Anda di halaman 1dari 33

1

Implementasi PP No. 48 Tahun 2014 Tentang perkawinan Di KUA


(Studi Kasus Di KUA kec kajuara)

Draf Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana


Hukum Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Al-Syakhsiyyah) pada
Fakultas Syariah dan Hukum Islam Institut Agama Islam Negeri Bone

Oleh:

ERWIN PERDANA
NIM. 01. 18. 1181

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan hal yang sangat penting dan sakral serta mempunyai

dampak yang luas, baik dalam hubungan kekeluargaan khususnya, maupun pada

kehidupan bermasyarakat dan bernegara pada umumnya. Perkawinan ini merupakan

masalah yang sangat serius dan tidak boleh dilakukan dengan main-main, maka untuk

mendukung keseriusan itu, ada hal yang penting sebagai keniscayaan zaman dan

kebutuhan legalitas hukum adalah dengan adanya pencatatan perkawinan.

Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

disebutkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-

masing agama dan kepercayaan. Kemudian pada Pasal 2 ayat (2) Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan juga bahwa setiap perkawinan

harus dicatat menurut peraturan yang berlaku. Peraturan yang dimaksud adalah

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954,


sedangkan kewajiban Pegawai Pencatatan Nikah diatur dalam Peraturan Menteri

Agama RI Nomor 1 Tahun 1955 dan Nomor 2 Tahun 1954.Pencatatan nikah pada

dasarnya tidak disyari’atkan dalam agama Islam. Namun, dilihat dari segi

manfaatnya, pencatatan nikah sangat diperlukan.

Pencatatan nikah dilakukan oleh Petugas Pencatat Nikah. Pencatatan

pernikahan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dalam masyarakat. Ini merupakan

suatu upaya yang diatur melalui undang-undang untuk melindungi martabat dan

kesucian pernikahan. Pencatatan nikah asalnya hanya sebuah kebutuhan administrasi

1
2

negara. Namun, fungsi dari pencatatan nikah itu sangat penting khususnya bagi

perempuan. Karena di antara manfaat dari pencatatan nikah adalah memberikan status

hukum yang jelas terhadap pernikahan yang diselenggarakan. Tujuan pencatatan

nikah adalah untuk menghindarkan teraniayanya pihak perempuan (istri) oleh suami.

Dalam ketentuan umum pada Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975

dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan undang-undang adalah Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sedangkan yang dimaksud dengan

Pegawai Pencatat Nikah (PPN) adalah pegawai pencatat perkawinan dan perceraian

pada KUA kecamatan bagi umat Islam dan catatan sipil bagi nonmuslim.

Pegawai Pencatatan Nikah hanya bertugas mengawasi terlaksananya

perkawinan agar perkawinan berlangsung menurut ketentuan-ketentuan agama Islam.

Pegawai pencatatan ditentukan pegawai yang berkedudukan Penghulu, Kadhi atau

wakilnya atau Naib.

Peran utama Kantor Urusan Agama (KUA) adalah pelaksanaan pencatatan

nikah. Dalam hal ini pihak KUA telah berusaha semaksimal mungkin agar seluruh

perkawinan di wilayah kerjanya dapat dilakukan melalui pencatatan dan sesuai

dengan undang-undang yang berlaku.10Realisasi pencatatan itu, melahirkan Akta

Nikah yang masing-masing dimiliki oleh istri dan suami salinannya. Akta

tePemerintah juga telah mengatur masalah biaya pernikahan yang dilakukan di jam

kerja KUA dan di luar KUA dan jam kerja, yakni terdapat pada Peraturan Pemerintah

No. 48 Tahun 2014 yang sebelumnya adalah perubahan dari Peraturan Pemerintah

No. 47 Tahun 2004. Peraturan tersebu diubah dan diganti agar KUA menjadi lebih

berintegritas dan terbebas dari gratifikasi serta memperjelas keuangan yang harus

dibayar oleh masyarakat untuk biaya pernikahan. Perubahan yang ditetapkan di dalam
3

PP No. 48 Tahun 2014 di antaranya yaitu adanya multi tarif yang dikenakan kepada

masyarakat yang akan menikah. Di dalam PP No. 48 Tahun 2014 disebutkan pada

Pasal 6:

1) Setiap warga negara yang melaksanakan nikah atau rujuk di Kantor Urusan

Agama Kecamatan atau di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan tidak

dikenakan biaya pencatatan nikah atau rujuk;

2) Dalam hal nikah atau rujuk dilaksanakan di luar Kantor Urusan Agama

Kecamatan dikenakan biaya transportasi dan jasa profesi sebagai penerimaan

dari Kantor Urusan Agama Kecamatan;

3) Terhadap warga negara yang tidak mampu secara ekonomi dan/atau

korbanbencana yang melaksanakan nikah atau rujuk di luar Kantor Urusan

Agama Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)dapat dikenakan tarif

Rp.0,00 (nol rupiah)

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara untuk dapat dikenakan

tarif Rp. 0,00 (nol rupiah). kepada warga negara yang tidak mampu secara

ekonomi dan/atau korban bencana yang melaksanakan nikah atau rujuk di luar

Kantor Urusan Agama Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur

dengan Peraturan Menteri Agama setelah berkoordinasi dengan Menteri

Keuangan;

Pada prinsipnya pernikahan adalah gratis jika dilaksanakan di KUA,


sementara itu pencatatan di luar KUA dikenai biaya Rp 600.000. Menteri Agama
menyatakan biaya itu untuk transportasi dan administrasi yang dikeluarkan penghulu
saat menikahkan calon pengantin. Besaran biaya ini sama di seluruh Nusantara. Jika
seorang penghulu menikahkan kedua calon pengantin dengan jarak yang cukup jauh
dari kantor dan sulit untuk dijangkau karena alasan membutuhkan biaya
4

transportasi itu bisa dikatakan hal yang wajar, tetapi akan jadi tidak wajar lagi jika
biaya transportasi tidak terukur. Maka berangkat dari hal itu, biaya transport perlu
ditentukan secara mendetail agar nantinya tidak terjadi pungutan liar. Mengenai biaya
trasportasi PMA No. 46 Tahun 2014 telah menyebutkan bahwa:

a. Transport penghulu/petugas yang melaksanakan layanan dan bimbingan akad


nikah di luar
Kantor Urusan Agama Kecamatan diberikan per peristiwa dengan mengacu
kepada ketentuan
standart biaya masukan.
b. Transport penghulu/petugas yang melaksanakan beberapa layanan dan
bimbingan akad nikah di satu waktu dan di tempat yang sama diberikan 1
(satu) kali transpor perjalanan.
c. Transport untuk perjalanan layanan dan bimbingan akad nikah pada KUA
terdalam, terluar dan daerah perbatasan di daratan dihitung berdasarkan
pengeluaran riil yang dapat dibuktikan dengan bukti pengeluaran dengan tiket
perjalanan atau kwitansi transportasi maksimum Rp 750.000,00 (tujuh ratus
lima puluh ribu rupiah).
d. Transport untuk perjalanan layanan dan bimbingan akad nikah pada KUA
terdalam, terluar dan daerah perbatasan di kepulauan dihitung berdasarkan
pengeluaran riil yang dapat dibuktikan
dengan bukti pengeluaran dengan tiket perjalanan atau kwitansi transportasi
maksimum Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Dalam hal ini penulis tertarik untuk menjadikan KUA Kecamatan kajuara
sebagai objek penelitian.Ketertarikan penulis tersebut berdasarkan pada letak
geografis keadaan ekonomi dan sosial masyarakat kecamatan kajuara.Warga
5

kecamatan kajuara tidak mempermasalahkan berapapun jumlah biayah yang harus


dikeluarkan untuk melangsungkan pernikahan
Berangkat dari latar belakang diatas,kemudian mendorong penulis untuk
mengkaji,meneliti,serta mencermati lebih jauh dalm bentuk skripsi yang mungkin
akan memberikan implikasi masyarakat mendatang.Adapun judul yang penulis
angkat adalah:Implementasi PP No.48 Tentang Perkawinan KUA (Studi kasus Di
KUA Kec Kajuara)

B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas,maka dirumuskan beberapa rumusan masalah
dengan sub bahasa untuk menghindari pembahasan yang mengambang dalam karya
ilmiah ini,maka penulis terlebih dahulu membatasi pembahasannya yang dapat di
rumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana respon dan tangapan masyarakat tentang biaya nikah yang terdapat
dalam peraturan pemerintah
2. Bagaimana Implementasi Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2014 Tentang
biaya Nikah

B. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan mengenai judul penelitian yang

diangkat, terdiri dari rangkaian kata yang saling berhubungan untuk membentuk satu

makna sebagai fokus masalah penelitian ini. Definisi operasional dibuat untuk lebih

mengarahkan tulisan ini dan menghindari kesalah pahaman dalam menafsirkan

pengertian judul penelitian, maka dari itu diperlukan penjelasan dan batasan definisi

kata dan variabel yang tercakup dalam judul tersebut.Adapun penjelasannya sebagai

berikut:

Impelentasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang

sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah
6

perencanaaan sudah dianggap pas. Pengertian tersebut memperlihatkan bahwa kata

implementasi bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu

sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar

aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh

berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu,

implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh obyek berikutnya. Menurut

bahasa berarti penerapan, penggunaan implemen dalam kerja, pelaksanaan,

pengerjaan hingga menjadi terwujud, pengajawentahan, penerapan implemen.1

Pernikahan adalah sunnah Rasul yang apabila dilaksanakan akan mendapat

pahala tetapi apabila tidak dilakukan tidak mendapatkan dosa tetapi dimakruhkan

karena tidak mengikuti sunnah Rasul.2

Kantor Urusan Agama (KUA) adalah instansi Departemen Agama yang

bertugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama Kabupaen/kota

dibidang Urusan Agama Islam Untuk wilayah kecamatan.3

Berdasarkan pengertian kata dan variable dari judul tersebut, maka secara

operasional yang dimaksud dengan implementasi perma nomor 30 tahun 2005

tentang kepala kua sebagai wali hakim dalam akad nikah sepenuhnya telah diatur

oleh pemerintah didalam peraturan pemerintah nomor 30 tahun 2005.

1
Mangun Suwito, Kamus Saku Ilmiah Populer, (Jakarta: Widyatama Pressindo, 2011), h.
242.
2
Muhammad At-tihami, Merawat Cinta Kasih Menurut Syriat Islam(Surabaya : Ampel
Mulia, 2004) ,18.
3
Pasal 1 ayat (1) PMA NO. 11 Tahun 2007.
7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, maka

ada beberapa tujuan yang hendak dicapai dan kegunaannya dalam penelitian

ini. Tujuan dan kegunaan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Penelitian

a.Untuk Mengetahui respon dan tangapan masyarakat tentang biaya nikah

yang terdapat dalam peraturan pemerintah Untuk Mengetahui

b.Untuk mwngetahaui Implementasi Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun

2014 Tentang biaya Nikah

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

pengetahuan dan dijadikan referensi tambahan dikalangan

masyarakat dan pemabaca yang berminat dalam kajian yang sama.

b. Kegunaan Praktis, peneitian ini diharap dapat memberikan

sumbangan pemikiran dan pemahaman tentang pelaksanaan

pernikahan melalui wali hakim dalam akad nikah yang dilaksanakan

di kantor urusan agama.

D. Orisinalitas Penelitian

Orisinalitas Penelitian ini merupakan penelaan terhadap hasil

penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan berguna pula untuk

mendapatkan gambaran bahwa penelitian yang dilakukan bukan merupakan

plagiat. Adapun beberapa karya yang berhasil di temukan oleh penulis antara

lain:
8

Pertama, Skripsi yang disusun oleh Abdul Muslim, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah, 2017 dengan judul IMPLEMENTASI BIAYA

PENCATATAN NIKAH PASCA PP NO. 48 TAHUN 2014 (Studi Pada

Kecamatan Tangerang-Kota Tangerang) Penelitian ini bertujuan mengetahui

bagaimana realisasi pelaksanaan, penyimpangan yang terjadi terhadap PP NO.

48 Tahun 2014 di Kecamatan Tangerang. Persamaan pada penelitian ini yakni

sama-sama membahas tentang biaya nikah dalam PP No. 48 Tahun 2014.

Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian yang dilakukan penulis yakni

penelitian tersebut meneliti mengenai penyimpangan yang terjadi terhadap PP

No. 48 Tahun 2014 sedangkan penelitian yang dilakukan penulis yakni

Implementasi PP No. 48 Tahun 2014 Tentang perkawinan Di KUA.

Kedua, Skripsi yang disusn oleh Diah Vitasari, Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Ponogoro, 2021 dengan judul Efektivitas Peraturan

Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan

Negara Bukan Pajak Di Kua Kecamatan Bandar Kabupaten Pacitan.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perilaku hukum masyarakat dalam

pelaksanaan Peraturan Pemerintah serta kepatuhan hukum dalam dalam

pelaksanaan PP No. 48 Tahun 2014. Persamaan pada penelitian ini yakni

sama-sama membahasan mengenai PP No. 48 Tahun 2014. Perbedaan

penelitian diatas dengan penelitian yang dilakukan penulis yakni dalam

penelitian tersebut meneliti mengenai efektivitas PP No. 48 Tahun 2014

sedangkan penelitian yang dilakukan penulis yakni Implementasi PP No. 48

Tahun 2014 tentang Perkawinan di KUA.


9

Ketiga, Jurnal yang ditulis oleh Faiz Azkiya Arsyad, Universitas

Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2017 dengan judul Dampak

Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 Terhadap Masyarakat Dan

Penghulu (Studi Di Kua Gondokusuman Dan Tegalrejo Yogyakarta). Jurnal

ini bertujuan untuk menjelaskan tentang dampak implementasi Peraturan

Pemerintah Nomor 48 tahun 2014 tentang Biaya Pencatatan Nikah di KUA

Tegalrejo dan Gondokusuman. Persamaan pada penelitian ini yakni sama-

sama membahas mengenai biaya nikah dalam PP No. 48 Tahun 2014.

Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian yang dilakukan penulis yakni

penelitian tersebut membahas mengenai dampak implementasi Peraturan

Pemerintah Nomor 48 tahun 2014 tentang Biaya Pencatatan Nikah sedangkan

penelitian yang dilakukan penulis Implementasi PP No. 48 Tahun 2014

tentang Perkawinan di KUA.

Keempat Skripsi yang disusun oleh Muhammad Ikbaludin, Fakultas

Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro, 2016 dengan judul

Implikasi Penerapan PP Nomor 48 Tahun 2014 Tentang Tarif Atas Jenis

Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Agama

Studi Kasus: Kantor Urusan Agama Kecamatan Cibinong. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui penerapan PP No. 48 Tahun 2014. Persamaan

Penelitian ini yakni PP No. 48 Tahun 2014 adapun perbedaan dalam skripsi

yang diteliti penulis yakni skripsi tersebut membahas mengenai Implikasi

Penerapan PP Nomor 48 Tahun 2014 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan

Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Agama Studi Kasus:
10

Kantor Urusan Agama Kecamatan Cibinong sedangkan yang diteliti penulis

yakni Implementasi PP No. 48 Tahun 2014 tentang Perkawinan di KUA.

Keempat penelitian diatas menujukkan bahwa semuanya membahas

biaya nikah dalam PP No. 48 Tahun 2014, ada yang membahas tentang

penyimpangan yang terjadi, efektivitas pelaksanaan, Respon masyarakat serta

implikasi penerapan PP No. 48 Tahun 2014 Namun dari keempat penelitian

diatas membahas biaya nikah dalam PP No.48 Tahun 2014.

E. Kerangka Pikir

Kerangka pikir merupakan diagram (skema) yang menggambarkan

alur berpikir penulis dalam menguraikan fokus masalah. Pertanyaan-

pertanyaan konseptual yang diuraikan pada diagram harus mempunyai

hubungan antara yang satu dengan yang lainnya sehingga tampak jelas alur

berpikir penulis. Adapun kerangka pikirnya bisa dilihat di bawah ini:

PERNIKAHAN

BIAYA NIKAH

IMPLEMENTASI PP NOMOR 48
TAHUN 2014

KUA KEC. KAJUARA KABUPATEN BONE

Gambar.1.1
11

Berdasarkan skema kerangka pikir diatas, maka dapat dipahami bahwa

dalam pernikahan ada biaya nikah dimana biaya nikah ini berupa pengeluaran

modal yang dikeluarkan untuk melakukan pernikahan atau perjanjian antara

pria dan wanita. Biaya nikah telah diatur dalam PP No. 48 Tahun 2014,

penulis ingin melakukan penelitian mengenai implementasi PP No. 48 Tahun

2014 di KUA Kec. Kajuara Kabupaten Bone.

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dibuat agar dapat memberikan kemudahan

serta dapat mengarahkan pembaca untuk memahami bentuk dan tujuan dari

karya ilmiah ini. Maka dari itu, skripsi ini disusun secara sistematis yang

terdiri dari lima bab yang masing-masing bab terdiri dari sub-bab yang

menampakkan karakteristik yang berbeda namun masih dalam satu kesatuan

yang tidak terpisahkan. Maka penulis akan mendeskripsikan sistematika

pembahasan sebagai berikut:

Bab I, merupakan bagian pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, rumusan masalah, definisi operasional, tujuan dan kegunaan,

orisinalitas penelitian, kerangka pikir, dan sistematika pembahasan.

Bab II, pada bab ini memuat tentang uraian kajian pustaka yang

memberikan gambaran baik secara umum maupun secara khusus tentang judul

penelitian yang dirujuk berdasarkan penelitian kualitatif baik yang bersumber

dari lapangan maupun yang bersumber dari buku atau hasil penelitian

terdahulu, yang kemudian berakhir pada konstruksi hasil penelitian yang baru

yang di dapatkan dari peneliti saat ini.


12

Bab III, pada bab ini memuat uraian tentang metode penelitian yang

terdiri dari sub-bab mulai dari jenis penelitian, lokasi penelitian, pendekatan

penelitian, data dan sumber data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan

data, dan teknik analisis data.

Bab IV, pada bab ini membahas tentang hasil penelitian beserta

pembahasan yang disesuaikan dengan rumusan masalah.

Bab V, bab ini merupakan bagian penutup yang berisi tentang

simpulan dan saran, yakni bagian yang melibatkan semua hasil penelitian dan

selanjutnya akan disimpulkan serta diuraikan saran-saran oleh peneliti.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Umum tentang Perkawinan


1. Pengertian Perkawinan
Istilah nikah berasal dari bahasa Arab, yaitu (‫اح‬FFF‫ )النك‬adapula yang
mengatakan perkawinan menurut istilah fiqh dipakai perkataan nikah dan
perkataan zawaj.4 Sedangkan menurut istilah Indonesia adalah perkawinan.
Dewasa ini kerap kali dibedakan antara pernikahan dan perkawinan, akan tetapi
pada prinsipnya perkawinan dan pernikahan hanya berbeda dalam menarik akar
katanya saja. Perkawinan adalah ; Sebuah ungkapan tentang akad yang sangat
jelas dan terangkum atas rukun-rukun dan syarat-syarat.5
Para ulama fiqh pengikut mazhab yang empat (Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan
Hanbali) pada umumnya mereka mendefinisikan perkawinan pada Akad yang
membawa kebolehan (bagi seorang laki-laki untuk berhubunganbadan dengan
seorang perempuan) dengan (diawali dalam akad) lafazh nikahatau kawin, atau
makna yang serupa dengan kedua kata tersebut.
Dalam kompilasi hukum islam dijelaskan bahwa perkawinan
adalahpernikahan, yaitu akad yang kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati
perintahAllah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Dari beberapa
terminologi yangtelah dikemukakan nampak jelas sekali terlihat bahwa
perkawinan adalah fitrahilahi. Hal ini dilukiskan dalam Firman Allah Q.s Ar
Rum Ayat 21

4
Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1974,
h.79

5
Sudarsono, Hukum Keluarga Nasional, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, h. 62

13
14

َ‫ك‬FFِ‫ق لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َواجًا لِّتَ ْس ُكنُ ْٓوا اِلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َّم َو َّدةً َّو َرحْ َمةً ۗاِ َّن فِ ْي ٰذل‬
َ َ‫َو ِم ْن ٰا ٰيتِ ٖ ٓه اَ ْن َخل‬
َ‫وْ ٍم يَّتَفَ َّكرُوْ ن‬FFFFFَ‫ت لِّق‬ٍ ‫اَل ٰ ٰي‬

Terjemahnya :
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteramkepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda bagi kaum yang berfikir. (QS.Ar-Rum ayat 21)

Pernikahan atau perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan, apabila


sesuatu sudah diikatkan antara yang satu dengan yang lain maka akan saling ada
keterikatan dari kedua belah pihak. Perkawinan sejatinya adalah sebuah
perjanjian atau pengikatan suci antara seorang lakilaki dan perempuan. Sebuah
perkawinan antara laki-laki dan perempuan dilandasi rasa saling mencintai satu
sama lain, saling suka dan rela antara kedua belah pihak. Sehingga tidak ada
keterpaksaan satu dengan yang lainnya. Perjanjian suci dalam sebuah perkawinan
dinyatakan dalam sebuah ijab dan qobul yang harus dilakukan antara calon laki-
laki dan perempuan yang kedua-duanya berhak atas diri mereka. Apabila dalam
keadaan tidak waras atau masih berada di bawah umur, untuk mereka dapat
bertindak wali-wali mereka yang sah.6
2. Rukun Nikah
Rukun merupakan hal pokok yang tidak boleh ditinggalkan atau masuk di
dalam substansi, berbeda dengan syarat yang tidak masuk ke dalam substansi dan
hakikat sesuatu. Rukun dalam pernikahan harus memperhatikan hal-hal
pokoknya yang tidak boleh ditinggalkan, sebagai berikut :

a. Wali Nikah

6
M Khoiruddin, ‘Wali Mujbir Menurut Imam Syafi’i (Tinjauan Maqâshid Al- Syarî’ah)”, Al-
Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol 18, No 2, 2019, h. 257–84
15

Dalam sebuah pernikahan bahwa wali merupakan salah satu rukun


yang harus ada. Wali berasal dari pihak perempuan yang akan dinikahkan
kepada pengantin laki-laki. Karena kemutlakan adanya wali dalam sebuah
akad nikah adalah menghalalkan kemaluan wanita yang wanita tersebut tidak
mungkin akan menghalalkan kemaluannya sendiri tanpa adanya wali.7
Adanya wali merupakan suatu yang harus ada, apabila wanita tersebut
tidak mampu menyediakan wali dari pihaknya atau seorang yang dapat
menjadi hakim maka ada tiga cara, yaitu :
a) wanita tersebut tetap tidak dapat menikah tanpa ada wali.
b) wanita tersebut dapat menikahkan dirinya sendiri karena keadaan
darurat.
c) wanita menyuruh kepada seseorang untuk menjadi wali atau
mengangkat wali (hakim) untuk dirinya ketika akan menikah
menurut Imam Nawawi seperti yang telah dinukil oleh imam
Mawardi8
b. Saksi
Perkawinan harus disaksikan oleh dua orang saksi, menurut
golongan syafi’i pernikahan yang dilakukan oleh saksi apabila belum
diketahui adil atau tidaknya maka akan tetap sah. Karena pernikahan
tidak semua tempat ada, di kampung, daerah terpencil ataupun kota
sehingga tidak dapat disama ratakan. Pada saat itu adil dapat dilihat dari
segi lahiriahnya wali tidak terlihat fasik, jika terlihat fasik maka akad
nikah yang telah terjadi tidak akan terpengaruh.
Dalam pernikahan hadirnya seorang saksi adalah rukun yang harus
dipenuhi, karena apabila pernikahan tanpa adanya saksi maka
pernikahan tersebut tidak sah. Meskipun dalam pernikahan tersebut
7
Aspandi A., “PERNIKAHAN BERWALIKAN HAKIM Analisis Fikih Munakahat Dan
Kompilasi Hukum Islam”, Ahkam: Jurnal Hukum Islam, Vol 5, No 1, 2017, h. 85
8
Wildan Maolana, “Pendapat Ibnu Qudamah Dan Imam Mawardi Tentang Wali Nikah Bagi
Anak Temuan (Laqith)”, ADLIYA: Jurnal Hukum Dan Kemanusiaan, Vol 12, No 1, 2019, h. 1
16

diumumkan kepada kalayak ramai maka pernikahan tersebut tetap tidak


sah. Berbeda dengan sebaliknya, apabila pernikahan tanpa diumumkan
di kalayak ramai tetapi terdapat saksi dalam pernikahan tersebut maka
pernikahan tersebut tetap sah. Hal ini karena saksi sangat penting untuk
ke depannya apabila nanti ada sengketa antara suami dan istri, maka
saksi yang akan diminta keterangannya.9
Saksi nikah pun diatur juga di dalam Kompilasi Hukum Islam di
beberapa pasal, sebagai berikut:Pasal 24, ayat (1) menyatakan saksi
dalam perkawinan adalah rukun dalam akad nikah. Ayat (2) pernikahan
harus di saksikan oleh dua orang saksi. Pasal 25, yang ditunjuk menjadi
saksi adalah seorang laki-laki muslim, adil, aqil baligh, tidak terganggu
ingatan dan tidak tuna rungu atau tuli. Pasal 26, bahwa saksi harus hadir
dan menyaksikan langsung pernikahan tersebut dan ikut
menandatangani akta nikah pada waktu dan tempat akad nikah
dilangsungkan. 10
c. Akad Nikah
Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak
yang melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab
adalah penyerahan dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah
penerimaan dari pihak kedua. Ijab daripihak wali si perempuan dengan
ucapannya, misalnya: “Saya nikahkan anak sayayang bernama si A
kepadamu dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”Qabul adalah
penerimaan dari pihak suami dengan ucapannya, misalnya: “Saya terima
nikahnya anak Bapak yang bernama si A dengan mahar sebuah kitab
Riyadhus Shalihin.”Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan
kewajiban yang harus dipenuhi:

9
M Karya Mukhsin, “Saksi Yang Adil Dalam Akad Nikah Menurut Imam”, Al-Fikra : Jurnal
Ilmiah Keislaman, Vol 18, No 1, 2020, h. 92
10
Kompilasi Hukum Islam, Pasal 26
17

1) Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.


2) Adanya Ijab Qabul.
3) Adanya Mahar.
4) Adanya Wali.
5) Adanya Saksi-saksi.
Untuk terjadinya aqad yang mempunyai akibat-akibat hukum pada
suami istri haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1) Kedua belah pihak sudah tamyiz.
2) Ijab qobulnya dalam satu majlis, yaitu ketika mengucapkan ijab
qobul tidakboleh diselingi dengan kata-kata lain, atau menurut
adat dianggap adapenyelingan yang menghalangi peristiwa ijab
qobul.Di dalam ijab qobul haruslah dipergunakan kata-kata yang
dipahami oleh masing-masing pihak yang melakukan aqad nikah
sebagai menyatakan kemauan yang timbul dari kedua belah pihak
untuk nikah, dan tidak boleh menggunakan kata-kata kasar.
d. Calon Suami
Syarat sah menikah adalah ada mempelai laki-laki, seorang laki-
laki telah memenuhi persyaratan yang disebutkan oleh Imam Zakaria al-
Anshari dalam Fathul Wahab bi Syarhi Minhaj al-Thalab: “Syarat calon
suami ialah halal menikahi calon istri yakni Islam dan bukan mahram,
tidak terpaksa, ditertentukan, dan tahu akan halalnya calon istri
baginya.” 11
Dan dilarang untuk memperistri perempuan yang haram untuk
dinikahi seperti pertalian nasab, pertalian kerabat semenda, pertalian
sesusuan dan wanita tersebut masih terikat dengan pernikahannya,
seorang wanita dalam masa iddah dan seorang wanita yang tidak
beragama islam dan seorang pria diilarang menikah dengan wanita
apabila pria tersebut sedang mempunyai 4 (empat) orang istri dengan
11
Wahab bi Syarhi Minhaj al-Thalab (Beirut: Dar al-Fikr), juz II, h. 42
18

seorang wanita bekas istrinya yang ditalak tiga kali dan dengan seorang
wanita bekas istrinya yang dili`an. Dan itu semua sudah diatur juga di
dalam Kompilasi Hukum Islam juga dalam Pasal 39-43. 12
e. Calon Istri
Calon istri adalah rukun yang harus dipenuhi, wanita yang masih
terdapat pertalian darah, hubungan sepersusuan atau kemertuaan haram
untuk dinikahi. Diatur pasal 44 Kompilasi Hukum Islam, bahwa wanita
Islam dilarang menikah dengan pria yang tidak beragama Islam. 13
3. Dasar Hukum Pernikahan
Pernikahan di syariatkan dengan dalil dari Al-Quran dan Hadis Dalam
surat an-Nisa ayat 3 Allah berfirman
Terjemahannya:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau
empat.”(QS.An-Nisa:3)12

Selain itu terdapat juga pada Q. S. An-Nur ayat 32

Terjemahnya :
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hambahamba sahayamu yang
lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka
miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan
Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui”.(Q.S.An-
Nur:32).
Terdapat juga didalam Hadis tentang pernikahan dari Abdullah bin Mas’ud
Rasulullah SAW bersabda
Artinya :
Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang mampu
menangung nafkah, hendaknya menikah. Karena menikah mampu

12
Siti Faizah, "Dualisme Hukum Islam Di Indonesia Tentang Nikah Siri”, ISTI’DAL : Jurnal
Studi Hukum Islam, Vol 1, No 1, 2014, h. 21
13
Kompilasi Hukum Islam, Pasal 44
19

menudukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Siapa saja yang tidak


mampu maka hendaknya berpuasa
B. Konsep Biaya Nikah
1. Pengertian Biaya
Dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang
diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan
terjadi untuk tujuan tertentu sehingga konsep biayapun telah berkembang
pesat sesuai dengan kebutuhan akuntan dan ekonom. Para akuntan telah
mendefinisikan biaya sebagai: "Suatu nilai tukar, pengeluaran, atau
pengorbanan yang dilakukan untuk menjamin perolehan manfaat. Dalam
akuntansi keuangan, pengeluaran atau pengorbanan pada tanggal akuisisi
dicerminkan oleh penyusutan atas kas atau aset lain yang terjadi pada saat
ini atau di masa yang akan datang." Sering sekali, istilah biaya (cost)
digunakan sebagai sinonim dari beban (expense). Tetapi, beban dapat
didefinisikan sebagai arus keluar yang reukur dari barang atau jasa, yang
kemudian ditandingkan dengan pendapatan untuk menentukan laba, atau
sebagai
“ . . . penurunan dalam aset bersih sebagai akibat dari penggunaan
jasa ekonomi dalam menciptakan pendapatan atau dari pengenaan
pajak oleh badan pemerintah. Beban diukur berdasarkan jumlah
penurunan dalam aset atau jumlah peningkatan dalam utang yang
berkaitan dengan produksi dan penyerahan barang atau jasa . . .
beban dalam arti paling luas mencakup semua biaya yang sudah
habis masa berlakunya yang dapat dikurangkan dari pendapatan.”14
Untuk membedakan antara biaya dan beban, bayangkan pembelian
bahan baku secara tunai. Oleh karena aset bersih tidak terpengaruh, maka
tidak ada beban yang diakui. Sumber daya perusahaan hanya diubah dari
kas menjadi persediaan bahan baku. Bahan baku tersebut dibeli dengan
biaya tertentu, tetapi belum menjadi beban. Ketika perusahaan kemudian
menjual barang jadi yang dibuat dari bahan baku tersebut, maka biaya
dari bahan baku itu dibukukkan sebagai beban di laporan laba rugi. Setiap
14
William K. Carter, Akuntansi Biaya (Cost Accounting). (Jakarta: Salemba Empat, 2009), h.29
20

beban adalah biaya, tetapi tidak setiap biaya adalah beban. Misalnya saja,
aset adalah biaya, tetapibukan (belum menjadi) beban. Istilah biaya
menjadi lebih spesifik ketika istilah tersebut dimodifikasi dengan
deskripsi seperti langsung, utama (prime), konversi, tidak langsung, tetap,
variabel, terkendali (controllable), produk, periode, bersama (bersama),
estimasi, standar, tertanam (sunk), atau tunai (out of pocket).15
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia biaya adalah uang yang
dikeluarkan untuk mengadakan (mendirikan, melakukan, dsb) sesuatu;
ongkos; belanja; pengeluaran. Sedangkan pengertian biaya administrasi
adalah ongkos yang dikeluarkan untuk pengurusan surat dsb atau ongkos
untuk pendaftaran sekuritas yang dikenakan pada emiten.
2. Biaya Nikah
Biaya pernikahan tidak akan bisa dihindari dari setiap pasangan
yang ingin merubah statusnya, dari kesendirian menjadi kebersamaan,
dari kesepian menuju kebahagiaan. kedua mempelai harus dapat
memperkirakan serta mempersiapkan biaya pernikahan sehingga
pernikahan dapat berlangsung dengan tenang dan aman. Namun tak bisa
dipungkiri bahwa ada pula beberapa peristiwa yang mengenaskan pada
para calon pengantin seperti kawin lari,nikah sirih, bahkan bunuh diri.
Yang ternyata salah satu faktornya adalah besarnya biaya pernikahan,
bahkan menjadi lebih membengkak biaya terebut ketika adanya
pemungutan liar dari beberapa oknum dari Kantor Urusan Agama
(KUA).16
Maka dengan adanya peristiwa tersebut, sebagian masyarakat luas
terkhususnya bagi para calon pengantin sangat mengapresiasi langkah
pemerintah yang telah meluncurkan peraturan pemerintahan (PP) Nomor

15
William K. Carter, Akuntansi Biaya (Cost Accounting). (Jakarta: Salemba Empat, 2009), h.29
16
Muhammad Bilal Saputra, Respon Masyarakat Penghulu KUA tentang Biaya Pernikahan
Pasca Revisi,(Skripsi, Fak. Syariah dan Hukum Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 2015), h. 24
21

48 Tahun 2014 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintahan Nomor 47


Tahun 2004 tentang tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) yang berlaku pada Departemen Agama. Sehingga dengan adanya
Peraturan Pemerintahan tersebut dapat meminimalisir pemungutan liar
serta dapat meringankan biaya pernikahan bagi para calon pengantin yang
hendak melaksanakan pernikahan. 17
Menurut Mentri Agama (Lukman Hakim Saifuddin) inti dari
Peraturan Pemerintahan ini adalah memberikan kepatian hukum kepada
masyarakat, termasuk jajaran Kementrian Agama (KUA dan para
penghulu) terkait pelaksanaan proses pernikahan, khususnya yang terkait
dengan pembiayaan dan tata cara pernikahan. PP ini mengatur bahwa
seandainya pernikahan dilakukan dikantor KUA dan pada jam kerja,
maka itu gratis. Sementara jika dilakukan di luar KUA dan di luar jam
kerja, maka ada ketentuan yang menyangkut biaya. Maka setelah berlaku
lebih dari 10 tahun, Peraturan Pemerintahan Nomor 47 Tahun 2004
tentang tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku
pada Departemen Agama Akhirya direvisi. Perubahan itu dilakukan paa
ketentuan psal 6 sehingga dalam Peraturan Pemerintahan yang baru ini
diatur sebagai berikut
1. Setiap warga negara yang melaksanakan nikah atau rujuk di Kantor
Urusan Agama Kecamatan atau di luar Kantor Urusan Agama
Kecamatan tidak dikenakan biaya pencatatan nikah dan rujuk.
2. Dalam hal nikah dan rujuk dilaksanakan di luar Kantor Urusan
Agama Kecamatan dikenakan biaya transportasi dan jasa profesi
sebagai penerimaan dari Kantor Urusan Agama Kecamatan.

17
Muhammad Bilal Saputra, Respon Masyarakat Penghulu KUA tentang Biaya Pernikahan
Pasca Revisi,(Skripsi, Fak. Syariah dan Hukum Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 2015), h. 26
22

3. Terhadap warga negara yang tidak mampu secara ekonomi dan/atau


korban bencana yang melaksanakan nikah atau rujuk di luar Kantor
Urusan Agama Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat
dikenakan tarif Rp 0,00 (nol rupiah)
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara untuk dapat
dikenakan tarif Rp 0,00 (nol rupiah) kepada warga negara yang tidak
mampu secara ekonomi dan/atau korban bencana yang melaksanakan
nikah atau rujuk di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan
sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur dengan Peraturan Mentri
Agama setelah berkoordinasi dengan Mentri Keuangan.18

18
Muhammad Bilal Saputra, Respon Masyarakat Penghulu KUA tentang Biaya Pernikahan
Pasca Revisi,(Skripsi, Fak. Syariah dan Hukum Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 2015), h. 26
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian lapangan field research yaitu :

“Suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis dengan mengangkat data

yang ada dilapangan”.19 Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang

temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk

hitungan lainnya, tetapi pada prosedur analisa non sistematis. Prosedur ini

menghasilkan temuan yang diperoleh dari data-data yang dikumpulkan

dengan beragam sarana. Sarana itu meliputi pengamatan, dan wawancara,

namun bisa juga mencakup dokumen, buku, kaset, dan video.20

Penelitian kualitatif dapat menunjukkan kehidupan masyarakat,

sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi, pergerakan sosial, dan

hubungan kekerabatan. Beberapa data dapat diukur melalui data sensus, tetapi

analisisnya tetap analisis data kualitatif. Penelitian kualitatif menekankan pada

quality atau hal terpenting suatu barang atau jasa. Hal terpenting suatu barang

atau jasa yang berupa kejadian, fenomena, dan gejala sosial adalah makna

dibalik kejadian tersebut yang dapat dijadikan pelajaran berharga bagi

pengembangan konsep teori.21

19
Suharismi Arikunto, Dasar-Dasar Research, (Tarsoto:Bandung, 1995 ), h. 58.
20
Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif (Cet I; Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2003), h. 4.
21
Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif (Cet. I ; Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2012), h. 25.

23
24

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan

metode penelitian kualitatif. Dimana menurut Bodgan dan Taylor, metodologi

kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptifberupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku dapat diamati.

Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh.22

Menurut Creswell penelitian kualitatif merupakan penelitian untuk

mengeksplorsi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau

kelompok orang yang dianggap berasal dari masalah social atau kemanusiaan.

Bahwa proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti

mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan

data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif

mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umumb, dan menafsirkan

makna data.23

Menurut Strauss dan Corbin penelitian kualitatif adalah suatu jenis

penelitian yang prosedur penemuan yang dilakukan tidak menggunakan

prosedur statistik atau kuantitatif.24Sedangkan menurut Nawawi pendekatan

kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian atau proses menjaring informasi,

dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan

pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis.

Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan informasi-informasi

22
Bogdan dan Taylor “Fungsi Metodologi Kualitatif” yang dikutip dalam bukunya Abdullah
K., Berbagai Metodologi dalam Penelitian Pendidikan dan Manajemen (Cet. I; Gowa: Gunadarma
Ilmu, 2017), h. 203
23
Adhi Kusumastuti dan Ahmad Mustamil Khoiron, Metode Penelitian Kualitatif (Semarang:
Lembaga Pendidikan Sukarno Pressindo, 2019), h.2
24
Salim dan Syahrum, Metodologi Penelitian Kualitatif (Cet I; Bandung; Citapustaka Media,
2007), h.41.
25

dalam situasi sewajarnya, untuk dirumuskan menjadi suatu generelasi yang

dapat diterima oleh akal sehat manusia.25

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat yang dijadikan wilayah atau

daerah penelitian. Penelitian ini berlokasi di Kantor Urusan Agama (KUA)

Kecamatan Kajuara Kabupaten Bone, Penentuan lokasi ini antara lain

berdasarkan atas pertimbangan bahwa di Kantor Urusan Agama (KUA)

Kecamatan Kajuara ini objek yang akan diteliti dianggap relevan dengan

penelitian, yaitu mengenai Implementasi PP No. 48 tahun 2014 tentang

Perkawinan. Disamping itu, lokasi tersebut dianggap tersedia data yang

dibutuhkan dalam penelitian ini.

C. Pendekatan Penelitian

Pendekatan adalah suatu sikap ilmiah (persepsi) dari seseorang untuk

menemukan kebenaran ilmiah. Dengan kata lain, pendekatan berarti cara

pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang

selanjutnya digunakan dalam memahami suatu fenomena.26 Adapun

pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut:

1. Pendekatan Yuridis Normatif Secara yuridis Normatif berarti penulis

menggunakan pendekatan perundang-undangan (The statue Approuch). 27

Penulis menggunakan pendekatan ini karena penulis akan meneliti

25
Nawawi Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta : Gajah Mada University
Press, 1992), h. 209.
26
Rosihan Anwar, dkk, Pengantar Studi Islam (Cet. I: Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 72.
27
Nico Ngani, Metodologi Penelitian dan Penulisan Hukum (Cet. 1; Yokyakarta: Penerbit
Pustaka Yustisia, 2012), h. 66.
26

mengenai Implementasi PP No. 48 tahun 2014 tentang Perkawinan

sehingga pendekatan ini digunakan.

2. Pendekatan Empiris Secara empiris berarti penulis melihat kenyataan di

lapangan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti

dipandang dari sudut penerapan hukum.28 Penulis menggunakan

pendekatan ini untuk medapatkan informasi melalui Kepala Kua serta

Masyarakat Kecamatan Kajuara untuk mencari kebenaran adanya

pengunaan Biaya Nikah dalam perkawinan.

3. Pendekatan Sosiologis Secara Sosiologis berarti suatu landasan kajian

sebuah studi atau penelitian untuk mempelajari hidup bersama dalam

masyarakat.29 Adapun yang akan diteliti nantinya ada kaitanya dengan

masyarakat dimana penulis akan meneliti tentang Implementasi PP No.

48 tahun 2014 tentang Perkawinan di Kecamatan Kajuara. Adapun objek

penelitianya masyarakat Kecamatan Kajuara yang menggunkan biaya

nikah.

D. Data dan Sumber Data

1. Data

Penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang dapat

digunakan untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang berasal dari

masalah-masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini

melibatkan upaya-upaya penting seperti; mengajukan pertanyaan,

Menyusun prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para informan


28
Nico Ngani, Metodologi Penelitian dan Penulisan Hukum (Cet. 1; Yokyakarta: Penerbit
Pustaka Yustisia, 2012), h. 67.
29
Dewi Septiana, “Metodologi Study Islam Pendekatan Sosiologis” (Makalah yang diajukan
sebagai syarat untuk memenuhi tugas mandiri di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, Jurai Siwo
Metro,30 Desember 2013), h.10.
27

atau partisipan. Menganalisis data secara deduktif, mereduksi,

memverifikasi dan menafsirkan atau menangkap makna dari konteks

masalah yang diteliti.30

2. Sumber Data

Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer

dan data sekunder, kedua data tersebut didapatkan melalui sumber tertentu

yakni:

a.) Data Primer

Data primer adalah data yang didapat atau diperoleh langsung

dari objek yang akan diteliti.31 Data primer dalam penelitian ini

diperoleh langsung dari lapangan baik yang berupa observasi maupun

berupa hasil wawancara terkait dengan judul penelitian.

b.) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang mencakup beberapa kutipan

dokumen resmi, buku-buku, dan hasil-hasil penelitian. 32 Pada

umumnya data sekunder merupakan penunjang dari data primer yang

lebih menggunakan bahan-bahan tertulis tentang legalitas perkawinan

atau pencatatan perkawinan yang berupa buku-buku, karya ilmiah,

Perundang-Undangan, dokumentasi foto dan sumber-sumber hukum

yang berkaitan dengan masalah tentang pernikahan melalui hakim.

E. Instrumen Penelitian

30
Farida Nugrahani, Metode Penelitian Kualitatif dalam Penelitian Pendidikan Bahasa
(Surakarta: 2014), h. 25.
31
Adi Rianto, Metodologi Penulisan Sosial dan Hukum (Jakarta: Granit, 2004), h. 57.
32
Amiruddin, Zaenal Asikin, Pengantar Metodologi Penelitian Hukum (Cet. I; Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2006), h. 30.
28

Instrumen Penelitian adalah alat yang digunakan ketika melakukan

proses penggunaan data.33Pemilihan jenis instrument penelitian sangat

tergantung kepada jenis metode pengumpulan data yang digunakan, karena

penelitian ini menggunakan metode observasi, wawancara dan dokementasi,

maka instrument penelitian yang digunakan adalah :

1. Penelitian ini adalah penelitian Kualitatif, maka yang menjadi

instrument penelitian itu sendiri. Penelitian kualitatif sebagai human

instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan

sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas

data analisis data, menafsirkan dan membuat kesimpulan atas

semuanya.34

2. Pedoman Wawancara (interview) yang berupa daftar atau lembar

pertanyaan.

3. Buku catatan atau alat tulis, yang digunakan untuk mencatat semua

informasi yang diperoleh dari sumber data.

4. Handphone, digunakan untuk memotret dan merekam pembicaraan

dalam wawancara.

F. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa metode dalam

pengumpulan data, diantaranya:

1. Pengamatan (Observasi), adalah metode pengumpulan data penelitian

melalui pengamatan terhadap objek yang diteliti. Metode observasi

33
Abdul K, Tahapan dan Langkah-Langkah Penelitian, (Cet. III; Jakarta: Rineke Cipta,
2002), h.62.
34
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R dan D, (CET. XXV; Bandung;
Alfabeta, 2017), h. 222
29

digunakan peneliti untuk mengumpulkan data penelitian yang berupa

perilaku, kegiatan atau perbuatan yang sedang dilakukan oleh subjek

penelitian.35

2. Wawancara (Interview), artinya adanya dua orang untuk saling bertukar

informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan

makna dalam suatu topik tertentu.36

3. Dokumentasi, adalah teknik pengumpulan data penelitian kualitatif untuk

mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media

tertulis dan dokumentasi lainnya yang ditulis atau dibuat langsung oleh

subjek bersangkutan dengan bukti berupa foto.37

G. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan manipulasi data pada bentuk yang lebih

invormative atau berupa informasi, yang mana analisis data dalam penelitian

kualitatif dilakukan setelah pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai

pengumpulan data dalam periode tertentu. Adapun langkah- langkahnya

adalah sebagai berikut:

a. Data Reduction (Reduksi Data)

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak,

untuk itu maka segala informasi yang dibutuhkan dan berkaitan

dengan penelitian perlu dicatat secara teliti dan rinci. Dalam

35
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Ed. I, Cet. VIII; Jakarta: Sinar Grafika, 2016), h.
107.
36
Suteki, Metodologi Penelitian Hukum (Cet. I; Depok: Rajawali Pers, 2018), h. 226.
37
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h.
143.
30

mereduksi data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan

dicapai. Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan.

b. Data Display (Penyajian Data)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah

mendisplaykan data. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan

sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dari

penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

c. Conclusion Drawing/Verification

Langkah ketiga dalam pengolahan data kualitatif adalah

penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dari penelitian

kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah

ada.38

38
Sugioyno, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,(Cet. Xxv;
Bandung;Alfabeta, 2014. h. 249-253.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul K, Tahapan dan Langkah-Langkah Penelitia, Cet. III; Jakarta: Rineke Cipta,
2002
Adhi Kusumastuti dan Ahmad Mustamil Khoiron, Metode Penelitian Kualitatif
Semarang: Lembaga Pendidikan Sukarno Pressindo, 2019.
Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Ed. I, Cet. VIII; Jakarta: Sinar Grafika,
2016.
Amiruddin, Zaenal Asikin, Pengantar Metodologi Penelitian Hukum,Cet. I; Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2006
Anwar, Rosihan, dkk, Pengantar Studi Islam,Cet. I: Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Aspandi A., “PERNIKAHAN BERWALIKAN HAKIM Analisis Fikih Munakahat
Dan Kompilasi Hukum Islam”, Ahkam: Jurnal Hukum Islam, Vol 5, No 1,
2017
Ghony, Djunaidi dan Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif (Cet. I ;
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Hadari, Nawawi, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta : Gajah Mada
University Press, 1992.
Herdiansyah, Haris, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Salemba Humanika,
2010.
Kompilasi Hukum Islam
M Khoiruddin, ‘Wali Mujbir Menurut Imam Syafi’i (Tinjauan Maqâshid Al-
Syarî’ah)”, Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol 18, No 2, 2019
Maolana, Wildan, “Pendapat Ibnu Qudamah Dan Imam Mawardi Tentang Wali
Nikah Bagi Anak Temuan (Laqith)”, ADLIYA: Jurnal Hukum Dan
Kemanusiaan, Vol 12, No 1, 2019.
Mukhsin, M Karya , “Saksi Yang Adil Dalam Akad Nikah Menurut Imam”, Al-
Fikra : Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol 18, No 1, 2020
Mukhtar, Kamal, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan
Bintang, 1974, Sudarsono, Hukum Keluarga Nasional, Jakarta: Rineka Cipta,
1997.
Ngani, Nico Metodologi Penelitian dan Penulisan Hukum Cet. 1; Yokyakarta:
Penerbit Pustaka Yustisia, 2012.
Nugrahani, Farida, Metode Penelitian Kualitatif dalam Penelitian Pendidikan Bahasa
Surakarta: 2014

31
32

Rianto, Adi, Metodologi Penulisan Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, 2004.
Salim, Syahrum, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet I; Bandung; Citapustaka
Media, 2007.
Saputra, Muhammad Bilal, Respon Masyarakat Penghulu KUA tentang Biaya
Pernikahan Pasca Revisi,(Skripsi, Fak. Syariah dan Hukum Islam Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2015
Septiana, Dewi , “Metodologi Study Islam Pendekatan Sosiologis” (Makalah yang
diajukan sebagai syarat untuk memenuhi tugas mandiri di Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri, Jurai Siwo Metro,30 Desember 2013
Strauss, Anselm dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif (Cet I;
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Sugioyno, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,Cet. Xxv; Bandung;
Alfabeta, 2014.
Suharismi Arikunto, Suharismi Dasar-Dasar Research, (Tarsoto:Bandung, 1995 ), h.
Suteki, Metodologi Penelitian Hukum,Cet. I; Depok: Rajawali Pers, 2018.
Wahab bi Syarhi Minhaj al-Thalab (Beirut: Dar al-Fikr)
William K. Carter, Akuntansi Biaya (Cost Accounting). (Jakarta: Salemba Empat,
2009.

Anda mungkin juga menyukai