Anda di halaman 1dari 12

Perbandingan Pendidikan: Konflik Dikotomi Manajemen Desentralisasi vs Sentralisasi

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Struktur organisasi dalam bidang pendidikan dan pengajaran ditiap negara berbeda-beda. Hal ini
bergantung dari struktur organisasi dan administrasi permerintahan negara masing-masing. Di dalam
negara yang yang berbentuk pemerintahan dan struktur organisasi pemerintahannya cenderung kearah
kediktatoran, dimana segala kekuasaan dipusatkan pada satu orang atau segolongan orang, struktur
organisasi pendidikannya cenderung ke arah sentralisasi. Segala sesuatu yang menyangkut bidang
pendidikan ditentukan dan diselenggarakan oleh pusat secara sentral.

Sebaliknya dalam Negara-negara yang menganut sisem demokrasi dalam pemerintahannya, struktur
organisasi pendidikannya disusun menurut pola-pola demokratis. Kekuasaan dan penyelenggaraan
pendidikan tidak dilakukan secara sentral, melainkan dibagi-bagikan atau diserahakn kepada daerah-
daerah, disesuaikan dengan kondisi dan kepentingan daerah. Demikianlah, struktur organisasi
pendidikan yang pokok ada dua macam: sentralisasi dan desentralisasi. Di antara kedua struktur
tersebut terdapat beberapa campuran, yakni yang lebih cenderung kearah sentralisasi mutlak dan yang
lebih mendekati desentralisasi tetapi beberapa bagian masih diselenggarakan secara sentral.

Meskipun demikian, dalam pelaksanaan strukstur oraganisasi, baik sentralisasi maupun desentralisasi
tetaplah timbul permasalahan yang menghambat jalannya proses pendidikan di antaranya konflik yang
terjadi antara manejemen sentralisasi dan desentralisasi. Oleh sebab itu, makalah ini akan membahas
tentang konflik dikotomi menejemen sentralisasi vs desentralisasi.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, kami merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah manajemen desentralisasi dan sentralisasi pendidikan?

2. Apakah perbedaan sentralisasi dan desentralisasi pendidikan?

C. TUJUAN

Tujuan dari penulisan makalah metode penelitian adalah:

1. Dapat mengetahui manajemen desentralisasi dan sentralisasi dalam pendidikan


2. Dapat mengetahui konflik yang timbul didalam manajemen sentralisasi dan desentralisasi
pendidikan.

3. Mengetahui perbedaan desentralisasi dan desentralisasi pendidikan

BAB II

PEMBHASAN

KONFLIK DIKOTOMI MANAJEMEN DESENTRALISASI VS

SENTRALISASI

Secara teoritis struktur organisasi desentralisasi ditujukan dengan tingkat pengambilan keputusan yang
terjadi dalam organisasi. Dalam struktur desentralisasi, sebagai keputusan diambil pada tingkat hirarki
organisasi tertinggi. Dengan demikian inti dari desentralisasi asalah adanya pembagian kewewenangan
oleh tingkat organisasi diatas kepada organisasi dibawahnya. Implikasi dari hal tersebut adalah
desentralisasi akan membuat tanggung jawab yang lebih besar kepada pimpinan pada tiap organisasi
dalam melaksanakan tugasnya serta memberikan kebebasan dalam bertindak. Dengan desentralisasi
akan meningkatkan independensi para administrator untuk berpikir dan bertindak dalam satu tim tanpa
mengorbankan kebutuhan organisasi.[1]

Istilah desentralisasi manajemen mengandung makna bahwa proses pendelegasian atau pelimpahan
wewenang atau kekuasaan dalam system organisasi diberikan dari pimpinan atau atasan ke tingkat
bawahan. Secara umum tujuan desentralisasi manajemen di dalam kehidupan berorganisasi adalah
untuk meningkatkan efisiensi manajemen dan kepuasan kerja pegawai melalui pemecahan masalah-
masalah yaang berhubungan langsung dengan daerah lokal. Dengan demikian desentralisasi menejemen
pendidikan adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada daerah untuk membuat keputusan
manajemen dan menyusun perencanaan sendiri dalam mengatasi masalah pendidikan, dengan mengacu
kepada system pendidikan nasional. Namun demikian, dalam konsep prakteknyantidak seluruh
kewenangan tersebut dapat di desentralisasikan kewenangan perumusan atau pembuatan kebijakan
nasional mengenai pendidikan meliputi kurikulum, persyaratan-persyaratan tentang guru atau pendidik
disetiap jenjang pendidikan dan kegiatan-kegiatan strategis lainnya yang di pandang lebih efektif, efisien
dan tepat jika tidak didesentralisasikan masih diperlukan sentralisasi.

Istilah Sentralisasi adalah seluruh wewenang terpusat pada pemerintah pusat. Berdasarkan definisi
diatas bisa kita interpretasikan bahwa sistem sentralisasi itu adalah bahwa seluruh decition
(keputuan/kebijakan) dikeluarkan oleh pusat, daerah tinggal menunggu instruksi dari pusat untuk
melaksanakan kebujakan-kebujakan tang telah digariskan menurut UU. Menurut ekonomi manajemen
sentralisasi adalah memusatkan semua wewenang kepada sejumlah kecil manager atau yang berada di
suatu puncak pada sebuah struktr organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pemerintah sebelum
otonomi daerah.kelemahan sistem sentralisasi adalah dimana sebuah kebijakan dan keputusan
pemerintah daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintahan pusat sehingga waktu
untuk memutuskan suatu hal menjadi lebih lama.

Pembaharuan sistem manajemen dalam pemerintah mempumnyai implikasiblangsung terhadap sistem


pendidikan nasional, terutama yang berkaitan dengan mmasalah substansi, proses dan konteks
manajemen penyelenggaraan pembangunan pendidikan. Namun, penyelenggaraan sistem pendidikan
nasional untuk masa-masa mendatang, walaupun telah memiliki perangkat pendukung undang-undang
dan juga masih dihadapkan pada sejumlah faktor yang menjadi tantangan dalam penerapan desentralisi
pendidikan di daerah. Seperti tingkat perkembangan ekonomi dan sisoal budaya setiap daerah, tipe dan
kualitasnkematangan SDM yang diperlukan oleh daerh setempat. Perkembangan ilmu dan teknologi,
perkembangan dunia industri dan tingkat perkembangan lembaga-lembagasatuan pendidikan di setiap
daerah. Ini semua mengisyaratkan perlunya pemikiran dan kajian yang lebih matang dalam menyiapkan
situasi lokal atau lembaga satuan pendidikan, agar desentralisasi dalam menejemen penyelenggaraan
sistem pendidikan nasional dapat dilaksanakan dengan baik.

Desentralisasi manajemen pendidikan berusaha untuk mengurangi campur tangan atau


intervensipejabat atau unit pusat terhadap persoalan-persoalan pendidikan yang sepatutnya bisa
diputuskan dan dilaksanakan oleh unit di tataran bawah, pemerintah daerah, atau masyrakat. Sehingga
diharapkan terjadi pemberdayaan peran unit dibawah atau peran rakyat dan masyarakat daerah. Akan
tetapi, walaupun begitu luasnya otonomi dalam pendidikan diberikan pada daerah, tetapi harus
konsisten dengan sisten konstitusi. Dan walaupun dalam bidang administrasi dan manajemen aspek-
aspek pendidikan yang berkaitan dengan identitas dan integritas bangsa memerlukan standarisasi
nasional melalui komitmen politik. Sedangkan manajemen aspek-aspek spesifik dan model
penyelenggaraan pendidikan menjadi wewenwng masing-masing daerah,sehingga keinginan, kebutuhan
dan harapan semua pihak dapat terpenuhi. Artinya, pencapaian warga negara yang bermutu dapat
diprediksi mempunyai kapabilitas dan keunggulan kompetitif dalam peraturan global.

Desentralisasi merupakan sarana untuk mengembangkan organisasi karna organisasi dapat bergerak
lebih luas dan alur informasi lebih bebas sesuai dengan karakteristik pembuatan keputusannya.
Disamping itu untuk memenuhi kebutuhan pembangunan daerah, desentralisasi adalah pola yang paling
tepat dan relevan dengan tuntutan otonomi tersebut. Kebijakan yang berdimensi lokal adalah semua hal
yang sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat daerah.

Kebijakan seperti ini sebaiknya rakyat (baik melalui DPRD maupun kelompok – kelompk kepentingan
daerah) dan pemerinteh daerah yang memutuskan nya. Memilih lokasi tempat berdiri nya gedung
sekolah, mendidik dan mengangkat guru, menentukan kurikulum lokal dan akan lebih tepat efisien jika
daerah yang melakukan nya. Karena itu pelaksaan desentralisasi manajemen pendidikan sampai
ketingkat satuan pendidikan berdasarkan jenjang pendidikan yang selama ini kita anut, yakni meliputi
jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi. Diperlukan pola-pola desentralisasi
manajemen yang relefan. Desentralisasi jenjang pendidikan biasa dipilih apakah semua jenjang
pendidikan biasa ditangani oleh pemerintah daerah, atau hanya terbatas jenjang pendidikan tertentu
sesuai dengan kemampuan pemerintah di daerah.
Desentralisasi pendidikan ini meliputi kekuatan kebijakan yaitu: mendapat dukungan yang kuat dari
beberapa pihak, khususnya dari para wakil rakyat yang menduduki DPR-RI, sebagai hal yang telah lama
ditunggu-tunggu menyusul adanya perubahan sosial politik, dan kesiapan anggaran yang cukup dengan
ditetapkannya anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN tahun 2003.[2]

Ruang lingkup desentralisasi manajemen pendidikan, desentralisasi pemerintah negara membawa


implikasi terhadap ruang lingkup (substansi), proses, dan konteks pembangunan pendidikan, dan para
implementasinya dalam bidang pendidikan, dan memerlukan model-model yang relefan sesuai dengan
konteks dan karakteristik.[3]

Dalam aspek ini, terdapat tiga model desentralisasi pendidikan yaitu:

1. model manajemen berbasis lokasi ialah model yang dilaksanakan dengan meletakan semua urusan
penyelenggaraan pendidikan pada sekolah.

2. Model pengurangan administrasi pusat merupakan konsekuensi dari model pertama.

3. Medel ke tiga, inovasi kurikulum menekankan pada inovasi kurikulum sebesar mungkin untuk
meningkatkan kualitas dan persamaan hak bagi semua peserta didik. Kurikulum disesuaikan benar
dengan kebutuhan peserta didik di sekolah- sekolah dan terbesar padadaerah yang bervariasi.

Terlepas dari bidang garapan yang didesentralisasikan, sebenarnya aspek utama yang perlu disiapkan
ialah adanya peraturan perundang-undangan sebagai produk kebijakan nasional yang dijadikan
perangkat kendali sistem manajemen, sekaligus yang mengatur isi dan luas kewenangan setiap bidang
yang didesentralisasikan. Aspek inilah yang akan memberi corak, jenis dan bentuk-bentuk desentralisasi
dalam manajemen pendidikan. Artinya, substansi desentralisasi manajemen pendidikan harus pula
menyertakan peraturan perundang-undangan yang mengatur batas-batas kewenangan, serta
bagaimana peraturan perundang-undangan mengikat secara hukum terhadap bidang-bidang
manajemen. Berdasarkan gambaran tersebut, maka substansi desentralisasi dalam bidang manajemen
pendidikan, paling sedikit berkenaan dengan aspek-aspek: perundang-undangan pendidikan, struktur
organisasi, dan kelembagaan pendidikan, pengembangan kurikulum prasarana pendidikan dan
pembiyayaan pendidikan.

A. MANAJEMEN SENTRALISASI VS DESENTRALISASI

Konsep desentralisasi dan sentralisasi mengacu pada sejauh mana wewenang telah dilimpahkan,
wewenang dari satu tingkatan manajemen kepada tingkatan berikutnya yang berada dibawahnya, atau
tetap ditahan pada tingkat puncak (sentralisasi). Manfaat desentralisasi sama dengan manfaat delegasi
yaitu melepaskan beban manajemen puncak, penyempurnaan pengambilan keputusan, latihan,
semangat kerja, dan inisiatif yang lebih baik pada tingkatan yang lebih rendah. Manfaat-manfaat itu
begitu menarik sehingga menganggu kita untuk berfikir desentralisasi sebagai hal yang baik dan
sentralisasi sebagai hal yang kurang baik. Namun demikian desentralisasi menyeluruh, tanpa koordinasi
dan integrasi/ pemaduan yang efisien, tanpa pengendalian tetap. Oleh karena itu, persoalanya bukan
suatu organisasi harus melakukan desentralisasi, tetapi sejauh mana harus didesentralisasikan. Kita
ambil contoh kasus manajemen pendidikan dasar. Berdasarkan PP No. 28 Tahun 1990 manajemen
pendidikan dasar cenderung kearah sentralistik. Dapat dimengrti karena PP tersebut keluar dari UUSPN
No. 2 Tahun 1989. Suatu sistem tentunya harus efektif, secara teknis harus efisien agar kelulusan
bermutu tinggi. Akan tetapi, pada pihak lain pembangunan nasional harus ditingkatkan atau
dikembangkan dari asas otonomi, yang mendorong prakarsa, kreativitas yang tumbuh dari bawah, dan
sarana untuk mencapai itu adalah pendekatan desentralisasi.[4]

Pertanyaan yang timbul, mengapa penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan dasar bersifat
sentralistik. Dan dibeberapa negara hampir semua negara pembiyayaan pendidikan dasar secara
langsung sepenuhnya tanggung jawab pemerintah pusat dan dibebaskan beban biaya orang tua. Hal ini
didasarkan atas pemikiran bahwa pendidikan dasar merupakan kebutuhan dasar manusia (basic needs).
Sebagai mana diamanatkan oleh UUD 1945 pasal 31, bahwa bidang-bidang keidupan yang berkenaan
dengan hajat hidup orang banyak ialah kebutuhan dasar. Oleh karena itu, penyelenggaraan dan
pengelolaan pendidikan dasar merupakan legitimasi pemerintah. Desentralisasi manajemen pendidikan
dasar dapat diartikan pengurangan legitimasi pemerintah pusat meskipun tidak seharusnya demikian.[5]

Dalam praktiknya manajemen yang tampak pada masyarakat dinegara kita ialah cenderung pada
sentralisme yang berlabihan dengan berbagai sistem petunjuk dan pengarahan. Praktek semacam ini
jelas kurang sesuai dengan kondisi perkembangan masyarakat sekarang yang semakin rasional, semakin
kompetitif, sehingga pendekatan manajemen yang transparan sangat diperlukan untuk membuka
berbagai kesempatan untuk maju secara fair bagi semua anggota masyarakat.

Manajemen pendidikan dasar dewasa ini ialah pendekatan manajemen secara sentralisasi atau
desentralisasi. Jika PP No 65 Tahun 1951 adalah pemberian sebagian wewenang kepada daerah untuk
menyelenggarakan pendidikan dasar, dan hal ini mendapat wadahnya dalam UU No. 5 Tahun 1974
mengenai pemerintahan didaerah yang menjurus kepada pemberian otonomi kepada daerah.
Sebaliknya jika PP No. 28 Tahun 1990 cenderung kearah pendekatan manajemen yang sentralistik. Hal
ini mudah dimengerti karena PP tersebut keluar dari UU No.2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan
nasonal. Sebagai suatu sistem tentunya ia harus efektif, secara teknis sistem itu harus efisien agar
keluaran dari sistem itu bermutu tinggi. Dengan sendirinya PP yang mengatur pelaksanaan sistem itu
haruslah bersifat teknis.

Disatu pihak kita menginginkan pembangunan kita lama kelamaan haruslah tumbuh dari bawah, dan
sarana untuk mancapainya ialah dengan pendekatan desentralisasi. Di pihak lain sistem pendidikan
nasional kita semakin ditingkatkan mutunya. Dai suatu sistem meminta penyelenggaraan yang lugas,
efisien, dan oleh sebab itu cenderung kepada sentralisasi.

Di satu pihak kita menginginkan pembangunan kita lama kelamaan haruslah tumbuh dari bawah,dan
sarana untuk mencapainya ialah dengan pendekatan desentralisasi. Di pihak lain sistem pendidikan
nasional kita semakin ditingkatkan mutunya. Dari suatu sistem meminta penyelenggaraan yang lugas,
efisien, dan oleh sebab itu cenderung kepada sentralisasi.
Kedua jenis pendekatan manajemen pendidikan dasar itu tidak bertentangan dengan satu dengan yang
lain, kedua pendekatan ini mempunyai kekuatan kelebihannya masing-masing, bergantung pada situasi
dan kondisi tahap pembangunan serta syarat-syarat onyektif lainnya yang dalam ilmu manajemen
disebut managerial environment. Managerial environment merupakan suatu tuntutan logis bahwa
pembangunan akan lebih berhasil dan langgeng apabila inisiatif dan tanggung jawab lebih dekat dengan
manajemen sentralisasi.

Kecenderungan kepada pendekatan manajemen sentralistik menurut beberapa pendektan para ahli
berakar pada faktor-faktor sejarah dan budaya kita yang menghambat pengembangan kewiraswastaan
serta sumber pengembangan kelembagaan serta pengelolaan. Praktik manajemen yang tampak dalam
masyarakat ialah kecenderungan kepada sentralisme yang berlebihan dengan berbagai sistem petunjuk,
dan pengarahan dalam dikhotomi pemikiran sentralisasi-desentralisasi manajemen, ada 7 unsur yang
merupakan poros-poros penentu perumusan strategi pengelolaan yaitu sebagai berikut:

1. Wawasan Nusantara

Kehidupan politik suatu bangsa oleh ideologi bangsa itu, dalam hal ini ideologi pancasila. Pancasila
sebagai ideologi mengikat dan mempersatukan bangsa Indonesia dalam mencapai tujuanya bernegara
ialah suatu masyarakatadil dan makmur. Kenyataan bahwa masyarakat dan bangsa Indonesia beraneka
ragam, tidak menjadi halangan bersatunya bangsa Indonesia diatas keanekaragaman subbudaya yang
ada. Sudah tentu rasa kesatuan dan persatuan sebagai bangasa itu merupakan suatu proses, yaitu suatu
proses kesadaran diri masing-masing warganegara. Proses kesadaran itu antara lain terjadi melalui
mekanisme pemerintah dan melalui proses pendidikan. Kedua kekuatan ini erat kaitanya. Tingkat
pendidikan suatu masyarakat yang relative masih rendah, memerlukan bimbingan dan petunjuk dari
atas atau dari pemerintah. Dengan kata lain semakin rendah tingkat pendidikan suatu bangsa semakin
sederhana mekanisme pemerintah ialah sentral yang kuat.

Pendekatan sentralisasi dalam manajemen mempunyai posisi yang sangat strategis dalam
mengembangkan kehidupan serta kohesi nasional, dalam jenjang pendidikan dapat diletakkan dasar-
dasar yang kokohbagi ketahanan nasional dan kepribadian nasional, apresiasi budaya nasional dan
daerah, nilai-nilai patriotisme dan cinta tanah air sebagai Negara Kesatuan. Pendekatan desentralisasi
manajemen pendidikan cenderung memberi prioritas kepada penghayatan-penghayatan nasionalisme
yang konkrit dan menjauhi hal-hal yang abstrak seperti nasionalisme, patriotisme, dan cita-cita Nasional.

Desentralisasi manajemen pendidikan dapat diartikan pengurangan legitimasi pemerintah pusat


meskipun tidak seharusnya demikian. Berbagai mekanisme lainnya dapat digunakan oleh pemerintah
pusat dalam upaya tetap memegang kontrol penyelenggaraan pendidikan.

Jadi, berdasarkan pernyataan diatas banyak keuntungan dari penerapan pendekatan desentralisasi
dalam manajemen pendidikan yang didesentralisasikan.

2. Demokrasi
Demokrasi adalah salah satu paham dalam penyelenggaraan Negara kita, dan juga sebagai salah satu
asas dasar Negara Pancasila ialah kerakyatan. Asas kerakyatan berarti percaya kepada kekuatan rakyat
sendiri dalam menegakkan dan mewujudkan Negara kesatuan yang adil dan makmur. Oleh sebab itu
suatu pendekatan yang sentralistik dan kaku, dengan sendirinya akan mematikan asas demokrasi.
Pandangan hidup demokratis tidak mungkin hidup dalam masyarakat totaliter debgan sistemnya yang
sentralistik.

Penyelenggaraan pendidikan dasar yang sangat sentralistikakan menghalangi kehidupan yang


demokratis ddan nilai-nilai demokratis yang kita lihat di Negara-negara komunis pra-reformasi.
Sebaliknya penyelenggaraan pendidikan dengan pendekatan desentralisasi dengan sendirinya meminta
partisipasi nyata masyarakatnya. Penyelenggaraan pendidikan berdasarkan asas-asas demokrasi ialah
mengikutsertakan unsur-unsur pemerintah setempat, masyarakat dan orang tua yang saling bahu-
membahu menyelenggarakan pendidika yang dikehendaki bagi anak-anaknya, dengan berpedoman
dengan patokan –patokan umum yang berlaku. Pendekatan sentralistik memerluka organisasi yang kuat
dan biasanya kaku. Semua keputusan diambil secara sentral dari atas kebawah mengikuti jalur-jalur
birokasi yang kaku. Semua kegiatan berdasarkan perintah dan intruksi.

3. Kurikulum

Kurikulum pada dasarnya merupakan program pendidikan. Setiap program tentunya mempunyai
tujuan. Memang menurut UU No. 2 Tahun 1989, tujuan pendidikan nasional sudah dirumuskandalam
pasal 4. Namun disamping tujuan akhir, juga ada tujuan sementara dan ada tujuan instrumental. Dalam
manajemen pendidikan dasar yang sentralistik, tidak ada masalah dalam mencapai konsensus mengenai
berbagai tujuan pendidikan. Oleh sebab itu akan memudahkan penyusunan silabus, buku teks dan buku
bacaan, pendidikan dan pelatihan guru, supervise dan evaluasi. Dan persoalan menjadi lain apabila
manajemen pendidikan dasar itu berdasarkan desentralisasi yang tentunya diperlukan berbagai program
dan sarana yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah.[6]

Desentralisasi manajemen kurikulum berkenaan dengan kemampuan daerah dalam aspek relevansi.
Permasalahan relevansi pendidikan selama ini diarahkan pada kurangnya kepercayaan pemerintah pada
daerah untuk menata sistem pendidikannya yang setara dengan kondisi objektif didaerahnya. Situasi ini
memacu terciptanya pengangguran lulusan akibat tidak relevannya kurikulum dengan kondisi dengan
kondisi daerah. Karena itu, desentralisasi kurikulim menjadi alternatif yang harus dilakukan.

4. Proses belajar mengajar

Manajemen pendidikan yang sentralistikcenderung menggunakan kurikulum nasional yang kaku dan
sesuai dengan sifatnya beberapa abstraksi yang menampung berbagai aspirasi nasional, regional,
maupun lokal. Kondisi ini membawa isi pendidikan , terutama pendidikan dasar menjadi sangat
akademik sifatnya. Proses belajar mengajar menjadi sangat rutin dan mekanistik karena bertujuan
menguasai standar nasional. Dilihat dari segi peningkatan mutu pendidikan, pendekatan sentralistik ini
memang sangat efisien. Sedangkan penyelenggaraan pendidikan dasar yang desentralistik memberikan
peluang penyajian situasi belajar mengajar yang konkret sehingga dengan demikian proses pengesahan
penalaran dapat terjadi secara wajar, dan oleh sebab itu akan lebih berhasil.
5. Efisiensi

· Efisiensi eksternal

Penyelenggaraan pedidikan yang dikelola secara sentralistik cenderung melahirkan suatu sistem yang
sangat makro dan tidak memperhitungkan kebutuhan daerahyang beraneka ragam. Kurikulum nasional
yang baku, cara penyampaian yang mekanistik, sistem ujian nasional yang sentralistik, semua
merupakan mekanisme yang menjauhkan sistem pendidikan dari relevansinya terhadap kebutuhan
kehidupan yang nyata. Oleh sebab itu antara keluaran sistem pendidikan dengan lapangan kerja atau
kehidupan nyata hampir tidak klop. Pengetahuan, tingkah laku, keterampilan yang disajikan tidk relavan
atau sangat jauh dari kebutuhan.

Desentralisasi manajemen pendidikan juga tidak dengan sendirinya akan meningkatkan efisiensi
eksternal sistem pendidikan.

Desentralisasi merupakan syarat, tetapi belum mencukupi untuk menanggulangi kesenjangan antara
sistem pendidikan dengan dunia kerja. Antara kedua dunia itu harus ada keterlibatan simbiotik yang
telah direkayasakan dalam sistem yang menyangkut keterlibatan berbagai sektor yang terkait

· Efisiensi internal

Sebab-sebab rendahnya efisiensi internalsistem pendidikan dasar kita ditunjukan oleh masih tingginya
angka repitisi dan angka drop out. Sebab-sebab ekonomis dari drop out yang tinggi juga disebabkan oleh
manajemen yang terlalu sentrlistik, yang kurang memperhatikan keterbatasan kemampuan ekonomi
orang tua, atau faktor kemiskinan. Masalah kemiskinan hanya bisa dipantau dengan pendekatan di
lapangan. Oleh sebab itu, manajemen pendidikan yang didesentralisasikan akan lebih mampu
memantau tingginya angka drop out dengan sebab-sebabnya sehingga dapat dilakukan langkah-langkah
penanggulangan, misalnya dengan mengalakan program orang tua asuh, membantu memperbaiki dan
meningkatkan pendapatan keluarga serta usaha-usaha lainnya dalam penanggulangan kemiskinan.

6. Pembiayaan pendidikan

Salah satu persoalan dalam desentralisasi manajemen pembiayaan pedidikan apabila diserahkan
sepenuhnya kepada pemerintanh daerah ialah adanya pemikiran untuk menerapkan pendekatan
ekonomi dalam pendidikan. Pendekatan ekonomi dalam menganalisis dalam pendidikan memberikan
kontribusi sekurang-kurangnya terhadap dua hal yaitu analisis afaktivitas yang berarti analisis
penggunaan biaya yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan, dan analisis efisiensi
penyelenggaraan pendidikan.

Mobilitasasi sumber pendidikan tidak dapat terjadi dalam pendekatan manajemen pendidikan dasar
yang sentralistik. masyarakat tidak akan menghayati untuk apa dia berpartisipasi karena dia tidak
mengetahui urgensi kebutuhannya. Oleh sebab itu desentralisasi pendidikan, yang berarti mendekatkan
pendidikan dasar itu kepada masyarakat, akan dapat memobilisasi dan menjaring sember yang ada
dalam masyarakat untuk kepentingan pendidikan.
Desentralisasi manajemen pendidikan memerlukan persiapan dalam perencanaan dan manajemen
karena pengalaman beberapa Negara menunjukan kegagalan karena kedua jenis keterampilan itu tidak
dipersiapkan sehingga apa yang disebut partisipasi masyarakat sekadar slogan tanpa arti.

7. Ketenangan

Pengadaan tenaga kependidikan selalu disentralisasi. Puncak pengadaan tenaga guru SD terjadi pada
waktu kebutuhan tenaga guru bertambah secara derastis. Pengadaan dan pemanfaatan guru sekolah
dasar ditangani secara desentralisasi karena masalah penepatanya harus betul-betul berdasarkan
keadaan pada sekolah-sekolah secara individual.

B. Struktur Sentralisasi dan Desentralisasi

Organisais dalam bidang manajemen pendidikan dan pengajaran tiap Negara berbeda-beda. Hal ini
bergantung pada struktur organisasi administrasi pemerintahan Negara masing-masing. Struktur
organisasi manajemen pendidikan ada dua macam,yaitu:[7]

1. Struktur sentralisasi

Di negara-negara organisasi pendidikannya dijalankan secara sentral, yakni yang kekuasaan dan
tanggung jawab nya dipusatkan pada suatu badan di pusat pemerintahan, maka pemerintah daerah
kurang sekali atau sama sekali tidak mengambil bagian dalam administrasi apapun. Jika ada bagian-
bagian yang dikerjakan oleh pemerintah daerah atau wilayah-wilayah selanjutnya, semuanya hanyalah
merupakan pekerjaan-pekerjaan perantara. Sebagai penyambung atau penyalur ketetapan-ketetapan
dan instruksi-instruksi dari pusat untuk dilaksansakan di sekolah. Sesuai dengan sistem sentralisasi
dalam organisasi pendidikan ini, kepala sekolah dan guru-guru dalam kekuasaan dan tanggung
jawabnya, serta dalam prosedur-prosedur pelaksanaan tugasnya, sengat dibatasi oleh peraturan-
peraturan dan instruksi-instruksi dari pusat yang diterimanya melalui hirarchi atasannya. Segala kegiatan
yang dilakukan di sekolah haruslah sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada, dan setidak-tidaknya
telah mendapatkan izn terlebih dahulu dari pusatsebelum mereka berbuat menyimpang dari kebiasaan-
kebiasaan yang berlaku.

Dalam sistem sentralisasi semacam ini, ciri-ciri pokok yang sangat menonjol ialah keharusan adanya
uniformitas (keseragaman) yang sempurna bagi seluruh daerah dilingkungan Negara itu. Misalnya
keseragaman dalam organisasi sekolah, rencana pelajaran, buku-buku pelajaran, metode-metode
mengajar, soal-soal dan waktu penyelenggaraan ujian tanpa memperhatikan keragaman dan keadaan
daerah masing-masing.

Dari uraian diatas, jelaslah bahwa sistem sentralisasi yang eksterm seperti itu banyak mengandung
keburuan-keburukan. Adapun keburukan/ keberatan yang principal ialah:
a. Ahwa administrasi yang demikian cenderung kepada sifat-sifaat otoriter dan birokasi.
Menyebabkan para pelaksana pendidikan baik para pengawas maupun kepala sekolah serta guru-guru,
menjadi orang pasif dan bekerja secara rutin dan tradisional belaka.

b. Organisasi dan administrasi berjalan sangat kaku dan seret, disebabkan oleh garis-garis kominikasi
antara sekolah dan pusat sangat panjang dan berbalit-belit sehingga kelancaran penyelesaian
persoalan-persoalan kurang dapat terjamin.

c. Karena terlalu banyak kekuasaan dan pengawasan sentral, timbul penghalang-penghalang bagi
inisiatif setempat, dan mengakibatkan uniformitas yang mekanis dalam administrasi pendidikan, yang
biasanya hannya Mmpu sekadar membawa hasil-hasil pendidikan yang sedang atau sedikit saja.

2. Struktur desentralisasi

Di Negara-Negara yang organisasi pendidikannya di desentralisasi, pendidikan bukan urusan pemerintah


pusat, melainkan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dan rakyat setempat. Penyelenggaraan
dan pengawasan sekolah-sekolah pun berada sepenuhnnya dalam tangan penguasa daerah. Campur
tangan pemerintah pusat terbatas paada kewajiban-kewajiban tentang pemberian tanah subsudu,
penyelididkan-penyelididkan, nasihat-nasihatdan konsultasi, serta program pendidikan bagi orang-orang
luar negeri. Kemudian pemerintah daerah membagi-bagikan lagi kekiasaannya kepada daerah yang lebih
kecil lagi, seperti kabupaten/ kotapraja, kecamatan dan seterusnya. Dalam penyelenggaraan
danpembangunan sekolah, sesuai dengan kemampuan, kondisi-kondisi,dan kebutuhn masing-masing.
Tiap daerah atau wilayah diberi otonomi yang sangat luas yang meliputi anggaran biaya, rencana-
rencana pendidikan, penentuan personil/ guru, gaji guru-guru/ pegawai sekolah, buku-buku pelajaran,
juga tentang pembangunan, pemakaian, serta pemeliharaan gedung sekolah.

Dengan struktur organisasi pendidikan yang dijalankan secara desentralisasi seperti ini, kepala sekolah
tidak semata-mata merupakan seorang guru kepala, tetapi seorang pemimpin profesionaldengan
tanggung jawab yang luas dan langsung terhadap hasil-hasil yang dicapai oleh sekolahnya. Ia
bertanggung jawab langsung terhadap pemerintah dan masyarakat setempat. Hal ini disebabkan karena
kepala sekolah dan guru-guru adalah petugas-petugas atau karyawan-karyawan pendidik yang dipilih,
diangkat, dan diperhentikan oleh pemerintah setempat.

BAB III

KESIMPULAN

Istilah desentralisasi manajemen mengandung makna bahwa proses pendelegasian atau pelimpahan
wewenang atau kekuasaan dalam system organisasi diberikan dari pimpinan atau atasan ke tingkat
bawahan. Secara umum tujuan desentralisasi manajemen di dalam kehidupan berorganisasi adalah
untuk meningkatkan efisiensi manajemen dan kepuasan kerja pegawai melalui pemecahan masalah-
masalah yaang berhubungan langsung dengan daerah lokal. Dengan demikian desentralisasi menejemen
pendidikan adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada daerah untuk membuat keputusan
manajemen dan menyusun perencanaan sendiri dalam mengatasi masalah pendidikan, dengan mengacu
kepada system pendidikan nasional. Namun demikian, dalam konsep prakteknyantidak seluruh
kewenangan tersebut dapat di desentralisasikan kewenangan perumusan atau pembuatan kebijakan
nasional mengenai pendidikan meliputi kurikulum, persyaratan-persyaratan tentang guru atau pendidik
disetiap jenjang pendidikan dan kegiatan-kegiatan strategis lainnya yang di pandang lebih efektif, efisien
dan tepat jika tidak didesentralisasikan masih diperlukan sentralisasi.

Desentralisasi merupakan sarana untuk mengembangkan organisasi karna organisasi dapat bergerak
lebih luas dan alur informasi lebih bebas sesuai dengan karakteristik pembuatan keputusannya.
Disamping itu untuk memenuhi kebutuhan pembangunan daerah, desentralisasi adalah pola yang paling
tepat dan relevan dengan tuntutan otonomi tersebut. Kebijakan yang berdimensi lokal adalah semua hal
yang sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat daerah.

Istilah Sentralisasi adalah seluruh wewenang terpusat pada pemerintah pusat. Berdasarkan definisi
diatas bisa kita interpretasikan bahwa sistem sentralisasi itu adalah bahwa seluruh decition
(keputuan/kebijakan) dikeluarkan oleh pusat, daerah tinggal menunggu instruksi dari pusat untuk
melaksanakan kebujakan-kebujakan tang telah digariskan menurut UU. Menurut ekonomi manajemen
sentralisasi adalah memusatkan semua wewenang kepada sejumlah kecil manager atau yang berada di
suatu puncak pada sebuah struktr organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pemerintah sebelum
otonomi daerah.kelemahan sistem sentralisasi adalah dimana sebuah kebijakan dan keputusan
pemerintah daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintahan pusat sehingga waktu
untuk memutuskan suatu hal menjadi lebih lama.

Daftar Pustaka

Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. Manajemwn Pendidikan.


Bandung: Alfabeta. 2012 Hal. 23-24

Sam M. Chan dkk. Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: rajawali pers.2010. hal 10

Tim Dosen Administrasi Penndidikan Universitas Pendidikan Indonesia. Manajemen Pendidikan.


Bandung: alfabeta.2012 hal26

Nanang Fatah,Landasan Manajemen Pendidikan Bandung:PT. Remaja Rosdakarya. Hal. 78-80

H.A.R. Tilar. Mannnajemen Pendidikan Nasional.Bandung:PT.Remaja Rosdakarya. Hal.33-46

Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. Manajemen Pendidikan,


Bandung : Alfabeta,2012 hal 41
M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya hal 128-
131

[1] Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. Manajemwn Pendidikan.
Bandung: Alfabeta. 2012 Hal. 23-24

[2] Sam M. Chan dkk. Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: rajawali pers.2010. hal 10

[3] Tim Dosen Administrasi Penndidikan Universitas Pendidikan Indonesia. Manajemen Pendidikan.
Bandung: alfabeta.2012 hal26

[4] Nanang Fatah,Landasan Manajemen Pendidikan Bandung:PT. Remaja Rosdakarya. Hal. 78-80

[5] H.A.R. Tilar. Mannnajemen Pendidikan Nasional.Bandung:PT.Remaja Rosdakarya. Hal.33-46

[6] Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. Manajemen Pendidikan,
Bandung : Alfabeta,2012 hal 41

[7] M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya hal
128-131

Anda mungkin juga menyukai