Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“PERKAWINAN PEGAWAI NEGERI SIPIL”

Disusun Oleh :

1. Aulia Fitriana
2. Ayuni Puspa D.
3. Novianti
4. Silviyana Nur A.

Guru Pengajar : Tyaz Azmi Deviyanti, S.Pd.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

SMK Negeri 1 Kongbeng

Jl. Hamengkubuwono Desa Marga Mulia Kec. Kongbeng Kab. Kutai Timur

Prov. Kalimantan Timur Kode Pos 75657

Email: smknegerisatukongbeng@yahoo.com

2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat,karunia, serta taufik hidayat-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “Perkawinan Pegawai Negeri Sipil”. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada Ibu guru yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempuma. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah ini.

Semoga makalah sederhana ini dapat di pahami bagi siapapun yang


membacanya: Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami minta maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun dari anda demi perbaikan makalah yang akan datang.

Kongbeng, Agustus 2023

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah.........................................................................1
B. Rumusan masalah.................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkawinan PNS.................................................................2
B. Dasar Hukum Perkawinan PNS............................................................2
C. Syarat-Syarat Perkawinan PNS.............................................................4
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................7

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan masalah yang esensial bagi kehidupan manusia,
karena disamping perkawinan sebagai sarana untuk membentuk keluarga,
perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia dengan
manusia tetapi juga menyangkut hubungan keperdataan, perkawinan juga
memuat unsur sakralitas yaitu hubungan manusia dengan Tuhannya. Karena
hubungan itulah untuk melakukan sebuah perkawinan harus memenuhi syarat
maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan harus di catat dan dilakukan di
hadapan di Pegawai Pencatat Perkawinan untuk mendapatkan kepastian
hukum. Bahwa sesungguhnya seseorang yang akan melaksanakan sebuah
perkawinan diharuskan memberitahukan dahulu kepada Pegawai Pencatat
Perkawinan. Pemberitahuan tersebut dapat dilakukan secara lisan oleh
seorang maupun oleh kedua mempelai. Dengan adanya pemberitahuan
tersebut, K. Wantjik Saleh berpendapat bahwa maksud untuk melakukan
perkawinan itu harus dinyatakan pula tentang nama, umur,
agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman calon mempelai. Dalam hal
salah seorang atau kedua calon mempelai pernah kawin, harus disebutkan
juga nama suami atau istri terdahulu.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari perkawinan PNS ?
2. Apa saja dasar hukum perkawinan PNS ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa itu perkawinan PNS
2. Mengetahui apa saja pengertian dasar hukum

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkawinan PNS


Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Karena tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal, maka perceraian sejauh mungkin dihindarkan dan hanya dapat
dilakukan dalam hal-hal yang sangat terpaksa.
Perceraian hanya dapat dilakukan apabila ada alasan-alasan tertentu
sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan. Pegawai
Negeri Sipil sebagai unsur aparatur Negara dan abdi masyarakat harus
menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan, dan
ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pegawai Negeri Sipil dan pejabat yang tidak menaati atau melanggar
ketentuan mengenai izin perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil
dijatuhi hukuman disiplin. Untuk kepentingan penyelenggaraan sistem
informasi kepegawaian, setiap perkawinan, perceraian, dan perubahan dalam
susunan keluarga Pegawai Negeri Sipil harus segera dilaporkan kepada
Kepala Badan Kepegawaian Negara menurut tata cara yang ditentukan.
Perkawinan Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan perkawinan
wajib segera melaporkan perkawainannya kepada pejabat. Laporan
perkawinan disampaikan secara tertulis selambat-lambatnya l (satu) tahun
terhitung mulai tanggal pernikahan. Ketentuan tersebut di atas juga berlaku
untuk janda/duda Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pernikahan kembali
atau Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pernikahan dengan isteri kedua,
ketiga, atau keempat.

2
B. Dasar Hukum Perkawinan PNS
Dasar hukum perkawinan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu
sebagai berikut.
1. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan
dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan
dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.
3. Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara (SAKN)
Nomor 08/SE/1983 dan Nomor 48/SE/1990 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang
perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin
Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.
Pegawai Negeri Sipil yang hendak melangsungkan perkawinan wajib
mengirimkan laporan perkawinan secara tertulis kepada pejabat yang
berwenang secara hierarki. Laporan perkawinan harus dikirimkan selambat-
lambatnya 1 (satu) tahun terhitung mulai tanggal perkawinan. Ketentuan
tersebut berlaku juga bagi PNS duda/janda yang melangsungkan perkawinan
kembali. Laporan perkawinan dibuat rangkap 3 (tiga) dengan lampiran, yaitu
sebagai berikut :
a. Salinan sah surat nikah/akta perkawinan untuk tata naskah tiap-tiap
instansi
b. Pas foto istri/suami ukuran 3 cm x 4 cm sebanyak 3 lembar.
Bagi PNS yang tidak memberitahukan/melaporkan perkawinannya
secara tertulis kepada pejabat yang berwenang dalam jangka waktu selambat-
lambatnya 1 (satu) tahun setelah perkawinan dilangsungkan akan dijatuhi
salah satu hukuman disiplin berat sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor
53 Tahun 2010.

3
Larangan PNS tentang pernikahan, yaitu PNS dilarang hidup bersama
di luar ikatan perkawinan yang sah Maksud dari hidup bersama di luar
perkawinan yang sah adalah melakukan hubungan sebagai suami istri dengan
wanita yang bukan istrinya atau pria yang bukan suaminya dan seolah-olah
merupakan suatu rumah tangga Hal ini akan dikenakan hukuman disiplin
berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, PNS yang
bersangkutan dapat dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan
tidak hormat atas permintaan sebagai PNS, yaitu apabila terjadi hal-hal
berikut.
a. Melakukan perceraian tanpa memperoleh izin terlebih dahulu dari
pejabat yang berwenang.
b. Beristri lebih dari satu orang tanpa memperoleh izin terlebih dahulu dari
pejabat yang berwenang.
c. Menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari PNS.
d. Menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan PNS tanpa
memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang.
e. Melakukan hidup bersama dengan pria/wanita di luar ikatan perkawinan
yang sah dan setelah diperingatkan secara tertulis oleh pejabat yang
berwenang tidak menghentikan perbuatan hidup bersama itu.

C. Syarat-Syarat Perkawinan PNS


Syarat-syarat perkawinan diatur mulai Pasal 6 sampai Pasal 12 UU No.
I tahun 1974. Pasal 6 s/d Pasal 11 memuat mengenai syarat perkawinan yang
bersifat materiil, sedang Pasal 12 mengatur mengenai syarat perkawinan yang
bersifat formil. Syarat perkawinan yang bersifat materiil dapat disimpulkan
dari Pasal 6 s/d 11 UU No. I tahun 1974 yaitu:
1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
2. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur
21 tahun harus mendapat ijin kedua orangtuanya/salah satu orang tuanya,
apabila salah satunya telah meninggal dunia/walinya apabila kedua orang
tuanya telah meninggal dunia.

4
3. Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Kalau ada
penyimpangan harus ada ijin dari pengadilan atau pejabat yang ditunjuk
oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita.
4. Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat
kawin lagi kecuali memenuhi Pasal 3 ayat 2 dan pasal 4.
5. Apabila suami dan istri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain
dan bercerai lagi untuk kedua kalinya.
6. Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu
tunggu.
Dalam pasal 39 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 waktu tunggu itu
adalah sebagai berikut:
1. Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130
hari, dihitung sejak kematian suami.
2. Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang
masih berdatang bulan adalah 3 kali suci dengan sekurang-kurangnya 90
hari, yang dihitung sejak jatuhnya putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hokum yang tetap.
3. Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut dalam keadaan hamil,
waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
4. Bagi janda yang putus perkawinan karena perceraian sedang antara janda
dan bekas suaminya belum pernah terjadi hubungan kelamin tidak ada
waktu tunggu.
Pasal 8 Undang-undang No. I/1974 menyatakan bahwa perkawinan dilarang
antara dua orang yang:
1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah maupun ke
atas/incest.
2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu anatara
saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang
dengan saudara neneknya/kewangsaan.

5
3. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak
tiri/periparan.
4. Berhubungan sususan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara
susuan dan bibi/paman susuan.
5. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari
istri dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang.
6. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang
berlaku dilarang kawin.
Syarat perkawinan secara formal dapat diuraikan menurut Pasal 12 UU No.
I/1974 direalisasikan dalam Pasal 3 s/d Pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 9
tahun 1975. Secara singkat syarat formal ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan harus
memberitahukan kehendaknya kepada Pegawai Pencatat Perkawinan di
mana perkawinan di mana perkawinan itu akan dilangsungkan, dilakukan
sekurang-kurangnya 10 hari sebelum perkawinan dilangsungkan.
Pemberitahuan dapat dilakukan lisan/tertulis oleh calon mempelai/orang
tua/wakilnya. Pemberitahuan itu antara lain memuat: nama, umur, agama,
tempat tinggal calon mempelai (Pasal 3-5)
2. Setelah syarat-syarat diterima Pegawai Pencatat Perkawinan lalu diteliti,
apakah sudah memenuhi syarat/belum. Hasil penelitian ditulis dalam
daftar khusus untuk hal tersebut (Pasal 6-7).
3. Apabila semua syarat telah dipenuhi Pegawai Pencatat Perkawinan
membuat pengumuman yang ditandatangani oleh Pegawai Pencatat
Perkawinan yang memuat antara lain:
a. Nama, umur, agama, pekerjaan, dan pekerjaan calon pengantin.
b. Hari, tanggal, jam dan tempat perkawinan akan dilangsungkan (pasal
8-9)
4. Perkawinan dilaksanakan setelah hari ke sepuluh yang dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
Kedua calon mempelai menandatangani akta perkawinan dihadapan
pegawai pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi, maka perkawinan

6
telah tercatat secara resmi. Akta perkawinan dibuat rangkap dua, satu
untuk Pegawai Pencatat dan satu lagi disimpan pada Panitera Pengadilan.
Kepada suami dan Istri masing-masing diberikan kutipan akta
perkawinan (pasal 10-13).

7
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Karena tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal, maka perceraian sejauh mungkin dihindarkan dan hanya dapat
dilakukan dalam hal-hal yang sangat terpaksa.
Perceraian hanya dapat dilakukan apabila ada alasan-alasan tertentu
sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan. Pegawai
Negeri Sipil sebagai unsur aparatur Negara dan abdi masyarakat harus
menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan,
dan ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perkawinan Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan perkawinan
wajib segera melaporkan perkawainannya kepada pejabat. Laporan
perkawinan disampaikan secara tertulis selambat-lambatnya l (satu) tahun
terhitung mulai tanggal pernikahan. Ketentuan tersebut di atas juga berlaku
untuk janda/duda Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pernikahan kembali
atau Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pernikahan dengan isteri kedua,
ketiga, atau keempat.

8
DAFTAR PUSTAKA

https://semarang.kemenag.go.id/kua/perkawinan-dan-perceraian-bagi-pns/
Diakses pada tanggal 22 Agustus 2023
https://bkpp.kulonprogokab.go.id/detil/1964/perkawinan-perceraian
Diakses pada tanggal 22 Agustus 2023
https://kepegawaian.polije.ac.id/peraturan-pemerintah--pp--tentang-izin-
perkawinan-dan-perceraian-bagi-pegawai-negeri-sipil
Diakses pada tanggal 22 Agustus 2023
https://www.bkn.go.id/penjelasan-tentang-ramai-isu-pns-pria-dapat-beristri-lebih-
dari-seorang-dan-larangan-bagi-pns-wanita-menjadi-istri-kedua-ketiga-keempat/
Diakses pada tanggal 22 Agustus 2023
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230531065149-20-956040/pp-atur-
pns-boleh-berpoligami-larang-pns-perempuan-jadi-istri-ke-2/amp
Diakses pada tanggal 22 Agustus 2023
https://sippn.menpan.go.id/pelayanan-publik/8082288/pemerintah-kab-sidoarjo/
izin-melakukan-perkawinan-pegawai-negeri-sipil
Diakses pada tanggal 22 Agustus 2023
http://pkbh.uad.ac.id/syarat-syarat-perkawinan/
Diakses pada tanggal 22 Agustus 2023

Anda mungkin juga menyukai