Anda di halaman 1dari 32

BAHAN AJAR

ADMINISTRASI PENCATATAN NIKAH RUJUK

Oleh:
H. Abdul Jalil, M.A
NIP. 197008281997031004

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAN PENDIDIKAN
DAN PELATIHAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
TENAGA TEKNIS PENDIDIKAN DAN KEAGAMAAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan ini ada tiga peristiwa yang secara sunatullah dialami oleh umat
manusia, yaitu: kelahiran, perkawinan, dan kematian. Karena ketiga hal tersebut
merupakan peristiwa penting, maka perlu untuk dicatat secara administratif. Sebagai
bentuk keseriusan pemerintah dalam hal itu, untuk kelahiran dicatat pada Kantor
Kependudukan dan Catatan Sipil, Nikah dan Rujuk bagi umat Islam dicatat oleh Pegawai
Pencatat Nikah (PPN) atau Penghulu pada KUA Kecamatan, nikah bagi non Muslim
dicatat di Dukcapil, dan kematian dicatat di Kantor kelurahan.
Khusus yang berkaitan dengan perkawinan, berdasarkan Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 Pasal 2: (1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-
masing agama dan kepercayaannya itu. (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Maka untuk merealisasikan amanat tersebut, perlu
diatur secara teknis tentang pelaksanaan nikah dan rujuk dengan Peraturan Pemerintah No
9 tahun 1975; dan Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019 Tentang Pencatatan
Pernikahan.
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan adalah lembaga resmi yang diberikan
kewenangan oleh pemerintah untuk memberikan pelayanan nikah dan rujuk bagi umat
Islam. Sebagai wujud keseriusan pemerintah dalam hal ini, Menteri Agama melalui Kepala
Kantor Wilayah Kementerian Agama mengangkat Pegawai Pencatat Nikah (PPN) atau
Penghulu. Dikarenakan Jabatan Fungsional Penghulu diperlukan keterampilan khusus,
maka diadakan pelatihan calon penghulu guna mewujudkan Aparatur Sipil Negara (ASN)
yang profesional.
B. Diskripsi singkat
Mata Diklat ini akan membahas pendaftaran, pemeriksaan, pengumuman, dan
mempraktikkan Pencatatan Nikah
C. Manfaat bahan ajar
Bahan ajar ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan bagi peserta
pelatihan sebagai bahan tambahan informasi dan referensi tentang berbagai hal terkait
dengan pelatihan calon penghulu.
D. Tujuan Pembelajaran
1. Kopentensi dasar

1
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu menerapkan pengadministrasian
nikah dengan baik dan benar.
2. Indikator Keberhasilan
Setelah selesai pembelajaraan, peserta diharapkan dapat :
a. Menjelaskan Pendaftaran Nikah
b. Menjelaskan Pemeriksaan Nikah
c. Menjelaskan Pengumuman Nikah
d. Menjelaskan Pencatatan Nikah
E. Materi pokok dan Sub Materi Pokok
1. Menjelaskan Pendaftaran nikah
a. Pengertian Administrasi Nikah
b. Syarat Administrasi Nikah
c. Prosedur Pendaftaran Nikah
2. Menjelaskan Pemeriksaan nikah
a. Urgensi Pemeriksaan Nikah
b. Formulir Nikah
3. Menjelaskan Pengumuman nikah
a. Urgensi Pengumuman Nikah
b. Pengumuman Nikah
4. Menjelaskan Praktik Pencatatan Nikah
a. Persiapan praktik Pencatatan Nikah
b. Dasar hukum Pencatatan Nikah
c. Mempraktikkan Pencatatan Nikah

2
BAB II
PENDAFTARAN NIKAH

Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta pelatihan diharapkan dapat:
(1) Menjelaskan pengertian administrasi nikah, (2) Syarat Admistrasi Nikah,
dan (3) Prosedur Pendaftaran Nikah

A. Pengertian Administrasi Nikah


1.1 Syarat administrasi nikah
1. Pengertian Administrasi
Secara etimologis (bahasa), administrasi berasal dari kata Latin ad dan ministro.
1.2 Prosedur Pendaftaran Nikah
Ad mempunyai arti kepada dan ministro mempunyai arti melayani. Sedangkan menurut
istilah, adiministrasi merupakan pelayanan atau pengabdian terhadap subjek tertentu. Pada
awalnya, administrasi merujuk kepada pekerjaan yang berkaitan dengan pengabdian atau
pelayanan
1.3 Syaratkepada raja atau
administrasi menteri-menteri dalam tugas mengelola pemerintahan.
nikah
Dalam buku karya Sondang P. Siagan, administrasi didefinisikan sebagai
“keseluruhan proses kerja sama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas
1.4 Prosedur Pendaftaran Nikah
rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya.” Ada beberapa
hal yang terkandung dalam defenisi tersebut. Pertama, administrasi sebagai seni, adalah
suatu proses yang diketahui hanya permulaannya, sedang akhirnya tidak ada. Kedua,
administrasi mempunyai unsur-unsur tertentu, yaitu adanya dua manusia atau lebih, tujuan
yang harus dilaksanakan, serta peralatan dan perlengkapan untuk melaksanakan tugas-
tugas itu.
2. Pengertian Nikah
Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut
bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan hubungan kelamin
atau bersetubuh (Depdikbud, 1994: 456). Perkawinan disebut juga “pernikahan,” berasal
dari kata nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan
digunakan untuk arti bersetubuh (wathi) (Muhammad bin Ismail al-Shan’aniy, tth: 109).
Kata “nikah” sendiri sering digunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk arti
akad nikah (Wahbah al-Zuhaili, 1989: 29). Menurut istilah hukum Islam, terdapat
beberapa definisi tentang nikah. Salah satunya definisi nikah yang dirumuskan Abu Yahya
Zakariya al-Anshariy:

3
“Nikah menurut istilah syara’ ialah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan
hubungan seksual dengan lafazh nikah atau tazwij, atau semakna dengan keduanya” (Abu
Yahya Zakariya al-Anshariy, tth: 30).
Sedangkan yang dimaksud dengan administrasi nikah dalam bahan ajar ini adalah
suatu proses kegiatan pelaksanaan akad nikah yang dilengkapi unsur-unsur
persyaratan tertentu, yaitu adanya dua manusia atau lebih, tujuan yang harus
dilaksanakan, serta peralatan dan perlengkapan untuk melaksanakan tugas-tugas itu.
B. Syarat administrasi nikah
Adapun syarat administrasi nikah menurut PMA Nomor 20 Tahun 2019 dan
Kepdirjen Nomor 473 Tahun 2020, sebagai berikut:
1. Foto Copy KTP dan Kartu Keluarga (KK), serta Akta Kelahiran untuk calon
pengantin (catin) masing-masing 1 (satu) lembar.
2. Surat pernyataan belum pernah menikah (perawan/jejaka) di atas materai bernilai
Rp 6000,- (enam ribu rupiah) diketahui RT, RW dan Lurah setempat.
3. Surat Pengantar RT/RW setempat.
4. Surat Pengantar Nikah dari Desa/Kelurahan setempat, yaitu Model N1, baik calon
suami maupun calon istri.
5. Pas photo catin ukuran 2×3 masing-masing 4 (empat) lembar dan ukuran 4×6
masing-masing 1 lembar (latar belakang warna biru), bagi anggota TNI/POLRI
harus berpakaian dinas.
6. Bagi yang berstatus duda/janda harus melampirkan Akta Cerai asli beserta salinan
putusan berita acaranya dari Pengadilan Agama, jika duda/janda mati harus ada
surat kematian dan surat model N6 dari Lurah setempat.
7. Harus ada dispensasi dari Pengadilan Agama bagi:
a. catin laki-laki yang umurnya kurang dari 19 tahun;
b. catin perempuan yang umurnya kurang dari 19 tahun;
c. laki-laki yang mau berpoligami.
8. Izin orang tua (model N5) bagi catin yang umurnya kurang dari 21 tahun, baik
catin laki-laki maupun perempuan.
9. Bagi catin yang akan menikah bukan di wilayahnya (ke Kecamatan/Kota lain)
harus ada surat Rekomendasi Nikah dari KUA setempat (N1).
10. Bagi anggota TNI/POLRI dan Sipil TNI/POLRI harus ada surat Izin Kawin dari
Pejabat Atasan/Komandan.

4
11. Catin mendaftarkan diri ke KUA tempat akan dilangsungkannya akad nikah
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja dari waktu melangsungkan pernikahan.
Apabila kurang dari 10 (sepuluh) hari kerja, harus melampirkan surat Dispensasi
Nikah dari Camat setempat.
C. Pendaftaran Nikah
1. Calon pengantin berangkat ke RT/RW untuk mendapatkan surat pengantar ke
Kantor Desa/Kelurahan.
2. Calon pengantin dating ke kantor kepala desa/kelurahan untuk mendapatkan Surat
Pengantar Nikah (N1).
3. Calon Pengantin datang ke Puskesmas untuk mendapatkan:
a. Imunisasi Tetanus Toxsoid 1 bagi calon pengantin wanita,
b. Kartu imunisasi,
c. Imunisasi TT II,
4. Setelah proses pada poin 1, 2, dan 3 selesai, calon pengantin datang ke KUA
kecamatan, untuk:
a. Mengajukan permohonan kehendak nikah secara tertulis (menurut model N2).
Apabila calon pengantin berhalangan, pemberitahuan nikah dapat dilakukan
oleh wali atau wakilnya;
b. Membayar biaya pencatatan nikah dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Pernikahan yang dilaksanakan di Balai Nikah/KUA tidak dikenakan biaya
(0 Rupiah).
2) Pernikahan yang dilaksanakan di luar Balai Nikah/KUA dibebankan
biaya Rp 600.000 (PMA nomor 46 Tahun 2014 tentang Pengelolaan PNBP
atas Biaya Nikah dan Rujuk di luar KUA dan Keputusan Dirjen Bimas
Islam Nomor DJ.II/748 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan
PNBP atas Biaya Nikah dan Rujuk di luar KUA.
D. Rangkuman
Pengertian administrasi nikah adalah suatu proses kegiatan pelaksanaan akad
nikah yang dilengkapi unsur-unsur persyaratan tertentu, yaitu adanya dua manusia atau
lebih, tujuan yang harus dilaksanakan, serta peralatan dan perlengkapan untuk
melaksanakan tugas-tugas itu. Syarat administrasi nikah bagian yang tidak terpisahkan
dari rangkaian suatu proses pendaftaran nikah. Apabila ada salah satu persyaratan nikah
yang kurang, maka akan terjadi kendala.

5
Alur pendaftaran nikah, calon pengantin (catin) mempersiapkan foto copy KTP,
KK, Akta Kelahiran dan foto. Kemudian berangkat ke tempat Ketua RT/RW untuk
mendapatkan Surat Pengantar. Selanjutnya catin ke Kantor Desa/Kelurahan untuk
mendapatkan Surat Pengantar Nikah (N1). Kemudian catin ke Puskesmas untuk
mendapatkan Imuninisasi TT2. Setelah lengkap persayaratan, langkah selanjutnya catin
membawa persyaratan tersebut ke KUA Keacamatan untuk mengajukan permohonan
kehendak nikah (N2). Setelah diverifikasi oleh Petugas (Peghulu), dan dinyatakan
lengkap serta telah memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan, catin
diberikan kode Billing. Setelah itu, kemudian ke Bank yang sudah ditunjuk pemerintah
untuk menyetor biaya nikah sebesar Rp 600.000,- (PMA nomor 46 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan PNBP atas Biaya Nikah dan Rujuk di luar KUA dan Keputusan Dirjen
Bimas Islam Nomor DJ.II/748 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan PNBP
atas Biaya Nikah dan Rujuk di luar KUA). Apabila nikah di Kantor Urusan Agama/Balai
Nikah, maka tidak dikenakan biaya (0 Rupiah).
E. Latihan
Dalam Latihan ini, peserta agar menjawab pertanyaan dengan jelas dan lengkap.
1. Setelah memahami tentang pengertian adminsitrasi nikah, coba anda jelaskan dengan
kata-kata sendiri apa maksud administrasi nikah dikaitkan dengan pendaftaran nikah?
2. Menurut anda apakah dalam pendaftaran nikah ada perbedaan antara teori dan
kenyataan di tempat tugas anda?

6
BAB III
PEMERIKSAAN NIKAH

Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan dapat:
(1) Menjelaskan Urgensi Pemeriksaan Nikah, dan (2) Menjelaskan
Pemeriksaan Nikah

A. Urgensi Pemeriksaan Nikah


1.5 Prosedur Pendaftaran Nikah
Pemeriksaan Nikah menjadi suatu keharusan, karena pemeriksaan merupakan
salah satu instrumen untuk mendapatkan informasi secara langsung dari calon
pengantin, wali nikah, dan hal lain yang dianggap penting, sehingga akan
mendapatkan
1.6 data valid
Syarat administrasi dan dapat dipertanggungjawabkan, baik dalam tataran syariat
nikah
maupun aturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemeriksaan adminstrasi nikah adalah bagian yang tidak terpisahkan untuk
1.7 Prosedur Pendaftaran Nikah
melakukan tahapan selanjutnya. Dalam hal pemeriksaan dokumen nikah belum
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 PMA Nomor 20 Tahun
2019, Kepala KUA Kecamatan/Penghulu/PPN LN memberitahukan secara tertulis
kepada calon suami, calon istri, dan/atau wali untuk melengkapi dokumen persyaratan.
Calon suami, calon istri, dan wali atau wakilnya harus melengkapi dokumen nikah
paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum peristiwa nikah. Apabila calon pengantin
tidak dapat memenuhi persyaratan, langkah selanjutnya Pegawai Pencatat Nikah
(Penghulu) mengeluarkan N7 (surat penolakan nikah). Kepala KUA
Kecamatan/Penghulu/PPN LN memberitahukan penolakan secara tertulis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada calon suami, calon istri, dan/atau wali disertai alasan
penolakan. Hal itu diatur dalam PMA Nomor 20 Tahun 2019 Pasal 6 ayat (1) dan (2),
Pasal 7 ayat (1) dan (2).
Dalam hal dokumen nikah dinyatakan lengkap, hasil pemeriksaan dokumen
nikah dituangkan dalam lembar pemeriksaan nikah yang ditandatangani oleh calon
suami, calon istri, wali, dan Kepala KUA Kecamatan/Penghulu/PPN LN. Dalam hal
calon suami, calon istri dan/atau wali tidak dapat membaca/menulis, penandatanganan
dapat diganti dengan cap jempol. Dalam hal telah terpenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 ayat (4), Kepala KUA Kecamatan/Penghulu/PPN
LN mengumumkan kehendak nikah. Pengumuman kehendak nikah dilakukan pada
tempat tertentu di KUA Kecamatan atau kantor perwakilan RI di luar negeri atau
7
media lain yang dapat diakses oleh masyarakat (PMA Nomor 20 Tahun 2019 Pasal 5
ayat (4) dan (5), Pasal 8 ayat (1) dan (2).
B. Pemeriksaan Nikah
Pendaftaran kehendak nikah dilakukan di KUA kecamatan tempat akad nikah
akan dilaksanakan. Dalam hal pernikahan dilaksanakan di luar negeri, dicatat di
kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri (PMA Nomor 20 Tahun 2019
Pasal 3 ayat (1) dan (2). Setelah dilakukan pendaftaran nikah oleh calon pengantin
atau walinya, maka langkah selanjutnya adalah petugas pencatat nikah melakukan
pemeriksaan nikah.
Pemeriksaan terhadap calon suami, calon istri, dan wali nikah sebaiknya
dilakukan secara bersama-sama, tetapi tidak ada halangannya jika pemeriksaan itu
dilakukan sendiri-sendiri. Pemeriksaan dianggap selesai apabila ketiga-tiganya
selesai diperiksa secara benar. Apabila pemeriksaan calon suami, istri, dan wali itu
terpaksa dilakukan pada hari-hari yang berlainan, maka kecuali pemeriksaan pada hari
pertama, di bawah kolom tanda tangan yang diperiksa ditulis tanggal dan hari
pemeriksaan.
Dalam hal ini, Pegawai Pencatat Nikah harus meneliti asal usul kedua mempelai
termasuk status perkawinannya masing-masing. Sebagaimana yang tertera dalam PP
No. 9 Tahun 1975 Pasal 6 ayat 1, Pegawai Pencatat nikah yang menerima
pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan, meneliti apakah syarat-syarat
perkawinan telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut
Undang-Undang.
Selain pemeriksaan terhadap hal sebagai dimaksud dalam ayat (1), Pegawai
Pencatat nikah juga diwajibkan melakukan penelitian sebagaimana dalam pasal 6 ayat
(2) terhadap:
1. Kutipan Akta Kelahiran atau surat kenal lahir calon mempelai. Dalam hal tidak ada
akta kelahiran atau surat kenal lahir, dapat digunakan surat keterangan yang
menyatakan umur dan asal-usul calon mempelai yang diberikan oleh Kepala Desa
atau yang setingkat dengan itu;
2. Keterangan mengenai nama, agama, pekerjaan, dan tempat tinggal orang tua calon
mempelai;
3. Izin tertulis kedua orang tua sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2)
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, apabila salah seorang calon mempelai atau
keduanya belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun;
8
4. Izin Pengadilan sebagaimana dimaksud pasal 3 ayat (2); pasal 4 ayat (1) dan (2);
pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974; dalam hal calon
mempelai adalah seorang suami yang masih mempunyai istri;
5. Dispensasi Pengadilan/Pejabat sebagai dimaksud Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974; dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
6. Surat keterangan kematian istri atau suami yang terdahulu bagi perkawinan untuk
kedua kalinya atau lebih;
7. Izin tertulis dari Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri HANKAM/PANGLIMA TNI
atau KAPOLRI, apabila salah satu calon mempelai atau keduanya anggota
TNI/POLRI;
8. Surat kuasa autentik atau di bawah tanda tangan yang disahkan Pegawai Pencatat
Nikah, apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya tidak dapat hadir
sendiri karena sesuatu alasan yang penting, sehingga mewakilkan kepada orang
lain.
Apabila hasil dari pemeriksaan Pegawai Pencatat Nikah menunjukkan adanya
halangan perkawinan sebagaimana dimaksud Undang-Undang, dan belum terpenuhi
persyaratannya seperti diatur dalam pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah, maka
pegawai pencatat nikah dapat memberitahukan kepada calon mempelai atau kepada
orang tua atau wakilnya berupa pencegahan pernikahan perkawinan ataupun
penolakakan perkawinan. Pemeriksaan kelengkapan syarat-syarat pernikahan
dilakukan oleh PPN/Penghulu.
C. Rangkuman
Pemeriksaan Nikah menjadi suatu keharusan, karena pemeriksaan merupakan
salah satu instrumen untuk mendapatkan informasi secara langsung dari calon
pengantin, wali nikah, dan hal lain yang dianggap penting, sehingga akan
mendapatkan data valid dan dapat dipertanggungjawabkan, baik tataran syariat
maupun aturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemeriksaan terhadap calon suami, calon istri, dan wali nikah sebaiknya
dilakukan secara bersama-sama, tetapi tidak ada halangannya jika pemeriksaan itu
dilakukan sendiri-sendiri. Pemeriksaan dianggap selesai apabila ketiga-tiganya
selesai diperiksa secara benar. Apabila pemeriksaan calon suami istri dan wali itu
terpaksa dilakukan pada hari-hari yang berlainan, maka kecuali pemeriksaan pada hari

9
pertama, di bawah kolom tanda tangan yang diperiksa ditulis tanggal dan hari
pemeriksaan.
D. Latihan
Dalam Latihan ini, peserta agar menjawab pertanyaan dengan jelas dan lengkap.
1. Setelah peserta mengikuti pelatihan, coba ungkapkan dengan redaksi sendiri
urgensi pemeriksaan nikah!
2. Menurut anda, seberapa penting pemeriksaan nikah dan bagaimana dengan
aplikansinnya di tempat tugas anda?

10
BAB IV
PENGUMUMAN KEHENDAK NIKAH

Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta pelatihan diharapkan dapat:
Menjelaskan urgensi Pengumuman Kehendak Nikah dan menjelaskan Pengumuman
Kehendak nikah

A. Urgensi Pengumuman Nikah

Pegawai
1.8 Prosedur Pencatat
Pendaftaran Nikah Nikah (PPN) atau Penghulu berkewajiban untuk
mengumumkan model (N9) pasangan calon pengantin yang akan melakukan
pernikahan selama 10 hari kerja. Tujuan diumumkannya kehendak nikah, apabila dalam
tenggang waktu sepuluh hari kerja, ada pihak-pihak yang berkepentingan melakukan
1.9pencegahan
Syarat administrasi
pernikahannikah
dengan alasan halangan syar’i dan aturan perundang-undangan
serta peraturan yang berlaku.
1.10 Dalam Pendaftaran
Prosedur hal pendaftaran kehendak nikah dilakukan kurang dari 10 (sepuluh) hari
Nikah
kerja, calon pengantin harus mendapat surat dispensasi dari camat atas nama
bupati/walikota atau Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri tempat akad
nikah dilaksanakan. Ini dinyatakan dalam PMA Nomor 20 Tahun 2019 Pasal 3 ayat (4).
B. Pengumuman Nikah
Setelah masalah pemeriksaan selesai, Pegawai Pencatat nikah/Penghulu
menyelenggarakan pengumuman tentang pemberitahuan kehendak melangsungkan
perkawinan dengan cara menempelkan surat pengumuman menurut formulir (model
N9) pada suatu tempat yang sudah ditentukan dan mudah dibaca oleh umum.
Pengumuman tersebut harus ditandatangani oleh Pegawai Pencatat nikah. Hal ini
tercantum dalam pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Sedangkan
mengenai isi yang dimuat dalam pengumuman itu, menurut pasal 9 Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 berbunyi:
a) Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman dari calon
mempelai, apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin disebutkan nama istri
dan (atau) suami mereka terlebih dahulu;
b) Hari, tanggal, jam dan tempat perkawinan akan dilangsungkan.
Jika syarat-syarat telah terpenuhi, maka pernikahan dapat dilaksanakan
sebagaimana semestinya. Pengumuman tersebut, bertujuan agar masyarakat umum
mengetahui siapakah orang-orang yang hendak melangsungkan pernikahan. Apabila
11
ada pihak yang keberatan terhadap perkawinan yang hendak dilangsungkan, maka
yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan dan menyampaikannya kepada Kantor
Urusan Agama Kecamatan untuk selanjutnya ditindaklanjuti, baik berupa penolakan
maupun pencegahan pernikahan.
Apabila pelaksanaan akad nikah sebelum sepuluh hari kerja sejak pengumuman,
kecuali seperti yang diatur dalam pasal 3 ayat (3) PP No. 9 Tahun 1975, yaitu apabila
terdapat alasan yang sangat penting, misalnya salah seorang akan segera bertugas ke
luar negeri, maka dimungkinkan yang bersangkutan memohon dispensasi kepada
Camat, selanjutnya Camat atas nama Bupati/Walikota memberikan dispensasi. Dalam
kesempatan waktu sepuluh hari ini, calon suami istri seyogianya mendapat bimbingan
perkawinan dari KUA setempat.
C. Rangkuman
Tujuan diumumkannya kehendak nikah, apabila dalam tenggang waktu sepuluh
hari kerja ada pihak-pihak yang berkepentingan melakukan pencegahan pernikahan
dengan alasan halangan syar’i dan aturan perundang-undangan serta peraturan yang
berlaku.
Setelah masalah pemeriksaan selesai, maka Pegawai Pencatat nikah
menyelenggarakan pengumuman tentang pemberitahuan kehendak melangsungkan
perkawinan dengan cara menempelkan surat pengumuman menurut formulir (model
N9) pada suatu tempat yang sudah ditentukan dan mudah dibaca oleh umum.
Pengumuman tersebut harus ditandatangani oleh Pegawai Pencatat nikah. Hal ini
tercantum dalam pasal 8. Mengenai isi yang dimuat dalam pengumuman itu, menurut
pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 berbunyi: a) Nama, umur,
agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman dari calon mempelai, apabila salah
seorang atau keduanya pernah kawin disebutkan nama istri dan (atau) suami mereka
terlebih dahulu; b) Hari, tanggal, jam dan tempat perkawinan akan dilangsungkan. Jika
syarat-syarat telah terpenuhi, maka pernikahan dapat dilaksanakan sebagaimana
semestinya.
D. Latihan
Setelah pembelajaran, peserta diharapkan untuk menjawab pertanyaan sebagai
berikut:
1. Jelaskan apa yang anda ketahui tentang urgensi Pemeriksaaan Nikah?
2. Jelaskan kapan pengumuman nikah itu dapat dilakukan?

12
BAB V
PELAKSANAAN PENCATATAN NIKAH
Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta pelatihan diharapkan dapat:
(1) Menjelaskan Pencatatan Nikah, (2) Menjelaskan Dasar Hukum Pencatatan Nikah,
dan (3) Mepraktikkan Pencatatan Nikah

A. Pengertian Pencatatan Nikah


Perkawinan selanjutnya disebut pernikahan, merupakan peristiwa hukum yang
1.11 Prosedur Pendaftaran Nikah
memberikan legimitasi seorang pria dan wanita untuk bisa hidup dan berkumpul bersama
dalam sebuah keluarga. Ketenangan atau ketenteraman sebuah keluarga salah satunya
ditentukan bahwa pernikahan itu harus sesuai dengan tuntutan syariat Islam (bagi orang
Islam).
1.12 Selain
Syarat itu, ada aturan
administrasi nikahlain yang mengatur bahwa pernikahan itu harus tercatat di
Kantor Urusan Agama.
Pencacatan pernikahan pada prinsipnya merupakan hak dasar dalam keluarga.
1.13 Prosedur Pendaftaran Nikah
Selain itu merupakan upaya perlindungan terhadap isteri maupun anak dalam
memperoleh hak-hak keluarga seperti hak waris dan lain-lain. Dalam hal nikah siri atau
perkawinan yang tidak dicatatkan dalam administrasi Negara mengakibatkan perempuan
tidak memiliki kekuatan hukum dalam hak status pengasuhan anak, hak waris, dan hak-
hak lainnya sebagai istri yang pas, akhirnya sangat merugikan pihak perempuan.
Pencatatan adalah kegiatan mencatat yang dilakukan oleh seseorang mengenai
suatu peristiwa yang terjadi. Pencatatan nikah sangat penting dilaksanakan oleh pasangan
mempelai, sebab buku nikah yang mereka peroleh merupakan bukti otentik tentang
keabsahan pernikahan, baik secara agama maupun negara. Dengan buku nikah itu,
mereka dapat membuktikan pula keturunan sah yang dihasilkan dari perkawinan tersebut
dan memperoleh hak-haknya sebagai ahli waris.
Pernikahan merupakan suatu ikatan/akad/transaksi, yang di dalamnya sarat
dengan kewajiban-kewajiban dan hak-hak, bahkan terdapat pula beberapa perjanjian
pernikahan. Kewajiban dan hak masing-masing suami istri telah diformulasikan di
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Fungsi pencatatan
nikah disebutkan pada angka 4.b. Penjelasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974:
“Pencatatan tiap-tiap pernikahan adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa-
peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang
dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akta juga dimuat dalam daftar

13
pencatatan.” Perintah pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, untuk
melakukan pencatatan terhadap suatu pernikahan tersebut ditujukan kepada segenap
warga negara Indonesia apakah ia berada di Indonesia atau di luar Indonesia.
Pasal 10 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 mengatur bahwa
pernikahan harus dilaksanakan di hadapan pegawai pencatat yang dihadiri oleh dua orang
saksi. Pasal 11 ayat (1) dan ayat (3) menyatakan bahwa sesaat sesudah pernikahan
dilangsungkan, kedua mempelai menandatangani akta pernikahan, pernikahan tersebut
telah tercatat secara resmi. Selanjutnya menurut pasal 13 ayat (2), kepada masing-masing
suami istri diberikan kutipan akta pernikahan. Dengan diperolehnya kutipan akta
pernikahan itu, pernikahan mereka telah dinyatakan sebagai pernikahan yang mempunyai
hak mendapat pengakuan dan perlindungan hukum.
Apabila diperhatikan ayat tersebut mengisyaratkan bahwa adanya bukti otentik
sangat diperlukan untuk menjaga kepastian hukum. Bahkan redaksinya dengan tegas
menggambarkan bahwa pencatatan didahulukan dari pada kesaksian, yang dalam
perkawinan menjadi salah satu rukun. Dalam kaidah hukum Islam, pencatatan nikah dan
membuktikannya dengan akta nikah, sangat jelas mendatangkan maslahat bagi
tegaknya rumah tangga. Sejalan dengan kaidah: “Dar al-mafasid muqaddam ‘ala jalb al-
mashalih” (menghindari kerusakan harus didahulukan dari pada memperoleh
kemaslahatan), dan tindakan (peraturan) pemerintah, berintikan terjaminnya kepentingan
dan kemaslahatan rakyatnya.
Pemerintah yang mengatur tentang pencatatan nikah dan dibuktikannya dengan
akta nikah, dalam perspektif metodologi diformulasikan menggunakan metode istislah
atau maslahah mursalah. Meskipun secara formal tidak ada ketentuan ayat al-Qur’an atau
Sunnah yang memerintahkan pencatatan nikah, namun kandungan maslahatnya sejalan
dengan tindakan syara’ yang ingin mewujudkan kemaslahatan bagi umat manusia.
Dalam QS al-Rum/30:21 dinyatakan bahwa tujuan disyariatkan pernikahan itu untuk
mencapai kebahagiaan (li taskunu ilaiha). Berlandaskan ayat ini, dapat dilakukan analogi
(qiyas), karena ada kesamaan ‘illat, yaitu untuk menghindari dampak negatif yang
ditimbulkan nikah yang tidak dicatat.
Pencatatan nikah yang dilaksanakan pada Kantor Urusan Agama (KUA)
kecamatan memiliki tata cara dan prosedur sesuai dengan Peraturan Menteri Agama
Nomor 20 Tahun 2019 Tentang Pencatatan Pernikahan. Pencatatan nikah bertujuan
untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat. Ini merupakan suatu upaya
yang diatur melalui perundang-undangan, untuk melindungi martabat dan kesucian
14
pernikahan, dan lebih khusus lagi untuk melindungi perempuan dan anak-anak dalam
kehidupan rumah tangga. Melalui pencatatan nikah yang dibuktikan dengan akta nikah,
yang masing-masing suami istri mendapat salinannya, apabila terjadi perselisihan di
antara mereka atau salah satu tidak bertanggung jawab, maka yang lain dapat
melakukan upaya hukum guna mempertahankan atau mendapatkan haknya masing-
masing. Karena dengan akta tersebut, suami istri memiliki bukti otentik atas pernikahan
yang telah mereka lakukan.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) menjelaskan dalam pasal 5 tentang tujuan
pencatatan nikah, yakni :
1. Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap pernikahan harus
dicatat.
2. Pencatatan pernikahan tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah.
Adapun teknis pelaksanaannya dijelaskan dalam pasal 6 yang berbunyi sebagai
berikut:
1. Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap pernikahan harus dilangsungkan
di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.
2. Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak
mempunyai kekuatan hukum.
B. Dasar Pelaksanaan Pencatatan Nikah
Undang-undang perkawinan menempatkan pencatatan suatu pernikahan pada
tempat yang penting sebagai pembuktian telah diadakannya pernikahan. Pernikahan
adalah sah jika telah dilakukan menurut ketentuan agamanya masing-masing, walaupun
tidak atau belum didaftarkan. Dalam surat keputusan Mahkamah Islam Tinggi, pada
tahun 1953 Nomor 23/19 ditegaskan bahwa bila rukun nikah telah lengkap, tetapi tidak
didaftar, maka nikah tersebut adalah sah, sedangkan yang bersangkutan dikenakan denda
karena tidak didaftarkannya nikah itu.
Masalah pencatatan pernikahan di Indonesia diatur dalam beberapa pasal
peraturan perundang-undangan berikut ini. Pasal 2 ayat (2) Undang- Undang Nomor 1
Tahun 1974 mengatur: “Tiap-tiap pernikahan dicatat menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pencatatan dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN)
sebagaimana dimaksud oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan
Nikah, Talak dan Rujuk. Sedangkan tata cara pencatatannya berpedoman kepada
ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Selanjutnya, pasal 10 ayat (3)

15
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 menentukan bahwa pernikahan dilaksanakan
di hadapan pegawai pencatat yang dihadiri oleh dua orang saksi.
Dasar hukum pencatatan nikah diatur dalam beberapa peraturan, yakni:
1. Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 1946 Junto Undang-undang RI Nomor 32
Tahun 1945 tentang Pencatatan NTCR menyebutkan:
“Nikah yang dilakukan menurut agama Islam, selanjutnya disebut nikah, diawasi oleh
Pegawai Pencatat Nikah yang diangkat oleh Menteri Agama atau pegawai yang
ditunjuk olehnya. Talak dan rujuk yang dilakukan menurut agama Islam selanjutnya
disebut talak dan rujuk, diberitahukan kepada Pegawai Pencatat Nikah.” Pasal ini
memberitahukan legalisasi bahwa nikah, talak, dan rujuk menurut agama Islam supaya
dicatat sehingga mendapat kepastian hukum.
2. Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada pasal 2 ayat (2)
menyebutkan: "Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.”
3. PP nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU Nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan. Bab II Pasal 2 Ayat 1:
"Pencatatan Perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut
Agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat sebagaimana dimaksud dalam UU
Nomor 32 tahun 1954 tentang Pencatat Nikah, Talak, dan Rujuk."
Ayat 2:
"Pencatatan Perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut
agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam dilakukan oleh Pegawai
Pencatat Perkawinan pada Kantor Catatan Sipil sebagaimana dimaksud dalam
berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan."
Ayat 3:
"Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang khusus berlaku bagi tata cara
pencatatan perkawinan berdasarkan berbagai peraturan yang berlaku, tata cara
pencatatan perkawinan dilakukan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 sampai Pasal
9 Peraturan Pemerintah.”
Pasal 6; Ayat 1:
"Pegawai Pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak melangsungkan
perkawinan, meneliti apakah syarat-syarat perkawinan telah dipenuhi, dan apakah
tidak terdapat halangan perkawinan menurut Undang-undang."
4. Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI).
16
5. Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan.
6. Keputusan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor 473 Tahun 2020
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pencatatan Pernikahan.
C. Pelaksanaan Pencatatan Nikah
1. Persiapan Pencatatan Nikah
Sebelum pelaksanaan akad nikah dan pencatatan nikah, perlu disiapkan dan diteliti
kembali dengan seksama:
a. Rukun dan Syarat Nikah
Menurut Syariat Islam, setiap perbuatan hukum harus memenuhi dua unsur,
yaitu rukun dan syarat. Rukun ialah unsur pokok (tiang) dalam setiap perbuatan
hukum, sedangkan syarat ialah unsur pelengkap dalam setiap perbuatan hukum.
Apabila kedua unsur ini tidak dipenuhi, maka perbuatan itu dianggap tidak sah
menurut hukum. Demikian pula untuk sahnya pernikahan harus dipenuhi Rukun
dan Syarat:
b. Rukun Nikah:
1) Calon mempelai laki-laki dan perempuan.
2) Wali dari calon mempelai perempuan.
3) Dua orang saksi (laki-laki).
4) Ijab dari wali calon mempelai perempuan atau wakilnya.
5) Qabul dari calon mempelai laki-laki atau wakilnya.
c. Syarat Nikah menurut syariat Islam.
1) Syarat Calon Pengantin Pria sebagai berikut:
a) Beragama Islam, b) Terang prianya (bukan Banci), c) Tidak dipaksa, d)
Tidak Beristri empat orang, e) Bukan Mahram calon istri, f) Tidak mempunyai
istri yang haram dimadu dengan calon istri, g) Mengetahui calon istri tidak
haram dinikahinya, h) Tidak sedang dalam ihram haji atau umrah,
2) Syarat calon pengantin wanita sebagai berikut:
a) Beragama Islam, b) Terang wanitanya (bukan banci), c) Telah memberi izin
kepada wali untuk menikahkannya, d) Tidak bersuami dan tidak dalam ‘iddah,
e) Bukan mahram calon suami.
3) Syarat wali sebagai berikut:
a) Beragama Islam, b) Baligh, c) Berakal, d) Tidak dipaksa, e) Terang pranya
(bukan Banci), f) Adil (bukan fasik), g) Tidak sedang ihram haji atau umrah, h)

17
Tidak dicabut haknya dalam menguasai harta bendanya oleh Pemerintah
(mahjur bi al-safah) dan tidak rusak pikirannya karena tua atau sebagainya.
4) Syarat saksi:
a) Beragama Islam, b) Laki-laki, c) Baligh, d) Berakal, e) Adil, f) Mendengar
(tidak tuli), g) Melihat (tidak buta), h) Dapat bercakap-cakap (tidak bisu), i)
Tidak pelupa (Mughaffal), j) Menjaga harga diri (muru’ah), k) Mengerti
maksud ijab dan qabul, dan l) Tidak merangkap menjadi wali.
2. Pencatatan Nikah
Akad nikah dilangsungkan di bawah pengawasan dan di hadapan PPN/Penghulu,
kemudian dicatat dalam lembar Model NB halaman 4 dan ditandatangani oleh suami,
istri, wali nikah, saksi-saksi, serta PPN/Penghulu yang mengawasinya. Pencatatan
nikah dilakukan setelah akad nikah dilaksanakan. Akad nikah dilaksanakan setelah
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 (PMA
Nomor 20 Tahun 2019 Pasal 9 ayat 1 dan 2).
Dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 terkandung beberapa prinsip untuk
menjamin cita-cita luhur perkawinan, antara lain asas sukarela, partisipasi keluarga,
poligami dibatasi secara ketat, dan kematangan fisik dan mental calon mempelai.
Sebagai realisasi dari asas sukarela, maka perkawinan harus berdasarkan atas
persetujuan kedua calon mempelai. Oleh karena itu, setiap perkawinan harus mendapat
persetujuan kedua calon mempelai, tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Dengan
demikian dapat dihindari terjadinya kawin paksa. Untuk itu diisi surat persetujuan
mempelai (Model N4).
Perkawinan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, karena ia
akan memasuki dunia baru, membentuk keluarga. Berkait dengan hal ini, diperlukan
partisipasi keluarga untuk merestui perkawinan itu. Oleh karenanya, bagi yang berada
di bawah umur 21 tahun baik pria maupun wanita, diperlukan izin dari orang tua. Untuk
itu perlu diisi surat izin orang tua menurut Model N5. Dalam keadaan orang tua tidak
ada, izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga dalam garis
keturunan lurus ke atas.
3. Formulir Pencatatan Pernikahan
Menurut PMA Nomor 20 Tahun 2019 Tentang Pencatatan Pernikahan Bab XI
Pasal 35, formulir pencatatan perkawinan terdiri atas:
a. pengantar nikah dari kepala desa/lurah;
b. permohonan kehendak nikah;
18
c. permohonan pencatatan isbat;
d. persetujuan kedua calon pengantin;
e. surat izin orang tua;
f. penolakan kehendak nikah rujuk;
g. surat keterangan kematian;
h. pemeriksaan nikah;
i. pengumuman nikah;
j. rekomendasi nikah;
k. Akta Nikah;
l. Buku Nikah;
m. Kartu Nikah;
n. Duplikat Buku Nikah;
o. surat keterangan pendaftaran bukti pernikahan luar negeri;
p. Akta Rujuk;
q. Kutipan Akta Rujuk; dan
r. pemberitahuan rujuk.
Formulir nikah yang meliputi Akta Nikah, Buku Nikah, Kartu Nikah, Duplikat
Buku Nikah, dan pemeriksaan nikah, disediakan oleh Direktorat Jenderal. Surat
pengantar nikah dan surat keterangan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan huruf g dikeluarkan oleh kepala desa/lurah. Formulir nikah selain yang
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disediakan oleh kantor kementerian agama
kabupaten/kota. Model formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Direktur Jenderal.
4. Tatacara Upacara Akad Nikah
Tatacara upacara akad nikah adalah proses pelaksanaan akad dari permulaan
sampai penandatanganan pada Daftar Pemeriksaan Nikah oleh masing-masing
yang berhak dan selanjutnya dicatat dalam Akta Nikah. Dengan demikian sah dan
resmi pernikahan tersebut dengan dilaksanakan menurut hukum agama
(munakahat) dan tercatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Petunjuk tatacara upacara akad nikah adalah sebagai berikut:
1) Waktu Pelaksanaan Akad Nikah. Akad nikah dilangsungkan setelah lewat
sepuluh hari kerja terhitung sejak tanggal pengumuman. Apabila akad nikah
akan dilangsungkan kurang dari sepuluh hari tersebut karena suatu alasan

19
yang penting, harus ada dispensasi dari Camat atas nama Bupati/ Wali Kota
setempat.
2) Tempat Pelaksanaan Akad Nikah: a) di Balai Nikah/Kantor Urusan Agama
Kecamatan yang disiapkan di ruang khusus lengkap dengan
perlengkapannya, b) di luar Balai Nikah di rumah calon istri atau di masjid,
yang pengaturannya diserahkan kepada yang mempunyai hajat.
3) Yang menghadiri Akad Nikah: a) PPN/ Penghulu, b) Wali nikah atau wakilnya, c)
Calon suami atau wakilnya, d) Calon istri (sesuai keadaan setempat), e) Dua orang
saksi yang memenuhi syarat, f) Para pengantar/undangan.
5. Pelaksanaan Akad Nikah
Rangkaian kegiatan pelaksanaan akad nikah diatur sebagai berikut :
1) PPN/Penghulu terlebih dahulu memeriksa ulang tentang persyaratan nikah dan
administrasinya kepada kedua calon pengantin dan wali, kemudian menetapkan dua
orang saksi yang memenuhi syarat.
2) PPN/Penghulu menanyakan kepada calon istri di hadapan dua orang saksi, apakah dia
bersedia dinikahkan dengan calon suaminya atau tidak.
3) Jika calon istri bersedia, dipersilakan meminta kepada walinya untuk dinikahkan
dengan calon suaminya, kemudian PPN/Penghulu menanyakan kepada wali, apakah
dia sendiri yang akan mewalikan anaknya atau mewakilkan.
4) Sebelum akad nikah dilaksanakan, dapat didahului dengan:
a) Pembacaan ayat-ayat suci al-Qur an.
b) Pembacaan khutbah nikah. Khutbah nikah diawali dengan Hamdalah, Syahadat,
Shalawat, beberapa ayat al-Qur'an dan Hadis serta nasihat yang berhubungan
dengan perkawinan dan penjelasan tentang tujuan perkawinan untuk mencapai
rumah tangga bahagia. Sejauh yang memungkinkan, disebutkan juga sedikitnya
satu pasal dari Undang-Undang Perkawinan. Yang membaca khutbah nikah
tidak harus PPN/Penghulu, sebaiknya ditanyakan kepada pihak keluarga
pengantin, siapa yang ditunjuk untuk membaca khutbah nikah.
c) Pembacaan Istighfar dan syahadatain secara bersama-sama dipimpin oleh
PPN/Penghulu atau wali yang akan bertindak melakukan ijab.
d) Akad nikah, yaitu:
(1) Ijab oleh wali nasab (ayah kandung)
............................... ‫يا فالن بن فالن أنكحتك وزو جّتك ابنتي فالنة بمهر‬

20
Wahai Fulan bin fulan, saya nikahkan dan saya kawinkan anak kandung saya,
Fulanah kepada engkau dengan maskawin ............................................
Di dalam ijab, juga dapat diberi tambahan, jika di daerah setempat
memerlukannya, seperti:
‫أزو جك على ما أمر هللا به‬
ّ ‫أوصيكم ونفسى بتقوى هللا‬
‫من إمساك بمعروف أو تسريح بإحسان‬
......... ‫يا فالن بن فالن أنكحتك وزو ّج تك ابنتي فالنة بمهر‬
(2) Qabul oleh calon suami
"Saya terima nikahnya Fulanah binti......... dengan maskawin tersebut …….
5) Apabila Wali mewakilkan kepada PPN/Penghulu, maka wali harus mengatakan:
"Bapak PPN/Penghulu (istilah yang lazim dipakai setempat) saya mewakilkan
kepada Bapak untuk mewalikan dan menikahkan Fulanah, anak perempuan
saya/saudara perempuan saya dengan Fulan bin ................... dengan maskawin
................................
PPN/Penghulu menjawab:
"Saya terima untuk mewalikan dan menikahkan Fulanah binti ....................
dengan Fulan dengan maskawin ............................
6) Lafazh ijab yang diucapkan wakil wali sebagai berikut:
........ ‫يا فالن بن فالن أنكحتك وزو ّج تك فالنة َ فالنة بنت فالن بتوكيل وليها الي بمهر‬
Wahai Fulan bin fulan, saya nikahkan dan saya kawinkan Fulanah binti Fulan
kepada engkau, yang walinya telah berwakil kepada saya, dengan maskawin
…….
Setelah ijab qabul dilaksanakan, PPN/Penghulu menanyakan kepada saksi-saksi,
apakah ijab qabul sudah sah atau belum. Apabila saksi-saksi menyatakan belum
sah, maka ijab qabul diulang kembali sampai dinyatakan sah. Apabila sudah sah,
maka dibacakan:
‫بارك هللا لك وبارك عليك وجمع بينكما فى خير‬
7) Pembacaan doa.
8) PPN/Penghulu menawarkan kepada pengantin laki-laki untuk membaca taklik
talak yang sudah disiapkan. Apabila suami tidak bersedia membaca, maka harus
diberitahukan kepada istri bahwa suaminya tidak mengikrarkan taklik talak.
Meskipun tidak dibaca, kedua mempelai perlu memahami maksud ikrar taklik
talak tersebut.

21
9) Penandatanganan surat-surat yang diperlukan: suami, istri, wali, dua orang saksi,
dan PPN/Penghulu membubuhkan tanda tangan pada halaman 4 Daftar
Pemeriksaan Nikah (Model NB). Suami menanda tangani ikrar taklik talak, jika
telah mengikrarkannya. PPN/Penghulu menyatakan kepada hadirin bahwa upacara
akad nikah telah selesai, dan kedua pengantin telah sah menurut hukum sebagai
suami istri. Jika perlu dapat ditambahkan penyuluhan/penasihatan yang
berhubungan dengan masalah nikah, antara hak dan kewajiban suami istri, dan
kehidupan rumah tangga bahagia.
10) Ceramah dan nasihat perkawinan.
11) Kedua pasangan suami istri bersalaman kepada ibu bapak kedua belah pihak dan
keluarga terdekat, selanjutnya menerima ucapan selamat dari para undangan
sesuai dengan adat yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.
12) Setelah ijab qabul dilaksanakan, PPN/Penghulu menanyakan kepada saksi-saksi,
apakah ijab qabul sudah sah atau belum. Apabila saksi-saksi menyatakan belum
sah, maka ijab qabul diulang kembali sampai dinyatakan sah. Apabila sudah sah,
maka dibacakan doa nikah.
13) PPN/Penghulu menawarkan kepada pengantin laki-laki untuk membaca taklik
thalak yang sudah disiapkan.
14) Penandatanganan surat-surat yang diperlukan.
15) PPN/Penghulu mengumumkan kepada hadirin bahwa upacara akad nikah telah
selesai, dan kedua pengantin telah sah menurut hukum agama, serta resmi tercatat
berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku.
D. Rangkuman
Pencatatan nikah adalah kegiatan mencatat yang dilakukan oleh seseorang
mengenai suatu peristiwa yang terjadi. Pencatatan nikah sangat penting dilaksanakan
oleh pasangan mempelai, sebab buku nikah yang mereka peroleh merupakan bukti otentik
tentang keabsahan pernikahan, baik secara agama maupun negara. Dengan buku nikah itu,
mereka dapat membuktikan pula keturunan sah yang dihasilkan dari perkawinan tersebut
dan memperoleh hak-haknya sebagai ahli waris.
Dasar hukum pencatatan nikah sebagai berikut: Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan pada pasal 2 ayat (2) disebutkan: “Tiap-tiap perkawinan dicatat
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku." PP Nomor 9 tahun 1975 tentang
pelaksanaan UU Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, Bab II Pasal 2 Ayat 1:
"Pencatatan Perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut
22
Agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor
32 tahun 1954 tentang Pencatat Nikah, Talak, dan Rujuk." Ayat 2: "Pencatatan
Perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan
kepercayaannya itu selain agama Islam dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada
Kantor Catatn Sipil sebagaiman dimaksud dalam berbagai perundang-undangan mengenai
pencatatan perkawinan." Ayat 3: "Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang
khusus berlaku bagi tatacara pencatatan perkawinan berdasarkan berbagai peraturan yang
berlaku, tatacara pencatatan perkawinan dilakukan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3
samapai Pasal 9 Peraturan Pemerintah." Pasal 6 Ayat 1: "Pegawai Pencatat yang
menerima pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan, meneliti apakah syarat-
sayart perkawinan telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut
Undang-undang." Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI),
PMA Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan, dan Keputusan Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor 473 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Pencatatan Pernikahan.
Pelakasanaan pencatatan nikah ada beberapa tahapan: mulai dari persiapan,
pemeriksaan ulang tentang kelengkapan syarat dan rukun nikah baik dalam tataran hukum
Islam maupun Peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setelah kesemuanya
terpenuhi, kemudian dilajutkan pelaksanaan akad nikah dan sekaligus dilakukan
pencatatan nikah.
E. Latihan
Setelah pembelajaran, peserta diharapkan untuk menjawab pertanyaan sebagai
berikut:
1. Jelaskan apa yang anda ketahui tentang pengertian pencatatan nikah?
2. Apakah yang anda ketahui tentang dasar hukum pencatatan nikah?
3. Bagaimana tata cara mempraktikkan pelaksanaan dan pencatatan nikah?

23
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Pengertian administrasi nikah adalah suatu proses kegiatan pelaksanaan akad
nikah yang dilengkapi unsur-unsur persyaratan tertentu, yaitu adanya dua manusia atau
lebih, tujuan yang harus dilaksanakan, peralatan dan perlengkapan untuk melaksanakan
tugas-tugas itu. Syarat administrasi nikah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
rangkaian suatu proses pendaftaran nikah. Apabila ada salah satu persyaratan nikah yang
kurang, maka akan terjadi kendala. Alur pendaftaran nikah: calon pengantin (catin)
mempersiapkan foto copy KTP, KK, Akta Kelahiran dan foto, kemudian berangkat ke
Ketua RT untuk mendapatkan Surat Pengantar. Selanjutnya catin ke Kantor Lurah untuk
mendapatkan N1,N2, dan N4. Setelah itu catin ke Puskesmas untuk mendapatkan
Imuninisasi TT2. Setelah lengkap persayaratan, langkah selanjutnya catin membawa
persyaratan tersebut ke KUA Keacamatan untuk memberitahukan kehendak nikah (N7).
Setelah diverifikasi oleh Petugas (Peghulu) dan dinyatakan lengkap serta telah memenuhi
persyaratan secara peraturan perundang-undangan, catin diberikan kode Billing. Setelah
itu kemudian ke Bank yang ditunjuk Pemerintah untuk menyetor biaya nikah sebesar Rp
600.000,- (PMA nomor 46 Tahun 2014 tentang Pengelolaan PNBP atas Biaya Nikah dan
Rujuk di luar KUA dan Keputusan Dirjen Bimas Islam Nomor DJ.II/748 Tahun 2014
tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan PNBP atas Biaya Nikah dan Rujuk di luar KUA).
Tetapi apabila nikah di Kantor Urusan Agama /Balai Nikah tidak dikenakan biaya (0
Rupiah).
Pemeriksaan nikah menjadi suatu keharusan, karena pemeriksaan salah satu
instrumen untuk mendapatkan informasi secara langsung dari calon pengantin, wali
nikah, dan hal lain yang dianggap penting, sehingga akan mendapatkan data valid dan
dapat dipertanggungjawabkan, baik dalam tataran syariat maupun aturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pemeriksaan terhadap calon suami, calon istri, dan wali nikah sebaiknya
dilakukan secara bersama-sama, tetapi tidak ada halangannya jika pemeriksaan itu
dilakukan sendiri-sendiri. Pemeriksaan dianggap selesai apabila ketiga-tiganya selesai
diperiksa secara benar. Apabila pemeriksaan calon suami istri dan wali itu terpaksa
dilakukan pada hari-hari yang berlainan, maka kecuali pemeriksaan pada hari pertama, di
bawah kolom tanda tangan yang diperiksa ditulis tanggal dan hari pemeriksaan.

24
Pengumuman kehendak nikah bertujuan, apabila dalam tenggang waktu sepuluh
hari kerja, ada pihak-pihak yang berpentingan melakukan pencegahan pernikahan dengan
alasan halangan syar’i dan aturan perundang-undangan serta peraturan yang berlaku.
Setelah masalah pemeriksaan selesai, maka Pegawai Pencatat Nikah menyelenggarakan
pengumuman tentang pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan dengan cara
menempelkan surat pengumuman menurut formulir (model N9) pada suatu tempat yang
sudah ditentukan dan mudah dibaca oleh umum, dan pengumuman tersebut harus
ditandatangani oleh Pegawai Pencatat Nikah . Hal ini tercantum dalam pasal 8 Peraturan
Nomor 9 Tahun 1975.
Isi yang dimuat dalam pengumuman itu, menurut pasal 9 Peraturan Pemerintah
Nomor 9 tahun 1975 tersebut berbunyi: a) Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan,
tempat kediaman dari calon mempelai, apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin
disebutkan nama istri dan (atau) suami mereka terlebih dahulu, b) Hari, tanggal, jam dan
tempat perkawinan akan dilangsungkan. Kemudian jika syarat-syarat telah terpenuhi,
maka pernikahan dapat dilaksanakan sebagaimana semestinya.
Pencatatan nikah adalah kegiatan mencatat yang dilakukan oleh seseorang
mengenai suatu peristiwa yang terjadi. Pencatatan nikah sangat penting dilaksanakan
oleh pasangan mempelai, sebab buku nikah yang mereka peroleh merupakan bukti
otentik tentang keabsahan pernikahan, baik secara agama maupun negara. Dengan buku
nikah itu, mereka dapat membuktikan pula keturunan sah yang dihasilkan dari
perkawinan tersebut dan memperoleh hak-haknya sebagai ahli waris.
Dasar hukum pencatatan nikah sebagai berikut: Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan pada pasal 2 ayat (2) disebutkan; “Tiap-tiap perkawinan
dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku." PP Nomor 9 tahun 1975
tentang pelaksanaan UU Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Bab II Pasal 2 Ayat
1: "Pencatatan Perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut
Agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat sebagaimana dimaksud dalam UU
Nomor 32 tahun 1954 tentang Pencatat Nikah, Talak, dan Rujuk." Ayat 2: "Pencatatan
Perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan
kepercayaannya itu selain agama Islam dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan
pada Kantor Catatn Sipil sebagaiman dimaksud dalam berbagai perundang-undangan
mengenai pencatatan perkawinan." Ayat 3: "Dengan tidak mengurangi ketentuan-
ketentuan yang khusus berlaku bagi tata cara pencatatan perkawinan berdasarkan
berbagai peraturan yang berlaku, tata cara pencatatan perkawinan dilakukan sebagaimana
25
ditentukan dalam Pasal 3 sampai Pasal 9 Peraturan Pemerintah." Pasal 6 Ayat 1:
"Pegawai Pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan,
meneliti apakah syarat-syarat perkawinan telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat
halangan perkawinan menurut Undang-undang." Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang
Kompilasi Hukum Islam (KHI), PMA Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan
Pernikahan, dan Keputusan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor 473
Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pencatatan Pernikahan.
Pelakasanaan pencatatan nikah ada beberapa tahapan: mulai dari persiapan,
pemeriksaan ulang tentang kelengkapan syarat dan rukun nikah baik dalam tataran
hukum Islam maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setelah kesemuanya
terpenuhi, kemudian dilanjutkan pelaksanaan akad nikah, dan sekaligus dilakukan
pencatatan nikah.
B. Tindak Lanjut
Materi yang diberikan dalam bahan ajar ini masih berupa pemahaman dasar
tentang administrasi nikah. Para peserta pelatihan diharapkan membaca buku-buku
referensi yang menjadi acuan dari bahan ajar ini. Para peserta diklat, setelah dapat
memahami secara baik tentang administrasi nikah, mereka mampu mengamalkan dalam
tugas sehari-harinya sebagai penghulu.
Dengan penerapan administrasi nikah yang baik, maka pelayanan publik
menyangkut pernikahan di KUA akan profesional, sehingga kejadian-kejadian yang tidak
diinginkan, seperti pernikahan sejenis yang akhir-akhir ini menjadi berita hangat tidak
terulang kembali. Keberadaan penghulu juga menjadi penting, karena perannya
memeriksa kelengkapan berkas-berkas calon pengantin adalah kunci yang menentukan,
apakah pernikahan boleh dilaksanakan atau dibatalkan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Anshary, Abu Yahya Zakariya al, Fath al-Wahhab, tth., Singapura: Sulaiman Mar’iy, Juz
2.

Basyir, Ahmad Azhar,1989, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta.

Depdikbud, 1994, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, Cet. ke-3.

Ghozali, 2005, Anda dan pernikahan, Jakarta.

Keputusan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor 473 Tahun 2020
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pencatatan Pernikahan.

Latif, Nazaruddin, 2001, Ilmu perkawinan, Bandung.

Peraturan Menteri Agama No 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan.

Ridha, Muhammad Rasyid, 1964, Tafsir Al-Manar, Mesir: Dar al-Manar, Jilid 3 dan 5.

Sabiq, Sayid, Fiqh al-Sunnah, 1971, Libanon: Dar al-Kitab al-Arabi.

Shan’aniy, Muhammad bin Ismail, 1349 H, Subul as- Salam, Mesir: Mushthafa Bab al-
Halabi, Juz 3.

Sondang, J Siagian, Prof. Dr., 1993, Filsafat Administrasi.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 Tentang Nikah Talak Cerai dan Rujuk.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 Tentang Pemberlakuan UU No 22 tahun 1946


tentang Pelaksanaan di luar Jawadan Madura.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor


1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Zuhaili, Wahbah al, 1989, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Beirut: Dar al-Fikr, Cet. ke-3.

27
28
29
30
31

Anda mungkin juga menyukai