Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

TEORI DAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah “Pendidikan Multikultural”


yang dibina oleh Bapak Drs.Imam Muchtar, S.H., M.Hum
dan Bapak Fajar Surya Hutama, S.Pd., M.Pd

Oleh:
Kelompok 2 / Kelas B
IFTITAH ADELIA 170210204153
AMANDA YUSTYARI NISSA 170210204160
CAHYO DWI MARTA 170210204175
APRIDA SAYEKTI 170210204180
KARIEN OVISARA 170210204190
ZAENAL ARIFIN 170210204229

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................... ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.


DAFTAR ISI ................................................................................................... 2
BAB 1. PENDAHULUAN ......................... ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 3
1.3 Tujuan ................................................................................................... 3
BAB 2. PEMBAHASAN ............................ ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.
2.1 Teori-teori Dalam Pendidikan Multikultural ........................................ 5
2.2 Pendekatan Dalam Pendidikan Multikultural ....................................... 8
2.3 Implementasi Pendidikan Multikultural di Kelas ............................... 13
2.4 Pengembangan Pembelajaran Berbasis Multikultural ........................ 16
BAB 3. PENUTUP ..................................... ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.
3.1 Kesimpulan……… ..............................Error! Bookmark not defined.
DAFTAR RUJUKAN ................................................................................... 23
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fenomena akibat adanya globalisasi yaitu terjadinya perkembangan
kebudayaan antar suatu bangsa yang kian meningkat. Bukan hanya segi
perkembangan saja, namun persaingan yang terjadi antar budaya tersebut saling
mempengaruhi sehingga harus adanya pemahaman kepada budaya-budaya yang
saling berpengaruh antara yang lainnya. Salah satu cara usaha pemahaman kepada
akulturasi budaya yaitu seperti Multikultur atau lebih terfokus kepada Pendidikan
Multikultur. dari pendidikan multikultur ini kita dapat mengerti akan bermacm-
macam budaya yang ada di dunia dan juga pengaruh-pengaruh terhadap
kehidupan masyarakat dunia jaman sekarang atau global. Ada juga yang jadi dasar
terciptanya pendidikan multikultural yaitu tercipta nilai kesadaran terhadapat arti
terpenting dari keragaman budaya, sehingga harus ada pembelajaran perihal
tersebut. Suatu tujuan akan pendidikan multkultural adalah perkembangan literasi
etnis dan budaya masyarakat global pada umumnya yang berpandangan pada teori
pendidikan multikultural itu sendiri.
Pada dasarnya pendidikan multikutural yaitu suatuhal menghargai
perbdaan sesama, kebudayaan melaksanakan ekspresi. Para ahli mempunyai
tujuan dan tekanan yang lain dalam melihat fenomena multikulural. Sebelum
membahas tentang apa arti dan bagaimana cara penerapan atau pembelajaran
multikultural tersebut, perlu adanya pemahaman terlebih dahulu mengenai teori
dan pendekatan terhadap pendidikan multikultural itu sendiri.
.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah didefinisikan, maka rumusan
masalah dalam penulisan ini yaitu sebagai berikut.
a. Apa sajakah teori dalam pendidikan multikultural?
b. Apa sajakah pendekatan yang terdapat dalam pendidikan
multikultural?
c. Bagaimana implementasi dari pendekatan yang terdapat dalam
pendidikan multikultural?
d. Bagaimana mengembangkan pembelajaran berbasis multikultural?
1.3 Tujuan
a. Untuk memahami apa saja macam-macam teori dalam pendidikan
multikultural.
b. Untuk mengetahui apa saja macam pendekatan yang ada dalam
pendidikan multikultural.
c. Untuk mengetahui bagaimana praktik langsung dari pendekatan yang
terdapat dalam pendidikan multikultural.
d. Untuk mengetahui bagaimana mengembangkan pembelajaran berbasis
multikultur
PEMBAHASAN

2.1 Teori-teori dalam Pendidikan Multikultural


Multikulturalisme memerlukan teori pendidikan yang sesuai dan
mendukung adanya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Terdapat
beberapa para ahli yang memiliki pandangan berbeda-desa tentang multikultural.
Para ahli memiliki beragam sudut pandang dalam memahami fenomena
multikultural. Oleh sebab itu, perlu adanya komunikasi diantara para ahli,
sehingga mendapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam
memperjuangkan teori pendidikan multikultural. Berikut adalah beberapa tokoh
yang mengemukakan teori pendidikan multikultural sebagai berikut.
A. Horance Kallen
Horance Kallen adalah seorang tokoh perintis multikutur dengan
menggunakan teori pluralisme budaya. Pluralisme budaya adalah menghargai
berbagai tingkat susunan perbedaan budaya, akan tetapi tetap dalam ketentuan
batas persatuan nasional. Selain itu, Kallen juga mengakui bahwa adanya suatu
budaya yang menjadi tonjolan terlihat nampak dalam suatu negara perlu dikenali
seluruh masyarakat. Contoh: budaya WASP di Amerika Serikat merupakan
sebuah budaya yang mendominasi di Amerika Serikat diantara budaya lainnya.
Budaya yang dianggap mendominasi d Indonesia adalah budaya Jawa, karena
sebagian besar penduduk dan wilayah Indonesia adalah jawa. Teori pengakuan
budaya yang lebih dominan daripada budaya lain yang dikaji oleh Horce Kallen
dianggap bukan bagian dari teori multikultural serta teori ini belum dapat disetujui
oleh kelompok lain.

B. James A. Banks
Seorang perintis pendidikan multikultur adalah James A. Bank. Teori
Bank ini lebih menekankan pada pendidikannya yang berarti ia memfokuskan
kearah cara bagaimana berfikir, daripada apa yang difikirkan oleh siswa. Bank
mengemukakan bahwa seorang siswa haruslah aktif dengan mengerti semua jenis
pengetahuan dan mendiskusikan kontruksi pengetahuan. Bukan hanya itu, siswa
juga perlu untuk menginterpretasikan pengetahuan yang diterima sesuai dengan
sudut pandangnya. Contoh: siswa mempelajari sejarah tentang terjadinya perang
Diponegoro tahun 1825-1830. Penyebab munculnya perang tersebut karena
pembangunan jalan yang dilakukan oleh Belanda dengan melintasi makam di
Tegal Rego Yogyakarta. Makam tersebut sangat diagungkan oleh masyarakat
setempat. Berdasarkan permasalahan yang terjadi, terdapat dua sudut pandang
yang bebeda. Pertama sudut pandang dari Belanda yang membangun jalan,
Belanda menganggap bahwa pangeran Diponegoro melakukan pemberontakan
terhadap tindakan Belanda. Namun, lain halnya dengan sudut pandang yang
kedua, yaitu sudut pandang dari putera bangsa. Putra bangsa menganggap bahwa
pangeran Diponegoro seorang pahlawan yang berusaha memerdekakan diri dari
para penjajah asing. Berdasarkan kasus tersebut, tentunya seorang siswa haruslah
memiliki pemikiran yang kritis dengan menambah keterampilan, pengetahuan
karena semua itu dibutuhkan dalam tindakan demokratis sehingga siswa dapat
mengakhri kesenjangan antara ideal dengan realitas.
Bank mengklasifikasikan 3 kelompok cendekiawan yang beda dalam
golongan-golongan budaya di Amerika Serikat (AS) yang tertuang dalam The
Canon Debate, Knowledge Construction and Multicultural Education sebagai
berikut:
1. Kelompok Traditionals Barat. Kelompok ini mempercayai bahwa adanya
budaya yang menonjol dari peradaban barat adalah kelompok White, Protstan,
dan Anglo Saxon (WASP). WASP berfikiran bahwa posisinya akan terancam
karena mengesampingkan kelompok minoritas dan reformasi multikultural
lainnya. Berbeda halnya dengan teori yang dikemukakan oleh Horace Kallen,
teori ini masih memberikan perhatian pada pengajaran multikultural atau
keragaman.
2. Kelompok Afrosentris. Kelompok ini merupakan kelompok yang menolak
budaya barat secara keseluruhan. Afrosentris beranggapan bahwa pengebaian
kelompok lain itu ada, dan menganggap bahwa budaya Afrikalah yang
menjadi sentral kurikulum, sehingga seluruh siswa dapat memahami peran
Afrika dalam perkembangan peradaban barat.
3. Kelompok Multikulturalis. Kelompok ini meyakini jika pendidikan sebaiknya
direformasikan agar lebih memperhatikan pengalaman kepada orang kulit
berwarna dan wanita. Pada saat ini multikulturalis masih berkembang dan
memperjuangkan tempatnya ditengah - tengah dominasi golongan maju.

C. Bill Martin
Bill Martin menuliskan tulisan berjudul “Multiculturalism : Consumerist
or Transformational? ”, Martin memaparkan isu mengenai multikulturalisme
menimbulkan munculnya banyak penjelasan mengenai perdebatan sudah terlihat
dalam teori filsafat dan teori sosial. Seandainya multikulturalaisme menjadi lebih
dari tempat pertemuan untuk beberapa komunitas yang berbagai macam, maka
haruslah melalui multikultur dapat menjadi sebuah ‘pertemuan’ dari beberapa
kelompok untuk membawa pengaruh positif dari perbedaan tersebut. Teori Martin
menentang adanya kelompok afrosentris yang tidak menerima kebudayaan barat
yang berlebihan dan tradisionalis barat karena mereka bersifat “Consumerist
Multiculturalism”. Multikulturalisme tidak konsumeris melainkan
transformational. Martin menjelaskan bahwa walaupun terjadi perbedaan antar
tingkatan sosial, suku, golongan, budaya, dan pemikiran orang, tetapi tetap
dibutuhkan komunikasi mengenai padangan yang berlainan tersebut sehingga
dapat terjadi perubahan yang dimiliki oleh kelompok budaya tersebut. Alasan
mendasar yang membuat terjadinya konsumeris multikultural karena pada setiap
kelompok masih bersikap tertutup dan tidak ada komunikasi yang baik diantara
kelompok lainnya.
D. Martin J.Beck Matustik
Martin J. Beck Matustik menjelaskan perselisihan yang terjadi mengenai
multikultural masyarakat barat berhubungan dengan etika. Mastustik, 1998
mengungkapkan “ Semua hal pembicaraan budaya terdorong pada pola pemikiran
ulang norma barat yang mengakui bahwa dunia multikultural adalah benar bahwa
ada nyatanya”. Selain itu, Martin juga menuliskan “ Perang budaya, ekonomi, dan
politik di segi bagaimana dan melalui siapa sejarah multikultur dijelaskan” (Ludic,
Corporate and Imperial Multiculturalism: Impostors of Democracy and
Cartographers of the New World Order). Teori multikultur meliputi beberapa segi
mengarah ke liberalisasi pendidikan, Filsuf Yunani, dan Politik Plato. Dalam
karya Plato berjudul “ Republik ” dijelaskan bahwa tidak saja memberikan aturan
politik dan akademis klasik pemimpin negara yang ideal, tetapi juga menjadi
petunjuk mengenai pendidikan bagi yang tertindas. Selain itu, Plato percaya perlu
membuat perubahan multikultur baru yang berlawanan dengan monokultur
nasional yaitu multikultur lokal yang saling berkaitan secara global.

E. Judith M. Green
Green membuktikan bahwa tidak hanya di Amerikat Serikat saja terdapat
multikultur unik, namun di Negara lain pun juga ada yaitu dengan
mengakomodasikan beragam komunitas kecil dari budaya yang tidak sama.
Kelompok tersebut saling bertoleransi dengan kelompok budaya dominan. Di
negara Amerika Serikat sendiri, mereka diberikan tempat perlindungan, kekuatan,
dan kekuasaan untuk mempengaruhi kebudayaan yang ada sehingga dapat
menghasilkan perubahan seperti upah dan keamaan kerja. Perempuan dan para
golongan minoritas (Hispanis, Amerika Asli dan Afrika) mendapatkan peluang
ekonomi lebih baik, partisipasi politis yang baik, dan lain-lain. Pada akhir abd ke-
20 Amerika Serikat mengalami kebuntuan sehingga memerlukan pemikiran yang
baru tentang tujuan pendidikan. Amerika beranggapan bahwa pendidikan adalah
suatu bentuk perubahan paling baik secara sosial ataupun personal. Sehingga,
melalui pendidikan Amerika Serikat menjadi sukses dalam bertransformasi.
Amerika Serikat sejak lahir, selain memiliki masyarakat yang multikultural,
namun mereka dapat bersatu melalui perjuangan, kerjasama, dan interaksi yang
baik (Green, 1998).
2.2 Pendekatan dalam Pendidikan Multikultural
Sejak tahun 1960-an terdapat 4 pendekatan yang menggabungkan
multicultural dan etnis ke suatu kurikulum. Berikut ialah pendekatan dalam
pendidikan multikultural.

A. Pendekatan kontribusi
pendekatan kontribusi atau biasa disebut juga dengan The contributions
approach ialah salah satu bentuk pendekatan yang paling menonjol karena sering
dipakai dalam fase kebangkitan pertama suatu etnis. Selain itu, pendekatan
kontribusi ini tidak jarang digunakan apabila sekolah mengintegrasikan materi
etnis serta multikultur ke dalam pelajaran yang sesuai. Berikut ialah ciri-ciri
pendekatan kontribusi.
1. Ciri pendekatan kontribusi
Pendekatan kontribusi memiliki ciri yakni adanya suatu bentuk integrasi
antara pahlawan dengan suatu etnis, dan benda-benda terdahulu yang dipercaya
sebagai budaya ke suatu pembelajaran/ kurikulum. Para tokoh seperti Benjamin
Bannaker, Sacajawea, Cesar Chavez Booker T dan Washington yang digolongkan
sebagai kelompok Pahlawan budaya atau multikultur. Selain para pahlawan diatas
terdapat juga pahlawan Amerika Serikat yang digolongkan sebagai aliran utama
(Thomas Jefferson, George W, John F. Kennedy serta Patrick H). Tokoh tersebut
mempelajari inti dalam kurikulum. Akar dari pendidikan multikultur/budaya
dalam pembelajaran sekolah dasar yakni penanaman karakter serta pemahaman
keragaman budaya sekitar lingkungan
Guna pendekatan kontribusi ialah agar siswa dapat memahami dan mengerti
akan perbedaan yang ada dalam lingkungan sekitarnya. Bentuk implementasi
pendekatan kontribusi juga memliki nilai tinggi agar siswa selalu belajar
menghargai dengan rasa bangga suatu keragaman yang ada di Indonesia.
Akhirnya siswa akan terbiasa untuk bersikap positif walaupun hidup diantara
perbedaan agama, suku, ras antar temannya.
Karakteristik pendekatan kontribusi
Pendekatan kontribusi dalam pembelajaran memiliki karakteristik.
Karakteristik penting dalam pendekatan ini yakni tidak akan merubah kurikulum
utama sesuai dengan struktur dasar serta tujuan. Akan tetapi integrasi pendidikan
multikultur ke dalam pembelajaran tetap berjalan. Pahlawan etnis dimasukkan
dalam suatu kurikulum agar peserta didik dapat memahami dan menghargai
perjuangan para pahlawan yang juga merupakan masyarakat. Pendekatan
kontribusi memberi manfaat serta kesempatan pada guru sekolah dasar dapat
mengintegrasikan pendidikan multikultur ke dalam pelajaran secara cepat dan
tepat. Selain itu, secara tidak langsung peserta didik akan mendapatkan suatu
pengenalan etnis/budaya lain yang tidak diketahui peserta didik. Seorang guru
bertanggungjawab atas tugasnya untuk memadukan materi pendidikan
multicultural//budaya ke dalam kurikulum dengan memiliki sikap motivator,
artinya guru harus mampu mendukung, mendorong, memberi kesempatan, serta
mengevaluasi peserta didik agar mampu memperdalam pelajaran keterampilan
serta pengetahuan yang diperlukan agar dapat memperbaiki kurikulum
menggunakan beberapa pendekatan yang efektif.
Pendekatan yang paling awal digunakan bagi seorang pendidik agar
digunakan untuk memadukan materi etnis kedalam kurikulum yakni pendekatan
kontribusi. Integrasi kurikulum selalu dilengkapi dengan tokoh-tokoh pahlawan,
budayawan agar peserta didik tidak dapat terpengaruh dengan dunia yang serba
global seprti kebiasaan budaya Amerika.
Pendidik harus memiliki kreatifitas penuh untuk merekontruksi suatu
pembelajaran menggunakan kepahlawanan agar tidak monoton dan selalu
menarik siswa untuk mengenal lebih jauh. Isu yang membahas menganai
penindasan, kekerasan ras, kemiskinan, dan penindasan lebih baik dihindarkan
dalam proses pembelajaran.
Fokus pendekatan kontribusi ini ialah pada gaya kelompok etnis, adanya
rasisme serta diskriminasi terhadap struktur lemabaga budaya, yang secara
langsung akan berpengaruh terhadap kesempatan hidup dan akan membuat
masyarakat lemah semakin terpinggirkan.

B. Pendekatan Aditif (Additive Approach)


Tahapan kedua setelah pendekatan kontribusi yakni berupa pendekatan
aditif. Pendekatan aditif sering diimbangi dengan kelengkapan tambahan unit.
Tambahan tersebut dapat berupa bidang atau buku terhadap kurikulum tanpa
adanya suatu perubahan. Contoh pendekatan aditif yang sering kita temui/ guru
lakukan terhadap siswa yakni meliputi penambahan buku di perpustakan sekolah.
Pendekatan aditif ini memungkinkan seorang guru agar dapat memasukkan materi
pendidikan multicultural atau etnis suatu kurikulum tanpa harus ada
restrukturisasi. Rekontrukturisasi hanya akan membuang banyak waktu, latihan,
pemikiran, serta usaha, tujuan dan sifat kurikulum yang substansial. Fase paling
awal yaitu fase Pendekatan aditif karena fase ini belum memasuki fase pendekatan
kontribusi yang dimana bisa disebut sebagai fase paling awal sebelum pendekatan
kontribusi yang reformasi kurikulum telah didesain agar dapat mengintegrasikan
dengan materi serta mampu membentuk kembali kurikulum..
Setiap pendekatan selalu memiliki kelemahan dan kelebihan, pendekatan
aditif juga memiliki kelemahan seperti pendekatan lainnya. Seorang pendidik atau
guru harus mendidik suatu unit seperti halnya pada Gerakan Barat kelas 5 di kelas
sejarah AS. Pendidik dapat mengintegrasikan unit yang ada dengan memberikan
penambahan materi pembelajaran yang lain. Akan tetapi, unit tetap difokuskan
dan berpusat pada aliran utama. Pandangan terhadap materi etnis dari prespektif
sejarahwan, penulis, ilmuwan merupakan hal yang paling peting. Eropa dan
gerakan barat disebut suatu unit sentris sebagai aliran utama karena berfokus pada
orang Eropa Amerika dari bagian Timur ke Barat Amerika Serikat..
Pendidik harus memiliki kemampuan untuk membantu peserta didik agar
dapat mengetahui bahwa suatu kelompok, ras, etnis dan budaya yang memiliki
perberbedaan selalu mempunyai pandangan perbedaan dan memiliki suatu
konsepsi yang berbeda pula. Selain itu, seringkali hal tersebut bertentangan
dengan peristiwa perkembangan yang sama, konsep, isu dan sejarah. Sering kali
pemenang dan yang ditundukan memiliki konsep yang berbeda walaupun pada
peristiwa sejarah yang sama. Akan tetapi, seseorang pemenang memiliki sudut
pandang yang berbeda biasanya terlembagakan dalam suatu sekolah dan lebih
teratur serta masyarakat aliran utama. Hal ini dapat terjadi karena adanya buku
teks serta sejarah yang ditulis oleh seorang pemenang perang dan hal ini
memperoleh suatu keuntungan untuk mengontrol masyarakat, dan bukan oleh
yang kalah, korban dan lemah..
Tiap orang selalu miliki nafsu untuk saling mengalahkan, saling takluk-
menakhlukan yang dilatarbelakangi oleh budaya dan sejarah yang berbeda
sehingga memiliki hubungan yang rumit. Memahami sejarah serta kebudayaan
secara utuh tidaklah mudah, oleh karena itu butuh pembelajaran khusus.
Pendekatan aditif dirasa mengalami kegagalan dalam membantu siswa untuk
memperlihatkan masyarakat dari etnis dan perspektif budaya yang berbeda-beda,
selain itu juga dapat mengetahui cara untuk saling menghormati serta saling
berhubungan budaya dan sejarah dari golongan ras, agama, etnis, serta budaya
yang berbeda-beda.

C. Pendekatan Transformasi
Pendekatan Transformasi (the transformation approach). Pendekatan
tranformasi berlainan berdasarkan dari pendekatan kontribusi dan pendekatan
aditif. Pendekatan transformasi memperbaiki pendapat awal kurikulum dan
mengembangkan kompetensi siswa dalam memandang tema, konsep, dan isu dari
berbagai sudut pandang suku bangsa. Bank (1993) menyebut ini proses multiple
acculturation dirasa saling menghargai kebersamaan dan cinta yang dapat
dirasakan melalui pengalaman belajar. Konsepsi Akulturasi Ganda (multiple
acculturation conception) dari masyarakat dan budaya dari berbagai Negara
memusat pada aspek sudut pandang seni, music, sastra, peristiwa dan pengetahuan
lainnya merupakan suatu bagian integral dalam membentuk secara konvensional.
Pendekatan Transformasi berspektif yang berfokus pada aliran utama yang
dapat juga dijelaskan pada pembelajaran. Pendekatan transformasi pada
pendidikan multikultural mempunyai peranan yang sangat besar contohnya yaitu
dapat mengubah anggapan dasar kurikulum dan meningkatkan kompetensi siswa
dalam menguasai tema, isu, konsep dan masalah dari sudut pandang suku bangsa.
Perspektif sendiri dapat mengarah pada satu arah utama yaitu diketahui bahwa
terdapat satu di antara berbagai perspektif dari isu, masalah dan konsep.
Isu perspektif sendiri dapat dicontohkan dengan adanya berbagai Isu
kurikulum esensial yang dapat dilihat dalam perubahan kurikulum multikultural
yang dapat dijelaskan bahwa siswa harus mempelajari perubahan dari berbagai
kelompok yang berbeda etnis atau golongan untuk memahami pemahaman yang
mebih luas secara utuh. Contohnya saja dalam seni bahasa, seni music, sejarah
yang mengaharuskan siswa untuk lebih mengenal atau memahami kultur atau
kebudayaan yang ada di Negara yang berbeda tersebut.

D. Pendekatan Aksi Sosial


Pendekatan Aksi Sosial (the Social Action Approach) melibatkan semua
bagian pendekatan transformasi akan tetapi masih ada yang ditambahkan yaitu
bagian yang menugaskan siswa dapat membuat keputusan yaitu melakukan
tindakan yang berhubungan dengan suatu isu, konsep / masalah yang di pelajari.
Tujuan yang penting ialah memberikan pengarahan melalui pendekatan ini yaitu
dapat membimbing siswa menjalankan aksi sosial untuk kritik sosial dan
perubahan sosial. Hal ini dilakukan agar siswa dapat berkontribusi secara aktif
untuk melakukan perubahan sosial yang demokratis. Didalam pendekatan ini gru
dianggap sebagai agen perubahan sosial.
2.3 Implementasi Pendidikan Multikultural di Kelas
Pendekatan multikultural dilaksanakan dengan menggabungkan materi
pendidikan multikultural ke dalam kurikulum dan dilakukan dengan
mempertimbangkan kondisi lingkungan sekolah berada.
Berikut merupakan bentuk – bentuk pengimplementasian pendekatan
multikultural ke dalam kurikulum.
Pendekatan kontribusi merupakan salah satu sarana untuk menuju langkah
yang lebih meningkat secara intelektual seperti pendekatan aksi sosial dan
pendekatan transformasi. Hal tersebut perlu disesuaikan dengan umur siswa dan
jenjang pendidikannya seperti :
A. Pendekatan Kontribusi hanya bisa diterapkan pada siswa SD kelas rendah
yaitu kelas 1, 2, 3. Penerapan pendidikan multikultural dapat dilakukan
melalui pendekatan kontribusi dengan cara berikut :
1. Mengajarkan tentang berbagai ragam dari rumah dan baju adat suku
berbeda
2. Memperdengarkan berbagai macam jenis lagu dari berbagai daerah
3. Memperkenalkan macam-macam senjata dari berbagai suku
4. Memperkenalkan tokoh-tokoh nasional dan internasional melalui
gambar
Pendidikan multikultural pada tahap ini diajarkan agar siswa mengatahui
bahwa ada berbagai macam kebudayaan yang ada di sekitar.
B. Penerapan Pendidikan Aditif tepat diberikan pada siswa kelas tinggi yaitu
kelas 4, 5, 6 dan SMP karena sekolah jenjang tersebut mulai bisa mengerti
makna. Berikut pendekatan aditif yang tepat untuk diterapkan :
1. Perpustakaan dapat dilengkapi dengan berbagai macam buku cerita rakyat
yang mengangkat nama suatu daerah atau negara lain.
2. Memberikan pengetahuan melalui pemutaran video mengenai kebiasaan
yang ada di pedesaan, perkotaan dan daerah lain yang berbeda.
3. Menganjurkan siswa untuk memiliki teman dari berbagai daerah lewat
akun online.
Pendidikan multikultural pada tahap ini dilakukan agar siswa mempunyai
ketertarikan terhadap kebudayaan lain yang ada di sekitar melalui berbagai cara
seperti membaca melalui buku, internet dan bias juga dilakukan melalui
komunikasi antar sesame yang memiliki kebudayaan yang berbeda.
C. Implementasi Pendekatan Transformasi di Kelas
Bank (1993) dalam Hanum, F (2009) menyebutkan bahwa dalam
percakpan akan terjadi interaksi yang saling menciptakan wawasan semakain
luas disebut proses multiple acculturatiuon. Proses multiple acculturatiuon
menyebabkan suatu sikap yang dapat berkembang dan menciptakan rasa toleransi
akan suatu perbedaan melalui pengalaman saat proses belajar. Hal tersebut dapat
dilakukan melalui cara-cara berikut :
a. Ketika membentuk kelompok belajar seharusnya siswa yang memiliki
perbedaan latar belakang seperti perbedaan sosial ekonomi, jenis kelamin,
kemampuan dan perbedaan agama. Hal tersebut bertujuan agar siswa bisa
belajar untuk saling menghargai akan kelebihan dan kekurangan orang
lain.
b. Siswa dibebaskan untuk mengemukakan pendapat mereka sesuai dengan
pola pikirnya agar tidak terjadi konflik.
c. Siswa diajak untuk aktif dalam berpendapat mengenai fenomena aktual
baik fenomena alam seperti bencana tsunami atau fenomena sosial seperti
kemiskinan. Dengan begitu guru dapat memberi kebebasan kepada siswa
untuk menyampaikan pendapat mereka .
d. Mengajarkan siswa untuk saling membantu dalam kegiatan keagamaan
yang berbeda agama dengan dirinya.
e. Membentuk sebuah rancangan yang memberikan pengalaman kepada
siswa dalam suatu lingkungan yang berbeda, contohnya yaitu lifestay.
Lifestay adalah kegiatan liburan yang dilakukan oleh siswa untuk
menjalani aktivitas sehari-hari di tempat tinggal yang berbeda latar
belakang dengan mereka. Mulai dari perbedaan agama, suku, status sosial
ekonomi, bahkan perbedaan negara.
f. Meminta untuk saling tolong menolong terhadap keluarga yang dapat
dikatakan kurang beruntung sekalipun berbeda etnis, ras maupun agama.
g. Mengajarkan kepada siswa untuk memiliki rasa saling menghargai dan
mempunyai hal positif dari pihak lain.
h. Memberikan pengajaran kepada siswa serta motivasi untuk bisa menerima
ketidakberhasilan, adanya perbedaan, serta kesuksesan.
i. Siswa ditugaskan untuk memiliki pengetahuan yang luas tentang
kehidupan nyata dan berbagai tradisi dari kebudayaan yang berbeda

D. Implementasi Pendekatan Aksi Sosial Dalam Tahap Aksi Sosial


Tujuan utama sebuah pendekatan yaitu mendidik individu agar dapat
melakukan sebuah kritik sosial, melakukan rencana yang alternatif dan
mengambil keputusan yang tepat. Dalam pendidikan aksi sosial ini banyak
dilakukan dalam perkuliahan, dalam organisasi maupun pembelajaran dikelas,
diantaranya:

a. Mempelajari kebijakan yang dirasa kurang efisen. kurang merata, dan


diskriminatif serta dan berbau gender.
b. Melaksanakan demonstarasi serta protes terhadap pihak yang dianggap
bertanggung jawab atas ketidak adilan.
c. Membantu dengan dukungan yang fakta terhadap pihak yang kurang
beruntung.
d. Melaksanakan sebuah gerakan bersama antar bangsa maupun daerah guna
dengan tidak memandang perbedaan guna kemajuan bersama.
e. Bekerja sama antar daerah maupun negara untuk membahas berbagai isu
yang aktual.
f. Terjalin persahabatan tanpa memandang perbedaan.
g. Memiliki anggapan bahwa kita merupakan bagian dari manusia yang ada di
bumi tanpa membedakan asal muasal serta latar belakang budaya, negara dan
agama (we are the world).
h. Mempunyai kemampuan dalam meluncurkan yang terbaik terhadap pihak-
pihak yang memiliki perbedaan antar ras, nudaya maupun agama aatau
keyakinan.
i. Mempunyai kemampuan dalam meluncurkan yang terbaik terhadap pihak-
pihak yang memiliki perbedaan antar ras, nudaya maupun agama aatau
keyakinan.

2.4 Pengembangan Pembelajaran Berbasis Multikultural


Pada pendidikan multikultural hal yang paling utaman adalah seorang
tenaga pendidik tidak hanya dituntut menguasai serta memiiliki kepribadian yang
professional pada saat pembelajaran, melainkan seorang pendidik wajib mampu
menanamkan nilai - nilai inti terhadap siswanya seperti humanisme, demokratis,
dan pluralisme. Menurut Asy’arie, M (2004) dalam Hanum, F dan Rahmadonna
(2009), Pendidikan multikultural sebuah proses penanaman cara hidup tulus,
menghormati, serta toleran terhadap keragaman budaya yang hidup ditengah
masyarakat. Pendidikan multikultural diharapkan dapat memberikan kekuatan
dalam berhadapan dengan konflik yang terjadi pada dunia . Hal itu dapat terjadi
dikarenakan dalam tekonlogi dan teknis dalam masyarakat Indonesia bisa hidup
berdampingan dengan masyarakat yang majemuk namun sifat spiritualnya relatif
belum mengerti artinya hidup bersama orang yang berbeda kultur meliputi agama,
etnis kelas sosial yang dikatakan sesungguhnya. (Kisbiyah, 2000) dalam Hanum,
F dan Rahmadonna (2009).
Tidak perlu mengubah ketetpan kurikulum dalam melaksanakan
multikultural. Pelajaran yang ditujukan dalam multikultural dapat terintegrasi
pada mata pelajaran lainnya. Cukuplah sebuah model bagi seorang pendidik
dalam penerapannya. Peserta didik perlu diajari apa yang dipelajari mereka
mengenai demokratisasi, toleran, kebersamaan, HAM, serta saling mengharga.
Pengembangan multikultural berbeda-beda pada setiap negara
menyesuaikan pada titik permasalahan yang dialami Negara tersebut. Banks
(1993) dalam Hanum, F dan Rohmadonna (2009), berpendapat bahwa empat
pendekatan yang mengintegrasikan materi pendidikan multikultural ke dalam
kurikulum ataupun pembelajaran di sekolah apabila diteliti lebih cermat untuk
diiterapkan langsung di sekolah Indonesia

2.5 Upaya Menyusun Kurikulum Multikultural


Pada tahun 1960-an sejak adanya pergerakan kewajiban sipil, para
pengajar sedang mencoba bermacam cara agar mengintegrasikan kurikulum
sekolah supaya lebih optimal seacara materi etnis serta berusaha untuk merubah
kurikulum berpacu pada eropah (aliran utama). Hal tersebut dibuktikn dari
mermus tujuan sekolah karena terdapat pertimbangan yang kompleks. Apabila
pengajar mempelajari ideologi serta konsep multikultural tentang hal budaya
Amerika Serikat (AS) secara betul, akan dapat memahami suatu arti penting
pengalaman serta konstribusi berbagai macam kelompok budaya, etnis, serta religi
untuk perkembangan Amerika Serikat. hal terpenting yang akan memperlama dan
masih lamanya perkembangan multikultural yaitu perlawanan ideologis,tetapi
faktor lain pun mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangannya. Perlawanan
ideologis juga berkaitan dengan perlawanan politis terhadap kurikulum
multikultural. Beberapa orang ikut menolak kurikulum multikultural karena
mereka yakin bahwa pengetahuan yaitu kekuatan dan bahwa perspektif
multikultural masyarakat Amerika Serikat menolak susunan kekuatan yang ada..
Dalam tahun-tahun terakhir adanya perbantahan hangat yang terjadi
dengan seberapa jauh kurikulum yang harusnya berpacu pada Eropah dan Barat
serta seberapa jauh semestinya bedaan kultural, etnis, serta rasial dari Amerika
Serikat. Terdapat 3 posisi utama yang bisa diidentifikasi dalam perdebatan
tersebut, yakni: Tradisional Barat memiliki pendapat seperti yang telah dijelaskan
serta dikonseptualisasikan di masa dahulu yaitu harusnya menjadi fokus utama di
dalam kurikulum sekolah serta perguruan tinggi di AS dan bahkan di seluruh
dunia. Ahli afrosentris memiliki pendapat bahwa kontibutor Afrika dan orang
Afrika seharusnya mendapat tekanan yang lebih di dalam kurikulum.
Multikulturalis berpendapat bahwa sekalipun Barat harus mendapat penekanan
lebih dalam kurikulum, Barat harus mengkonseptualisasi kembali sehingga
menggambarkan konstribusi orang kulit berwarna dalam membentuk budaya
barat.
Adapun perihal lainnya yang menghambat lembaga kurikulum
multikultural yakni merangkum rendahnya tingkatan pengetahuan mengenai
budaya etnis yang dikuasaii dengan sebagian besar pengajar serta beratnya beban
materi pelajaran yang terdapat pada buku teks. Pendidik harus mempunyai
pengetahuan yang mendalam mengenai budaya etnis dan juga mempunyai
pengalaman mengintegrasikan materi, serta sudut pandang etnis dalam kurikulum.
Beberapa bidang study telah mengemukakan jika buku teks masih jadi sumber
terutama dalam pengaaran, khusunya pada mata pelajaran khusus seperti studi
sosial, membaca, serta seni bahasa. Ada beberapa macam perubahan secara drastis
yang telah dibikin pada buku teks sejak gerakan hak - hak sipil tahun 1960 -an.
Banyak sekali kelompok -kelompok etnis dan juga wanita yang muncul di dalam
buku teks dibandingkan pada masa lalu. Tetapi, materi tentang kelompok etnis
didalam buku teks biasanya disuguhkan dari sudut pandang aliran yang utama dan
terdapat informasi serta kepahlawanan yang diseleksi dengan menggunakan
kriteria aliran yang utama, tak jarang terintegrasikan secara optimal.

Kesimpulan

1. Menurut beberapa tokoh tentang teori pendidikan multicultural, salah


satunya menurut: James A. Bank. Teori Bank ini lebih menekankan pada
pendidikannya yang berarti ia memfokuskan kearah cara bagaimana
berfikir, daripada apa yang difikirkan oleh siswa.
2. tahun 1960-an terdapat empat pendekatan yang mengintegrasikan
multicultural dan etnis ke suatu kurikulum. Berikut ialah pendekatan
dalam pendidikan multikultural. Pendekatan kontribusi, pendekatan
adiktif, pendekatan aksi social,
RANGKUMAN

1. Teori dalam pendidikan multikultural menurut beberapa tokoh antara lain


Horace Kallen yang mendefinisikan Pluralisme budaya sebagai "
Menghormati berbagai ragam perbedaaan dalam batas persatuan nasional ”.
James A. Banks dikenal sebagai perintis Pendidikan Multikultur. Penekanan
dan perhatiannya difokuskan pada Pendidikan Multikultur. Bill Martin
menulis, mengenai semua isu tentang multikulturalisme melahirkan
pertanyaan tentang “ perbedaan ” yang sudah dilakukan berbagai teori filsafat
/ teori sosial. Martin J. Beck Matustik berpendapat perdebatan mengenai
masyarakat multikultural di masyarakat Barat berkaitan dengan etika. Green
menunjukkan bahwa multikulturalisme tidak hanya unik di A.S.
2. Pendekatan yang terdapat dalam pendidikan multikultural ada empat:
Pendekatan Kontribusi (the contributions approach), Pendekatan Aditif
(Additive), Pendekatan Transformasi, Pendekatan Aksi Sosial.
3. Implementasi pendidikan multikultural berdasarkan 4 Pendekatan, Pendekatan
Kontribusi, Pendekatan Aditif, Pendekatan Transformasi, dan Pendekatan
Aksi Sosial.
4. Hal perlu diperhatikan dalam mengembangkan pembelajaran berbasis
multikultural adalah melaksanakan telaah faktor potensial bertema
multikultural, menetapkan strategi pembelajaran bernuansa multikultural, dan
menyusunan rancangan pembelajaran berbasis multikultural. Perencanaan
merupakan proses pemilihan dan penggunaan sumber daya yang diharapkan
bisa memenuhi kegiatan dan upaya yang dilakukan secara efisien dan efektif
untuk mencapai tujuan.
Latihan Soal :

1. Siapakah tokoh yang menggunakan teori pluralisme budaya dalam


merintis multikultural dan mengakui bahwa ada budaya dominan yang
harus diakui oleh seluruh masyarakat dalam suatu negara ?
a. James A.Banks
b. Judith M.Green
c. Horance Kallen
d. Bill Martin
e. Martin J.Beck Matustik
2. Salah satu pendekatan dalam pendidikan multikultural yang
mengintegrasikan materi etnis serta multikultur ke dalam pelajaran yang
sesuai yaitu ...
a. Pendekatan Kontribusi
b. Pendekatan Aditif
c. Pendekatan Transformasi
d. Pendekatan Aksi Sosial
e. Pendekatan Aditif dan Transformasi
3. Membiasakan siswa untuk berpendapat dan beragumentasi sesuai pola
pikir mereka merupakan contoh implementasi pendekatan ...
a. Pendekatan Kontribusi
b. Pendekatan Aditif
c. Pendekatan Transformasi
d. Pendekatan Aksi Sosial
e. Pendekatan Aditif dan Transformasi
4. Salah satu contoh implementasi Pendekatan Aksi Sosial yaitu ...
a. Melatih siswa untuk memiliki sikap toleransi
b. Mengajak siswa untuk saling tolong menolong
c. Membebaskan siswa untuk mengemukakan pendapat
d. Melakukan kegiatan bersama demi kemajuan tanpa melihat perbedaan
latar belakang
e. Menambah pengetahuan siswa dengan pemutaran video tentang
kebiasaan-kebiasaan yang berada di daerah lain
5. Bagaimana cara guru mengimplementasikan Pendekatan Aditif di siswa
SD kelas tinggi ?
a. Menganjurkan siswa untuk memiliki teman dari berbagai daerah
melalui akun online
b. Mengajarkan tentang berbagai ragam rumah adat dan baju adat dari
suku yang berbeda
c. Memperkenalkan macam-macam senjata dari berbagai suku
d. Siswa dibebaskan mengemukakan pendapat
e. Membentuk program kegiatan untuk memberi pengalaman kepada
siswa untuk tinggal dalam suatu lingkungan yang berbeda
DAFTAR RUJUKAN

Hidayatullah, Syarif. 2013. Makalah pendidikan multikultural.


http://syarifhidate.blogspot.co.id/2013/09/makalah-pendidikan-
multikultural.html. diakses pada 17 september 2015 pukul 13:00 WIB

Sutarno. 2008. Bahan Ajar Cetak Pendidikan Multikultural 2 Sks. Direktorat


Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Wandi.S.2012. Dimensi dan metode pembelajaran berbasis multikultural.jakarta.


https://safnowandi.wordpress.com/2012/11/15/pembelajaran-berbasis-
multikultural/. Diakses pada tanggal 22 September 2016

Banks, J. A. 1993. Multicultural Education: Issues and Perspectives. Needham


Height, Massachusetts: Allyn and Bacon.

Sleeter, C., & Grant, C. (1993). Making choices for multicultural education: Five
approaches to race, class, and gender (2nd ed.). New York: Macmillan.

Hanum, F. (2009). Pendidikan Multikultural sebagai Sarana Membentuk Karakter


Bangsa (dalam Perspektif Sosiologi Pendidikan), 1–13.

Kharis, M. (2014). Media Pembelajaran Berbasis Multikultural. Ta’allum: Jurnal


Pendidikan Islam, 2(1), 1–13. https://doi.org/10.21274/taalum.2014.2.01.63-
71

Anda mungkin juga menyukai