Anda di halaman 1dari 13

TEORI DAN PENDEKATAN PENDIDIKAN

MULTIKULTURAL

MAKALAH

Dosen Pengampu :

Disusun Oleh Kelompok 2 :


1. Suci Laylatul Maghfiroh (180210204151)
2. Allia Chodhimah (180210204168)
3. Rizka Nadzifah (180210204181)
4. Risna Amalia Kusuma Dewi (180210204184)
5. Ibtisama Ayu Sofyani (180210204210)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
DAFTAR ISI

TEORI DAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL....................i


DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................3
1.4 Latar Belakang...........................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................3
1.3 Tujuan........................................................................................................4
BAB 2. PEMBAHASAN.........................................................................................5
2.1 Teori Pendidikan Multikultural.................................................................5
2.1.1 Horace Kallen.................................................................................5
2.1.2 James A. Banks..............................................................................5
2.1.3 Bill Martin......................................................................................6
2.1.4 Martin J. Beck Matustik.................................................................7
2.1.5 Judith M. Green..............................................................................8
2.2 Pendekatan Terhadap Pendidikan Multikultural........................................8
BAB 3. PENUTUP................................................................................................12
3.1 Kesimpulan..............................................................................................12
3.2 Saran........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

ii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.4 Latar Belakang


Indonesia adalah negara dengan beragam kebudayaan, oleh karena itu
Indonesia disebut sebagai negara multikultural. Multikultural berasal dari kata
“multi” yang berarti lebih dari satu atau banyak dan “kultural” yang berarti
budaya yang merupakan serapan dari bahasa Inggris. Hal tersebut dapat dilihat
dari banyak budaya yang beragam jenisnya mulai dari Sabang sampai Merauke.
Dari ke 33 provinsi yang ada di Indonesia semuanya memiliki budaya yang
menjadi ciri khasnya masing-masing. Walaupun multikultural Indonesia tetap
memandang sama rata semua budaya yang ada di Indonesia. Hal ini berarti tidak
ada budaya yang mendominasi yang menjadi aliran utama di Indonesia. Budaya
yang beragam atau multikultural merupakan aset berharga yang dimiliki Bangsa
Indonesia dan merupakan kekayan bangsa Indonesia.
Indonesia juga tetap memasukkan budaya masing-masing daerah ke
kurikulum tambahan, seperti muatan lokal. Dalam muatan lokal diberikan
pembelajaran tentang budaya yang dimiliki masing-masing daerah dan diajarkan
didaerah itu sendiri, hal tersebut merupakan salah satu bentuk pelestarian budaya
Indonesia. Dalam hal pendidikan multikultural, sekolah harus mendesain proses
pembelajaran, mempersiapkan kurikulum dan desain evaluasi, serta
mempersiapkan guru yang memiliki persepsi, sikap dan perilaku multikultur,
sehingga menjadi bagian yang memberikan kontribusi positif terhadap pembinaan
sikap multikultur para siswanya.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yaitu :
a. Apa isi dari teori pendidikan multicultural ?
b. Apa saja pendekatan dalam pendidikan multikultural ?
1.3 Tujuan
a. Agar mengetahui teori pendidikan multikultural
b. Agar mengetahui pendekatan dalam pendidikan multikultural

4
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Teori Pendidikan Multikultural


Para pakar memiliki visi yang berbeda dalam memandang multikultural.
Para pakar memiliki tekanan yang beragam dalam memahami fenomena
multikultural. Ada yang tetap mempertahankan adanya dominasi kelompok
tertentu hingga yang benar-benar menekankan pada multikultural. Pada Bab ini
kita akan mengenali berbagai teori Pendidikan Multikultural yang dikemukakan
oleh para ahli. Pengenalan sudut pandang para pakar teori Pendidikan
Multikultural ini akan sangat membantu kita lebih mengenali pelaksanaannya di
lapangan.
2.1.1 Horace Kallen
Horace Kallen adalah seorang yang mengembangkan teori pluralisme
budaya. Ia mengambarkan pluralisme budaya dengan definisi operasional sebagai
menghargai berbagai tingkat perbedaan, tetapi masih dalam batas-batas menjaga
persatuan nasional. Kellen mencoba mengekspresikan bahwa masing-masing
kelompok etnis dan budaya di Amerika Serikat itu penting dan masing-masing
mengontribusi unik menambah variasi dan kekayaan budaya, misalnya bangsa
Amerika Serikat. Teori Kellen mengakui bahwa budaya yang dominan harus juga
diakui oleh masyarakatnya sendiri. Dalam konteks ini Kellen tetap mengakui
bahwa budaya WASP di Amerika Serikat sebagai budaya yang dominan,
sementara budaya-budaya yang lain dipandang menambah variasi dan menambah
kekayaan budaya Amerika.
2.1.2 James A. Banks
James A. Banks dikenal sebagai perintis Pendidikan Multikultur. Jadi
penekanan dan perhatiannya difokuskan pada pendidikannya. Banks yakin bahwa
sebagian dari pendidikan lebih mengarah pada mengajari bagaimana
berpikir daripada apa yang dipikirkan. Ia menjelaskan bahwa siswa harus diajar

5
memahami semua jenis pengetahuan, aktif mendiskusikan konstruksi pengetahuan
(knowledge construction) dan interpretasi yang berbeda-beda, karena setiap siswa
memiliki pemikiran dan sudut pandang yang berbeda.
Siswa yang baik adalah siswa yang selalu mempelajari semua
pengetahuan dan turut serta secara aktif dalam membicarakan konstruksi
pengetahuan. Dia juga perlu disadarkan bahwa di dalam pengetahuan yang dia
terima itu terdapat beraneka ragam interpretasi yang sangat ditentukan oleh
kepentingan masing-masing. Bahkan interpretasi itu nampak bertentangan sesuai
dengan sudut pandangnya. Siswa seharusnya diajari juga dalam
menginterpretasikan sejarah masa lalu dan dalam pembentukan sejarah
(interpretations of the history of the past and history in the making) sesuai dengan
sudut pandang mereka sendiri. Mereka perlu diajari bahwa mereka sebenarnya
memiliki interpretasi sendiri tentang peristiwa masa lalu yang mungkin penafsiran
itu berbeda dan bertentangan dengan penafsiran orang lain.
Di dalam The Canon Debate, Knowledge Construction, and
Multicultural Education, Banks mengidentifikasi tiga kelompok cendekiawan
yang berbeda dalam menyoroti keberadaan kelompok–kelompok budaya di
Amerika Serikat : 
1. Tradisionalis Barat: Sebagai budaya yang dominan dari peradaban barat.
2. Kelompok Afrosentris: yang menolak dudaya barat secara berlebihan dan
menganggap budaya dan sejarah orang afrika seharusnya menjadi sentral dari
kurikulum.
3. Kelompok multikulturalis yang percaya bahwa pendidikan seharusnya
direformasi untuk lebih memberi pengetahuan kepada orang yang berkulit
berwarna dan tentang wanita.
2.1.3 Bill Martin
Dalam tulisannya yang berjudul Multiculturalism: Consumerist or
Transformational?. Bill Martin menulis, bahwa keseluruhan isu tentang
multikulturalisme memunculkan pertanyaan tentang “perbedaan” yang nampak
sudah dilakukan berbagai teori filsafat atau teori sosial. Sebagai agenda sosial dan
politik, jika multikulturalisme lebih dari sekedar tempat bernaung berbagai

6
kelompok yang berbeda, maka harus benar-benar menjadi ‘pertemuan’ dari
berbagai kelompok itu yang tujuannya untuk membawa pengaruh radikal bagi
semua umat manusia lewat pembuatan perbedaan yang radikal (Martin, 1998:
128).
Seperti halnya Banks, Martin menentang tekanan dari afrosentri dan
tradisionalos barat. Martin menyebut afrosentris dan tradisionalis barat itu sebagai
“consumerist multiculturalism” bukan “konsumeris” tetapi “transformational,
yang memerlukan kerangka kerja. Martin mengatakan bahwa dismping isu
tentang kelas sosial, ras, etnis dan pandangan lain berbeda, diperlukan komunikasi
tentang berbagai segi pandangan yang berbeda. Masyarakat harus memiliki visi
kolektif tipe baru dari perubahan sosial menuju multikulturalisme yaitu visi yang
muncul lewat transformasi. Martin memandang perlu adanya perubahan yang
mendasar diantara kelompok-kelompok budaya itu sampai diketemukan adanya
visi baru yang dimiliki dan dikembangkan bersama.
2.1.4 Martin J. Beck Matustik
Martin J. Beck Matustik berpendapat bahwa perdebatan tentang
masyarakat multikultural di masyarakat Barat berkaitan dengan norma/tatanan.
Matustík mengatakan “Semua segi dalam pembicaraan budaya saat ini mengarah
pada pemikiran kembali norma Barat (the western canon) yang mengakui bahwa
dunia multikultural adalah benar-benar nyata adanya ” (Matustík, 1998). Dalam
artikelnya, “Ludic, Corporate and Imperial Multiculturalism: Impostors of
Democracy and Cartographers of the New World Order,” Matustik menulis,
“perang budaya, politik dan ekonomi menyerang pada segi yang mana, bagaimana
dan lewat siapa sejarah multikultural dijelaskan.”
Matustík mengatakan bahwa teori multikulturalisme meliputi berbagai
hal yang semuanya mengarah kembali ke liberalisasi pendidikan dan politik Plato,
filsuf Yunani. Sebuah karya Plato yang berjudul Republik, bukan hanya memberi
norma politik dan akademis klasik bagi pemimpin dari negara ideal yang dia cita-
citakan, namun juga menjadi petunjuk dalam pembahasan bersama
tentang pendidikan bagi yang tertindas (Matustík, 1998). Ia yakin bahwa kita
harus menciptakan pencerahan multikultural baru (a new multicultural

7
enlightenment) yaitu “multikulturalisme lokal yang saling berkaitan, secara global
sebagai lawan dari monokultur nasional” (Matustík, 1998).
2.1.5 Judith M. Green
Judith M. Green menunjukkan bahwa multi kulturalisme bukan hanya di
AS. Kelompok budaya kecil harus mengakomodasi dan memiliki tolerensi dengan
budaya dominan. Amerika member tempat perlindungan dan memungkinkan
kelompok kecil itu mempengaruhi kebudayaan yang ada. secara bersama-sama
kelompok tersebut memperoleh kekuatan dan kekuasaan untuk membawa
perubahan dan peningkatan dalam ekonomi, partisipasi politis dan media masa.
untuk itu diperlukan pendidika dan dan lewat pendidikan amerika meraih
kesuksesan dalam transformasi dan sejak kelairan amerika selalu selalu memiliki
masyarakat multicultural yang telah bersatu lewat perjuangan, interaksi, dan kerja
sama.

2.2 Pendekatan Terhadap Pendidikan Multikultural


Beberapa pendekatan dalam pendidikan multikultural adalah sebagaimana
diulas  Mundzier Suparta dalam  Islamic Multicultural Education, 2008.
1. Pendekatan Historis. Pendekatan ini mengandaikan bahwa materi yang
diajarkan kepada peserta didik dengan napak tilas ke belakang. Artinya agar
pendidik  dan peserta didik mempunyai kerangka berpikir yang komprehensif
hingga ke masa silam untuk kemudian mereflesikan pada masa sekarang dan
untuk masa mendatang. Dengan demikian materi yang diajarkan bisa ditinjau
secara kritis dan dinamis.
2. Pendekatan Sosiologis. Pendekatan ini mengandaikan terjadinya proses
kontekstualisasi atas apa yang pernah terjadi di masa sebelumnya atau ketika tata
nilai tersebut lahir di  masa lampau.  Dengan pendekatan ini  materi yang
diajarkan bisa menjadi aktual, bukan karena dibuat-buat tetapi karena senantiasa
sesuai dengan perkembangan zaman yang terjadi, dan tidak bersifat indoktrinisasi
karena kerangka berpikir yang dibangun adalah kerangka berpikir kekinian.
Pendekatan ini bisa digabungkan dengan metode kedua, yakni metode pengayaan.

8
3. Pendekatan Kultural. Pendekatan ini menitikberatkan kepada otentisitas dan
tradisi yang berkembang. Dengan pendekatan ini peserta didik  bisa melihat mana
tradisi yang otentik dan mana yang tidak.
4. Pendekatan Psikologis. Pedekatan ini berusaha memperhatikan situasi
psikologis personal secara tersendiri dan mandiri. Artinya masing-masing peserta
didik harus dilihat sebagai manusia mandiri dan unik dengan karakter dan
kemampuan yang dimilikinya. Pendekatan ini menuntut seorang pendidik harus
cerdas dan pandai melihat kecenderungan peserta didik sehingga pendidik bisa
mengetahui metode-metode mana saja yang cocok untuk pembelajar.
5. Pendekatan Estetik. Pendekatan estetik pada dasarnya mengajarkan peserta
didik  untuk berlaku sopan dan santun, ramah, mencintai keindahan dan
mengutamakan kedamaian. Sebab segala materi jika  hanya didekati secara
doktrinal dan menekankan adanya otoritas-otoritas kebenaran maka peserta didik
akan cenderung bersikap kasar. Sehingga mereka memerlukan pendekatan estetik
untuk mengapresiasikan segala gejala yang terjadi di masyarakat dengan
melihatnya sebagai bagian dari dinamika kehidupan yang bernilai seni dan estetis.
6. Pendekatan Berpersepektif Gender. Pendekatan ini mencoba memberikan 
penyadaran kepada pembelajar untuk tidak membedakan jenis kelamin antara
laki-laki dan perempuan. Sebab  sebenarnya jenis kelamin bukanlah hal yang
menghalangi seseorang untuk mencapai kesuksesan, melainkan kerja nyata yang
dilakukannya. Dengan pendekatan ini, segala bentuk konstruksi sosial yang ada di
lembaga pendidikan yang menyatakan bahwa perempuan berada di bawah laki-
laki bisa dihilangkan.
Pendekatan ini hendak mengapresiasi seluruh kemampuan dan keunikan
yang ada dari setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Kesetaraan ada
pada keduanya ketika bicara soal kinerja, peran, dan kontribusi yang dapat
dilakukannya untuk masyarakat tanpa melupakan kodratnya masing-masing.

9
Banks dalam Suryana (2015:211), menjelaskan empat pendekatan untuk
mengintegrasikan pendidikan multikultural ke dalam kurikulum atau materi
pembelajaran di sekolah, berikut empat pendekatan pendidikan multikultural :
a. Pendekatan Kontribusi (The Contributions Approach) Pendekatan ini memiliki
ciri memasukkan pahlawan/pahlawan dari suku bangsa/etnis dan benda-benda
budaya ke dalam pelajaran yang sesuai.
b. Pendekatan Aditif (Aditif Approach) Pendekatan ini memiliki ciri yaitu
penambahan materi, konsep, tema, perspektif terhadap kurikulum tanpa mengubah
struktur, tujuan, dan karakteristik dasarnya serta dilengkapi dengan kurikulum
tanpa mengubah subtantif, modul, dan buku.
c. Pendekatan Transformasi (The Transformation Approach) Pendekatan
transformasi mengubah pemikiran dasar kurikulum serta menumbuhkan
kompetensi dasar siswa dalam melihat isu, tema, konsep, dan masalah dari
beberapa perspektif dan sudut pandang etnis.
d. Pendekatan Aksi Sosial (The Social Action Approach) Pendekatan yang telah
mencakup semua elemen yang ada pada pendekatan transformasi, namun ada
penambahan komponen yang mempersyaratkan siswa membuat aksi yang
berkaitan dengan konsep, isu, ataupun masalah yang dipelajari.
Menurut Bunnet dalam Suryana (2015:273), program pendidikan
multikultural memiliki tiga macam program yang dapat diterapkan oleh sekolah
dan masyarakat secara keseluruhan .
a. Berorientasi pada Materi (Content-Oriented Programs) Pendidikan
multikultural dimasukkan dalam setiap materi yang berkenaan dengan
keberagaman budayapada kurikulum dan materi pendidikan untuk meningkatkan
pengetahuan siswa tentang keanekaragaman.
b. Berorientasi pada Siswa (Student-Oriented Programs) Program ini tidak
dirancang untuk mengubah kurikulum melainkan membantu siswa dengan budaya
dan bahasa yang berbeda untuk menciptakan perubahan dalam mainstream
pendidikan. Tujuan program ini yaitu meningkatkan prestasi siswa dalam bidang
akademis meskipun terdapat perubahan besar dalam muatan kurikulum.

10
c. Berorientasi Sosial (Sosially-Oriented Programs) Berorientasi pada kehidupan
sosial yang berupaya mereformasi pendidikan maupun konteks politik dan budaya
pendidikan yang bertujuan meningkatkan toleransi budaya dan ras. Program-
program ini tidak hanya dirancang untuk menyatukan dan menstrukkan kembali
sekolah, namun meningkatkan hubungan diantara kelompok ras dan etniktanpa
membedakan perbedaan yang ada dalam setiap individu.

11
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Sutarno. 2007. Pendidikan Multikultural. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan


Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

https://bit.ly/2HISSHY
https://bit.ly/3jhUs1d
https://bit.ly/2Skxwm1
eprints.umm.ac.id/44878/3/BAB II.pdf

13

Anda mungkin juga menyukai