Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

DAMPAK DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP


BERLAKUNYA PP NOMOR 48 TAHUN 2014 DI KECAMATAN
HARJAMUKTI KOTA CIREBON

A. Dampak Implementasi PP Nomor 48 Tahun 2014 Terhadap


Masyarakat Di Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 mengatur biaya
pernikahan di luar maupun di dalam KUA, di luar KUA/di luar jam kerja
dikenakan tarif Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) dan di dalam KUA
dikenakan tarif Rp. 0,- (nol rupiah) atau gratis. Mengenai dampak yang
timbul dari Peraturan Pemerintah tersebut penulis berhasil merangkum
beberapa tanggapan informan yang telah diwawancara oleh penulis terkait
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014.
Dampak yang sering terjadi di masyarakat khususnya masyarakat
yang awam atas dikeluarkannya Peraturan Pemerintah tersebut ketika
melakukan transaksi pembayaran, sudah diketahui bahwa untuk
melakukan pembayaran biaya nikah itu dilakukan di Bank bukan langsung
di KUA, mereka pun menilai pembayaran melalui bank dirasa merepotkan
seperti yang diutarakan Pak Wawan warga Argasunya selaku pengantin
laki-laki yang menikah pada tahun 2017. Menurut beliau:
“Dulu saya membayar ke bank mas, memang untuk nominalnya
saya membayar sesuai yang ada di KUA, sejujurnya sih agak
sedikit repot ketika pembayaran harus dilakukan di bank.”1

Tidak bisa dipungkiri lagi pernikahan merupakan sesuatu yang


sangat penting dalam ajaran Islam, meskipun dari segi peraturan memang
sesekali ada hal yang membuat orang yang melakukan pernikahan merasa
keberatan, namun itu tidak bisa begitu saja dihindarkan oleh para pelaku
pernikahan.
Disisi lain pembayaran melalui bank harus rela bolak-balik dan
antri di bank, ada juga yang merasa keberatan dengan jumlah nominal

1
Hasil Wawancara dengan Pak Wawan di Kediamannya Pada Hari Minggu 07 Juli 2019
Pukul 14.23 WIB

51
antara pernikahan di luar dan di dalam KUA sangat berbeda jauh seperti
yang dikemukakan Pak Ade dan Ibu Sri, pasangan dari kelurahan Kecapi:
“Kalau harus jujur nikah itu harusnya tidak usah bayar atau
gratis, yang penting kan akadnya itu. Wali, saksi yang kayak gitu
kan kalau semuanya ada bisa langsung nikah tanpa harus bayar.”2

Bapak Endi (warga Larangan) selaku orangtua yang sudah


menikahkan anaknya berendapat, bahwa beliau senang dengan berlakunya
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014, menurut Pak Endi:
“Peraturan pemerintah Tarif Rp. 0,- atau gratis pas menikah di
KUA ini sangat membantu masyarakat khususnya di Kecamatan
Harjamukti ini yang kurang mampu untuk menikah di luar KUA,
berarti memang sudah benar KUA ini menggunakan peraturan
pemerintah yang pasti resmi dan harus kita taati bersama”. Ucap
Pak Endi3

Kecamatan Harjamukti dikategorikan sebagai kalangan ekonomi


rendah. Profesi sebagai buruh kuli bangunan tidak menjamin kebutuhan
karena profesi tersebut tidak selalu ada, bahkan jika tidak bisa saja tidak
ada sama sekali sehingga masyarakat menjadi pengangguran.
Dalam hal penegakan hukum, KUA Kecamatan Harjamukti telah
melaksanakan PP Nomor 48 Tahun 2014 sesuai dengan peraturan
pemerintah yang berlaku, yaitu biaya nikah yang dilakukan pada jam kerja
KUA atau diluar jam kerja sesuai dengan apa yang tertuang dalam
peraturan pemerintah tersebut.
Ketika pertama kali mendengar Peraturan Pemerintah Nomor 48
Tahun 2014, Pak Heri (warga Harjamukti) yang sudah pernah melakukan
pernikahan sebenarnya tidak mengetahui akan isi dari PP Nomor 48 Tahun
2014, hasil wawancara dengan Pak Heri:
“Saya baru tau kalau tarif nikah itu peraturan pemerintah mas,
saya kira itu peraturan dari KUA”.4 Ujar Pak Heri

2
Hasil Wawancara dengan Pak Ade dan Ibu sri di Kediamannya Pada Hari Mingu 07 Juli
2019 Pukul 15.35 WIB
3
Hasil Wawancara dengan Endi di Kediamannya Pada Hari Sabtu 06 Juli 2019 Pukul
12.05 WIB
4
Wawancara dengan Pak Heri di Kediamannya pada Hari Minggu tanggal 07 Juli 2019
Pukul 14.02 WIB

52
Pak Heri mengira uang yang dibayarkannya itu berdasarkan
peraturan dari KUA itu sendiri, beliau sama sekali tidak tahu apa itu
Peraturan Pemerintah yang sebenarnya mengeluarkan peraturan tersebut.
Kebanyakan masyarakat tidak mau tahu dan tidak mau ambil pusing ketika
akan melangsungkan pernikahan termasuk Pak Heri sendiri, beliau hanya
ingin proses cepat dan bisa melangsungkan pernikahan dengan tenang.
Dalam hal akurasi, yaitu dimana pelayanan publik dapat diterima
dengan benar, tepat dan sah.5 Sistem yang dibuat oleh KUA Kecamatan
Harjamukti sudah diterima dengan benar dan tepat dalam hal biaya nikah
yaitu pada PP Nomor 48 Tahun 2014 sebesar Rp. 600.000,- dan Rp. 0,-
untuk calon pengantin yang tidak mampu dengan menunjukkan Surat
Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Dan pihak KUA Kecamatan
Harjamukti sudah bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan
publik, seperti terlaksananya proses perkawinan pada saat akad nikah.
Seperti yang dilontarkan Pak Eman (warga Kalijaga) seorang
bapak yang menikahkan putrinya sekitar tahun 2016, menurut beliau pada
dasarnya masyarakat yang ingin melangsungkan pernikahan pasti tidak
mau susah payah mengurus sesuatunya di KUA. Namun hal ini kembali
lagi ke diri kita masing-masing, peraturan pemerintah tentang biaya nikah
pada PP Nomor 48 Tahun 2014 itu kan bukan KUA yang membuatnya
sehingga apa yang dilakukan pihak KUA sebenarnya juga untuk
memudahkan kita masyarakat yang hendak melangsungkan pernikahan.6
1. Dampak Dari Segi Yuridis
Pada dasarnya tugas pokok dan fungsi tiap Kantor Urusan Agama
(KUA) Kecamatan adalah sama, yakni menyelenggarakan atau
melaksanakan tugas Kantor Urusan Agama Kabupaten atau Kota Madya di
bidang urusan Agama Islam di wilayah kecamatan.
Dari penelitian yang penulis lakukan khususnya Kantor Urusan
Agama di wilayah Kecamatan Harjamukti mengenai pelaksanaan
penetapan biaya nikah, dampak dari penerapan Peraturan Pemerintah
5
Bambang Istianto, Manajemen Pemerintahan dalam Perspektif Pelayanan Publik,
(Jakarta: Mitra Wicana Media, 2011), 111
6
Hasil Wawancara dengan Pak Eman di Kediamannya Pada Hari Minggu Tanggal 07 Juli
2019 Pukul 16.55 WIB

53
Nomor 48 Tahun 2014 secara yuridis tidak mempengaruhi apapun terkait
penerapan tersebut. Di wilayah Kecamatan Harjamukti bisa dibilang sudah
baik menerapkan Peraturan Pemerintah tersebut, yakni:
a) Gratis atau Rp. 0,00 (nol rupiah) jika proses akad nikah dilakukan
pada jam kerja di Kantor Urusan Agama (KUA) dan bagi masyarakat
yang tidak mampu disertai dengan surat keterangan dari desa yang
diketahui oleh kecamatan.
b) Dikenakan biaya Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) jika akad
nikah dilakukan diluar kantor dan atau diluar hari kerja.
2. Dampak Dari Segi Administratif
Sudah menjadi tradisi di Indonesia ketika melangsungkan
pernikahan seluruh anggota keluarga, kerabat bahkan teman yang pernah
dikenal hadiri dalam pernikahan tersebut. Sehingga Bapak Dedi Supriyadi
(warga Kecapi) selaku orang tua yang menikahkan anaknya memberikan
tanggapan positif atas diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 48
Tahun 2014, menurut beliau:
“Ketika pembayaran biaya nikah itu dengan membayar Rp.
600.000,- di Bank memberikan kejelasan terhadap digunakannya
uang yang dibayarkan masyarakat kepada pemerintah, karena
sudah kita ketahui bahwa banyak sekali kasus-kasus korupsi di
Negara kita ini”. Ucap Pak Dedi Supriyadi7

Pak Subadriya (warga Harjamukti) yang merupakan salah satu


informan yang baru-baru ini sudah melangsungkan pernikahannya di KUA
Kecamatan Harjamukti, beliau menuturkan beberapa komentar terkait
pertanyaan yang penulis lontarkan ketika wawancara. Menurut beliau:
“Peraturan Pemerintah terkait biaya nikah sebenarnya sangat
membantu, tetapi ada sisi kurangnya juga mas. Pernikahan yang
merupakan peristiwa sakral yang sangat di damba-dambakan oleh
kalangan muda ini seharusnya dilakukan dengan berbagai acara
lain yang bisa memeriahkan, tidak hanya sebatas ijab qabul saja.
Tapi apa boleh buat, bagi saya khususnya cukup dengan
melangsungkan pernikahan di KUA saja yang gratis tanpa harus
bingung mencari biaya lain untuk ini itu”.8 Ujar Pak Subadriya

7
Hasil Wawancara dengan Pak Dedi Supriyadi di Kediamannya Pada Hari Minggu 07
Juli 2019 Pukul 09.42 WIB
8
Wawancara dengan Pak Subadriya di Kediamannya pada Hari Sabtu tanggal 06 Juli
2019 Pukul 10.06 WIB

54
Pendapat dari Pak Subadriya diatas menggambarkan bahwa
keinginan untuk bisa membuat acara pernikahan lebih meriah itu perlu
adanya biaya tambahan. Sehingga ini yang menjadi problematika di
masyarakat yang menganggap biaya pernikahan itu mahal, yang
sebenarnya biaya pernikahan itu tidak mahal bahkan bisa juga gratis.
Namun balik lagi kepada masing-masing, jika ingin memeriahkan acara
pernikahan maka harus siap-siap mengeluarkan dana yang lebih banyak
lagi, jika tidak maka KUA jalan terbaik untuk bisa melakukan pernikahan
dengan tanpa biaya.

Dari hasil penelitian penulis, dampak yang timbul dari penerapan


Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 secara Administratif antara
lain:
a) Semakin banyaknya akad nikah yang dilaksanakan di Kantor
Urusan Agama, karena masyarakat lebih memilih gratis daripada
membayar.
b) Uang pencairan biaya transportasi untuk penghulu yang
menikahkan diluar harus menunggu waktu yang cukup lama yakni
tiga bulan sekali baru cair, sehingga banyak penghulu yang pinjam
atau menalangi sendiri dana transportasi tersebut.
c) Kepala KUA, Penghulu dan masyarakat merasa lebih tenang dengan
adanya Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 ini, karena
dengan adanya peraturan biaya nikah tersebut Kepala KUA dan
Penghulu merasa tenang dalam bekerja karena sudah ada payung
hukumnya. Masyarakat pun merasa tidak terbebani lagi karena
peraturan ini sudah jelas tertera biaya nikah dan masyarakat tidak
perlu mengeluarkan biaya lagi untuk transportasi penghulu apabila
akad nikah dilaksanakan di luar Kantor Urusan Agama.
d) Untuk calon pasangan yang akan menikah, setelah berlakunya
peraturan pemerintah ini harus membayar biaya nikah langsung ke
bank.

55
Berdasarkan uraian diatas dapat kita ketahui bahwa apa yang
dilakukan oleh pemerintah dengan membuat Peraturan Pemerintah Nomor
48 Tahun 2014 sangat bermanfaat bagi kita semua, karena sebelum adanya
Peraturan Pemerintah tersebut, Kepala KUA dan jajarannya merasa belum
tenang dalam melaksanakan pekerjaannya karena belum adanya payung
hukum terkait pelaksanaan pernikahan diwilayah kecamatan.

B. Persepsi Masyarakat Terhadap Berlakunya PP Nomor 48 Tahun 2014


di Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon
Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2014 tentang biaya pencatatan
nikah adalah perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2004
tentang Tarif atas Jenis penerimaan Negara bukan Pajak yang berlaku pada
Departemen Agama.
KUA Kecamatan Harjamukti bisa menjalankan Peraturan
Pemerintah No. 48 Tahun 2014 tentang biaya pencatatan nikah tersebut
setelah mereka mendapatkan surat edaran dari Kementerian Agama yang
mana surat edaran tersebut di edarkan pada tanggal 14 Juli 2014.
Dalam Surat Edaran tersebut bahwa berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 48 Tahun 2014 tentang biaya pencatatan nikah adalah:
a. Nikah atau Rujuk di Kantor Urusan Agama pada hari dan jam kerja
dikenakan tarif 0 (nol) rupiah;
b. Nikah di luar Kantor Urusan Agama dan atau di luar hari dan jam kerja
dikenakan tarif Rp. 600.000 (enam ratus ribu rupiah);
c. Bagi warga yang tidak mampu secara ekonomi dan warga yang terkena
bencana alam dikenakan tarif 0 (nol) rupiah dengan melampirkan
persyaratan surat keterangan dari lurah / kepala desa.
Biaya Nikah di luar Kantor Urusan Agama digunakan untuk biaya
transportasi dan jasa profesi penghulu yang disetorkan langsung oleh catin
ke Bank yang mana sudah ditetapkan oleh Sekretaris Jendral Kementrian
Agama.

56
Seluruh setoran biaya Nikah dilakukan dengan menggunakan Slip
Setoran yang diterbitkan oleh Bank yang sudah ditetapkan.9
Di dalam Slip Setoran tersebut memuat;
a. Identitas Bank
b. Tanggal Penyetoran
c. Nomor Rekening yang dituju
d. Jumlah uang
e. Nama Penyetor
f. Nama Catin pria dan wanita
g. Alamat catin
h. Tempat dan Waktu menikah
i. Nama Kabupaten / Kota
j. Nama KUA Kecamatan
k. Pengesahan Petugas Bank
l. Tanda tangan penyetor.
Dan Slip Setoran tersebut dibuat dalam 3 (tiga) rangkap yang
diperuntukan:
a. Lembar pertama untuk Bank
b. Lembar kedua untuk catin
c. Lembar ketiga untuk KUA Kecamatan.
Dalam hal setoran biaya Nikah di luar Kantor Urusan Agama
bendahara penerimaan wajib menerima, menyimpan, menyetor,
menatausahakan dan mempertanggungjwabkan Penerimaan Negara Bukan
Pajak Nikah Rujuk (PNBP NR) yang dilaporkan oleh kanwil Kementerian
Agama Provinsi.
Bendahara penerimaan wajib membukukan semua transaksi
peneriman dan pnyetoran/pelimpahan atas penerimaan ke kas negara
dalam Buku Kas Umum (BKU).
Dalam hal di suatu wilayah kecamatan tidak terdapat layanan bank,
biaya nikah atau rujuk disetorkan melalui PPS pada KUA Kecamatan.

9
H.S.A Al-Hamdani, Risalah Nikah, terjemah Agus Salim (Jakarta: Pustaka Amani,
2002) edisi ke-2 h. 1. sebagaimana yang dikutip dalam buku, Tihami dan Sohari Sahrani, Fikh
Munakahat Kajian Fikh Nikah Lengkap (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), 9

57
Kemudian PPS wajib menyetorkan baiaya nikah atau rujuk yang
diterimanya ke rekening bendahara penerimaan paling lambat 5 (lima) hari
kerja.
PNBP NR digunakan untuk membiayai pelayanan pencatatan
nikah dan rujuk yang meliputi :
- Biaya transport dan jasa profesi penghulu
- Honorarium pembantu pegawai pencatat nikah (P3N)
- Honorarium perangkat pengelola PNBP NR
- Biaya pembinaan keluarga sakinah
- Biaya supervisi, monitoring dan evaluasi NR
- Biaya pelaksanaan program bimbingan masyarakat islam
Penggunaan PNBP NR dngan ketentuan :
- Transport dan jasa profesi diberikan sesuai dengan tipologi KUA
Kecamatan.
- Honorarium bagi P3N diberikan setiap bulan.
- Anggaran pembinaan keluarga sakinah, supervisi, monitoring, evaluasi
dan pelaksanaan program bimbingan masyarakat islam.
1. Persepsi Positif
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan, diperoleh
persepsi positif dari masyarakat antara lain:
a) Masyarakat sangat menyetujui adanya aturan biaya nikah dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah,
yang menetapkan antara Rp. 0,- dan Rp. 600.000,-. Sehingga sebagai
calon pengantin lebih memilih menikah di rumahnya. Baginya tidak
masalah biaya Rp. 600.000,- yang penting aturannya jelas. Seperti
yang dijelaskan Pak Iwan (warga Larangan) seorang bapak dari
anaknya yang sudah menikah, menurut beliau: “Bayar Rp. 600.000,-
itu kewajiban masyarakat terhadap pemerintah. Bagi bapak tidak
masalah yang terpenting anak bapak jelas status hukumnya.”10

10
Hasil Wawancara dengan Pak Iwan di Kediamannya Pada Hari Sabtu Tanggal 06 Juli
2019 Pukul 09.17 WIB

58
Alasannya karena yang penting masyarakat masih dapat tetap
menikah diluar KUA atau dimanapun, sehingga bisa mengumpulkan
keluarga dan sebagainya.
b) Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 sangat
membantu masyarakat khususnya bagi yang kurang mampu sebagai
bentuk pelayanan Negara terhadap rakyatnya agar dapat menikah
secara resmi.
Pak Jujuk (warga Argasunya) menuturkan:
“Sekarang itu sulit cari uang mas, apalagi belum menikah dan
suatu saat ada keinginan untuk menikah dan saat itu pula
sebenarnya bagus pemerintah mengeluarkan peraturan yang
menggratiskan biaya nikah di KUA.”11

c) Besaran antara Rp. 0,- dan Rp. 600. 000,- dalam biaya pernikahan
yang diberlakukan sangat setuju atau baik sekali, karena bagi calon
pengantin sangat membantu untuk meringankan pengeluaran selama
pernikahan. Sebab pada umumnya biaya yang banyak dikeluarkan
adalah pada saat pesta pernikahannya yang hampir mencapai jutaan
rupiah. Hal ini sejalan dengan yang dilontarkan Ibu Yeti (warga
Kalijaga) selaku pengantin perempuan, menurut beliau:
“Yang mahal itu dimana-mana pasti pesta resepsi
pernikahannya mas, meskipun biaya bisa Rp. 0.00,- tidak bisa
dipungkiri lagi kalau pernikahan itu tidak mungkin zaman sekarang
diadakan biasa-biasa saja, minimal ada dangdut atau upacara adat
yang berkesan.” Ujar Ibu Yeti.12

2. Persepsi Negatif
Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 tidak
semuanya persepsi masyarakat menilai positif, dari hasil wawancara
penulis masih ada masyarakat yang kurang setuju dengan berlakunya
Peraturan Pemerintah tersebut, anggapan terhadap biaya nikah diluar KUA
atau diluar hari dan jam kerja terlalu mahal, yaitu Rp. 600.000,-.
Alasannya karena meskipun disetorkan ke kas negara namun terlu jauh
selisih biayanya antara Rp. 600.000,- dan Rp. 0,-.
11
Hasil Wawancara dengan Pak Jujuk di Kediamannya Pada Hari Senin Sabtu Tanggal
06 Juli 2019 Pukul 11.39 WIB
12
Hasil Wawancara dengan Ibu Yeti di Kediamannya Pada Hari Jum’at Tanggal 05 Juli
2019 Pukul 14.32 WIB

59
Memperhatikan kedua persepsi yang berbeda tersebut, nampak
sekali memandang persoalan besaran biaya pernikahan yang diberlakukan
untuk disetorkan ke Kas Negara sebagaimana yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 yang berlaku pada Kementerian
Agama dari dua sudut yang berbeda.
Bagi yang menyetujui diberlakukannya Peraturan Pemerintah
tersebut nampak sekali menganggap bahwa sangat membantu masyarakat
yang kurang mampu. Sudah sepantasnya pula bahwa kebijakan pemerintah
mempermudah masyarakat dalam berbagai aspek, termasuk dalam urusan
menikah dan pencatatannya. Bagi yang tidak menyetujui diberlakukannya
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014, meskipun secara umum
alasan yang dilontarkannya sama ini menandakan bahwa tidak semua
orang menyambut baik peraturan yang dibuat pemerintah tersebut.
Mungkin bagi mereka yang akan menikah dirumah atau diluar KUA
membayar Rp. 600.000,- adalah cukup besar.
Dengan adanya Peraturan Pemerintah tersebut wajar kiranya
masyarakat yang memberikan persepsinya 90% mendukung. Sebab inti
dari Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 adalah agar terjaminnya
dan terasakannya manfaat dari pencatatan pernikahan secara gratis tersebut
yaitu:
1) Untuk mendapatkan kepastian hukum atas peristiwa pernikahan
yang telah dilangsungkan secara sah.
2) Sebagai alat bukti otentik (resmi oleh Negara), dan
3) Bentuk perwujudan ketertiban administrasi Negara di bidang
pernikahan.13
Setelah penulis meneliti, apakah di Kecamatan Harjamukti Kota
Cirebon dalam melaksanakan pernikahan di dalam KUA dan di luar KUA
sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014.
Berdasarkan data-data diatas dan juga hasil wawancara dengan informan
maka penulis dapat menganalisis bahwa sebenarnya persepsi masyarakat
terhadap pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 sudah
13
Khairuddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara: Studi terhadap Perundang-
undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia, (Jakarta: INIS, 2002), 149

60
sangat setuju. Hal ini dibuktikan oleh Kantor Urusan Agama (KUA)
Kecamatan Harjamukti yang ketika ada pernikahan di KUA tidak dipungut
biaya atau gratis, sedangkan ketika melakukan bimbingan akad nikah di
luar KUA atau di luar jam kerja kantor dipungut biaya Rp. 600.000,- yang
langsung disetorkan di Bank.
Dari uraian pembahasan diatas penulis menyimpulkan bahwa
persepsi masyarakat Kecamatan Harjamukti terhadap berlakunya
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014, sangat membantu dalam
proses pernikahan khususnya pada biaya pencatatan pernikahan. Hal ini
dibuktikan dengan melakukan wawancara dengan pihak KUA dan
tanggapan dari beberapa masyarakat sekitar. Dengan lahirnya PP Nomor
48 Tahun 2014 membuat pernikahan yang dilakukan di dalam KUA lebih
meningkat. Ini terbukti dari dua tahun terakhir ini pasangan yang menikah
lebih meningkat berdasarkan data yang penulis peroleh dari arsip KUA
Kecamatan Harjamukti.

61

Anda mungkin juga menyukai