Anda di halaman 1dari 42

A.

Latar Belakang

Penyelenggaraan otonomi daerah harus diartikan sebagai upaya


pemberdayaan daerah dan masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dalam segala bidang kehidupan,
termasuk bidang pendidikan. Untuk meningkatkan peran serta
masyarakat dalam bidang pendidikan, diperlukan wadah yang dapat
mengakomodasi pandangan, aspirasi, dan menggali potensi
masyarakat untuk menjamin demokratisasi, transparansi, dan
akuntabilitas. Salah satu wadah tersebut adalah Dewan Pendidikan
di tingkat kabupaten/kota dan Komite Sekolah di tingkat satuan
pendidikan.

Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan amanat rakyat


yang telah tertuang dalam UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000 2004. Amanat
rakyat ini selaras dengan kebijakan otonomi daerah, yang telah
memposisikan kabupaten/kota sebagai pemegang kewenangan dan
tanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan. Pelaksanaan
pendidikan di daerah tidak hanya diserahkan kepada
kabupaten/kota, melainkan juga dalam beberapa hal telah diberikan
kepada satuan pendidikan, baik pada jalur pendidikan sekolah
maupun luar sekolah. Dengan kata lain, keberhasilan dalam
penyelenggaraan pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah pusat, melainkan juga pemerintah propinsi,
kabupaten/kota, dan pihak sekolah, orang tua, dan masyarakat atau
stakeholder pendidikan. Hal ini sesuai dengan konsep partisipasi
berbasis masyarakat (community-based participation) dan
manajemen berbasis sekolah (school-based management), yang
1
kini tidak hanya menjadi wacana, tetapi telah mulai dilaksanakan di
Indonesia.

Untuk melaksanakan amanat rakyat tersebut, pada tahun anggaran


2001 Pemerintah telah melaksanakan rintisan sosialisasi
pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah di Propinsi
Sumatera Barat, Bali, dan Jawa Timur masing-masing satu
kabupaten/kota. Selain itu ada beberapa kabupaten/kota yang telah
membentuk Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah berdasarkan
inisiatif sendiri.

Berdasarkan hasil sosialisasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa


keberadaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah memang
dipandang sangat strategis sebagai wahana untuk meningkatkan
mutu pendidikan di Indonesia. Beberapa kalangan masyarakat yang
diundang untuk memberikan masukan tentang pembentukan
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, pada umumnya sangat
antusias dan mendukung sepenuhnya gagasan ini.

Sesuai dengan aspirasi berbagai kalangan masyarakat tersebut,


maka proses pembentukan Dewan Pendidikan di tingkat
kabupaten/kota dan Komite Sekolah di tingkat satuan pendidikan
memerlukan program sosialisasi dengan perencanaan yang
matang. Agar program sosialisasi dapat dilaksanakan dengan baik,
diperlukan: (1) materi sosialisasi berupa Panduan Umum Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah, (2) petugas sosialisasi, dan (3)
koordinasi dengan pemerintah propinsi dan kabupaten/kota.

B. Dasar Hukum

Dasar hukum yang digunakan sebagai pegangan dalam


pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, termasuk
pelaksanaan program kegiatan sosialisasi dan fasilitasi, adalah
sebagai berikut :

2
1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah.
3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional
4. (Propenas) 2000 2004.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peran
serta Masyarakat
6. dalam Pendidikan Nasional.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah
8. dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.
9. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002
tentang Dewan
10. Pendidikan dan Komite Sekolah.
11. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Nomor
12. 559/C/Kep/PG/2002 tentang Tim Pengembangan Dewan
Pendidikan dan Komite
13. Sekolah Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah.

C. Tujuan Panduan

Panduan ini diharapkan menjadi buku acuan utama yang akan


digunakan untuk membentuk Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah dan/atau memperluas peran, fungsi, dan keanggotaan
lembaga sejenis yang telah ada, serta untuk menjalankan roda
organisasi. Walaupun demikian, panduan ini bukanlah merupakan
satu-satunya rujukan. Pihak pemerintah kabupaten/kota dan
sekolah dapat memperkaya dari sumber lain yang relevan.

D. Sasaran

3
Panduan Umum ini akan digunakan oleh pihak-pihak sebagai
berikut :

1. Para pejabat (eksekutif dan legislatif) yang terkait dalam


bidang pendidikan di setiap kabupaten/kota yang akan
memberikan dukungan dalam proses pembentukan atau
memperluas peran, fungsi, dan keanggotaan Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah.
2. Orang tua siswa, warga masyarakat peduli pendidikan, dan
pihak lain yang berkepentingan dengan proses pembentukan
atau perluasan peran, fungsi, dan keanggotaan Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah.
3. Para fasilitator yang akan memberikan fasilitasi di
kabupaten/kota dan satuan pendidikan.
4. Para petugas yang akan melaksanakan sosialisasi di
kabupaten/kota dan satuan pendidikan.

4
A. Pengertian dan Fungsi
1. Pengertian

Berdasarkan prinsip desentralisasi pendidikan, sekolah


mendapat kewenangan untuk menyusun program yang akan
diterapkan. Di samping itu sekolah juga memperoleh
kewenangan untuk mengelola segala sarana dan prasarana
yang tersedia, mengelola SDM yang dimiliki, serta melibatkan
kepedulian stakeholder dalam pelaksanaan pendidikan. Untuk
merealisasikan pasal 31 UUD 1945 setiap warga negara berhak
memperoleh pendidikan dan pengajaran yang bermutu, dan
juga untuk mencapai tujuan diserahkannya pengelolaan
pendidikan dasar dan menengah kepada pemerintah daerah
seperti yang tertuang dalam konsideran Undang-undang Nomor
22 Tahun 1999, model pengelolaan sekolah yang bernuansa
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) perlu diterapkan.

Pengelolaan sekolah model MBS bertumpu pada kebutuhan,


visi, harapan, dan kewajiban masyarakat untuk memperoleh
pendidikan dan pengajaran yang pelaksanaannya diserahkan
kepada sekolah. Mekanisme pelaksanaan pendidikan model ini
adalah sebagai berikut.

a. Peran serta masyarakat untuk memberikan pelayanan


pendidikan yang relevan, bermutu, berwawasan keadilan
dan pemerataan perlu terus ditingkatkan. Peran lebih
aktif ini merupakan realisasi dari bentuk demokrasi
berkeadilan yang bermakna bahwa masyarakat tidak

5
hanya mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu namun juga melekat kewajiban untuk ikut
serta mengadakannya baik dalam menyediakan dana
untuk pengadaan, pengembangan dan/atau
pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan maupun
kepakaran atau keahlian yang diperlukan dalam
penyusunan program serta implementasi mulai dari yang
berskala mikro hingga yang berskala makro.

b. Penyaluran aspirasi serta kontribusi masyarakat yang


beragam melalui institusi yang demokratis sebagai mana
yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun
2000 tentang Program Pembangunan Nasional
(PROPENAS) 2000-2004, di tingkat kabupaten/kota
dinamakan Dewan Pendidikan dan di tingkat sekolah
dinamakan Komite Sekolah.

Dewan Pendidikan adalah badan yang mewadahi peran


serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu,
pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di
kabupaten/kota. Ada beberapa asumsi pentingnya peran
serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di
daerah.

Pertama, menggunakan pengalaman sekolah swasta


yang memiliki ketergantungan sangat rendah, sehingga
sekolah cenderung lebih berorientasi kepada
kemampuan yang memungkinkan keterlibatan orang
tua/masyarakat secara lebih bermakna dalam
penyelenggaraan pendidikan.

Kedua, penyelenggaraan pendidikan di daerah akan


lebih efektif bila didukung oleh sistem berbagi kekuasaan
(power sharing), antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dalam pengelolaan pendidikan.
6
2. Nama dan Ruang Lingkup

Dewan Pendidikan adalah nama generik. Artinya, nama badan


dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah
masing-masing, seperti Dewan Pendidikan, Majelis Pendidikan,
atau nama lain yang disepakati. Yang dimaksud dengan
pendidikan di sini adalah pendidikan prasekolah, pendidikan
sekolah, dan pendidikan luar sekolah.

B. Kedudukan dan Sifat


1. Kedudukan

Tujuan dikeluarkannya Undang-undang tentang Pemerintahan


Daerah Nomor 22 Tahun 1999 adalah untuk memberikan
kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada
Daerah dan masyarakat sehingga memberi peluang kepada
Daerah dan masyarakat agar leluasa mengatur dan
melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai
dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi setiap
daerah.

Penyelenggaraan pendidikan memerlukan dukungan


masyarakat yang memadai. Sebagai langkah alternatif dalam
mengupayakan perolehan dukungan masyarakat untuk sektor
pendidikan ini adalah dengan menumbuhkan keberpihakan
konkret dari semua lapisan masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, mulai dari pimpinan
negara, sampai aparat yang paling rendah, termasuk
masyarakat yang bergerak dalam sektor swasta dan industri.
Keberpihakan konkret itu perlu disalurkan secara politis menjadi
suatu gerakan bersama (collective action) yang diwadahi Dewan
Pendidikan yang berkedudukan di kabupaten/kota. Dalam
kondisi dan kebutuhan tertentu, misalnya untuk pelaksanaan

7
otonomi khusus, atau pertimbangan lain, Dewan Pendidikan
dapat dibentuk di tingkat propinsi.

2. Sifat

Dewan Pendidikan merupakan badan yang bersifat mandiri,


tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan dinas pendidikan
kabupaten/kota maupun dengan lembaga-lembaga pemerintah
lainnya. Posisi Dewan Pendidikan maupun dinas pendidikan
kabupaten/kota maupun lembaga-lembaga pemerintah lainnya
mengacu pada kewenangan (otonomi) masing-masing
berdasarkan ketentuan yang berlaku

Dewan Pendidikan dibentuk berdasarkan kesepakatan yang


tumbuh dari akar budaya, sosio demografis dan nilai-nilai
daerah setempat, sehingga lembaga tersebut bersifat otonom
yang menganut asas kebersamaan menuju ke arah peningkatan
kualitas pengelolaan pendidikan di daerah yang diatur oleh
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Kondisi ini
hendaknya dijadikan dasar pertimbangan oleh masing-masing
pihak atau stakeholder pendidikan di daerah agar tidak terjadi
adanya pelanggaran hukum administrasi negara yang
mengakibatkan adanya konsekuensi hukum baik perdata
maupun pidana di kemudian hari.

C. Tujuan

Dewan Pendidikan merupakan organisasi masyarakat pendidikan


yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap
peningkatan kualitas pendidikan di daerah. Dewan Pendidikan yang
dibentuk dapat dikembangkan secara khas dan berakar dari
budaya, demografis, ekologis, nilai kesepakatan, serta kepercayaan
yang dibangun sesuai potensi daerah setempat. Oleh karena itu,
Dewan Pendidikan yang dibangun harus merupakan
pengembangan kekayaan filosofis masyarakat di daerah secara

8
kolektif. Artinya, Dewan Pendidikan mengembangkan konsep yang
berorientasi kepada pengguna (client model), berbagai kewenangan
(power sharing and advocacy model) dan kemitraan (partnership
model) yang difokuskan pada peningkatan mutu pelayanan
pendidikan di daerah.

Adapun tujuan dibentuknya Dewan Pendidikan sebagai suatu


organisasi masyarakat pendidikan adalah sebagai berikut.

1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa


masyarakat dalam melahirkan kebijakan dan program
pendidikan.
2. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta aktif dari
seluruh lapisan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan.
3. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel,
dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan
pendidikan yang bermutu.

D. Peran dan Fungsi


1. Peran

Keberadaan Dewan Pendidikan harus bertumpu pada landasan


partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas
penyelenggaraan pendidikan di daerah. Oleh karena itu,
pembentukannya harus memperhatikan pembagian peran sesuai
posisi dan otonomi yang ada. Adapun peran yang dijalankan Dewan
Pendidikan adalah sebagai berikut.

a. Pemberi pertimbangan (advisory body) dalam penentuan


dan pelaksanaan kebijakan pendidikan.
b. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud
finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan
pendidikan.

9
c. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi
dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan.
d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (legislatif) dengan masyarakat.

2. Fungsi

Untuk menjalankan perannya itu, Dewan Pendidikan memiliki fungsi


sebagai berikut.

a. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat


terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
b. Melakukan kerja sama dengan masyarakat
(perorangan/organisasi), pemerintah dan DPRD berkenaan
dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
c. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan
berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh
masyarakat.
d. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi
kepada pemerintah daerah/DPRD mengenai :
1) kebijakan dan program pendidikan;
2) kriteria kinerja daerah dalam bidang pendidikan;
3) kriteria tenaga kependidikan, khususnya guru/tutor dan
kepala satuan pendidikan;
4) kriteria fasilitas pendidikan; dan
5) hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.
e. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam
pendidikan.
f. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan,
program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan.

E. Organisasi
1. Keanggotaan Dewan Pendidikan

10
Keanggotaan Dewan Pendidikan terdiri atas unsur masyarakat
dan dapat ditambah dengan unsur birokrasi/legislatif. Unsur
masyarakat dapat berasal dari komponen-komponen sebagai
berikut :

a. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bidang pendidikan.


b. Tokoh masyarakat (ulama, budayawan, pemuka adat, dll).
c. Anggota masyarakat yang mempunyai perhatian pada
peningkatan mutu
d. pendidikan atau yang dijadikan figur di daerah.
e. Tokoh dan pakar pendidikan yang mempunyai perhatian
pada peningkatan
f. mutu pendidikan.
g. Yayasan penyelenggara pendidikan (sekolah, luar
sekolah, madrasah,pesantren).
h. Dunia usaha/industri/asosiasi profesi (pengusaha industri,
jasa, asosiasi,dan lain-lain).
i. Organisasi profesi tenaga kependidikan (PGRI, ISPI, dan
lain-lain).
j. Perwakilan dari Komite Sekolah yang disepakati.

Unsur birokrasi, misalnya dari unsur dinas pendidikan setempat


dan dari unsur legislatif yang membidangi pendidikan, dapat
dilibatkan sebagai anggota Dewan Pendidikan maksimal 4-5
orang.

Jumlah anggota Dewan Pendidikan sebanyak-banyaknya


berjumlah 17 (tujuh belas) orang dan jumlahnya harus gasal.
Syarat-syarat, hak, dan kewajiban, serta masa bakti
keanggotaan Dewan Pendidikan ditetapkan di dalam AD/ART.

2. Kepengurusan Dewan Pendidikan

Pengurus Dewan Pendidikan ditetapkan berdasarkan AD/ART


yang sekurang-kurangnya terdiri atas seorang ketua, sekretaris,
bendahara. Apabila dipandang perlu, kepengurusan dapat

11
dilengkapi dengan bidang-bidang tertentu sesuai kebutuhan.
Selain itu dapat pula diangkat petugas khusus yang menangani
urusan administrasi.

Pengurus dewan dipilih dari dan oleh anggota secara


demokratis. Khusus jabatan ketua dewan bukan berasal dari
unsur pemerintahan daerah dan DPRD. Syarat-syarat, hak, dan
kewajiban, serta masa bakti kepengurusan Dewan Pendidikan
ditetapkan di dalam AD/ART.

Mekanisme kerja pengurus Dewan Pendidikan dapat


diidentifikasi sebagai berikut:

a. Pengurus Dewan Pendidikan terpilih bertanggungjawab


kepada
b. musyawarah anggota sebagai forum tertinggi sesuai AD
dan ART.
c. Pengurus Dewan Pendidikan menyusun program kerja
yang disetujui melalui
d. musyawarah anggota yang berfokus pada peningkatan
mutu pendidikan di daerah.
e. Apabila pengurus Dewan Pendidikan terpilih dinilai tidak
produktif dalam masa jabatannya, maka musyawarah
anggota dapat memberhentikan dan mengganti dengan
kepengurusan baru.
f. Pembiayaan kegiatan operasional Dewan Pendidikan
ditetapkan melalui
g. musyawarah anggota.
h. Untuk melaksanakan kegiatan operasional, Dewan
Pendidikan dapat
i. menyelenggarakan rapat yang jenis dan mekanismenya
ditetapkan di dalam AD/ART.

3. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

12
Dewan Pendidikan wajib memiliki AD/ART. Anggaran Dasar
sekurang-kurangnya memuat :
a. Dasar, tujuan, dan kegiatan.
b. Keanggotaan dan kepengurusan.
c. Hak dan kewajiban anggota dan pengurus.
d. Keuangan.
e. Mekanisme kerja dan rapat-rapat.
f. Perubahan AD/ART dan pembubaran organisasi.
Anggaran Rumah Tangga sekurang-kurangnya memuat :
a. Mekanisme pemilihan dan penetapan anggota dan
pengurus.
b. Rincian tugas anggota dan pengurus.
c. Masa bakti keanggotaan dan kepengurusan.
d. Kerja sama dengan pihak lain.
e. Pertanggungjawaban pelaksana program kerja.

F. Pembentukan Dewan Pendidikan


1. Prinsip Pembentukan
Pembentukan Dewan Pendidikan harus dilakukan secara
transparan, akuntabel, dan demokratis. Yang dimaksud
transparan dalam hal ini adalah bahwa Dewan Pendidikan harus
dibentuk secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat secara
luas mulai dari tahap pembentukan panitia persiapan, proses
sosialisasi oleh panitia persiapan, kriteria calon anggota, proses
seleksi calon anggota, pengumuman calon anggota, proses
pemilihan, dan penyampaian hasil pemilihan. Adapun akuntabel
berarti bahwa panitia persiapan hendaknya menyampaikan
laporan pertanggungjawaban kinerjanya maupun penggunaan
dana kepanitiaan. Sedangkan demokratis mempunyai makna
bahwa dalam proses pemilihan anggota dan pengurus dilakukan
dengan musyawarah mufakat. Jika dipandang perlu pemilihan
anggota dan pengurus dapat dilakukan melalui pemungutan
suara.

13
2. Mekanisme Pembentukan

Pembentukan Dewan Pendidikan diawali dengan pembentukan


panitia persiapan yang dibentuk oleh bupati/walikota dan/atau
masyarakat. Panitia persiapan berjumlah sekurang-kurangnya 5
(lima) orang yang terdiri atas kalangan praktisi pendidikan
(seperti guru, kepala sekolah, penyelenggara pendidikan) dan
pemerhati pendidikan (LSM peduli pendidikan, tokoh
masyarakat, tokoh agama, dunia usaha dan industri).

Panitia persiapan bertugas mempersiapkan pembentukan


Dewan Pendidikan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Mengadakan forum sosialisasi kepada masyarakat


(termasuk Majelis Pendidikan Kejuruan Daerah, Komite
Kabupaten, Komite Pendidikan Luar Sekolah) tentang
Dewan Pendidikan menurut keputusan ini.
b. Menyusun kriteria dan mengidentifikasi calon anggota
berdasarkan usulan dari masyarakat.
c. Menyeleksi calon anggota berdasarkan usulan dari
masyarakat.
d. Mengumumkan nama-nama calon anggota kepada
masyarakat.
e. Menyusun nama-nama anggota terpilih.
f. Memfasilitasi pemilihan pengurus dan anggota Dewan
Pendidikan.
g. Menyampaikan nama pengurus dan anggota kepada
Bupati/Walikota.

Panitia Persiapan dinyatakan bubar setelah bupati/walikota


menetapkan Dewan Pendidikan.

3. Penetapan Pembentukan Dewan Pendidikan

14
Calon anggota Dewan Pendidikan yang disepakati dalam
musyawarah atau mendapat dukungan suara terbanyak melalui
pemungutan suara secara langsung menjadi anggota Dewan
Pendidikan sesuai dengan jumlah anggota yang disepakati dari
masing-masing unsur. Dewan Pendidikan ditetapkan untuk
pertama kali dengan Surat Keputusan Bupati/Walikota, dan
selanjutnya diatur dalam AD dan ART. Misalnya dalam Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga disebutkan bahwa
pemilihan anggota dan pengurus Dewan Pendidikan ditetapkan
oleh musyawarah anggota Dewan Pendidikan.

Pengurus dan anggota dewan terpilih dilaporkan kepada


pemerintah daerah dan dinas pendidikan setempat. Untuk
memperoleh kekuatan hukum, pengurus dan anggota Dewan
Pendidikan dapat dikukuhkan dengan Surat Keputusan
bupati/walikota.

G. Tata Hubungan Antarorganisasi

Pelimpahan wewenang pengelolaan pendidikan pada daerah


otonom pada jalur sekolah maupun luar sekolah sesuai dengan
jenjang dan jenis, baik negeri maupun swasta, telah diatur melalui
perundang-undangan serta perangkat peraturan yang mengikutinya.
Selain itu setiap penyelenggaraan pendidikan dibina oleh instansi
yang berwenang. Dengan demikian, kondisi tersebut berimplikasi
terhadap tatanan dan hubungan baik vertikal maupun horizontal
yang baku antara Dewan Pendidikan dengan instansi lain.
Hubungan-hubungan tersebut bisa berupa laporan, konsultasi,
koordinasi, pelayanan, dan kemitraan.

Tata hubungan antara Dewan Pendidikan dengan dinas pendidikan


daerah otonom dan lembaga-lembaga pemerintahan lainnya yang
bertanggungjawab dalam pengelolaan pendidikan, termasuk
dengan Komite-komite Sekolah bersifat koordinatif.

15
A. Pengertian dan Nama
1. Pengertian

Partisipasi yang berlaku pada masyarakat kita, masih belum


diartikan secara universal. Para perencana pembangunan
mengartikan partisipasi sebagai dukungan terhadap rencana
atau proyek pembangunan yang direncanakan dan ditentukan
oleh pemerintah. Ukuran partisipasi masyarakat diukur oleh
berapa besar sumbangan yang diberikan masyarakat untuk ikut
menanggung biaya pembangunan, baik berupa uang maupun
tenaga yang diberikan kepada pemerintah. Partisipasi yang
berlaku secara universal adalah kerja sama yang erat antara
perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan,
melestarikan, dan mengembangkan hasil pembangunan yang
telah dicapai.

Sebagai konsekuensi perluasan makna partisipasi masyarakat


dalam penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan, maka perlu dibentuk suatu wadah untuk
menampung dan menyalurkannya yang diberi nama Komite
Sekolah. Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi
peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu,
pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan
pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan
sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.

Komite Sekolah merupakan suatu badan atau lembaga non


profit dan non politis, dibentuk berdasarkan musyawarah yang

16
demokratis oleh para stake-holder pendidikan pada tingkat
satuan pendidikan sebagai representasi dari berbagai unsur
yang bertanggungjawab terhadap peningkatan kualitas proses
dan hasil pendidikan.

2. Nama

Ditinjau dari perspektif sejarah persekolahan pada tingkat SD,


SLTP, dan SMU/SMK di Indonesia, masyarakat sekolah,
khususnya orang tua siswa, telah memerankan sebagian
fungsinya dalam membantu penyelenggaraan pendidikan.
Sebelum tahun 1974 masyarakat orang tua siswa di lingkungan
masing-masing sekolah telah membentuk Persatuan Orang Tua
Murid dan Guru (POMG).

Sesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap


penyelenggaraan pendidikan jalur sekolah semakin meningkat,
maka POMG pada awal tahun 1974 dibubarkan dan dibentuk
suatu badan yang dikenal dengan Badan Pembantu
Penyelenggara Pendidikan (BP3). Pasang surut perkembangan
penyelenggaraan pendidikan jalur dan jenis sekolah, tidak
dapat dilepaskan dari partisipasi masyarakat, khususnya orang
tua peserta didik termasuk keberadaan BP3.

Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap


kualitas pelayanan dan hasil pendidikan yang diberikan oleh
sekolah, dan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
nasional melalui upaya peningkatan mutu, pemerataan, dan
efisiensi penyelenggaraan pendidikan, dan tercapainya
demokratisasi pendidikan, perlu adanya dukungan dan peran
serta masyarakat untuk bersinergi dalam suatu wadah yang
lebih sekedar lembaga pengumpul dana pendidikan dari orang
tua siswa.

17
Pada saat ini, selain adanya BP3 dibentuk pula Komite Sekolah
(di beberapa sekolah yang memperoleh program khusus),
beranggotakan kepala sekolah sebagai ketua dan salah seorang
guru, ketua BP3, ketua LKMD dan tokoh masyarakat sebagai
anggota. Pembentukan komite dimaksudkan untuk menangani
pelaksanaan rehabilitasi bangunan sekolah (SD dan MI), dan
pembangunan unit sekolah baru (SLTP dan MTs), sedangkan di
SMK, selain terdapat BP3 dibentuk juga Majelis Sekolah yang
mempunyai peran menjembatani sekolah dengan industri dalam
pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda (PSG), dan Bursa Kerja
Khusus (BKK) yang merupakan kerja sama sekolah dengan
Depnaker dalam pemasaran lulusan.

Kondisi nyata tersebut dalam memasuki era Manajemen


Berbasis Sekolah (MBS) perlu dibenahi selaras dengan tuntutan
perubahan yang dilandasi kesepakatan, komitmen, kesadaran,
dan kesiapan membangun budaya baru dan profesionalisme
dalam mewujudkan Masyarakat Sekolah yang memiliki
loyalitas pada peningkatan mutu sekolah. Untuk terciptanya
suatu masyarakat sekolah yang kompak dan sinergis, maka
Komite Sekolah merupakan bentuk atau wujud kebersamaan
yang dibangun melalui kesepakatan (SK Mendiknas Nomor
044/U/2002).

Komite Sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada


satu satuan pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah,
atau beberapa satuan pendidikan yang sama di satu kompleks
yang sama. Nama Komite Sekolah merupakan nama generik.
Artinya, bahwa nama badan disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan masing-masing satuan pendidikan, seperti Komite
Sekolah, Komite Pendidikan, Komite Pendidikan Luar Sekolah,
Dewan Sekolah, Majelis Sekolah, Majelis Madrasah, Komite TK,
atau nama lainnya yang disepakati. Dengan demikian,
organisasi yang ada tersebut dapat memperluas fungsi, peran,

18
dan keanggotaannya sesuai dengan panduan ini atau melebur
menjadi organisasi baru, yang bernama Komite Sekolah (SK
Mendiknas Nomor 044/U/2002). Peleburan BP3 atau bentuk-
bentuk organisasi lain yang ada di sekolah, kewenangannya
akan berkembang sesuai kebutuhan dalam wadah Komite
Sekolah.

B. Kedudukan dan Sifat

1. Kedudukan

Komite Sekolah berkedudukan di satuan pendidikan, baik


sekolah maupun luar sekolah. Satuan pendidikan dalam
berbagai jenjang, jenis, dan jalur pendidikan, mempunyai
penyebaran lokasi yang amat beragam. Ada sekolah tunggal
dan ada sekolah yang berada dalam satu kompleks. Ada
sekolah negeri dan ada sekolah swasta yang didirikan oleh
yayasan penyelenggara pendidikan. Oleh karena itu, maka
Komite Sekolah dapat dibentuk dengan alternatif sebagai
berikut:

Pertama, Komite Sekolah yang dibentuk di satu satuan


pendidikan. Satuan pendidikan sekolah yang siswanya dalam
jumlah yang banyak, atau sekolah khusus seperti Sekolah Luar
Biasa, temasuk dalam ketegori yang dapat membentuk Komite
Sekolah sendiri.

Kedua, Komite Sekolah yang dibentuk untuk beberapa satuan


pendidikan sekolah yang sejenis. Sebagai misal, beberapa SD
yang terletak di dalam satu kompleks atau kawasan yang
berdekatan dapat membentuk satu Komite Sekolah.
Ketiga, Komite Sekolah yang dibentuk untuk beberapa satuan
pendidikan yang berbeda jenis dan jenjang pendidikan dan
terletak di dalam satu kompleks atau kawasan yang berdekatan.
Sebagai misal, ada satu kompleks pendidikan yang terdiri dari

19
satuan pendidikan TK, SD, SLB, dan SMU, dan bahkan SMK
dapat membentuk satu Komite Sekolah.

Keempat, Komite Sekolah yang dibentuk untuk beberapa


satuan pendidikan yang berbeda jenis dan jenjang pendidikan
milik atau dalam pembinaan satu yayasan penyelenggara
pendidikan, misalnya sekolah-sekolah di bawah lembaga
pendidikan Muhammadiyah, Al Azhar, Al Izhar, Sekolah Katholik,
Sekolah Kristen, dsb.

2. Sifat

Komite Sekolah merupakan badan yang bersifat mandiri, tidak


mempunyai hubungan hierarkis dengan sekolah maupun
lembaga pemerintah lainnya. Komite Sekolah dan sekolah
memiliki kemandirian masing-masing, tetapi tetap sebagai mitra
yang harus saling bekerja sama sejalan dengan konsep
manajemen berbasis sekolah (MBS).

C. Tujuan

Dibentuknya Komite Sekolah dimaksudkan agar adanya suatu


organisasi masyarakat sekolah yang mempunyai komitmen dan
loyalitas serta peduli terhadap peningkatan kualitas sekolah. Komite
Sekolah yang dibentuk dapat dikembangkan secara khas dan
berakar dari budaya, demografis, ekologis, nilai kesepakatan, serta
kepercayaan yang dibangun sesuai potensi masyarakat setempat.
Oleh karena itu, Komite Sekolah yang dibangun harus merupakan
pengembangan kekayaan filosofis masyarakat secara kolektif.
Artinya, Komite Sekolah mengembangkan konsep yang berorientasi
kepada pengguna (client model), berbagai kewenangan (power
sharing and advocacy model) dan kemitraan (partnership model)
yang difokuskan pada peningkatan mutu pelayanan pendidikan.

20
Adapun tujuan dibentuknya Komite Sekolah sebagai suatu
organisasi masyarakat sekolah adalah sebagai berikut.

1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa


masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan
program pendidikan di satuan pendidikan.
2. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
3. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel,
dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan
pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.

D. Peran dan Fungsi


1. Peran

Keberadaan Komite Sekolah harus bertumpu pada landasan


partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas pelayanan
dan hasil pendidikan di sekolah. Oleh karena itu,
pembentukannya harus memperhatikan pembagian peran
sesuai posisi dan otonomi yang ada. Adapun peran yang
dijalankan Komite Sekolah adalah sebagai berikut.

a. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan


dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
b. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud
finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan
pendidikan di satuan pendidikan.
c. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi
dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan
di satuan pendidikan.
d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat
di satuan pendidikan.

2. Fungsi

21
Untuk menjalankan perannya itu, Komite Sekolah memiliki
fungsi sebagai berikut.

a. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen


masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang
bermutu.
b. Melakukan kerja sama dengan masyarakat
(perorangan/organisasi/ dunia usaha/dunia industri) dan
pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu.
c. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan
berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh
masyarakat.
d. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi
kepada satuan pendidikan mengenai:
1) kebijakan dan program pendidikan;
2) Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah
(RAPBS);
3) kriteria kinerja satuan pendidikan;
4) kriteria tenaga kependidikan;
5) kriteria fasilitas pendidikan; dan
6) hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.
e. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam
pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan
pemerataan pendidikan.
f. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
g. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan,
program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di
satuan pendidikan.

Komite Sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya,


melakukan akuntabilitas sebagai berikut.

a. Komite Sekolah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan


program sekolah kepada stakeholder secara periodik, baik
22
yang berupa keberhasilan maupun kegagalan dalam
pencapaian tujuan dan sasaran program sekolah.
b. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban bantuan
masyarakat baik berupa materi (dana, barang tak bergerak
maupun bergerak), maupun non materi (tenaga, pikiran)
kepada masyarakat dan pemerintah setempat.

E. Organisasi
1. Keanggotaan Komite Sekolah

Keanggotaan Komite Sekolah berasal dari unsur-unsur yang


ada dalam masyarakat. Di samping itu unsur dewan guru,
yayasan/lembaga penyelenggara pendidikan, Badan
Pertimbangan Desa dapat pula dilibatkan sebagai anggota.
Anggota Komite Sekolah dari unsur masyarakat dapat berasal
dari komponen-komponen sebagai berikut :

a. Perwakilan orang tua/wali peserta didik berdasarkan jenjang


kelas yang dipilih secara demokratis.
b. Tokoh masyarakat (ketua RT/RW/RK, kepala dusun, ulama,
budayawan, pemuka adat).
c. Anggota masyarakat yang mempunyai perhatian atau
dijadikan figur dan mempunyai perhatian untuk
meningkatkan mutu pendidikan.
d. Pejabat pemerintah setempat (Kepala Desa/Lurah,
Kepolisian, Koramil, Depnaker, Kadin, dan instansi lain).
e. Dunia usaha/industri (pengusaha industri, jasa, asosiasi, dan
lain-lain).
f. Pakar pendidikan yang mempunyai perhatian pada
peningkatan mutu pendidikan.
g. Organisasi profesi tenaga pendidikan (PGRI, ISPI, dan lain-
lain).
h. Perwakilan siswa bagi tingkat SLTP/SMU/SMK yang dipilih
secara demokratis berdasarkan jenjang kelas.

23
i. Perwakilan forum alumni SD/SLTP/SMU/SMK yang telah
dewasa dan mandiri.

Anggota Komite Sekolah yang berasal dari unsur dewan guru,


yayasan/ lembaga penyelenggara pendidikan, Badan
Pertimbangan Desa sebanyak- banyaknya berjumlah tiga
orang.

Jumlah anggota Komite Sekolah sekurang-kurangnya 9


(sembilan) orang dan jumlahnya harus gasal. Syarat-syarat,
hak, dan kewajiban, serta masa keanggotaan Komite Sekolah
ditetapkan di dalam AD/ART.

2. Kepengurusan Komite Sekolah

Pengurus Komite Sekolah ditetapkan berdasarkan AD/ART


yang sekurang-kurangnya terdiri atas seorang ketua, sekretaris,
bendahara, dan bidang-bidang tertentu sesuai dengan
kebutuhan. Pengurus komite dipilih dari dan oleh anggota
secara demokratis. Khusus jabatan ketua komite bukan berasal
dari kepala satuan pendidikan. Jika diperlukan dapat diangkat
petugas khusus yang menangani urusan administrasi Komite
Sekolah dan bukan pegawai sekolah, berdasarkan kesepakatan
rapat Komite Sekolah.

Pengurus Komite Sekolah adalah personal yang ditetapkan


berdasarkan kriteria sebagai berikut.

a. Dipilih dari dan oleh anggota secara demokratis dan terbuka


dalam musyawarah Komite Sekolah.
b. Masa kerja ditetapkan oleh musyawarah anggota Komite
Sekolah.

24
c. Jika diperlukan pengurus Komite Sekolah dapat menunjuk
atau dibantu oleh tim ahli sebagai konsultan sesuai dengan
bidang keahliannya.

Mekanisme kerja pengurus Komite Sekolah dapat


diidentifikasikan sebagai berikut :

a. Pengurus komite Sekolah terpilih bertanggungjawab kepada


musyawarah anggota sebagai forum tertinggi sesuai AD dan
ART.
b. Pengurus Komite Sekolah menyusun program kerja yang
disetujui melalui musyawarah anggota yang berfokus pada
peningkatan mutu pelayanan pendidikan peserta didik.
c. Apabila pengurus Komite Sekolah terpilih dinilai tidak
produktif dalam masa jabatannya, maka musyawarah
anggota dapat memberhentikan dan mengganti dengan
kepengurusan baru.
d. Pembiayaan pengurus Komite Sekolah diambil dari
anggaran Komite Sekolah yang ditetapkan melalui
musyawarah.

3. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

Komite Sekolah wajib memiliki AD/ART. Anggaran Dasar


sekurang-kurangnya memuat :
a. Nama dan tempat kedudukan.
b. Dasar, tujuan, dan kegiatan.
c. Keanggotaan dan kepengurusan.
d. Hak dan kewajiban anggota dan pengurus.
e. Keuangan.
f. Mekanisme kerja dan rapat-rapat.
g. Perubahan AD dan ART, serta pembubaran organisasi.

Anggaran Rumah Tangga sekurang-kurangnya memuat:

25
a. Mekanisme pemilihan dan penetapan anggota dan pengurus
Komite Sekolah.
b. Rincian tugas Komite Sekolah.
c. Mekanisme rapat.
d. Kerja sama dengan pihak lain.
e. Ketentuan penutup.

F. Pembentukan Komite Sekolah


1. Prinsip Pembentukan

Pembentukan Komite Sekolah harus dilakukan secara


transparan, akuntabel, dan demokratis. Dilakukan secara
transparan adalah bahwa Komite Sekolah harus dibentuk
secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat secara luas mulai
dari tahap pembentukan panitia persiapan, proses sosialisasi
oleh panitia persiapan, kriteria calon anggota, proses seleksi
calon anggota, pengumuman calon anggota, proses pemilihan,
dan penyampaian hasil pemilihan. Dilakukan secara akuntabel
adalah bahwa panitia persiapan hendaknya menyampaikan
laporan pertanggungjawaban kinerjanya maupun penggunaan
dana kepanitiaan. Dilakukan secara demokratis adalah bahwa
dalam proses pemilihan anggota dan pengurus dilakukan
dengan musyawarah mufakat. Jika dipandang perlu pemilihan
anggota dan pengurus dapat dilakukan melalui pemungutan
suara.

2. Mekanisme Pembentukan

Pembentukan komite Sekolah diawali dengan pembentukan


panitia persiapan yang dibentuk oleh kepala satuan pendidikan
dan/atau oleh atau oleh masyarakat. Panitia persiapan
berjumlah sekurang-kurangnya 5 (lima) orang yang terdiri atas
kalangan praktisi pendidikan (seperti guru, kepala satuan
pendidikan, penyelenggara pendidikan), pemerhati pendidikan

26
(LSM peduli pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dunia
usaha dan industri), dan orang tua peserta didik.

Panitia persiapan bertugas mempersiapkan pembentukan


Komite Sekolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mengadakan forum sosialisasi kepada masyarakat
(termasuk pengurus/anggota BP3, Majelis Sekolah, dan
Komite Sekolah yang sudah ada) tentang Komite Sekolah
menurut keputusan ini.
b. Menyusun kriteria dan mengidentifikasi calon anggota
berdasarkan usulan dari masyarakat;
c. Menyeleksi anggota berdasarkan usulan dari masyarakat;
d. Mengumumkan nama-nama calon anggota kepada
masyarakat;
e. Menyusun nama-nama anggota terpilih;
f. Memfasilitasi pemilihan pengurus dan anggota Komite
Sekolah;
g. Menyampaikan nama pengurus dan anggota Komite
Sekolah kepada kepala satuan pendidikan.
h. Panitia Persiapan dinyatakan bubar setelah Komite Sekolah
terbentuk.

3. Penetapan Pembentukan Komite Sekolah

Calon anggota Komite Sekolah yang disepakati dalam


musyawarah atau mendapat dukungan suara terbanyak melalui
pemungutan suara secara langsung menjadi anggota Komite
Sekolah sesuai dengan jumlah anggota yang disepakati dari
masing-masing unsur. Komite Sekolah ditetapkan untuk pertama
kali dengan Surat Keputusan kepala satuan pendidikan, dan
selanjutnya diatur dalam AD dan ART. Misalnya dalam Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga disebutkan bahwa
pemilihan anggota dan pengurus Komite Sekolah ditetapkan
oleh musyawarah anggota Komite Sekolah.

27
Pengurus dan anggota komite terpilih dilaporkan kepada
pemerintah daerah dan dinas pendidikan setempat. Untuk
memperoleh kekuatan hukum, Komite Sekolah dapat
dikukuhkan oleh pejabat pemerintahan setempat. Misalnya
Komite Sekolah untuk SD dan SLTP dikukuhkan oleh Camat
dan Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan; SMU/SMK
dikukuhkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan
Bupati/Walikota.

G. Tata Hubungan Antarorganisasi

Penyelenggaraan pendidikan jalur sekolah sesuai dengan jenjang


dan jenis, baik negeri maupun swasta, telah diatur melalui
perundang-undangan serta perangkat peraturan yang mengikutinya.
Selain itu setiap penyelenggaraan persekolahan dibina oleh instansi
yang berwenang. Dengan demikian, kondisi tersebut berimplikasi
terhadap tatanan dan hubungan baik vertikal maupun horizontal
yang baku antara sekolah dengan instansi lain. Hubungan-
hubungan tersebut bisa berupa laporan, konsultasi, koordinasi,
pelayanan, dan kemitraan.

Tata hubungan antara Komite Sekolah dengan satuan pendidikan,


Dewan Pendidikan, dan institusi lain yang bertanggungjawab dalam
pengelolaan pendidikan dengan Komite-komite Sekolah pada
satuan pendidikan lain bersifat koordinatif.

28
Di dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia nomor 044/u/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah dijelaskan bahwa Komite Sekolah adalah badan mandiri yang
mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu,
pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan,
baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun
jalur pendidikan luar sekolah. Sedangkan Nama badan disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan daerah masing- masing satuan
pendidikan, seperti Komite Sekolah, Komite Pendidikan, Komite
Pendidikan Luar Sekolah, Dewan sekolah, Majelis Sekolah, Majelis
Madrasah, Komite TK, atau nama lain yang disepakati.
Sedangkan badan yang seperti Bp3, komite sekolah dan/atau
majelis sekolah yang sudah ada dapat memperluas fungsi, peran, dan
keanggotaan sesuai dengan acuan ini. sedangkan di dalam PP no 17
tahun 2010 kedudukan ini tidak berubah, artinya bahwa Komite Sekolah
tetap sebagai lembaga yang mandiri yang dibentuk guna mewadahi
peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan,
perbedaannya dalam PP no 17 tahun 2010 ini disebutkan bahwa komite
sekolah selain mandiri juga harus profesional. Artinya Komite sekolah
harus benar-benar dapat menjalankan peran dan fungsi, tidak hanya
menjadi alat pelengkap di sekolah, atau bahkan hanya menjadi tukang
stempel: atas kebijakan kepala sekolah.
Dalam hal pembentukan komite sekolah di dalam
Kepmendiknas di jelaskan bahwa Komiter sekolah dapat
dibentuk di setiap satuan pendidikan. Dalam keputusan ini tidak
menjelaskan berapa jumlah siswa minimal dimiliki sekolah agar
dapat membentuk komite sekolah, artinya setiap satuan
pendidikan berhak untuk membentuk komite sekolah, tidak
29
peduli berapapun jumlah peserta didik yang terdaftar dalam
sekolah tersebut. Tetapi dalam PP no 17 tahun 2010 pasal 196
dijelaskan bahwa Satuan pendidikan yang memiliki peserta
didik kurang dari 200 (dua ratus) orang dapat membentuk
komite sekolah/madrasah gabungan dengan satuan pendidikan
lain yang sejenis. Dengan demikian, dalam PP ini dikenal adanya
komite sekolah gabungan.

A. Peran Komite Sekolah

Dalam Kepmendiknas nomor 044/u/2002, komite sekolah berperan :


1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan
pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan;
2. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud financial,
pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan
di satuan pendidikan;
3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan
akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di
satuan pendidikan;
4. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di
satuan pendidikan. Sedangkan dalam PP nmor 17 tahun 2010
pada pasal 205 fungsi pengawasan komite sekolah lebih
dipertegas lagi.

Dalam pasal ini dijelaskan :

1) Komite sekolah/madrasah melaksanakan pengawasan


terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada
tingkat satuan pendidikan;.
2) Hasil pengawasan oleh komite sekolah/madrasah dilaporkan
kepada rapat orang tua/ wali peserta didik yang
diselenggarakan dan dihadiri kepala sekolah/madrasah dan
dewan guru.

30
B. Fungsi

Lebih lanjut dalam Kepmendiknas nomor 044/u/2002 dijelaskan


bahwa Komite Sekolah berfungsi :
1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat
terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;
2. Melakukan kerjasama dengan masyarakat
(perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri) dan
pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan
yang bermutu;
3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan
berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat;
4. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada
satuan pendidikan mengenai: kebijakan dan program
pendidikan, Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja
Sekolah (RAPBS), kriteria kinerja satuan pendidikan, kriteria
tenaga kependidikan, kriteria fasilitas pendidikan; dan hal-hal
lain yang terkait dengan pendidikan;
5. Mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam
pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan
pemerataan pendidikan;
6. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan
penyelenggaraan pendidikan disatuan pendidikan;
7. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan,
program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan
pendidikan.

Secara prinsip fungsi ini tidak berbeda dengan PP nomor 17 tahun


2010, artinya fungsi yang dijelaskan dalam PP ini masih relevan
dilaksanakan.

Hal yang berbeda dari PP ini adalah tentang keanggotaan komite


sekolah. Dalam Kepmendiknas nomor 044/u/2002 dijelaskan
bahwa jumlah anggota komite sekolah sekurang-kurangnya adalah
9 (sembilan) orang dan jumlahnya adalah gasal, sedangkan dalam

31
PP nomor 17 tahun 2010 keanggotaan komite sekolah ditetapkan
sebanyak 15 (lima belas) orang.

Unsur-unsur yang dapat menjadi anggota komite sekolah juga


berubah, Kepmendiknas nomor 044/u/2002 menjelaskan bahwa
anggota komite sekolah dapat berasal dari unsur orang tua/wali
peserta didik; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; dunia
usaha/industri; organisasi profesi tenaga pendidikan; wakil alumni;
wakil peserta didik. Sedangkan dalam PP nor 17 tahun 2010,
keanggotaan komite.sekolah terdiri dari orang tua/wali peserta didik
paling banyak 50% (lima puluh persen); tokoh masyarakat paling
banyak 30% (tiga puluh persen); dan pakar pendidikan yang
relevan paling banyak 30% (tiga puluh persen) dengan demikian
yang berubah adalah ditiadakannya anggota komite sekolah dari
unsur alumni dan peserta didik.

Masa keanggotaan komite sekolah juga mengalamai perubahan.


Dalam Kepmendiknas nomor 044/u/2002 setelah pembentukan
pertama kali oleh sekolah, maka masa keanggotaan komite
sekolah diatur berdasar anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah
tangga (ART) komite sekolah, sehingga dimungkinkan masa
jabatan anggota komite sekolah bisa lebih dari tiga tahun. Dalam
PP nomor 17 tahun 2010 pasal 197 ditegaskan bahwa
keanggotaan komite sekolah adalah 3 tahun dan dapat dipilih
kembali setelah satu kali masa jabatan.

C. Penetapan Anggota Komite Sekolah

Tentang penetapan keanggotan skomite sekolah juga mengalami


perubahan. Dalam Kepmendiknas nomor 044/u/2002, setelah
terbentuk, maka penetapan keanggotaan komite sekolah diatur
berdasarkan AD/ART Komite sekolah, tetapi dalam PP nomor 17
tahun 2002, penetapan anggota Komite sekolah ditetapkan oleh
Kepala Sekolah.
32
Dari perubahan ini ada beberapa pihak yang mengkhawatirkan
nantinya peran dan fungsi komite sekolah akan dikebiri oleh kepala
sekolah. Dengan adanya PP ini kepala sekolah bisa saja tidak
setuju terhadap komposisi keanggotaan komite sekolah yang
dianggap tidak sejalan dengan pikiran kepala sekolah. Bisa saja
pasal ini muncul karena dilatar belakangi adanya disharmonisasi
hubungan antara komite sekolah dan kepala sekolah. Komite
sekolah terlalu over acting terhadap kebijakan kepala sekolah,
sehingga hal tersebut mengganggu kinerja sekolah secara
keseluruhan. Terlepas dari pro dan kontra tentang penetapan
keanggotaan komite sekoalah, harus tetap difahami bahwa
keberadaan kedua komponen tersebut adalah bertujuan sama, yaitu
sama-sama memajukan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
Sehingga yang harus dikedepankan adalah persamaan tersebut
dan bukan jurang perbedaan yang dapat menimbulkan
disharmonisasi hubungan sebagai mitra kerja.

Hal yang baru dari PP ini adalah diaturnya sumber pendanaan yang
diperbolehkan untuk mendanai kegiatan komite sekolah dan/atau
membantu sekolah. Dalam pasal 196 dijelaskan , bahwa komite
sekolah boleh menggali dana dari sumber-sumber berikut
pemerintah; pemerintah daerah; masyarakat; bantuan pihak asing
yang tidak mengikat; dan/atau sumber lain yang sah. Pasal ini dapat
digunakan komite sekolah untuk menggali dana sebanyak mungkin
dari sumber-sumber yang berbeda, bahkan bantuan dari pihak
asing pun diperbolehkan dalam PP ini.

Dalam pasal 198 dijelaskan Dewan pendidikan dan/atau komite


sekolah/ madrasah, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang :

1. menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar,


pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di satuan
pendidikan;

33
2. memungut biaya bimbingan belajar atau les dari peserta didik
atau orang tua/walinya di satuan pendidikan;
3. mencederai integritas evaluasi hasil belajar peserta didik secara
langsung atau tidak langsung;
4. mencederai integritas seleksi penerimaan peserta didik baru
secara langsung atau tidak langsung; dan/atau
5. melaksanakan kegiatan lain yang mencederai integritas satuan
pendidikan secara langsung atau tidak langsung.

Kenyataan di lapangan masih banyak sekolah yang seijin komite


sekolah mengadakan bimbingan belajar. Kalau melihat ketentuan
dalam pasal ini jelas tidak diperbolehkan. Lantas bagaimana
solusinya. Kegiatan bimbingan belajar adalah kegiatan tambahan
jam pelajaran yang diberikan sebelum atau setelah jam sekolah,
yang biasanya memungut sejumlah biaya dari orang tua wali murid.
Agar kegiatan tersebut tidak melanggar ketentuan dari pasal ini,
maka pola pemberian tambahan jam belajar dapat digabung
dengan jam intra kurikuler. Sehingga total jam pelajaran perminggu
dapat ditambah sesuai dengan kebutuhan. Dengan cara ini
bimbingan berlajar tidak lagi diadakan di luar jam sekolah tetapi
ada di dalam jam sekolah.

Sekarang permasalahannya, bagaimana dengan keanggotaan


komite yang sudah ada sekarang? Apakah harus segera
menyesuaikan dengan PP ini atau harus bagaimana? Memang
bukan hal yang mudah untuk segera mengaplikasikan sebuah
peraturan. Di beberapa kabupaten/kota keberadaan komite sekolah
memang sudah mulai menunjukkan perannya. Berbagai instrumen
dan kelengkapan komite sekolah sedikit demi sedikit sudah mulai
dilengkapi, mulai dari AD/ART, struktur organisasi dan lain
sebagainya. Dan bahkan ada sebagian komite sekolah sudah
mengadakan reformasi kepengurusan. Tentu hal ini tidak serta
merta dapat dirubah. Sebaiknya bagi komite sekolah yang baru
saja mengadakan reformasi kepengurusan, lanjutkan saja sampai

34
habis masa jabatan. Setelah itu baru menyesuaikan dengan PP ini.
Sedangkan yang akan mengadakan reformasi kepengurusan
langsung bisa menyesuaikan dengan PP ini.

Hal positif yang dapat kita ambil dari terbitnya PP ini adalah
semakin dikuatkannya organisasi komite sekolah. Dengan
demikian keberadaan komite sekolah lebih mapan dari sisi hukum.
Komite sekolah memiliki pijakan hukum yang kuat dalam
melaksanakan fungsi dan perannya. Selamat berjuang komite
sekolah.

D. Keputusan

KEPUTUSAN
KEPALA SD NEGERI 9 BOKAT
Nomor : 420/............./sdn9bokat

TENTANG
PEMBENTUKAN PENGURUS KOMITE SEKOLAH
SD NEGERI 9 BOKAT
Periode 2016 - 2019

Menimbang : a. Bahwa setiap warga Negara berhak atas


pendidikan dan pengajaran yang layak serta
memiliki kesempatan yang sama dalam
memperoleh pendidikan dan pengajaran.
b. Dalam rangka upaya penuntasan wajib belajar
pendidikan dasar sembilan tahun dan
pencapaian tujuan pendidikan nasional, maka
penyelenggaraan pendidikan hendaknya
dibuka seluas-luasnya kepada seluruh warga
masyarakat.
c. Bahwa dengan adanya pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah khususnya
35
di bidang pendidikan, maka penyelenggaraan
pendidikan di sekolah perlu terus diberdayakan
agar dapat terus meningkatkan mutu layanan
pendidikan kepada seluruh masyarakat.
d. Bahwa agar desentralisasi dalam bidang
pendidikan kepada sekolah dapat berjalan
sesuai dengan yang diharapkan dan upaya
peningkatan mutu layanan pendidikan kepada
masyarakat dapat berjalan secara optimal,
maka perlu dibentuk suatu Komite Sekolah.
Mengingat : 1. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional;
2. Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah;
3. Undang-undang No. 25 tahun 2002 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Propinsi sebagai Daerah Otonom;
4. Peraturan Pemerintah No. 39 tahun 1992
tentang Peran serta Masyarakat dalam
Pendidikan Nasional;
5. Keputusan Mendiknas No. 044/2002 tanggal 2
April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah;
6. Keputusan Dirjen Dikdasmen No.
559/C/Kep/PG/2002 tentang Tim
Pengembangan Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah;
7. Kebijakan Dirjen Dikdasmen tentang
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (School
Based Management );
8. Surat Edaran Dinas Pendidikan Kota Bekasi
No. 028 / 1010 / 409.105 / 2003 tanggal 3 Juli
2003.

36
Memperhatikan : Hasil musyawarah wali siswa dan tim formatur
Komite SD NEGERI 9 BOKAT pada tanggal 21
Januari 2016.

MEMUTUSKAN

Menetapkan :
Pertama : Membentuk Komite Sekolah SD NEGERI 9
BOKAT Periode 2016 s/d 2019 sebagaimana
tercantum dalam lampiran keputusan ini.
Kedua : Komite Sekolah SD NEGERI 9 BOKAT berperan
sebagai mitra kerja sekolah dalam
mengembangkan sekolah sebagaimana tercantum
dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Komite Sekolah SD NEGERI 9 BOKAT
Kecamatan Bokat Kabupaten Buol, yang meliputi
pemberi pertimbangan (advisory agency),
pendukung (supporting agency), pengontrol
(controlling agency) dan mediator.
Ketiga : Komite Sekolah SD NEGERI 9 BOKAT berfungsi
mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen
masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan
yang bermutu, melakukan kerja sama dengan
masyarakat dan pemerintah berkenaan dengan
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu,
menampung dan menganalisis aspirasi, ide, dan
berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan
masyarakat, dan memberi masukan,
pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan
pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan,
serta mendorong wali siswa dan masyarakat untuk
berpartisipasi aktif dalam peningkatan mutu
layanan pendidikan.

37
Keempat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan dan berakhir pada tanggal 21 Januari
2019.
Kelima : Apabila terdapat kekeliruan dalam surat keputusan
ini maka akan dibetulkan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Kodolagon
Pada tanggal : 21 Januari 2016

KEPALA SEKOLAH
SD NEGERI 9 BOKAT

AHMAD S. ANTUNG. A.Ma.Pd


Pembina IV/a
NIP. 19580403 197910 1 004

Tembusan disampaikan kepada Yth:


1. Bupati Buol di Buol
2. Sekertaris Daerah Kab. Buol di Buol
3. Ketua DPRD Kab. Buol di Buol
4. Kepala Dinas DIKPORA Kab. Buol di Buol
5. Kepala Cabang DISDIKPORA Kec. Bokat di Bokat
6. Pengawas SD wilayah binaan SD NEGERI 9 BOKAT
7. Arsip.

38
Lampiran : Surat Keputusan Kepala Sekolah
Tentang : Pembentukan Pengurus Komite Sekolah
SDN 9 BOKAT Periode 2016 s/d 2019
Nomor : 420/............./sdn9bokat
Tanggal : 21 Januari 2016

SUSUNAN PENGURUS KOMITE SEKOLAH


SD NEGERI 9 BOKAT
PERIODE 2016 2019

NO. NAMA JABATAN


1 2 3
1. Ketua Komie

2. Sekertaris Komite

3. Bendahara Komite

4. Anggota 1

5. Anggota 2
Seksi Bidang Penggalian Sumber
6.
daya Sekolah
Seksi Bidang Pengelolaan Sumber
7.
daya Sekolah
Seksi Bidang Pengendalian
8.
Kualitas Pelayanan Sekolah
Seksi Bidang Jaringan Kerja sama
9.
Sistem Informasi
Seksi Bidang Sarana dan
10.
Prasarana Sekolah
11. Seksi Bidang Usaha

39
Ditetapkan di : Kodolagon
Pada tanggal : 21 Januari 2016

KEPALA SEKOLAH
SD NEGERI 9 BOKAT

AHMAD S. ANTUNG. A.Ma.Pd


Pembina IV/a
NIP. 19580403 197910 1 004

Tembusan disampaikan kepada Yth:


1. Bupati Buol di Buol
2. Sekertaris Daerah Kab. Buol di Buol
3. Ketua DPRD Kab. Buol di Buol
4. Kepala Dinas DIKPORA Kab. Buol di Buol
5. Kepala Cabang DISDIKPORA Kec. Bokat di Bokat
6. Pengawas SD wilayah binaan SD NEGERI 9 BOKAT
7. Arsip.

40
Panduan ini merupakan acuan utama untuk membentuk
dan/atau memperluas peran, fungsi, dan keanggotaan Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah. Dalam membentuk badan tersebut,
pemrakarsa dapat berkonsultasi dengan pemerintah kabupaten/kota.
Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat diatur
melalui Peraturan Daerah yang berkaitan dengan pengelolaan
pendidikan di kabupaten/kota.

Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat


difasilitasi oleh Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah :

Alamat : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah,


Gedung E Lantai 5, Jalan Jenderal Sudirman Senayan,
Jakarta,
Telepon : (021) 5725613, 5725608, FAX (021) 5725608,
Web site : www.depdiknas.go.id
e-mail : dpks@depdiknas.go.id
dpkp2002@yahoo.com

41
Catatan :

42

Anda mungkin juga menyukai