Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“DESENTRALISASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL”


(Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Management Lembaga Pendidikan)

Dosen Pengampu :
Ulfa Wulan Agustina, M. Pd

Penyusun:
Nunuk Hartutik (1804110042)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KH. A. WAHAB HASBULLAH
TAMBAKBERAS
JOMBANG
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur selalu kami haturkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah mata kuliah Mekanika.

Terima kasih kepada Ibu Ulfa Wulan Agustina, M.Pd. selaku pembimbing kami
dalam pembelajaran mata kuliah Management Lembaga Pendidikan, juga semua pihak yang
telah memberikan bantuan serta motivasi kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini disusun dengan maksud untuk memberikan arahan dan pedoman
mempelajari Manajemen Lembaga Pendidikan secara mudah, lengkap, dan benar. Adapun
penyajian makalah ini mengacu kepada prinsip belajar bermakna, yaitu belajar yang
mengutamakan pengertian atau pemahaman konsep dan ditekankan kepada dua hal penting
dalam pembelajaran

Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik serta saran yang bersifat membangun guna perbaikan dan peningkatan kualitas
makalah di masa yang akan datang dari pembaca adalah sangat berharga bagi kami.

Demikian makalah ini kami susun, semoga bisa bermanfaat bagi kita semua serta
menjadi tambahan referensi bagi penyusunan makalah dengan tema yang senada diwaktu yang
akan datang.

Jombang, 22 Oktober 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN.......................................................................................................1

KATA PENGANTAR.....................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................4

A. Latar Belakang..............................................................................................................4

B. Rumusan Masalah.........................................................................................................5

C. Tujuan ..........................................................................................................................5

D. Manfaat.........................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................6

A. Hakikat Desentralisasi..................................................................................................6

B. Konsep Desentralisasi Pendidikan................................................................................6

C. Tujuan Desentralisasi Pendidikan.................................................................................7

D. Syarat Keberhasilan Proses Disentralisasi Pendidikan.................................................9

E. Kelebihan dan Kelemahan Desentralisasi Pendidikan................................................10

BAB III PENUTUP.......................................................................................................12

A. Kesimpulan.................................................................................................................12

B. Saran….......................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................13

3
BAB I
PENDAHULUAAN
A. Latar Belakang
Perubahan sistem pendidikan di Indonesia telah melalui perkembangan yang panjang, hal
ini seiring dengan kondisi bangsa Indonesia. Jauh sebelum Indonesia mencapai kemerdekaan,
sistem pendidikan yang berkembang di Indonesia adalah sistem pendidikan tradisional yang
disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Pada awal kemerdekaan, para pendiri
republik yang sebagian besar adalah para tokoh pendidikan, memusatkan usahanya untuk
membangun sistem pendidikan nasional sebagai pengganti dari sistem pendidikan kolonial yang
telah berlangsung lebih dari tiga abad. Sistem pendidikan nasional mulai menampakan
bentuknya sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan
dan Pengajaran di Sekolah.
Sistem pendidikan nasional telah mengalami tiga kali perubahan dari Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1950, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954, dan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1989. Selama waktu tersebut, telah terjadi berbagai perubahan dan perkembangan, baik
dari aspek substansi maupun kekuasaan dan kewenangan penyelenggaraannya.
Dari aspek substansi, telah terjadi perubahan dan perkembangan, antara lain tentang
tujuan pendidikan, kurikulum, metode mengajar, penilaian pendidikan terus berlangsung dengan
adanya perubahan rencana pelajaran 1964, kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984,
kurikulum 1994, KTSP dan kini berlangsung Kurikulum 2013. Perubahan pada aspek kekuasaan
dan kewenangan penyelenggaraan pendidikan, antara lain tampak pada perubahan sistem
pendiidikan nasional yang mulanya sentralistik kini menjadi sistem pendidikan nasional yang
mengalami desentralisasi.
Desentralisasi adalah merupakan penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai suatu sistem yang dipakai dalam bidang
pemerintahan merupakan kebalikan dari sentralisasi, dimana sebagian kewenangan pemerintah
pusat dilimpahkan kepada pihak lain untuk dilaksanakan.
Dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah ditegaskan bahwa sistem pendidikan
nasional yang bersifat sentralistis selama ini kurang mendorong terjadinya demokratisasi dan
desentralisasi penyelenggaraan pendidikan. Sebab sistem pendidikan yang sentralisasi diakui
kurang bisa mengakomodasi keberagaman daerah, keberagaman sekoah, serta keberagaman
peserta didik, bahkan cendrung mematikan partisipasi masyarakat dalam pengembangan
pendidikan.

4
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah makalah ini, yaitu:
1. Apa hakikat desentralisasi?
2. Bagaimana konsep desentralisasi pendidikan?
3. Apa tujuan desentralisasi pendidikan?
4. Apa syarat keberhasilan proses desentralisasi pendidikan?
5. Apa kelebihan dan kelemahan desentralisasi pendidikan?
C. Tujuan
Tujuan yang akan dicapai dengan adanya makalah ini, yakni:
1. Mengetahui hakikat desentralisasi.
2. Mengetahui konsep desentralisasi pendidikan.
3. Mengetahui tujuan desentralisasi pendidikan.
4. Mengetahui syarat keberhasilan proses desentralisasi pendidikan.
5. Mengetahui kelebihan dan kelemahan desentralisasi pendidikan.
D. Manfaat
1. Kehadiran makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam pembelajaran landasan
pendidikan khususnya pengetahuan tentang konsep desentralisasi pendidikan.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Desentralisasi
Secara etimologis, istilah desentralisasi berasal dari bahasa Latin de, artinya lepas dan
centrum, yang berarti pusat, sehingga bisa diartikan melepaskan dari pusat. Sementara, dalam
Undang-undang No. 32 tahun 2004, bab I, pasal 1 disebutkan bahwa desentralisasi adalah
penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengertian desentralisasi pendidikan menurut (Hurst dalam Nugroho, 2000: 2), “the
decentralization process implies the transfer of certain function from small group of policy-
makers to a small group of authorities at the local level” dengan kata lain desentralisasi
merupakan proses penyerahan fungsi-fungsi tertentu dari sekelompok kecil pembuat kebijakan
kepada satu kelompok kecil pemegang kekuasaan pada tataran lokal. Definisi Hurst tersebut
telah menggambarkan dengan jelas proses penyerahan fungsi-fungsi pemerintahan yang
kemudian diberikan kepada pemerintah daerah. Sedangkan pengertian desentralisasi menurut
(Chau dalam Nugroho, 2000: 2), desentralisasi pada konsep pendelegasian kekuasaan kepada
pemerintah daerah, dengan tujuan meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumberdaya.
Pengertian desentralisasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengemukakan bahwa
sistem pemerintahan yang lebih banyak memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah.
Selanjutnya, pengertian desentralisasi menurut (Hoogerwert dalam Hasbullah, 2010: 5),
desentralisasi adalah sebagai pengakuan atau penyerahan wewenang oleh badan-badan umum
yang lebih rendah untuk secara mandiri dan berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri
mengambil keputusan pengaturan pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi dari hal
itu.
Dari beberapa pernyataan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa
desentralisasi pendidikan adalah suatu proses di mana suatu lembaga yang lebih rendah
kedudukannya menerima pelimpahan kewenangan untuk melaksanakan segala tugas
pelaksanaan pendidikan, termasuk pemanfaatan segala fasilitas yang ada serta penyusunan
kebijakan dan pembiayaan.
B. Konsep Desentralisasi Pendidikan
Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2003 adalah terungkap pada Bak Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang tua,
Masyarakat dan Pemerintah.Pada bagian ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal 8

6
disebutkan bahwa “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan; pasal 9 Masyarakat berkewajiban memberikan
dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”.
Begitu juga pada bagian keempat Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah
Daerah, pasal 11 ayat (2) “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana
guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas
tahun”. Khusus ketentuan bagi Perguruan Tinggi, pasal 24 ayat (2) “Perguruan Tinggi memiliki
otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi,
penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep otonomi pendidikan
mengandung pengertian yang luas, mencakup filosofi, tujuan, format dan isi pendidikan serta
manajemen pendidikan itu sendiri. Implikasinya adalah setiap daerah otonomi harus memiliki
visi dan misi pendidikan yang jelas dan jauh ke depan dengan melakukan pengkajian yang
mendalam dan meluas tentang trend perkembangan penduduk dan masyarakat untuk
memperoleh konstruk masyarakat di masa depan dan tindak lanjutnya, merancang sistem
pendidikan yang sesuai dengan karakteristik budaya bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika
dalam perspektif tahun 2020.
Kemandirian daerah itu harus diawali dengan evaluasi diri, melakukan analisis faktor
internal dan eksternal daerah guna mendapat suatu gambaran nyata tentang kondisi daerah
sehingga dapat disusun suatu strategi yang matang dan mantap dalam upaya mengangkat harkat
dan martabat masyarakat daerah yang berbudaya dan berdaya saing tinggi melalui otonomi
pendidikan yang bermutu dan produktif.
C. Tujuan Desentralisasi Pendidikan
Terdapat delapan tujuan utama desentralisasi menurut (Hanson dalam Hadiyanto, 2004: 27),
yaitu:
1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi (accelerated economic development),
2. Meningkatkan efesiensi manajemen (increased management efficiency),
3. Distribusi tanggung jawab dalam bidang keuangan (redistribution of financial
responsibility),
4. Meningkatkan demokratisasi mealalui distribusi kekuasaan (increased democratization
trough the distribution of power),
5. Control local menjadi lebih besar melalui deregulasi (greater local control trough
deregulation),
6. Pendidikan berbasis kebutuhan pasar (market-based education),

7
7. Menetralisasi pusat-pusat kekuasaan (neutralizing competing centers of power),
8. Meningkatkan kualitas pendidikan (improving the quality of education),

Menurut Hadiyanto (2004: 30), secara konseptual, terdapat dua jenis desentralisasi pendidikan,
yaitu:
1. Desentralisasi kewenangan di sektor pendidikan dalam hal kebijakan pendidikan dan
aspek pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (propinsi dan distrik)
2. Desentralisasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di
tingkat sekolah
Konsep desentralisasi pendidikan yang pertama terutama berkaitan dengan otonomi
daerah dan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah, sedangkan konsep
desentralisasi pendidikan yang memfokuskan pada pemberian kewenangan yang lebih besar pada
tingkat sekolah dilakukan dengan motivasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Adapun tujuan dan orientasi dari desentralisasi pendidikan sangat bervariasi berdasarkan
pengalaman desentralisasi pendidikan yang dilakukan di beberapa negara Amerika Latin, di
Amerika Serikat dan Eropa. Jika yang menjadi tujuan adalah pemberian kewenangan di sektor
pendidikan yang lebih besar kepada pemerintah daerah, maka fokus desentralisasi pendidikan
yang dilakukan adalah pada pelimpahan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah lokal
atau kepada Dewan Sekolah. Implisit ke dalam strategi desentralisi pendidikan yang seperti ini
adalah target untuk mencapai efisiensi dalam penggunaan sumber daya (school resources; dana
pendidikan yang berasal yang pemerintah dan masyarakat).
Di lain pihak, jika yang menjadi tujuan desentralisasi pendidikan adalah peningkatan
kualitas proses belajar mengajar dan kualitas dari hasil proses belajar mengajar tersebut, maka
desentralisasi pendidikan lebih difokuskan pada reformasi proses belajar-mengajar. Partisipasi
orang tua dalam proses belajar mengajar dianggap merupakan salah satu faktor yang paling
menentukan.
Desentralisasi pendidikan merupakan peluang bagi peningkatan mutu kegiatan belajar
mengajar di sekolah. Dengan kata lain, ia merupakan peluang bagi peningkatan mutu pendidikan
di setiap daerah. Hal ini karena perhatian terhadap peningkatan mutu guru, peningkatan mutu
manajemen kepala sekolah, peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan
pendidikan menjadi lebih baik jika dikelola oleh para pejabat pendidikan yang ada di daerah.
Pada akhirnya, tujuan desentralisasi pendidikan adalah pada pemerataan mutu pendidikan yang
meningkat ini.
Desentralisasi pendidikan merupakan salah satu model pengelolaan pendidikan yang
menjadikan sekolah sebagai proses pengambilan keputusan dan merupakan salah satu upaya

8
untuk memperbaiki kualitas pendidikan serta sumber daya manusia termasuk profesionalitas
guru yang belakangan ini dirisaukan oleh berbagai pihak baik secara regional maupun secara
internasional.
Sistem pendidikan yang selama ini dikelola dalam suatu iklim birokratik dan sentralistik
dianggap sebagai salah satu sebab yang telah membuahkan keterpurukan dalam mutu dan
keunggulan pendidikan di tanah air kita. Hal ini beralasan, karena sistem birokrasi selalu
menempatkan “kekuasaan” sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses pengambilan
keputusan. Sekolah-sekolah saat ini telah terkungkung oleh kekuasaan birokrasi sejak kekuasaan
tingkat pusat hingga daerah bahkan terkesan semakin buruk dalam era reformasi saat ini.
Ironisnya, kepala sekolah dan guru-guru sebagai pihak yang paling memahami realitas
pendidikan berada pada tempat yang “dikendalikan”. Merekalah seharusnya yang paling
berperan sebagai pengambil keputusan dalam mengatasi berbagai persoalan sehari-hari yang
menghadang upaya peningkatan mutu pendidikan. Namun, mereka ada dalam posisi tidak
berdaya dan tertekan oleh berbagai pembakuan dalam bentuk juklak dan juknis yang “pasti”
tidak sesuai dengan kenyataan obyektif di masing-masing sekolah.
Disamping itu pula, kekuasaan birokrasi juga yang menjadi faktor sebab dari menurunnya
semangat partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dulu, sekolah
sepenuhnya dimiliki oleh masyarakat, dan merekalah yang membangun dan memelihara sekolah,
mengadakan sarana pendidikan, serta iuran untuk mengadakan biaya operasional sekolah. Jika
sekolah telah mereka bangun, masyarakat hanya meminta guru-guru kepada pemerintah untuk
diangkat pada sekolah mereka itu.
Pada waktu itu, kita sebenarnya telah mencapai pembangunan pendidikan yang
berkelanjutan (sustainable development), karena sekolah adalah sepenuhnya milik masyarakat
yang senantiasa bertanggungjawab dalam pemeliharan serta operasional pendidikan sehari-hari.
Pada waktu itu, Pemerintah berfungsi sebagai penyeimbang, melalui pemberian subsidi bantuan
bagi sekolah-sekolah pada masyarakat yang benar-benar kurang mampu.
D. Syarat Keberhasilan Proses Desentralisasi Pendidikan
Keberhasilan desentralisasi pendidikan setidaknya akan tergantung pada beberapa faktor
pendukung. Di bawah ini akan dikemukakan empat faktor penunjang keberhasilan desentralisasi
pendidikan, yaitu:
1. Menerapkan deregulasi, meningkatkan fleksibilitas melalui penerapan deregulasi
merupakan kunci utama untuk memacu efektivitas desentralisasi pendidikian di daerah dan
sekolah. Deregulasi merupakan proses pemangkasan jalur birokrasi yang terlalu ketat dan
panjang. Deregulasi juga berarti menghilangkan rantai birokrasi yang terlalu banyak. Sebagai
system semestinya bukan untuk mempersulit dan memperlambat proses, tetapi sebaliknya
memperlancar proses layanan pendidikan yang diperlukan oleh masyarakat.

9
2. Menerapkan semiotonom atau melaksanakan desentralisasi secara bertahap dan
berkesinambungan.
3. Melaksanakan kepemimpinan demokratis dan partisipatif dalam penyelenggaraan
pendidikan di sekolah.
4. Menerapkan profesionalitas, transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan
desentralisasi pendidikan.
E. Kelebihan dan Kelemahan Desentralisasi Pendidikan
Menurut Nugroho (2000: 67), sedikitnya terdapat empat kelebihan dari desentralisasi
pendidikan:
1. Peningkatan mutu, yaitu dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka sekolah lebih
leluasa mengelola dan memberdayakan potensi sumber daya yang dimiliki
2. Efisiensi Keuangan hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak
lokal dan mengurangi biaya operasional
3. Efisiensi Administrasi, dengan memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan
menghilangkan prosedur yang bertingkat-tingkat
4. Perluasan dan pemerataan, membuka peluang penyelenggaraan pendidikan pada daerah
pelosok sehingga terjadi perluasan dan pemerataan pendidikan.
Adapun kelemahan yang mungkin timbul dalam implementasi kebijakan desentralisasi
pendidikan, yaitu:
1. Kurang siapnya sumber daya manusia pada daerah terpencil
2. Tidak meratanya pendapatan asli daerah, khususnya daera-daerah miskin
3. Kurangnya perhatian pemerintah maupun pemerintah daerah untuk lebih melibatkan
masyarakat dalam pengelolaan pendidikan
4. Otoritas pimpinan dalam hal ini Bupati, Walikota sebagai penguasa tunggal di daerah
kurang memperhatikan dengan sungguh-sungguh kondisi pendidikan di daerahnya sehingga
anggaran pendidikan belum menjadi prioritas utama
5. Kondisi dan setiap daerah tidak memiliki kekuatan yang sama dalam penyelenggaraan
pendidikan disebabkan perbedaan sarana, prasarana dan dana yang dimiliki.

Pendapat lain dikemukakan oleh (Smith dalam Kinalova: 2012), kelebihan kebijakan
desentralisasi ini memiliki keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
1. Desentralisasi diterapkan dalam upaya pendidikan politik

10
2. Untuk latihan kepemimpinan politik
3. Untuk memelihara stabilitas politik
4. Untuk mencegah konsentrasi kekuasaan di pusat
5. Untuk memperkuat akuntabilitas publik
6. Untuk meningkatkan kepekaan elit terhadap kebutuhan masyarakat lewat pendekatan
pelayanan publik
Menurut Smith, keenam hal tersebut di atas bisa tercapai apabila administrasi pemerintah
tertata dengan baik. Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan daerah diperlukan
admininstrasi pemerintahan daerah yang respon dengan aspirasi dam kebutuhan masyarakat.
Oleh karena itu, dengan memahami system administrasi demikian pada tingkat daerah maka
hubungan saling terkait antara semua komponen yang terdapat dalam administrasi pemerintahan
daerah sebagai satu kesatuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan semakin cepat
tercapai. Hal ini sangat dibutuhkan kemitraan dari semua komponen darah.
Selain kelebihan tentunya desentralisasi juga memiliki kelemahan, menurut (Smith dalam
Kinalova: 2012), kekurangan desentralisasi yaitu:
1. Karena jumlah organ-organ pemerintah bertambah banyak sejalan dengan kewenangan
yang dimiliki daerah, maka struktur pemerintahan bertambah kompleks sehingga mempersulit
koordinasi.
2. Hubungan keseimbangan dan keserasian antara berbagai macam kepentingan daerah
mudah terganggu.
3. Desentralisasi teritorial dapat mendorong timbulnya ”sentimen kedaerahan” (etnocentries).
4. Pengambilan keputusan memerlukan waktu yang lama karena melalui perundingan yang
rumit.
5. Penyelenggaraan desentralisasi memerlukan biaya yang lebih banyak dan sulit
dilaksanakan secara sederhana dan seragam.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa desentralisasi
pendidikan pada hakikatnya berkorelasi positif terhadap peningkatan mutu lulusan lembaga
pendidikan dan efesiensi pengelolaan pendidikan. Apabila sekolah dapat dikelola dengan optimal
oleh personalia yang profesional, pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak-pihak yang lebih
dekat dan tahu tentang kebutuhan dan potensi sekolah, maka mutu pendidikan akan lebih
maksimal sesuai yang diharapkan. Pengelolaan pendidikan yang baik menghasilkan Indonesia
yang baru, desentralisasi pendidikan merupakan suatu keharusan jika kita ingin cepat mengejar
ketertinggalan dari bangsa lain. Melalui pendidikan yang demokratis akan melahirkan
masyarakat yang kritis dan bertanggung jawab. Masyarakat yang demokratis akan mampu
menciptakan masyarakat madani yaitu masyarakat yang berbudaya tinggi yang menjunjung
tinggi nilai kemanusiaan yang mana sangat menghargai hak-hak asasi manusia.
B. Saran
Penulis menyarankan agar pembaca lebih memperbanyak lagi referensi-referensi mengenai
desentralisasi pendidikan selain makalah ini. Ini dikarenakan oleh keterbatasan penulis dalam
mencari referensi-referensi dalam penyusunan makalah ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Hadiyanto. 2004. Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia. Jakarta:


Rineka Cipta.
Hasbullah. 2010. Otonomi Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Riant Nugroho. 2000. Desentralisasi Tanpa Revolusi. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Tim Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat Departemen Pendidikan
Nasional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kinalova. 2012. Kelebihan dan Kelemahan Desentralisasi Pendidikan, (Online),
http://kinalova.blogspot.com/2012/09/kelebihan-dan-kekurangan-sentralisasi.html,
diakses 6 Desember 2014.

13

Anda mungkin juga menyukai