Anda di halaman 1dari 14

Inovasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan

Perubahan Kebijakan Pendidikan ditingkat Pusat dan Provinsi / Kabupaten


Kota (Sentralisasi dan Desentralisasi)

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Nizwardi Jalinus, M.Ed
Dr. Waskito, M.T

Disusun Oleh :
Andika Riyadi Jasril 1309240

PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2015
Perubahan Kebijakan Pendidikan ditingkat Pusat dan Provinsi / Kabupaten
Kota (Sentralisasi dan Desentralisasi)

A. Pendahuluan
Dalam manajemen pendidikan dikenal dua mekanisme pengaturan, yaitu
sistem sentralisasi dan desentralisasi. Dalam sistem sentralisasi, segala sesuatu
yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan diatur secara ketat oleh
pemerintah pusat. Sementara dalam sistem desentralisasi, wewenang pengaturan
tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah. Kedua sistem tersebut dalam
prakteknya tidak berlaku secara ekstrem, tetapi dalam bentuk kontinum; dengan
pembagian tugas dan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
(lokal). Hal ini juga berlaku dalam manajemen pendidikan di Indonesia,
sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan UUSPN 1989 bahwa pendidikan
nasional diatur secara terpusat (sentralisasi), namun penyelenggaraan satuan dan
kegiatan pendidikan dilaksanakan secara tidak terpusat (desentralisasi). Hal
tersebut cukup beralasan karena masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangan sehingga untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dan
mengurangi segi-segi negatif, pengelolaan pendidikan tersebut memadukan
sistem sentralisasi dan desentralisasi.
B. Konsep Sentralisasi dan Desentralisasi Pendidikan
1. Konsep Sentralisasi Pendidikan
Sentralisasi adalah seluruh wewenang terpusat pada pemerintah pusat.
Daerah tinggal menunggu instruksi dari pusat untuk melaksanakan kebijakankebijakan yang telah digariskan menurut Undang-Undang. Menurut ekonomi
manajemen sentralisasi adalah memusatkan semua wewenang kepada
sejumlah kecil manager atau yang berada di suatu puncak pada sebuah
struktur organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pemerintah sebelum
otonomi daerah. Kelemahan sistem sentralisasi adalah dimana sebuah
kebijakan dan keputusan pemerintah daerah dihasilkan oleh orang-orang yang
1

berada di pemerintah pusat sehingga waktu untuk memutuskan suatu hal


menjadi lebih lama.
Sistem pengaturan yang sentralistik ditujukkan untuk menjamin
integritas, kesatuan, dan persatuan bangsa. Tilaar (1991: 22) mengemukakan
bahwa pendekatan sentralistik mempunyai posisi yang sangat strategis dalam
mengembangkan kehidupan serta kohesi nasional karena peserta didiknya
adalah kelompok umur yang secara pedagogik sangat peka terhadap
pembentukan kepribadian. Dalam jenjang pendidikan inilah dapat diletakkan
dasar-dasar yang kokoh bagi ketahanan nasional, apresiasi kebudayaan
nasional, dan daerah, serta nilai-nilai patriotisme dan cinta tanah air sebagai
negara kesatuan. Dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, pendekatan
sentralistik masih diperlukan, terutama untuk menentukan kurikulum
pendidikan nasional dan menetapkan anggaran agar dapat dicapai kesamaan
dan pemerataan standar pendidikan diseluruh wilayah tanah air.
Indonesia sebagai negara berkembang dengan berbagai kesamaan ciri
sosial budayanya, juga mengikuti sistem sentralistik yang telah lama
dikembangkan pada negara berkembang. Konsekuensinya penyelenggaraan
pendidikan di Indonesia serba seragam, serba keputusan dari atas, seperti
kurikulum yang seragam tanpa melihat tingkat relevansinya bagi kehidupan
anak dan lingkungannya.
Konsekuensinya, posisi dan peran siswa cenderung dijadikan sebagai
objek agar yang memiliki peluang untuk mengembangkan kreatifitas dan
minatnya sesuai dengan talenta yang dimilikinya. Dengan adanya sentralisasi
pendidikan telah melahirkan berbagai fenomena yang memperhatikan seperti :
a. Totaliterisme penyelenggaraan pendidikan

b. Keseragaman manajemen, sejak dalam aspek perencanaan, pengelolaan,


evaluasi, hingga model pengembangan sekolah dan pembelajaran.
c. Keseragaman pola pembudayaan masyarakat
d. Melemahnya kebudayaan daerah
e. Kualitas manusia yang robotic, tanpa inisiatif dan kreatifitas.
Dengan demikian, sebagai dampak sistem pendidikan sentralistik,
maka upaya mewujudkan pendidikan yang dapat melahirkan sosok manusia
yang memiliki kebebasan berpikir, mampu memecahkan masalah secara
mandiri, bekerja dan hidup dalam kelompok kreatif penuh inisiatif dan impati,
memiliki keterampilan interpersonal yang memadai sebagai bekal masyarakat
menjadi sangat sulit untuk di wujudkan.
2. Konsep Desentralisasi Pendidikan
Desentralisasi di Indonesia sudah ada cukup lama, dimulai sejak tahun
1973, yaitu sejak diterbitkannya UU no. 5 tahun 1973 tentang pokok-pokok
pemerintahan

daerah

otonomi

dan

pokok-pokok

penyelenggaraan

pemerintahan yang menjadi tugas pusat dan daerah. Dan terdapat pula pada
PP No. 45 tahun 1992 dan dikuatkan lagi melalui PP No. 8 tahun 1995.
Menurut UU No.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, desentralisasi
dikonsepsikan sebagai penyerahan wewenang yang disertai tanggung jawab
pemerintah oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom.
Beberapa alasan yang mendasari perlunya desentralisasi :
a. Mendorong terjadinya partisipasi dari bawah secara lebih luas.
b. Mengakomodasi terwujudnya prinsip demokrasi.

c. Mengurangi biaya akibat alur birokrasi yang panjang sehingga dapat


meningkatkan efisiensi.
d. Memberi peluang untuk memanfaatkan potensi daerah secara optimal.
e. Mengakomodasi kepentingan politik.
f. Mendorong peningkatan kualitas produk yang lebih kompetitif.
Desentralisasi Community Based Education mengisyaratkan terjadinya
perubahan kewenangan dalam pemerintah antara lain :
a. Perubahan berkaitan dengan urusan yang tidak diatur oleh pemerintah
pusat, secara otomatis menjadi tanggung jawab pemerintah daerah,
termasuk dalam pengelolaan pendidikan.
b. Perubahan berkenaan dengan desentralisasi pengelolaan pendidikan.
Dalam hal ini pelempahan wewenang dalam pengelolaan pendidikan dari
pemerintah pusat ke daerah otonom, yang menempatkan kabupaten/kota
sebagai sentra desentralisasi.
Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat
keputusan dan kebijakan kepada orang-orang pada level bawah ( daerah ).
Pada sistem pendidikan yang terbaru tidak lagi menerapkan sistem pendidikan
sentralisasi, melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan
wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan yang
tadinya diputuskan seluruhnya oleh pemerintah pusat. Pendidikan termasuk
bidang yang didesentralisasikan ke pemerintah kota/kabupaten. Melalui
desentralisasi pendidikan diharapkan permasalahan pokok pendidikan yaitu
masalah mutu, pemerataan, relevansi, efisiensi dan manajemen, dapat
terpecahkan. Cukupkah desentralisasi pendidikan pada tingkat pemerintah
kota/kabupaten?

Pengalaman

berbagai

negara

menunjukkan

bahwa

desentralisasi pendidikan tidak cukup hanya pada tingkat kota/kabupaten.


Desentralisasi pendidikan untuk mencapai otonomi pendidikan yang
sesungguhnya harus sampai pada tingkat sekolah secara individual.

Mengapa perlu desentralisasi pendidikan?


Berbagai studi tentang desentalisasi menunjukkan bahwa pekerjaan
yang bersifat kompleks, dikerjakan dalam tim, mengandung unsur
ketidakpastian, dan berada dalam lingkungan yang cepat berubah tidak bisa
dikelola secara sentralistik. Pendidikan dan secara khusus lagi sekolah yang
selama ini dikelola secara sentralistik justru menimbulkan banyak masalah.
Maka

sekolah

yang

memiliki

karakteristik

seperti

itu

harus

didesentralisasikan. Salah satu model desentralisasi pendidikan adalah


Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management).
Dalam bidang pendidikan, desentralisasi mengandung arti sebagai
pelimpahan kekuasaan oleh pusat kepada aparat pengelolaan pendidikan yang
ada didaerah baik pada tingkat provinsi maupun lokal, sebagai perpanjangan
aparat pusat untuk menigkatkan efisiensi kerja dalam pengelolaan pendidikan
di daerah. Dalam manajemen pendidikan dasar, desentralisasi memang dapat
melemahkan tumbuhnya perasaan nasional yang sehat, dapat menimbulkan
rasa kedaerahaan yang berlebihan, serta akan menjurus kepada isolasi dan
pertentangan. Namun, dengan pengakuan dan kesepakatan untuk menjadikan
Pancasila sebagai satu-satunya asas bangsa dan negara, kecenderungan
separatisme dapat dikurangi dan ditekan seminimal mungkin.
Banyak pakar dan pemerhati pendidikan menyumbangkan pikirannya
untuk mengkaji model MBS yang cocok dengan kondisi negeri ini. Namun

jarang sekali yang menyinggung masalah isi (content) yang tak lain
merupakan

hakikat

desentralisasi

itu

sendiri.

Hakikat

desentralisasi

pendidikan adalah apa dan kepada siapa (what and to whom) dan bukan
aturan-aturannya (regulation).
Menurut Wohlstetter dan Mohrman (1993) terdapat empat sumber
daya yang harus didesentralisasikan yaitu power/authority, knowledge,
information dan reward.
a. kekuasaan/kewenangan (power/authority) harus didesentralisasikan ke
sekolah-sekolah secara langsung yaitu melalui dewan sekolah. Sedikitnya
terhadap tiga bidang penting yaitu budget, personnel dan curriculum.
Termasuk dalam kewenangan ini adalah menyangkut pengangkatan dan
pemperhentian kepala sekolah, guru dan staff sekolah.
b. pengetahuan (knowledge) juga harus didesentralisasikan sehingga
sumberdaya manusia di sekolah mampu memberikan kontribusi yang
berarti bagi kinerja sekolah. Pengetahuan yang perlu didesentralisasikan
meliputi : keterampilan yang terkait dengan pekerjaan secara langsung
(job skills), keterampilan kelompok (teamwork skills) dan pengetahuan
keorganisasian (organizational knowledge). Keterampilan kelompok
diantaranya adalah pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan
keterampilan

berkomunikasi.

Termasuk

dalam

pengetahuan

keorganisasian adalah pemahaman lingkungan dan strategi merespon


perubahan.
c. hakikat

lain

yang

harus

didensentralisasikan

adalah

informasi

(information). Pada model sentralistik informasi hanya dimiliki para


pimpinan puncak, maka pada model MBS harus didistribusikan ke seluruh
constituent sekolah bahkan ke seluruh stakeholder. Apa yang perlu
disebarluaskan? Antara lain berupa visi, misi, strategi, sasaran dan tujuan

sekolah, keuangan dan struktur biaya, isu-isu sekitar sekolah, kinerja


sekolah dan para pelanggannya. Penyebaran informasi bisa secara vertikal
dan horizontal baik dengan cara tatap muka maupun tulisan.
d. pengaharhaan

(reward)

adalah

hal

penting

lainnya

yang

harus

didesentralisasikan. Penghargaan bisa berupa fisik maupun non-fisik yang


semuanya didasarkan atas prestasi kerja. Penghargaan fisik bisa berupa
pemberian hadiah seperti uang. Penghargaan non-fisik berupa kenaikan
pangkat, melanjutkan pendidikan, mengikuti seminar atau konferensi dan
penataran.
Dengan mendesentralisasikan empat bidang tersebut diharapkan tujuan
utama MBS akan tercapai. Tujuan utama MBS tak lain adalah meningkatkan
kinerja sekolah dan terutama meningkatkan kinerja belajar siswa menjadi
lebih baik.
Implikasi desentralisasi manajemen pendidikan adalah kewenangan
yang lebih besar diberikan kepada kabupaten dan kota untuk mengelola
pendidikan sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerahnya; perubahan
kelembagaan untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan efisiensi serta
efektivitas dalam perencanaan dan pelaksanaan pada unit-unit kerja di daerah;
kepegawaian yang menyangkut perubahan dan pemberdayaan sumber daya
manusia ynag menekankan pada profesionalisme; serta perubahan anggarananggaran pembangunan pendidikan (DIP) yang dikelola langsung dari BKPN
(Bappenas) ke kabupaten dalam bentuk block grand sehingga menhilangkan
ketakutan dan pngotakkan dalam penanganan anggaran (BPPN dan Bank
Dunia, 1999).
Desentralisasi pengelolaan sekolah perlu diletakkan dalam rangka
mengisi kebhinekaan dalam wadah negara kesatuan yang dijiwai oleh rasa
persatuan dan kesatuan bangsa; bukan berdasarkan kepentingan kelompok dan
daerah secara sempit. Pelaksanaan desentralisasi dalam pengelolaan sekolah
memerlukan kesiapan berbagai perangkat pendukung di daerah. Sedikitnya
7

terdapat empat hal yang harus dipersiapkan agar pelaksanaan desentralisasi


berhasil, yaitu:
a. pertauran perundang-undangan yang mengatur desentralisasi pendidikan
dari tingkat daerah, provinsi sampai tingkat kelembagaan
b. pembinaan kemampuan daerah
c. pembentukan perencanaan unit yang bertanggung jawab untuk menyusun
perencanaan pendidikan
d. perangkat sosial, berupa kesiapan masyarakat setempat untuk menerima
dan membantu menciptakan iklim yang kondusif bagi pelaksanaan
desentralisasi tersebut.
C. Kekuatan dan Kelemahan Sistem Sentralisasi dan Sistem Desentralisasi
1.Kelemahan dan Kelebihan Sistem Sentralisasi
Sistem Pendidikan Indonesia dimana terdapat berbagai keragaman
suku dan budayanya dulu pernah menganut sistem sentralistik (berpusat di
pemerintah pusat), dan pada akhirnya sistem tersebut dapat melemahkan
kebudayaan

masing-masing

daerah,

mematikan

kemampuan

inovasi,

kreatifitas di setiap daerah dalam hal pengembangan nilai-nilai budaya dan


potensi diri masing-masing siswa sehingga siswa menjadi tertinggal dan tidak
kreatif. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia yang serba seragam, serba
tergantung keputusan dari pusat, seperti kurikulum yang seragam tanpa
melihat

tingkat

relevansinya

baik

dari

segi

kehidupan

anak

dan

lingkungannya. Konsekuensinya, tanpa tidak disadari posisi dan peran siswa


kurang memiliki peluang untuk mengembangkan kreatifitas dan minatnya
sesuai dengan talenta yang dimilikinya. Juga menghasilkan kualitas siswa
yang robotic dan kurang inisiatif.

Kelemahannya juga terdapat dimana sebuah kebijakan dan keputusan


pemerintah daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah
pusat sehingga waktu untuk memutuskan sesuatu hal menjadi lebih lama.
Dengan demikian, sebagai dampaknya sistem pendidikan sentralistik
masyarakat di daerah akan sangat lambat perkembangannya dan tidak
berkembang. Upaya mewujudkan pendidikan yang dapat melahirkan sosok
manusia yang memiliki kebebasan berpikir, mampu memecahkan masalah
secara mandiri, bekerja dan hidup dalam kelompok kreatif penuh inisiatif dan
empati, memiliki keterampilan interpersonal yang memadai syarat dengan
nilai-nilai budaya sebagai bekal masyarakat menjadi sangat sulit untuk di
wujudkan.
Kelebihan sistem sentralistik ini adalah di mana pemerintah pusat
tidak harus pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan
pengambilan keputusan, karena seluruh keputusan, kebijakan dan program
ditetapkan dan dikontrol seluruhnya oleh pemerintah pusat secara nasional.
Sehingga terdapatnya keseragaman manajemen, seperti aspek perencanaan,
evaluasi, hingga model pengembangan sekolah dan pembelajarannya. Dalam
pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, pendekatan sentralistik juga
memiliki kelebihan terutama untuk menentukan kurikulum pendidikan
nasional dan menetapkan anggaran agar dapat dilaksanakan secara merata dan
seragam sesuai standar pendidikan diseluruh wilayah tanah air Indonesia dan
jauh lebih hemat. Orang-orang daerah tinggal melaksanakan sehingga tidak
ada penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
Dalam rangka mengembangkan kehidupan serta membangun kekuatan
dan dasar-dasar yang kokoh bagi ketahanan nasional, apresiasi kebudayaan
nasional dan daerah, serta nilai-nilai patriotisme, nasionalisme dan cinta tanah
air sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pendekatan
sentralistik juga mempunyai posisi yang sangat strategis.

2.Kelemahan dan Kelebihan Sistem Desentralisasi


Pada sistem desentralisasi ini di daerah khusus, kekuasaan yang
berlebihan terhadap wewenang otonomi daerah juga sering dipergunakan oleh
pihak-pihak tertentu, para oknum ataupun pribadi yang bertujuan untuk
mengeruk keuntungan. Oleh karena berpusat pada daerah, pelaksanaan sistem
pendidikan di daerah-daerah menjadi sulit untuk dikontrol oleh pemerintah
pusat.
Keterbatasan dari segi sumber daya manusia serta kapasitas
manajemen suatu daerah yang belum memadai juga membuat suatu daerah ini
terlihat belum mampu untuk berdiri sendiri. Sehingga jika sumber daya
manusia pada setiap daerah tersebut belum siap secara tidak langsung sistem
desentralisasi pun belum sepenuhnya dijalankan. Kesenjangan sumber daya
pendidikan yang berbeda-beda di tiap daerah dikarenakan perbedaan potensi
daerahnya

juga

mengakibatkan

kesenjangan

mutu

pendidikan

serta

melahirkan kecemburuan sosial antar daerah masing-masing.


Dalam pelaksanaan otonomi daerah di bidang pendidikan tampak
masih menghadapi berbagai kesulitan, masalah itu tampak pada kebijakan
yang belum sejalan dengan prinsip otonomi daerah itu sendiri, seperti kurang
adanya koordinasi dan sinkronisasi serta keterbatasan dari segi ekonomi juga
yang belum mampu membiayai pembangunan pendidikan itu sendiri pada tiap
daerahnya. Kesulitan-kesulitan tersebut juga terjadi disaat pemerintah pusat
sulit untuk mengendalikan pendidikan di daerah yang tidak dapat
mengembangkan pendidikan sesuai dengan potensi daerahnya masing-masing.
Jika hal ini dibiarkan terjadi sangatlah berdampak buruk, bisa terjadi konflik
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan juga bisa memicu
terjadinya upaya-upaya pemisahan diri yang tentunya mengancam disintegrasi
suatu bangsa. Untuk mengantisipasi permasalahan diatas, desentralisasi
pendidikan dalam pelaksanaannya harus bersikap hati-hati. Ketepatan strategi

10

yang

ditempuh

sangat

menentukan

tingkat

efektifitas

implementasi

desentralisasi itu sendiri.


Terdapat juga kelebihan dari sistem desentralisasi ini yaitu ditiap
daerah dapat melahirkan seorang manusia yang memiliki kebebasan berpikir,
aktif serta masyarakat yang mampu memecahkan masalahnya secara mandiri,
berani bekerja dan hidup dalam kelompok yang kreatif penuh inisiatif dan
empati, memiliki keterampilan interpersonal yang memadai syarat dengan
nilai-nilai budaya sebagai bekal masyarakat. Sistem yang memberikan
kesempatan terhadap daerahnya untuk mengembangkan pendidikan selaras
dengan kebudayaan yang dimiliki oleh masing-masing daerah serta
memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan daerah masing-masing yang nantinya
dapat membentuk dan membangun karakter yang dibutuhkan oleh bangsa.
Sistem ini juga memberikan kesempatan terhadap daerahnya untuk
mengembangkan

potensi

daerahnya

masing-masing

secara

optimal,

menyesuaikan pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerahnya. Sehingga


pelaksanaannya pun mendapatkan respon dan dukungan yang tinggi dari
masyarakat setempat karena dianggap dapat memberikan nilai manfaat serta
kontribusi bagi daerahnya
Desentralisasi

pendidikan

berarti

lebih

mendekatkan

proses

pendidikan kepada rakyat sebagai pemilik pendidikan itu sendiri. Rakyat


harus berpartisipasi didalam pembentukan sosial kapital dari suatu bangsa.
Sistem desentralisasi ini sangatlah sesuai dengan bangsa Indonesia, dengan
keragaman budaya, bahasa dan daerah bangsa ini bisa melahirkan banyak
potensi-potensi baru disetiap daerah yang ada.
D. Kesimpulan
Pengelolaan pendidikan yang baik akan menghasilkan generasi bangsa
Indonesia yang baik pula. Sistem sentralisasi dan desentralisasi pendidikan pada

11

prinsipnya keduanya baik. Pendidikan diatur secara sentralisasi hanya hal-hal


yang penting saja, yang sangat diperlukan untuk bangsa Indonesia secara
keseluruhan. Desentralisasi pendidikan merupakan suatu keharusan jika kita ingin
cepat mengejar ketertinggalan dari bangsa lain. Melalui pendidikan yang
demokratis akan melahirkan masyarakat yang kritis dan bertanggung jawab.
Masyarakat yang demokratis akan mampu menciptakan masyarakat
madani yaitu masyarakat yang berbudaya tinggi yang menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan yang mana sangat menghargai hak-hak asasi manusia.
Pelaksanaan sistem desentralisasi pendidikan di Indonesia hendaklah
didukung oleh sumberdaya manusia yang mampu dan mau melaksanakan konsepkonsep serta ide-ide sesuai dengan prinsip sistem desentralisasi tersebut. Namun
tampaknya belum terlaksana seperti yang diharapkan Misalnya, melaksanakan
Manajemen Berbasis Sekolah dengan baik dan benar, mengembangkan kurikulum
sesuai kondisi serta kebutuhan daerah, dan membangun sekolah secara kreatif dan
bertanggungjawab. Kendala utama dari system ini adalah Sumber Daya Manusia
yang belum siap dan pola pikir masih yang lama.
E. Daftar Pustaka
Brian J.C. Jim. M.S, The Managing School, The Palmer Press, 1988, London
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI, Undang Undang Nomor 05 Th1973
tentang pokok-pokok pemerintahan daerah otonomi dan pokok-pokok
penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pusat dan daerah,
Sekjen Depdikbud, Jakarta, 1973
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI, Undang Undang Nomor 22 Th1999
tentang pemerintah yang memberikan keleluasaan kepada daerah untuk
menyelenggarakan otonomi daerah, termasuk penyelenggaraan
pendidikan, Sekjen Depdikbud, Jakarta, 1999
http://antonilamini.wordpress.com/2008/05/18/sentralisasi-dan-desentralisasipendidikan/ diakses tanggal 20 April 2015

12

Mulyasa, E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan


Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Undang Undang Nomor 02 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang Undang Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah Pusat
dan Daerah

13

Anda mungkin juga menyukai