Setelah digulirkannya tuntutan reformasi beberapa tahun yang lalu (1998) tampak membuahkan hasil dengan
diberlakukannya otonomi daerah sejak tahun 2003. Perubahan arah kebijakan tersebut secara langsung juga
berimplikasi pada dunia pendidikan. Paradigma pendidikan dari sentralistik menjadi desentralisasi merupakan produk
nyata dari pelaksanaan reformasi di bidang pendidikan. Sejumlah faktor yang menjadi pendorong pelaksanaan
otonomi pendidikan antara lain: tuntutan dari segenap pemangku kepentingan, adanya reformasi dalam bidang
pendidikan, dan adanya dampak negatif yang ditimbulkan sebagai akibat sentralisasi pendidikan selama ini. Memasuki
reformasi, tuntutan orang tua, kelompok masyarakat, para legislator, pebisnis dan perhimpunan buruh untuk turut
serta, berpartisipasi aktif, mengontrol dan melakukan penilaian kualitas proses dan output pendidikan.
Di era baru, pendidikan nasional setidaknya menghadapi lima tantangan besar yang sangat kompleks.
Tantangan-tantangan itu saling berkaitan satu sama lain dan memberi dampak langsung terhadap dunia pendidikan,
serta dunia pendidikan harus dapat menyikapi tantangan itu secara efektif. Perubahan paradigma tersebut dilakukan
sebagai upaya untuk menghadapi tantangan dunia pendidikan dengan mengedepankan peningkatan mutu pendidikan
itu sendiri. Dalam konteks ini mutu pendidikan dianalogikan sebagai kebutuhan konsumen. Bagi lembaga pendidikan
yang produknya berupa jasa, kepuasan pelanggan dapat bermakna ganda. Pertama, kepuasan terhadap layanan
penyelenggaraan di dalam proses pendidikan, dalam bentuk berbagai layanan kepada siswa, baik didalam kelas
maupun di luar kelas, serta berbagai variasi program yang disajikan menyenangkan dan menggairahkan untuk belajar
dan beraktivitas. Juga layanan terhadap orang tua di dalam berhubungan dan berkomunikasi serta kerja sama dengan
sekolah. Kedua, kepuasan terhadap hasil pendidikan yang mengacu pada berbagai kompetensi yang dicapai siswa,
baik selama proses maupun setelah lulus (kompetensi lulusan) berdasarkan standar yang ditetapkan atau pemenuhan
harapan konsumen setelah lulus.
Era reformasi di Indonesia yang dicetuskan sejak 13 tahun yang lalu terus berjalan dengan tetap berbenah
pada arah perbaikan dan peningkatan mutu dan hasil, tanpa kecuali dibidang pendidikan. Perubahan paradigma
pendidikan dari sentralistik menjadi desentralisasi merupakan produk nyata dari pelaksanaan reformasi pendidikan.
Lahirnya Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 sebagai penyempurna dan pengganti UU No 2 Tahun
1989 memperkuat pelaksanaan desentralisasi pendidikan, yang semula top down menjadi bottom up, dengan harapan
peningkatan mutu pendidikan.
Implikasi desentralisasi pendidikan ini adalah adanya pelimpahan wewenang dalam penyelenggaraan
pendidikan dari pusat ke daerah. Tanggung jawab, tugas, dan wewenang pemerintah pusat atau provinsi sebagian
dilimpahkan ke pemerintah kabupaten/kota. Daerah yang menginginkan kemajuan, sangat antusias dan serius dalam
merespon kehadiran otonomi pendidikan. Kabupaten-kota tidak menyia-nyiakan kesempatan dan kepercayaan besar
yang fundamental untuk memajukan pendidikan di daerahnya, sebagai tolak ukur penting dalam penyelenggaraan
otonomi daerah. Melalui otonomi daerah bidang pendidikan yang berhasil dilakukan dengan baik, daerah dalam
jangka panjang memiliki ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) bermutu untuk kepentingan kesinanmbungan
pembangunan di daerah.
Otonomi pendidikan sebagai konsekuensi dan hasil reformasi telah menjadi komitmen politik sejak otonomi
daerah diberlakukan. Pada saat mulai dilangsungkannya otonomi pendidikan tahun 2000 dengan diundangkannya UU
Nomor: 22 tahun 1999 dan UU Nomor: 32 tahun 2004, daerah memiliki kewenangan luas dan mendalam untuk
mengelola pendidikannya, mulai dari pendidikan pra sekolah sampai pendidikan menengah. Semua pihak tanpa
kecuali, utamanya pemerintah dan masyarakat di daerah harus mendukung, melaksanakan, dan pendidikan yang
berotonomi harus disukseskan.
Otonomi pendidikan memang diyakini sebagai modal dasar untuk terselenggaranya pendidikan berkualitas.
Otonomi pendidikan juga diyakini dapat menghadapi tantangan yang terjadi dalam dunia pendidikan. Melalui otonomi
pendidikan akan terbangun sistem pendidikan yang kokoh di daerah; demokratisasi pendidikan berjalan dengan
partisipasi nyata dan luas dari masyarakat, memupuk kemandirian, mempercepat pelayanan, dan potensi sumberdaya
lokal di daerah dapat didayagunakan secara optimal untuk suatu kemajuan pendidikan (Amijoyo, 2001). Dalam
menghadapi tantangan dunia pendidikan, otonomi pendidikan menjadi jawaban dalam rangka meminimalisir atau
menghilangkan tantangan dunia pendidikan yang dihadapi serta sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan itu
sendiri.
Dengan otonomi pendidikan, maka efek positif yang muncul adalah terjadinya perbaikan pendidikan di tingkat lokal,
efisiensi administrasi, efisiensi keuangan, dan terwujudnya pelayanan pendidikan sebagai modal dasar
terselenggaranya pendidikan berkualitas serta sebagai instrumen vital dalam menghadapi tantangan dunia pendidikan.
Prinsip-Prinsip Otonomi Pendidikan
Otonomi (desentralisasi) pendidikan memiliki prinsip-prinsip penyelenggaraan otonomi sebagai
berikut: Pertama, pola dan pelaksanaan manajemen yang diterapkan dalam otonomi pendidikan mulai dari proses
perencanaan, pelaksanaan, supervisi dan monitoring serta evaluasinya harus demokratis. Kedua, pemberdayaan
masyarakat harus menjadi tujuan utama; peran serta masyarakat harus menjadi bagian mutlak dari sistem pengelolaan
pendidikan; sehingga masyarakat diberi keleluasaan berpartisipasi, terlibat dan melibatkan diri secara aktif, difasilitasi,
diberi ruang aktualisasi dan akhirnya diberi kepercayaan dan pengharhgaaan atas partisipasinya. Ketiga, pelayanan
harus lebih cepat, efisien dan efektif demi kepentingan peserta didik dan rakyat banyak; serta keanekaragaman
aspirasi serta nilai dan norma lokal harus dihargai dalam kerangka dan untuk penguatan sistem pendidikan nasional..
Pola berpikir masa lalu (milenium kedua) Pola berpikir masa kini (milenium ketiga)
Pembelajaran penting hanya dapat dilakukan melalui Orang dapat mempelajari sesuatu dari banyak sumber
fasilitas pembelajaran formal
Setiap orang harus mempelajari satu isi materi yang Setiap orang memahami proses pembelajaran dan
sama keterampilan dasar pembelajaran
Proses pembelajaran dikendalikan oleh guru. Apa Pendidikan dan pembelajaran merupakan aktivitas
yang diajarkan, bilamana harus diajarkan, dan interaktif. Keberhasilannya ditentukan oleh seberapa jauh
bagaimana harus diajarkan, semuanya ditentukan pembelajar dapat bekerjasama sebagai tim.
oleh seorang profesional
Pendidikan formal mempersiapkan orang untuk hidup Pendidikan formal merupakan dasar bagi pembelajaran
sepanjang hayat.
Pola berpikir masa lalu (milenium kedua) Pola berpikir masa kini (milenium ketiga)
Sebutan “pendidikan” dan “sekolah” hampir selalu “Sekolah” hanya salah satu tahapan dalam perjalanan
dalam pengertian yang sama pendidikan
Sekali seseorang meninggalkan pendidikan formal, Pendidikan formal menyediakan satu rentangan interaksi
maka ia memasuki “dunia nyata”. antara pembelajar dengan dunia bisnis, perdagangan, dan
Makin lebih banyak memperoleh kualifikasi formal, politik.Makin lebih banyak memiliki kemampuan dan daya
maka makin banyak kesuksesan akan diraih. adaptasi makin banyak meraih kesuksesan. Pendidikan
dasar dibiayai bersama oleh pemerintah dan sektor swasta