Anda di halaman 1dari 25

RUANG LINGKUP MATA KULIAH

MANAJEMEN
BERBASIS SEKOLAH
TINJAUAN MATA KULIAH
Modul 1 : LANDASAN FILOSOFIS MANAJEMENBERBASIS
SEKOLAH
Mudul 2 : SENTRALISASI VERSUS DESENTRALISASI
Modul 3 : KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK MENJAMIN
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Modul 4 : DESENTRALISASI PADA TINGKAT
PENDIDIKAN DI SEKOLAH (MANAJEMEN BERBASIS
SEKOLAH)
Modul 5 : MODEL MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI
INDONESIA
Modul 6 : IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS
SEKOLAH DI INDNESIA
Keterkaitan Fungsi Pendidikan dengan
Perkembangan Zaman
Ada beberapa tujuan pendidikan, pertama bersifat
mendasar, yaitu untuk mempersiapkan manusia
menghadapi masa depan agar lebih sejahtera, baik sebagai
individu maupun secara kolektif sebagai warga masyarakat,
bangsa maupun antar bangsa.
Tujuan dan fungsi pendidikan lainya adalah peradaban,
artinya pedidikan bermanfaat untuk mencapai suatu tingkat
peradaban. Peradaban hasil karya manusia yang semula
dimaksudkan untuk mendukung kesejahteraan manusia.
Tujuan pendidikan berikutnya adalah pada gilirannya
menyiapkan individu untuk dapat
beradaptasi/menyesuaikan diri atau memenuhi tuntutan-
tuntutan sesuai wilayah tertentu yang senantiasa berubah.
Model Pendidikan

Model pendidikan yang tepat adalah model pendidikan


yang diharapkan oleh setiap warga negara.
Model pendidikan yang dipandang tepat disebut
customized design, yaitu desain yang sesuai dengan
kondisi, konteks, dan aspirasi masyarakat.
Model yang tepat dalam pengelolaan pendidikan yang
sesuai dengan alur berfikir tersebut adalah MBS dan
Pendidikan Berbasis Masyarakat. Untuk mewujudkan
model yang tepat tersebut sekolah harus
mengembangkan berbagai pilihan program baik
program ilmu dasar, pendidikan nilai, program
keterampilan (life skills), dan program tambahan
lainnya.
KETERKAITAN PENDIKAN NILAI DENGAN
MBS
Pendidikan Nilai terkait dengan salah satu ranah
pendidikan yaitu ranah afektif. Di Indonesia pendidikan
nilai yang dominan adalah pendidikan
kewarganegaraan dan pendidikan agama. Kedua mata
pelajaran tersebut mempunyai peran yang penting
untuk tetap menumbuh kembangkan tanggung jawab
bersama di dalam suatu kehidupan masyarakat baik
masyarakat lokal, nasional, regional, nasional maupun
global.
Pendidikan nilai yang diharapkan berpeluang untuk
terwujudnya dengan diterapkannya MBS.
Ada bebrapa alasan diterapkannya MBS di Indonsesia
yaitu :
Sistem pemerintahan di Indonesia yang baru mengalami perubahan
besar dan masih akan terus berkembang.
Sistem pemerintah Indonesia cenderung berubah sejalan dengan
suasana masyarakat yang menghendaki desentralisasi, transparansi,
demokratisasi, akuntabilitas serta dorongan peningkatan peran
masyarakat dalam hampir semua kebijakan dan layanan publik
termasuk sistem pendidikan.
Landasan hukum MBS :
- UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah.
- PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
- UU 25 Tahun 2000 tentang Propenas
- UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional
- Kepmendiknas No. 122/U/2001 tentang Rencana Strategis
Pembangunan Pendidikan Pemuda dan Olahraga Th. 2000-2004.
UU Sisdiknas sebagai Kebijakan di Dalam
Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan.
UU No. 20/2003 dengan tegas menyatakan bahwa MBS
merupakan prinsip pengelolaan pendidikan. Sebagai
prinsip pengelolaan pendidikan MBS cenderung akan
mempengaruhi banyak hal yang ada hubungannya
dengan pengelolaan pendidikan.
Karakteristik tatangan baru yang dikehendaki adalah
diterapkannya azas atau nilai-nilai demokrasi, hak azasi
manusia, transparansi, keadilan, peran sakuntabilitas,
serta masyarakat, akuntabilitas, efisiensi, pluralisme
yang semuanya di Negara KRI yang semakin kuat.
Sebagai kebijakan baru MBS tidak berdiri sendiri, tetapi
merupakan rangkaian dari seperangkat kebijakan yang
saling terkait dan standar nasional, kurikulum berbasis
kompetensi, evaluasi yang independen, akreditasi,
sertifikasi, profesionalisme ketenagaan, pengalokasian dana
dan sumber biaya. Serta partisipasi masyarakat melalui
Dewan Pendidikan dan Komite sekolah, yang semuanya
bertujuan untuk meningkatkan pemerataan dan mutu
pendidikan, relevansi dan efisiensi serta akuntabilitas
penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan
Modul 2
Sentralisasi Versus Desentralisasi
Alasan diterapkannya sistem desentralisasi dapat ditelusuri
dari ketidakberhasilan pemerintah Orde Baru dalam
mengatasi krisis tahun 1997-1998 yang berakibat pada
jatuhnya pemerintah Soeharto.
Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie yang menandai titik
awal dimulainnya reformasi di segala bidang. Masyarakat
sungguh-sungguh menuntut sistem pemerintahan yang
transfaran, accountabe, efisien, efektif, serta mengindahkan
aspirasi masyarakat yang beragam. Sistem desentralisasi
dipandang dapat mengakomodasi tuntutan masyarakat
tersebut.
Pengertian sentralisasi dan desentralisasi secara umum mengikuti
kesepakatan tentang letal/posisi pengambilan keputusan. Berbagai
pendapat para ahli yang relevan diajukan dalam uraian tersebut.
Para ahli tersebut ialah, Mintberg, Robbin, Simon, Rodinelli dan
Cheema, Fieske dan Duhou
Ada 3 hal yang dapat disarikan
1. Sentralisasi dan desentralisasi dilhat dari segi
formalitas kekuasaan dan kewenangan untuk
mengambil keputusan.
2. Di dalam proses kerja organisasi dapat terjadi penyim-
pangan oleh staf sehingga mengurangi karakter sentra-
lisasi. Makin banyak penyimpangan maka organisasi
tersebut berubah karakternya lebih desentralistik.
3. Pengertian sentralisasi dan desenralisasi berisifat
nisbi/relatif, tidak absolut.
2.2 Kelebihan dan kekurangan Sentralisasi
dan Desentrlisasi
KELEBIHANSENTRALISASI:
* Totaliterisme penyelenggaraan pendidikan
* Keseragaman manajemen, sejak dalam aspek perencanaan, pengelolaan,
evaluasi, hingga model pengembangan sekolah dan pembelajaran.
* Keseragaman pola pembudayaan masyarakat
* Organisasi menjadi lebih ramping dan efisien, karena seluruh aktivitas
organisasi terpusat sehingga pengambilan keputusan lebih mudah.
* Perencanaan dan pengembangan organisasi lebih terintegrasi.
* Peningkatan resource sharing (berbagi sumber daya) dan sinergi, dimana
sumberdaya dapat dikelola secara lebih efisien karena dilakukan secara
terpusat.
* Pengurangan redundancies aset dan fasilitas lain, dalam hal ini satu aset
dapat dipergunakan secara bersama-sama tanpa harus menyediakan aset
yang sama untuk pekerjaan yang berbeda-beda.
Perbaikan koordinasi; koordinasi menjadi lebih mudah
karena adanya unity of command.
* Pemusatan expertise (Keahlian); keahlian dari anggota
organisasi dapat dimanfaatkan secara maksimal karena
pimpinan dapat memberi wewenang.
* Kebijakan umum organisasi lebih mudah
diimplementasikan terhadap keseluruhan.
* Menghasilkan strategi yang konsisten dalam organisasi.
* Mencegah sub-sub unit menjadi independen.
* Memudahkan koordinasi dan kendali manajerial.
* Meningkatkan penghematan ekonomi dan mengurangi
biaya berlebih.
* Mampu meningkatkan spesialisasi.
* Mempercepat pembuatan keputusan.[1]
Kelemahan Sentralisasi
 Kebijakan dan keputusan pemerintah daerah dihasilkan oleh orang-orang yang
berada di pemerintah pusat sehingga waktu untuk memutuskan suatu hal menjadi
lebih lama
* Melemahnya kebudayaan daerah
* Kualitas manusia yang robotic, tanpa inisiatif dan kreatifitas.
* Melahirkan suatu pemerintah yang otoriter sehingga tidak mengakui akan hak-
hak daerah.
* Kekayaan nasional, kekayaan daerah telah dieksploitasi untuk kepentingan
segelintir elite politik.
* Mematikan kemampuan berinovasi yang tidak sesuai dengan pengembangan
suatu masyarakat demokrasi terbuka
* Kemungkinan penurunan kecepatan pengambilan keputusan dan kualitas
keputusan. Pengambilan keputusan dengan pendekatan sentralisasi seringkali tidak
mempertimbangkan faktor-faktor yang sekiranya berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan tersebut.
* Demotivasi dan disinsentif bagi pengembangan unit organisasi. Anggota
organisasi sulit mengembangkan potensi dirinya karena tidak ada wahana dan
dominasi pimpinan yang terlalu tinggi.
*
* Penurunan kecepatan untuk merespon perubahan
lingkungan. Organisasi sangat bergantung pada daya respon
sekelompok orang saja.
* Peningkatan kompleksitas pengelolaan. Pengelolaan
organisasi akan semakin rumit karena banyaknya masalah pada
level unit organisasi yang di bawah.
* Perspektif luas, tetapi kurang mendalam. Pimpinan
organisasi akan mengambil keputusan berdasarkan perspektif
organisasi secara keseluruhan tapi tidak atau jarang
mempertimbangkan implementasinya akan seperti apa.[2]
* Kurangnya kemampuan daya saing yang tinggi di dalam
kerja sama. Di dalam suatu masyarakat yang otoriter dan statis,
daya saing tidak mempunyai tempat. Oleh sebab itu,
masyarakat akan sangat lamban perkembangannya. Masyarakat
bergerak dengan komando yang melahirkan sikap masa bodoh
Kelebihan Desentralisasi
Dapat melahirkan sosok manusia yang memiliki kebebasan berpikir,
* Mampu memecahkan masalah secara mandiri, bekerja dan hidup dalam
kelompok kreatif penuh inisiatif dan impati,
* Memiliki keterampilan interpersonal yang memadai
* Mendorong terjadinya partisipasi dari bawah secara lebih luas.
* Mengakomodasi terwujudnya prinsip demokrasi.
* Mengurangi biaya akibat alur birokrasi yang panjang sehingga dapat
meningkatkan efisiensi.
* Memberi peluang untuk memanfaatkan potensi daerah secara optimal.
* Mengakomodasi kepentingan poloitik.
* Mendorong peningkatan kualitas produk yang lebih kompetitif.
* Keputusan dan kebijakan yang ada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa
campur tangan pemerintah pusat.
* Mendekatkan proses pendidikan kepada rakyat sebagai pemilik pendidikan itu
sendiri. Rakyat harus berpartisipasi di dalam pembentukan social capital tersebut
* Mampu memenuhi tujuan politis, yaitu melaksanakan demokratisasi dalam
pengelolaan pendidikan.
 Mampu membangun partisifasi masyarakat sehingga melahirkan pendidikan
yang relevan, karena pendidikan benar0benar dari oleh dan untuk masyarakat.
* Mampu menyelenggarakan pendidikan secara menfasilitasi proses belajar
mengajar yang kondusif, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas
belajar siswa
* Memperkuat kongruensi ini, di mana Indonesiadibangun secara kokoh dari
kemajemukan daerah dan suku-bangsanya.
* Membuat pembangunan daerah lebih baik, rakyatnya lebih sejahtera, dan
karena itu kemudian diharapkan akan semakin memperkuat negarabangsa
Indonesia itu sendiri.
* Mencegah separatisme, dan karena itu sukses Otonomi daerah pada
gilirannya diharapkan memperkuat negara-nangsa Indonesia.
* Memperkuat demokrasi itu sendiri. Sudah sekitar satu windu otonomi
daerah digelindingkan, dan sampai hari ini masih banyak yang meragukan
apakah otonomi daerah dapat memperkuat Indonesia sebagai sebuah negara-
bangsa.
* Memperkuat persatuan dan kesatuan , karena Indonesia hari ini Penduduk
Negara Republik Indonesia terbesar nomor empat di dunia.
* Menghargai kearifan lokal atau variasi local terbukti penduduk Indonesia
yang multikultural.
Kelemahan Desentralisasi
1 Wewenang itu hanya menguntungkan pihak tertentu atau golongan serta dipergunakan
untuk mengeruk keuntungan para oknum atau pribadi.
2. Sulit dikontrol oleh pemerinah pusat.
3. Masa transisi dari sistem sentralisasi ke desintralisasi ke memung-
kinkan terjadinya perubahan secara gradual dan tidak memadai serta
jadwal pelaksanaan yang tergesa-gesa.
4 Kurang jelasnya pembatasan rinci kewenangan antara pemerintah
pusat, propinsi dan daerah.
5. Kemampuan keuangan daerah yang terbatas.
6. Sumber daya manusia yang belum memadai.
7. Kapasitas manajemen daerah yang belum memadai.
8. Restrukturisasi kelembagaan daerah yang belum matang.
9. Pemerintah pusat secara psikologis kurang siap untuk kehilangan otoritasnya.
10. Meningkatnya kesenjangan anggaran pendidikan antara daerah,antar sekolah
antar individu warga masyarakat.
11. Keterbatasan kemampuan keuangan daerah dan masyarakat
(orang tua) menjadikan jumlah anggaran belanja sekolah akan menurundari
waktu sebelumnya,sehingga akan menurunkan motivasi dan kreatifitas
tenaga kependidikan di sekolahuntuk melakukan pembaruan.  
Biaya administrasi di sekolah meningkat karena prioritas anggarandi alokasikan untuk
menutup biaya administrasi, dan sisanya baru didistribusikan ke sekolah.
* Kebijakan pemerintah daerah yang tidak memperioritaskan pendidikan, secara
kumulatif berpotendsi akan menurunkan pendidikan.
* Penggunaan otoritas masyarakat yang belum tentu memahamisepenuhnya
permasalahandan pengelolaan pendidikan yang pada akhirnya akan menurunkan mutu
pendidikan.
* Kesenjangan sumber daya pendidikan yang tajam di karenakan perbedaan potensi
daerah yang berbeda-beda. Mengakibatkan kesenjangan mutu pendidikan serta
melahirkan kecemburuan sosial.
* Terjadinya pemindahan borok-borok pengelolaan pendidikan dari pusat ke daerah.
* Permasalahan keterlambatan di terbitkanya PP tentang pembagian urusan.
* Pemerintah engan dalam mendelegasikan kewenangan kepada daerah, hal ini
terlihat dari masih adanya balai pelaksanaan teknis pusat di daerah yang di bentuk oleh
departemen teknis, pelaksanaan pembiayaanya bersumber dari pusat yang
konsekuensinya berkurang inovasi dan kreatifitas di daerah dalam melaksanakan
kewenanganya.
* Sistem hukum dan pembuktian terbalik masih absurd atau kabur sehinga muncul
keraguan satuan kerja dalam melaksanakan program atau kegiatan di daerah.
*
Belum optimalnya pengelolahan sumber daya yang berakibat pada
rendahnya PAD, hal ini berimplikasi pada rendahnya Rasio PAD
terhadap APBD.
* Belum optimalnya penerapan sangsi dan penghargaan bagi
sumber daya manusia aparatur di daerah.
* Pemekaran ego bagaimana berbagi bagi kekuasaan atau orang
mendapat bagian kekuasaan di daerah mencoba memekarkan
daerah yang akan menghabiskan APBN negara.
* Korupsi pemindahan ladang korupsi dari pusat kedaerah.
* Konflik vertikel dan herizontan, misalnya dalam pelaksanaan
pilkada .
* Munculnya pilkada langsung yang banyak menghabiskan dana
dan rawan konflik. Ongkos yang di bayar untuk pilkada (Ongkos
Demokrasi) sangat mahal di Indonesia adalah konsekuensi
pelaksanaan otonomi daerah.
Modul 3
Pembelajaran 1
Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang diterbikan
pemerintah pusat sebenarnya bukan merupakan harga mati
dan menjadi keharusan bagi semua penyelenggara
pendidikan. Namun demikian SPM diharapkan menjadi
rambu-rambu minimal yang dijadikan peggangan bagi
penyelenggara pendidikan untuk menjaga kualitas
pendidikannya. Hal ini mempunyai implikasi bahwa sekolah-
sekolah yang mampu mendekati atau bahkan melebihi
standar itu akan mampu menjaga kualitas sekolah dengan
optimal dan sebaliknya, sekolah yang tidak mampu
mempersiapkan sesuai dengan standar akan ketinggalan
dibandingkan dengan sekolah-sekolah lain.
Modul 3.2
Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah tidak dapat
dipisahkan dari komponen-komponen atau subsistem lain
dalam manajemen sekolah, seperti personalia, kurikulum,
sarana dan prasarana, serta keuangan sekolah. Oleh karena
itu, kegiatan belajar ini mengkaji perlunya peningkatan
kemampuan personal dalam menunjang implementasi MBS.
Agar para personel sekolah dapat mandiri maka perlu
diadakan training (diklat) tentang manajemen pola MBS.
Disamping itu, pola pendanaan sekolah juga perlu diarahkan
dalam rangka Manajemen Berbasisi Sekolah. Pola
pendanaan (funding formula) diharapkan tidak membela
kepada sekolah yang kuat dan seolah-olah menafikan yang
lemah. Dengan pola itu, sekolah kuat semakin kuat, dan
sekolah lemah akan semakin terpuruk.
Modul 4.1
Manajeme Berbasis Sekolah di Indonesia merupakan produk
kebijakan
pengelolanaan pendidikan yang mulai dirintis sejak tahun 1999.
Perintisan itu perlu disosialisasi lebih luas agar dipahami oleh
seluruh pihak-pihak yang berkepentingan dan masyarakat sebagai
pemakai dan yang kena dampak kebijakan itu. MBS memberikan
keleluasaan (bukan tidak potensi) kepada kepala sekola untuk
mengatur sekolahnya berdasarkan potensi sekolah dan
stakholdernya .
Dengan pengaturan desentrlaisasi berbasis dari sekolah ini,
diharapkan akan tercapai tujuan peningkatan kualitas dan
relevansi, pemerataan, efktifias, peningkatan kualitas dan relevasi,
pemerataan, efektifitas dan efisiensi , serta meni, meningkatkan
akuntabilitas sekolah dan komitmen seluruh stakeholder.
Modul 4.2
Logika umum yang dapat dipahami oleh semua orang pada
umumnya bahwa implementasi MBS akan meningkatkan
kualitas pembelajaran atau prestasi peserta didik. Namun
demikian, hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi
MBS tidak senantiasa berkorelasi positif dengan peningkatan
prestasi peserta didik. Meskipun demikian pemerintah
Indonesia tetap memaklumi implementsi MBS itu dengan
tujuan jangka penjang.
Konsep mutu pendidikan dapat dilihat dari berbagai perspektif
maka pengertian prestasi peserta didik yang selama ini hanya
berupa prestasi akademik perlu diluruskan. Di samping itu
pelanggan tampaknya juga menjadi faktor yang menentukan
output dan outcome lemabaga pendidikan diterima atau tidak
diterima secara umum.
Modul: 5

Anda mungkin juga menyukai