Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Desentralisasi

Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang berarti penyerahan


kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah
tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan
Republik Indonesia. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-
akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi
sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi juga dapat
diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana,
manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974,
desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pusat kepada daerah. Pelimpahan
wewenang kepada Pemerintahan Daerah, semata- mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang
efisien.
Menurut para Ahli
1. Dennis Rondinelli
Otonomi daerah adalah proses pelimpahan wewenangdan kekuasaan : perencanaan,
pengambilan keputusan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (organisasi-organisasi
pelaksana daerah, unit-unit pelaksana daerah) kepada organisasi semi-otonom dan semi otonom
(parastatal ) atau kepada organisasi non-pemerintah.
2. Menurut World Bank
Desentralisasi atau Otonomi daerah adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
untuk menjalankan fungsi pemerintah pusat kepada organisasi-organisasi pemerintah yang
menjadi bawahannya atau yang bersifat semi independen dan atau kepada sektor swasta
4. Menurut M.Mas’ud Said
Dalam konteks Indonesia, otonomi daerah adalah proses pelimpahan, wewenang dan
kekuasaan dari pemerintah pusat di Jakarta kepada pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota
(dalam koridor UU 32/2004 dan UU 33/2004, UU No. 18/2001 untuk DI Aceh, UU No.
21/2001, untuk Papua)
Sehingga Desentralisasi adalah azas penyelenggaraan pemerintah yang dipertentangan
dengan sentralisasi. Desentralisai menghasilkan pemerintahan lokal (local government). Adanya
pembagian kewenangan yang diberikan kepada unit pemerintah yang lebih rendah (pemerintah
lokal), merupakan perbedaan terpenting antara konsep desentralisasi dengan sentralisasi.
Menurut para pakar politik sependapat bahwa dianutnya Desentralisasi adalah agar
kebijakan pemerintah tepat sasaran, dalam arti sesuai dengan kondisi wilayah serta masyarakat
setempat.
Selanjutnya mengutip pendapat Riggs (dalam Sarunjang 2000:47) menyatakan bahwa
desentralisasi mempunyai dua makna:
1. Pelimpahan wewenang (delegation) yang mencakup penyerahan tanggung jawab kepada
bawahan untuk mengambil keputusan berdasar kasus yang dihadapi, tetapi pengawasan tetap
berada ditangan pusat. 
2. Pengalihan kekuasaan (devolution) yakni seluruh tanggung jawab untuk kegiatan tertentu
diserahkan penuh kepada penerima wewenang.

Tujuan dari desentralisasi yaitu:


 Mencegah pemusatan keuangan                                                                                             
 Sebagai usaha pendemokrasian Pemerintah Daerah untuk mengikutsertakan rakyat bertanggung
jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
 Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat local sehingga
dapat lebih realistis.
Sedangkan tujuan desentralisasi menurut smith(1985) membedakan secara umum 2 tujuan
utama desentralisasi yaitu “political and economic goals (tujuan politik dan ekonomi)” lalu smith
mencoba mengupas secara tujuan dari desentralisasi secara lebih rinci membedakan tujuan
desentralisasi bila dilihat dari sudut pandang kepentingan pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah. Untuk kepentingan pemerintah pusat smith menegaskan sedikitnya ada 3 tujuan
desentralisai yaitu pendidikan politik, pelatihan dalam politik kepemimpinan dan untuk stabilitas
politik. Sedangkan untuk kepentingan pemerintah daerah menurut smith ada 3 tujuan desentralisasi
yaitu kesamaan politik, akuntabilitas local dan tanggapan lokal.
Empat bentuk desentralisasi, yaitu:
• Dekonsentrasi wewenang administratif
Dekonsentrasi berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat kepada
perwakilannya yang ada di daerah tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk
mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan.
• Delegasi kepada penguasa otoritas
Delegasi adalah pelimpahan pengambilan keputusan dan kewewenangan manajerial untuk
melakukan tugas –tugas khusus kepada suatu organisasi yang secara langsung berada di bawah
pengawasan pusat.
• Devolusi kepada pemerintah daerah
Devolusi adalah kondisi dimana pemerintah pusat membentuk unit-unit pemerintahan di luar
pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu untuk
dilaksanakan secara mandiri. Devolusi adalah bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif untuk
merujuk pada situasi di mana pemerintah pusat mentransfer kewenangan kepada pemerintah daerah
dalam hal pengambilan keputusan , keuangan dan manajemen.
• Pemindahan fungsi dari pemerintah kepada swasta
Yang di sebut sebagai pemindahan fungsi dari pemerintahan kepada swasta atau privatisasi
adalah menyerahkan beberapa otoritas dalam perencanaan dan tanggung jawab admistrasi tertentu
kepada organisasi swasta.
Dalam konteks Indonesia, Desentralisasi telah menjadi konsensus pendiri bangsa. Pasal 18
UUD 1945 yang sudah diamandemen dan ditambahkan menjadi pasal 18, 18A dan 18B
memberikan dasar dalam penyelenggaraan desentralisasi. Negara Kesatuan Republik Indonesia
dibagi atas daerah - daerah Propinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota yang
masing-masing mempunyai pemerintahan daerah. Bahkan Sampai saat ini, kita telah memiliki 7
(tujuh) Undang-Undang yang mengatur pemerintahan daerah yaitu UU 1 tahun 1945, UU 22 tahun
1948, UU 1 tahun 1957, UU 18 tahun 1965, UU 5 tahun 1974, UU 22 tahun 1999 dan terakhir UU
32 tahun 2004. Melalui berbagai UU tersebut, penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia
mengalami berbagai pertumbuhan dan juga permasalahan.

B. Masalah Desentralisas Manajemen Kurikulum

Sebagaimana diketahui bahwa kondidi masyarakat Indonesia adalah sangat hetrogen, dengan
berbagai macam keragamannya seperti budaya, adat, suku, sumber daya alam dan bahkan sumber
daya manusianya. Permasalahan relevansi pendidikan semlama ini diarahkan pada kurangnya
kepecayaan pemerintah pada daerah untuk menata sistem pendidikannya yang sesuai dengan
kondisi objektif daerahnya.
Kebijakan desentralisasi manajemen kurikulum berkenaan dengan kemampuan daerah dalam
aspek relevansi diatas. Permasalahan relevansi pendidikan selama ini diarahkan pada kurangnnya
kepercayaan pemerintah pada daerah untuk menata sistem pendidikannya yang setara dengan
kondisi objektif didaerahnnya. Karena itu, desentralisasi kurikulum menjadi alternatif yang harus
dipertimbangkan prosentasi lebih kecil daripada kurikulum nasional belum cukup memadai dengan
situasi, kondisi, dan kebutuhan daerahnya.
Kurikulum adalah keseluruhan program, fasilitas, dan kegiatan suatu lembaga pendidikan atau
pelatihan untuk mewujudkan visi dan misi lembaganya, oleh karena itu, pelaksanaan kurikulum
untuk menunjang kebrhasilan sebuah lembaga pendidikan harus ditunjang hal-hal sebagai berikut:
1. Tersedianya tenaga pengajar (guru) yang kompeten
2. Tersedianya fasilitas fisik atau fasilitas belajar yang memadai dan menyenangkan
3. Tersedianya fasilitas bantu untuk proses belajar mengajar.
4. Adanya tenaga penunjang pendidikan seperti tenaga administrasi, pembimbing,
pustakawan, laboran
5. Tersedianya dana yang memadai
6. Manajemen yang efektif dan efisien
7. Terpeliharanya budaya yang menunjang, seperti nilai-nilai religius, moral,
kebangsaan, dan lain-lain
8. Kepemimpinan pendidikan yang visioner, transparan dan akuntabel.
Kurikulum sekolah yang amat terstruktur dan sarat beban menyebabkan proses pembelajaran
disekolah menjadi steril terhadap keadaan dan perubahan lingkungan fisik dan sosial yang berkembang
dalam masyarakat. Akibatnya, proses pendidika menjadi rutin, tidak menarik, dan kurang mampu memupuk
kreatifitas murid untuk belajara serta guru dan pengelola pendidikan dalam menyusun dan melaksanakan
pendekatan pembelajaran yang inovatif.
Penggunaan pendekatan dalam merumuskan kurikulum harus meliki cakupan yang luas, dapat
mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan yang diyakini sebagai unsur pening untuk hidup lebih
mandiri. Strategi pembelajaran dirancang untuk membimbing, melatih dan membelajarkan peserta didik agar
mempunyai bekal dalam menghadapi masa depannya, dengan memanfaatkan peluang dan tantangan yang
ada.
C. Masalah Desentralisasi Manajememn Sumber Daya Manusia (SDM)
Persoalan sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu dari tuntutan pendidikan, dimana
tuntutan SDM ini ternyata mengalami dinamisasi kualitas. Standard mutu dituntut disetiap jenis pekerjaan,
sesuai dengan tuntutan kualitas produk dan kualitas jasa yang diharapkan untuk memenuhi kepuasan hidup
manusia. Yang berarti tuntutan sosial dari pendidikan kita mengalami dinamika juga. Banyak kekhawatiran
dalam bidang kesiapan SDM ini, diantaranya belum terpenuhinya lapangan kerja dengan kemampuan
sumber daya yang ada. Prinsip “the Right Man On the Right Place” semakin jauh pelaksanaannya.
Implementasi desentralisasi pendidikan masih menyimpan beberapa kendala seperti dalam pengangkatan
pengelola pendidikan yang tidak memerhatikan latar belakang dan profesionalisme, kepala dinas pendidikan
diangat dari mantan camat, kepala dinas pasar, dan bahkan kepala dinas pemakaman yang teradang sama
sekali tidak mengerti masalah pendidikan. Meskipun para mantan pejabat itu pernah mengurus orang banyak.
Bagaimanapun sumber daya manusia yang kurang profesional akan menghambat pelaksanaan sistem
pendidikan. Penataan SDM yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dan keahliannya
menyebabkan pelaksanaan pendidikan tidak profesiona. Banyak tenaga kependidiakan yang latar belakang
pendidikannya tidak relevan di tempatkan di Dunia kerja yang ditekuninya.
Dalam bidang kepegawaian tampak bahwa rtasi atau mutasi pegawai atau guru antar kabupaten/kota
dan provinsi sulit dilaksanakan karena alasan terbatasnya Dana Alokasi Umum (DAU), karena sektor
penggajian guru biasanya masuk daam alokasi dana DAU, sehingga pengurangan tenaga pegawai PNS guru
yang disebabkan pindah ke Kabupaten/Kota atau provinsi yang lain, terlebih lebih bagi daerah yang minus
sumber daya dan berbelit-belit.
Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberakan pada kabupaten dan kota, dipercaya banyak
mengandung makna yang menggambarkan suatu situasi yang penuh tantangan. Bahkan sering digambarkan
sebagai keadaan dalam era Reformasi, dimana segala sesuatu berbau orde baru yang penuh intrik kolasi,
korupsi, dan nepotisme perlu dimusnahkan dalam manajemen pembangunan bangsa.
Dalam perspektif teoritis, manajemen SDM dalam konteks desentralisasi pemerintahan erat
kaitannya dengan teori global economy. Dampak teori ini telah menyebabkan perimbangan dari natural
resources ke knowledge based resources. Namun demikiaan implementasi dari produk-produk kebijakan
yang berkaitan dengan manajemen SDM di lingkungan pemerintahan daerah pasca UU No. 32 Tahun 2004
belum ditindak lanjuti dengan adanya rencana induk manajemen SDM yang sesuai dengan kebutuha pada
setiap daerah.
D. Masalah Desentralisasi Pembiyaan
Persolan dana merupakan persoalan yang paling krusial dalam perbaikan dan pembangunan sistem
pendidikan di Indonesia, dan dana juga merupakan salah satu syarat atau unsur yang sangat menentukan
keberhasilan penyelenggaraan pendidikan.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidika Nasional sebernarnya sudah mengamanatkan tentang
pentinnya alokasi anggaran dana untuk pembiyaan dan pembangunan pendidikan ini. Dalam pasal 49 ayat 1
dikemukakan bahwa “ dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan
minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20
% dari anggaran pendapaan dan belanja daerah (APBD). Dana masyarakat yang selama ini digunakan untuk
membiayai pendidikan belom optimal teraokasikan secara proporsional sesuai dengan kemampuan daerah.
Sementara itu konteks pembiayaan, dengan diberakukannya otonomi daerah, maka anggaran
pendidikan dialokasikan pada APBD. Terihat jelas penurunan biaya penyelenggaraan pendidikan, hal ini di
samping pemahaman pempinan daerah terhadap pedidikan, banyak yang masih sangat terbatas, tidak jaang
mereka juga menempatkan pembangunan pendidikan bukan berada pada skaa prioritas. Umumnya didaerah,
termasuk pimpinan daerah (bupati, gubenur, walikota) DPRD dan pengambilan kebijakan yang lain, bila
bicara tentang pendidikan semua sepakat merupakan sesuatu yang sangat penting dan harus menjadi prioritas
pembangunan. Berkaitan dengan biaya pendidikan ini sendiri, menurut Ace Suryadi (2004:181) terdapat
empat agenda kebijakan yang perlu mendapat perhatian serius, yaitu:
1. Besarnya anggaran pendidikan dialokasikan
2. Aspek keadilan dalam alokasi anggaran
3. Aspek efisiensi dalam pendayagunaan anggaran, dan
4. Anggaran pendidikan dan desentraisasi pengelolahan.
Keuntungan pendidikan tidak selalu dapat diukur dengan standar nilai ekonomi dan uang. Hal ini
disebabkan manfaat pendidikan, disamping memiliki nilai ekonomi, juga memiliki niai sosial.
E. Masalah desentralisasi Manajemen Sarana Dan Prasarana
Persoalan sarana dan prasarana pendidikan berkenaan dengan fasilitas dan kemudahan dalam
pelaksanaan pendidikan yang tersedia. Sarana dan prasarana pendidikan pengadaannya masih sangat
tergantung dari pemerintah pusat, sementara pendistribusiannya belum terjamn merata sampai ketujunnya.
Persoalan- persoalan menyangkut fasilitas pendidikan, erat kaitannya dengan kondisi tanah, bangunan dan
perabot yang menjadi penunjang terlaksananya proses pendidikan.
1. Konsep standarisasi Mutu Sarana dan Prasarana
2. Manajemen Sarana dan Prasarana
3. Inventaris Sarana Dan Prasarana
F. Masalah Desentalisasi Organisasi Kelembagaan
Dalam hal kelembagaan kependidikan antar kabuaten/kota dan provinsi tidak sama dan terkesan
berjalan sendiri-sendiri, baik menyangkut struktur, nama organisasi kelembagaan dan lain sebagainya.
Proses desentralisasi kelembagaan pendidikan merupakan proses yang cukup rumit, hal ini sebagaimana
yang digambarkan Soewartoyo, dkk (2003:80-81) disebabkan beberapa faktor antara lain:
1. Desentralisasi kelembagaan pendidikan akan menciptakan suatu sistem pendidikan dengan
kebijakan kebijakan yang faktual
2. Desentralisasi kelembagaan pendidikan harus mengelola smber dayanya dan sekaligus
memanfaatkannya
3. Desentralisasi kelembagaan pendidikan harus melatih tenaga kependidikan dan tenaga
pengelola tingkat lapangan yang profesional
4. Desentralisasi kelembagaan pendidikan harus menyusun kurikulum yang tepat guna
5. Desentralisasi kelembagaan pendidikan juga harus dapat mengelola sistem pendidikan yang
didasarkan pada kehidupan sosial budaya setempat
Pembaruan struktur kelembagaan pendidikan di daerah perlu memerhatikan tiga hal pokok yaitu:
kewenangan, kemampuan,dan kebutuhan masing – masing daerah dengan berasaskan pada demokratisasi,
pemberdayaan dan pelayanan umum di bidang pendidikan
G. Persoalan Desentralisasi Bidang Perundang – Undangan
Dalam konteks desentralisasi manajemen pendidikan, persoalan hukum dan perundang –undangan
pada dasarnya cukup krusial, karena aspek ini merupakan perangkat kendali manejemen yang akan
menentukan isi dan luas wewenang serta tanggung jawab untuk melaksanakan setiap bidang tugas yag
didesentralisasikan artinya setiap penataan organisasi dan manajemen sebagai konsekuensi dari wewenang
yang diterima, tidak terlepas dari adanya asas legalitas sebagai landasan berpijak dalam membangun
perangkat-perangkat operasional organisasi dan manajemen yang akuntabel bagi kepentingan masyarakat.
Adapun peraturan perundang-undangan tersebut paling tidak terdiri dari dua sumber yaitu: (1)
komitmen politik yang bersumber dari amanat rakyat, (2) kemauan politik para pembuat kebijakan baik pada
taanan manajemen pendidikan ditingkat pusat maupun tingakt daerah.
H. Masalah Pembinaan dan Koordinasi
Disamping pembinaan, koordinasi juga sanat diperlukan bagi daerah, hal ini terutama untuk
menghindari seperti terjadinya tumbang tindih program, gam antar daerah dan sebagainya. Sayangnya
selama pelaksanaan otonomi daerah pembinaan dan koordinasi ini semakin sulit dilaksanakan, hal ini
disebabkan adanya “gengsi” antar pejabat yang biasanya bupati/walikota “enggan” selalu berkonsultasi
dengan gubenur karena merasa bukan bawahan da tidak memiliki hubungan hierarkis.
Meskipun desentralisasi sudah ada dalam peraturan dan regulasi otonomi daerah, tetapi dalam
kelembagaan dan sikap akademik guru, kepala sekolah, dan ajajran Dinas Pendidikan sebagai atasannya
belum sinkron. Pemerintah daerah belum menunjukkan penampilan dan cara kerja yang jelas dan yang
mereka lakukan masih pada pemanfaatan dana, bukan pada “ akademic activity”
I. Beberapa Catatan dan Strategi Kebijakan
Secara konseptial sistem desentralisasi pendidikan dipastikan lebih luwes untuk menyesuaikan
penyelenggaraan progam pendidikan dengan kondisi daerah setempat dibandingkan dengan sistem yang
sentralistis.
Adapun catatan dan strategi kebijakan yang harus diperhatikan antara lain:
1. Kebijakan mutu
2. Kebijakan relevansi
3. Kebijakan efisiensi
4. Kebijakan pemerataan
5. Kebijakan kurikulum

Anda mungkin juga menyukai