memajukan pendidikan bagi masyarakatnya
daya (school resources, dana pendidikan yang dengan meningkatkan anggaran pendidikan

79
Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017

pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Sambungan Tabel 1: Kewenangan ….


Daerah (APBD). Langkah yang dilakukan Komponen
Kewenangan
adalah menyederhanakan dan mempersingkat Pendidikan
birokrasi pendidikan di daerah, meningkatkan Struktur dan 1. Membuka atau menutup suatu
inisiatif, dan kreatifitas daerah dalam Perencanaan sekolah.
2. Menentukan program yang
mengelola pendidikan yang lebih ditawarkan sekolah.
memungkinkan tercapainya pemerataan 3. Definisi dari isi mata pelajaran.
pendidikan pada daerah-daerah terpencil, 4. Pengawasan atas kinerja
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam sekolah.
mendukung pendidikan. Ini adalah hal yang Sumber daya 1. Program pengembangan
sekolah.
wajar karena pemberian wewenang yang lebih 2. Alokasi anggaran untuk guru
luas kepada daerah dan didukung dengan biaya dan tenaga administratif.
dengan porsi yang lebih besar dalam upaya 3. Alokasi anggaran untuk
pembangunan bidang pendidikan termasuk pelatihan guru.
bidang administrasi, kelembagaan, keuangan,
perencanaan, dan sebagainya. Oleh karena itu, Sehubungan dengan itu, maka konsepsi
kesiapan daerah untuk dapat menjalankan Disentralisasi pendidikan harus dikemas dalam
peran yang lebih besar menjadi lebih sentral program School Based Management (MBS),
dalam disentralisasi pendidikan. yakni suatu sistem manajemen yang bertumpu
Armida S. Alisjahbana (2000: 3) pada situasi dan kondisi serta kebutuhan
menyebutkan bahwa dalam wujud pelaksanaan sekolah setempat. Sekolah diharapkan
disentralisasi pendidikan, ada beberapa mengenali seluruh infrastruktur yang berada di
kewenangan-kewenangan pendidikan yang sekolah, seperti guru, siswa, sarana prasarana,
dapat didisentralisasikan, yakni seperti dalam finansial, kurikulum, dan sistem informasi.
tabel berikut ini: Unsur-unsur manajemen tersebut harus
difungsikan secara optimal dalam arti perlu
Tabel 1: Kewenangan dalam Pendidikan direncanakan, diorganisasi, digerakkan,
dikendalikan, dan dikontrol (Hasbullah, 2010:
Komponen
Pendidikan
Kewenangan 56). MBS harus didukung oleh partisipasi
Organisasi dan 1. Menentukan sekolah mana yang masyarakat yang diwadahi melalui komite
Proses Belajar dapat diikuti seorang murid. sekolah/dewan sekolah yang memiliki peran
Mengajar 2. Waktu belajar di sekolah. sebagai berikut:
3. Penentuan buku yang a. Pemberi pertimbangan (advisory agency)
digunakan.
4. Kurikulum.
dalam penentuan dan pelaksanaan
5. Metode pembelajaran. kebijakan pendidikan.
Manajemen 1. Memilih dan memberhentikan b. Pendukung (supporting agency), baik yang
Guru kepala sekolah. berwujud finansial, pemikiran maupun
2. Memilih dan memberhentikan tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan.
guru.
3. Menentukan gaji guru.
c. Pengontrol (controlling agency) dalam
4. Memberikan tanggung jawab rangka transparansi dan akuntabilitas
pengajaran kepada guru. penyelenggaraan dan keluaran pendidikan.
5. Menentukan dan mengadakan d. Mediator antara pemerintah
pelatihan kepada guru. eksekutif dan legislatif dengan masyarakat
(Tilaar, 2004: 30).

80
Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017

Dibalik itu semua bahwa pelaksanaan pemerintah pusat dan daerah hanya dapat
disentralisasi pendidikan di Indonesia belum mengisi bagian kurikulum yang berupa muatan
mampu membawa peningkatan bagi lokal dalam persentase yang sangat kecil.
pengembangan pendidikan di daerah. Dengan
kata lain, keadaan pengembangan pendidikan b. Masalah Sumber Daya Manusia (SDM)
di daerah belum menunjukkan perbedaan yang
SDM merupakan pilar utama dalam
berarti, atau sama saja antara sebelum dan
mengimplementasikan disentralisasi
sesudah dilaksanakan disentralisasi
pendidikan, karena SDM yang kurang
pendidikan. Bahkan disentralisasi pendidikan
profesional akan menghambat pelaksanaan
dalam hal tertentu malah menimbulkan
disentralisasi pendidikan. Penataan SDM yang
kesulitan baru dibandingkan dengan keadaan
tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan
sebelumnya. Karena untuk melaksanakan
dan keahliannya menyebabkan pelaksanaan
Disentralisasi pendidikan secara nasional di
pendidikan tidak profesional. Misalnya ada
seluruh wilayah Indonesia tampaknya
beberapa tenaga kependidikan bahkan Kepala
mengalami banyak masalah, masalah-masalah
Dinas Pendidikan diangkat dari mantan Camat,
sebagaimana disebutkan oleh Hasbullah antara
Kepala Dinas Pemadam Kebakaran, dan lain-
lain:
lain. Meskipun para mantan pejabat itu pernah
mengurus orang banyak, tetapi berbeda
a. Masalah Kurikulum
karakteristik dengan peserta didik dan orang-
Kondisi masyarakat Indonesia adalah orang yang berkecimpung dalam dunia
heterogen dan masing-masing daerah pendidikan.
mempunyai kesiapan dan kemampuan yang
berbeda-beda dalam pelaksanaan c. Masalah Dana, Sarana, dan Prasarana
Disentralisasi pendidikan. Permasalahan Pendidikan
relevansi pendidikan selama ini diarahkan
kurangnya kepercayaan pemerintah pada Persoalan dana merupakan persoalan
daerah untuk menata sistem pendidikannya yang paling krusial dalam perbaikan dan
yang sesuai dengan kondisi objektif di pembangunan sistem pendidikan di Indonesia.
daerahnya. Untuk itu kurikulum suatu lembaga Selama ini dikeluhkan bahwa mutu pendidikan
pendidikan jangan hanya sekedar daftar mata rendah karena dana yang tidak mencukupi,
pelajaran saja yang dituntut di dalam suatu anggaran untuk pendidikan masih rendah. Hal
jenis dan jenjang pendidikan, tetapi lebih luas ini semestinya tidak perlu terjadi di era
lagi yakni berisi kondisi yang sesuai dengan disentralisasi pendidikan karena anggaran
karakteristik daerah. Hal ini sejalan dengan pendidikan sudah diserahkan kepada
apa yang dikatakan Armida S. Sjahbana (2000: pemerintah daerah dengan dikeluarkannya
8), bahwa perlu kejelasan tentang kebijakan UU-PKPD Tahun 2004. Begitu pula telah
perumusan kurikulum, apakah hanya ditegaskan dalan UU Sisdiknas Nomor 20
kurikulum inti yang ditetapkan oleh Tahun 2003 Pasal 49 ayat (1) dikemukakan
pemerintah pusat, sedangkan muatan lokal bahwa “Dana pendidikan selain gaji pendidik
dalam persentase yang cukup signifikan dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan
diserahkan pada masing-masing daerah atau minimal 20% dari APBN pada sektor
bahkan langsung pada masing-masing sekolah. pendidikan dan minimal 20% dari APBD
Saat ini kurikulum sepenuhnya ditentukan oleh

81
Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017

(Undang-undang Nomor: 20 Tahun 2003 sekolah yang memprihatinkan, kekurangan


tentang Sistem Pendidikan Nasional). guru, dan kualifikasinya yang tidak sesuai,
Sayangnya, amanah yang jelas-jelas ketidakmerataan penyelenggaraan pendidikan,
memiliki dasar dan payung hukum hingga saat kurikulum, dan lain-lain. Merupakan pekerjaan
ini belum bisa dilaksanakan dengan baik. rumah yang cukup berat bagi pemerintah
Karena pemerintah daerah, eksekutif, dan daerah dalam kerangka pelaksanaan otonomi
legislatif belum menganggap pendidikan daerah.
sebagai prioritas dalam pembangunan.
2. Implikasi Disentralisasi Pendidikan
d. Masalah Organisasi Kelembagaan terhadap Pengembangan Pendidikan
Islam
Hal kelembagaan kependidikan antar
kabupaten/kota dan provinsi tidak sama dan Pelaksanaan otonomi daerah telah
terkesan berjalan sendiri-sendiri, baik menimbulkan perubahan besar, bukan hanya
menyangkut struktur, nama organisasi dalam bidang pemerintahan dan birokrasi,
kelembagaan, dan lain sebagainya. Menurut tetapi juga dalam bidang pendidikan.
undang-undang memang ada kewenangan Pendidikan umum yang dikelola oleh
lintas kabupaten/kota, tetapi kenyataannya itu Departemen Pendidikan Nasional yang jelas
hanyalah dalam tataran konsep, praktiknya posisinya karena termasuk kewenangan yang
tidak berjalan. diserahkan oleh pusat ke daerah (di
Sebagai gejala umum, jenjang dan jenis disentralisasikan). Sementara itu pendidikan
kelembagaan pendidikan dipilah-pilah Islam, madrasah, dan pesantren yang berada di
sedemikian rupa sehingga tampak satu sama bawah Kementerian Agama, sampai sekarang
lain tidak mempunyai hubungan. masih banyak diperdebatkan.
Kelembagaan pendidikan tinggi misalnya Pelaksanaan UU Nomor 33 Tahun
seolah-olah tidak berkaitan dengan 2004, ada keinginan bahwa lembaga-lembaga
kelembagaan menengah (Hasbullah, 2010: 29). Pendidikan Islam juga didisentralisasikan
Dalam konteks disentralisasi, peran dalam artian pengelolaannya satu atap yaitu
masyarakat sangat diperlukan, terutama Dinas Pendidikan di daerah. Dengan cara
aparatur pendidikan baik di pusat maupun di pengelolaan tersebut diharapkan posisi
daerah untuk membangun pendidikan yang Pendidikan Islam tidak lagi termarginalkan
mandiri dan profesional. Karena titik berat terutama dalam aspek pembiayaan, ia akan
disentralisasi diletakkan pada kabupaten/kota, masuk dalam anggaran APBD. Namun di satu
untuk itu peningkatan kualitas aparatur sisi ada keinginan agar posisi Pendidikan
pendidikan di daerah sangatlah mendasar, Islam tetap di bawah Kementerian Agama
terutama pada lapisan yang terdekat dengan dengan didekonsentrasikan ke Kantor Wilayah
rakyat yang akan memberikan pelayanan. Kementerian Agama provinsi setempat.
Efektivitas pelayanan pendidikan pada tingkat Tentang pembiayaannya diharapkan juga
akar rumput (grass root) juga penting untuk mendapatkan dari APBD. Hal ini mengingat
mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam bagaimanapun Pendidikan Islam merupakan
pembangunan pendidikan. aset daerah yang berperan besar dalam
Persoalan yang dihadapi pendidikan di menyelenggarakan pendidikan dan
daerah sekarang adalah menyangkut mutu mengembangkan Sumber Daya Manusia
lulusan yang masih rendah, kondisi fisik (SDM) di daerah, namun dalam realitas

82
Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017

pengembangannya banyak yang sangat Pendidikan Islam (madrasah) sebagai wujud


memprihatinkan. Seperti dikatakan Azyumardi perubahan sistem pendidikan sentralisasi
Azra (2002: 8), bahwa keberadaan pendidikan menuju Disentralisasi sebagai
Islam tidak bisa dipungkiri dalam pengejawantahan dari UU Nomor 32 Tahun
mencerdaskan kehidupan bangsa yang 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004, dengan
semestinya harus dibantu dan dipelihara. Tapi kebijakan sebagai berikut:
sayangnya, peran pemerintah terhadap a. Penyelenggaraan madrasah tetap dilakukan
lembaga-lembaga pendidikan Islam sejak awal oleh masyarakat, beberapa hal mengenai
kemerdekaan sampai sekarang sangat minim. penyelenggaraan menjadi tanggung jawab
Rahman Saleh (2006: 146) menyatakan pemerintah daerah, terutama pada aspek
untuk menjawab semua persoalan di atas, pembiayaan, kelembagaan dan manajerial,
maka Menteri Agama mengeluarkan surat sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.
yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri b. Pengelolaan dan penyelenggaraan madrasah
Nomor MA/402/2000 pada tanggal 21 dilakukan oleh pemerintah daerah dalam
November 2000 tentang penyerahan satu atap pengelolaannya yaitu membentuk
kewenangan di bidang pendidikan agama dan Dinas Pendidikan. Kementerian Agama
keagamaan pada sekolah umum dan madrasah kabupaten/kota berfungsi sebagai tugas
diserahkan kepada daerah kabupaten/kota pengalihan dan tugas-tugas agama (Saleh,
sesuai dengan asas Disentralisasi pemerintah 2006: 148).
yang meliputi aspek-aspek: Jadi dengan demikian dapat dikatakan
a. Operasional penyelenggaraan. bahwa implikasi disentralisasi pendidikan
b. Penjabaran kurikulum. terhadap Pendidikan Islam belum begitu
c. Penyediaan tenaga pendidik dan signifikan, karena pembangunan pendidikan
kependidikan. Islam belum mendapat perhatian khusus dari
d. Penyediaan sarana dan prasarana. pemerintah daerah atau pemerintah kota
e. Penyediaan anggaran. sehingga tidak dianggarkan secara khusus
Sejatinya kebijakan pengelolaan dalam APBD. Dan masih beranggapan bahwa
pendidikan agama tidak dipisahkan dengan tanggung jawab untuk memajukan Pendidikan
kebijakan pengelolaan pendidikan secara Islam adalah menjadi tanggung jawab
umum karena sejak diberlakukannya UU pemerintah pusat yang dalam hal ini adalah
Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Kementerian Agama Republik Indonesia.
Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU Era otonomi daerah dengan asas
Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 dekonsentrasi dan disentralisasi pendidikan,
Tahun 2004 (Suwito, 2008: 298 – 299). insan pada Pendidikan Islam sedikit lega
Kemampuan tawar-menawarnya karena mendapat perhatian dan kesetaraan
(bargaining) dengan pemerintah daerah rendah dengan insan pada pendidikan umum dalam
dan jarang sekali terjadi komunikasi yang baik hal mendapatkan haknya. Hal ini nampak pada
antara Kementerian Agama dengan pemerintah adanya pemberian tunjangan insentif bagi para
daerah menyangkut pembiayaan lembaga guru non PNS yang mengajar di madrasah,
pendidikan yang menjadi binaannya. Dan begitu pula para guru PNS Kementerian
hanya meminta sekedar bantuan, tetapi tidak Agama yang mengajar di madrasah atau
teranggarkan secara khusus pada APBD. sekolah diberikan tunjangan kesra dan dari
Oleh karena itu sudah saatnya pemerintah daerah yang besarnya diberikan
dilakukan reposisi terhadap lembaga bervariasi sesuai dengan kemampuan

83
Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017

keuangan masing-masing daerah. Semua ini porsi dari anggaran pendapatan daerah
tidak pernah diterima oleh para guru pada era (APBD) untuk membangun atau membantu
sebelumnya (era sentralisasi pendidikan). operasional pendidikan Islam. Padahal
Namun pemberian bantuan dalam bentuk eksistensi Pendidikan Islam di suatu daerah
bangunan fisik dari dana APBD belum begitu tidak kalah pentingnya dalam mengembangkan
nampak jelas dan kalaupun ada tidak merata. sumber daya manusia (SDM) dan pembinaan
akhlak spiritual bangsa.
F. Penutup
Disentralisasi pendidikan didefinisikan
oleh Hamzah, sebagai upaya untuk
mendelegasikan sebagian atau seluruh
wewenang di bidang pendidikan yang
seharusnya dilakukan oleh unit atau pejabat
pusat kepada unit atau pejabat di bawahnya,
atau dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah, atau dari pemerintah kepada
masyarakat. Salah satu wujud dari
disentralisasi ialah terlaksananya proses
otonomi dalam penyelenggaraan pendidikan
Disentralisasi pendidikan merupakan
angin segar bagi dunia pendidikan, karena
salah satu tujuan Disentralisasi pendidikan
adalah untuk mengurangi campur tangan atau
intervensi pusat terhadap persoalan-persoalan
pendidikan yang semestinya bisa diputuskan
dan dilaksanakan oleh unit di tataran bawah
yakni pemerintah daerah. Sehingga dengan itu
pendidikan bisa dirancang dan dilaksanakan
oleh masing-masing daerah yang ada di
Indonesia sesuai dengan karakteristik daerah
tersebut. Di samping itu manajeman
pendidikan dapat dikelola oleh daerah sampai
kepada masyarakat bahkan di sekolah dengan
mengembangkan base school management
(MBS). Tapi tentu saja setiap kebijakan yang
dibuat tak lepas dari permasalahan di sana-
sini, begitu pula dengan Disentralisasi
pendidikan di Indonesia tak terlepas dari plus-
minus-nya.
Pelaksanaan Disentralisasi pendidikan
yang selama ini dilaksanakan belum
berdampak positif terhadap Pendidikan Islam,
di mana pendidikan Islam tidak mendapat

84
Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017

DAFTAR PUSTAKA Shaleh, Abdul Rahman, Madrasah dan


Pendidikan Anak Bangsa, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2006.
Abdurrahmansyah, Wacana Pendidikan Islam,
Yogyakarta: Global Pustaka Utama, Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam,
2005. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2008.
Alisjahbana, Armida S, Otonomi Daerah dan
Disentralisasi Pendidikan, Bandung: Tilaar, H.A.R., Paradigma Baru Pendidikan
Universitas Padjajaran, 2000. Nasional, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.

Azra, Azyumardi, Paradigma Baru


Pendidikan Nasional: Rekonstruksi dan
Demokrasi, Jakarta: Kompas, 2002.

Hamzah, Profesi Kependidikan: Problema,


Solusi, dan Reformasi Pendidikan di
Indonesia, Jakarta: PT Bumi Aksara,
Cet. II, 2008.

Hadiyanto, Mencari Sosok Disentralisasi


Manajemen Pendidikan di Indonesia,
Jakarta: Rineka Cipta, 2004.

Hasan M. Ali, Mukti Ali, Kapita Selekta


Pendidikan Islam, Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 2003.

Hasbullah, Otonomi Pendidikan, Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada, 2010.

Komite Reformasi Pendidikan, Naskah


Akademik Rancangan Undang-undang
Nasional, Jakarta: Balitbang Depdiknas,
2001.

Sirozi, M, Politik Pendidikan, Jakarta: PT.


Raja Grafindo Persada, 2005.

Sufyarman, M, Kapita Selekta Manajemen


Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2003.

85

Anda mungkin juga menyukai