Anda di halaman 1dari 14

CHAPTER

3
ETIKA ADMINISTRASI
Hal. 1 dari 14
Chapter 3
Memahami Konsep Moral Bagi Administrator dan Etika Pembangunan

Capaian Pembelajaran
Setelah mengikuti sesi modul ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami etika yang ada
dibirokrasi publik, etika pejabat publik dan etika dalam pembangunan.

A. Birokrasi: Konsep, Tujuan, dan Moral


Istilah birokrasi diperkenalkan oleh filosof Perancis, Baron de Grimm dari asal kata bureau yang
berarti meja tulis di mana para pejabat bekerja di belakangnya (Setiono, 2002). Namun, dalam
suratnya, Baron de Grimm mengakui bahwa kata tersebut telah lebih dulu dilontarkan oleh
Vincent de Goumay dengan istilah bureaumania (Albrow, 2005). Goumay menggunakan kata
tersebut untuk mengungkapkan kekecewaannya pada pelayanan pemerintah.

Selanjutnya, menurut Rourke (1978) Birokrasi dipahami sebagai: Sistem administrasi dan
pelaksanaan tugas keseharian yang terstruktur, dalam sistem hierarki yang jelas, dilakukan
dengan aturan tertulis (written procedures), dilakukan oleh bagian tertentu yang terpisah
dengan bagian lainnya, oleh orang yang dipilih karena kemampuan dan keahlian
dibidangnya (Said, 2009, p.2)

Menurut Hegel, birokrasi adalah jembatan yang menghubungkan antara negara dengan
masyarakat (Sugandi, 2011). Birokrasi dipandang sebagai medium untuk menghubungkan
antara kepentingan partikular (khusus) dengan kepentingan general. Birokrasi Hegelian
memandang birokrasi dalam posisi netral terhadap kekuatan-kekuatan masyarakat lainnya.

Weber berpandangan bahwa birokrasi merupakan tahapan puncak dari perkembangan sistem
administrasi yang rasional. Birokrasi dinilai rasional karena memiliki kendali berdasarkan
keahlian teknis dan sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan (Tompkins, 2005).
Selanjutnya, Weber dalam (Farazmand, 2009) memaparkan delapan ciri-ciri birokrasi, yaitu:

1. Tugas-tugas pegawai diorganisasi secara berkesinambungan dan berdasarkan pada


aturan.
2. Tugas-tugas dibagi berdasarkan bidang yang berbeda sesuai dengan fungsinya, yang
masing-masing dilengkapi dengan kewenangan dan pemberlakuan sanksi.
3. Jabatan disusun secara hirarkis, dan kontrol diantara jabatan-jabatan tersebut ditetapkan
dengan jelas.

Hal. 2 dari 14
4. Aturan disesuaikan dengan pekerjaan, dapat berupa teknis atau legal. Dalam kaitannya
dengan hal tersebut maka diperlukan orang-orang yang terlatih.
5. Anggota sebagai sumber daya organisasi berbeda dengan anggota sebagai individu
pribadi.
6. Pemegang jabatan tidak sama dengan jabatannya.
7. Administrasi didasarkan pada dokumen tertulis. Hal ini cenderung menjadikan kantor
sebagai pusat organisasi modern.
8. Sistem otoritas hukum memiliki banyak bentuk, tetapi jika dilihat aslinya, sistem tersebut
tetap berada dalam suatu staf administrasi birokratik.

Hal ini kemudian dimanifestasikan oleh Weber (1978) dalam 10 aturan birokrasi (Styhre, 2007):

1. Para staf secara pribadi diberikan kebebasan. Mereka hanya menjalankan tugas
impersonal terkait jabatannya.
2. Terdapat hierarki jabatan yang jelas
3. Fungsi-fungsi jabatan sangat jelas
4. Para pejabat diangkat berdasarkan kontrak
5. Pejabat diseleksi berdasarkan kualifikasi profesional
6. Para pejabat digaji dan diberi pensiun sesuai posisinya dalam hierarki jabatan
7. Pekerjaan pejabat adalah pekerjaan satu-satunya dan utama
8. Ada struktur karir yang memungkinkan untuk kenaikan pangkat, baik melelui senioritas,
prestasi maupun penilaian atasan
9. Pejabat tidak dapat mengambil apa yang melekat dalam kaitannya dengan jabatan
sebagai milik pribadi
10. Pejabat tunduk pada sistem pengendalian yang terpadu dan sistem yang disiplin.

Meskipun memiliki spirit untuk efisiensi administratif, namun birokrasi justru berlaku sebaliknya.
Pengaturan-pengaturan yang resminya diberlakukan untuk memperbaiki efisiensi kerap
menimbulkan ekses yang malah jadi penghalang (Blau & Meyer, 1987).

Kewenangan yang terpusat memang menghasilkan keputusan yang superior, tapi telah
mengabaikan kemampuan para pegawai yang ada di bagian tengah untuk memiliki tanggung
jawab. Peraturan-peraturan yang dibuat juga sering berseberangan dengan upaya menciptakan
efisiensi. Birokrasi justru terpasung dengan serangkaian peraturan yang ada dan mengurangi
fleksibilitas organisasi.

Hal. 3 dari 14
Menurut Abdullah dan Syamsudin (1991) birokrasi merupakan keseluruhan organisasi
pemerintah yang menjalankan tugas-tugas negara dalam berbagai unit organisasi. Berdasarkan
tugas pokok yang mendasari organisasi, Abdullah dan Syamsudin membuat tiga kategori
birokrasi sebagai berikut:

• Birokrasi pemerintah umum


Organisasi pemerintahan yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan dari pusat hingga
daerah. Tugas yang dijalankan lebih bersifat mengatur.

• Birokrasi pembangunan
Organisasi pemerintah yang menjalankan bidang tertentu untuk mencapai tujuan
pembangunan. Birokrasi tipe ini menjalankan fungsi pembangunan (development
function).

• Birokrasi pelayanan
Unit organisasi pemerintah yang langsung bersentuhan dengan masyarakat, seperti
sekolah dan rumah sakit.

Sebagaimana halnya organisasi, birokrasi juga memiliki perilaku tersendiri. Perilaku ini
dipengaruhi oleh karakteristik individu di dalamnya. Ketika karakteristik individu ini bertemu
dengan karakteristik birokrasi maka lahirlah perilaku birokrasi (Thoha, 1987). Hubungan antara
karakteristik individu, birokrasi, dan perilaku birokrasi ditunjukkan dalam diagram di bawah ini:

Menurut Gifford dan Pinchot (1993), birokrasi sebagaimana dipopulerkan oleh Weber sudah
tidak mampu lagi menyikapi perkembangan lingkungan yang terus berubah dan semakin
kompleks. Watak birokrasi yang awalnya mampu dengan efektif bekerja dalam upaya mencapai
tujuan organisasi kini mengalami kemunduran dan digantikan dengan model-model hubungan
organisasi lainnya. Hal ini nampak dalam tabel perkembangan pasang surut birokrasi di bawah:

Hal. 4 dari 14
B. Kehidupan Pribadi Pejabat Pemerintah
Para pejabat sesungguhnya bukan warga negara biasa. Para pejabat memiliki kekuasaan atas
warga negara, dan bagaimanapun, para pejabat merupakan representasi dari warga negara.
Perbedaan-perbedaan signifikan antara pejabat negara dan warga negara membuat
berkurangnya wilayah kehidupan pribadi (privacy) para pejabat negara. Karenanya, privacy
pejabat negara tidak harus dijaga, bila perlu dikorbankan untuk menjaga keutuhan demokrasi
dan menjaga kepercayaan warga negara. Kebijakan-kebijakan politik yang diambil, sebesar
dan atau seluas apa pun, sedikit banyak berpengaruh bagi kehidupan warga negara. Jadi
layaklah bila masyarakat mengetahui secara detail mengenai kehidupan pejabat-pejabat
negara.

Pengetahuan tersebut merupakan bagian dari kontrol publik yang membuat warga negara
menaruh kepercayaan pada pejabat negara yang telah dipilihnya. Warga negara harus punya

Hal. 5 dari 14
keyakinan bahwa pejabat negara yang dipilihnya benar-benar memiliki fisik yang sehat dan
pribadi yang jujur. Meski orang mungkin berubah, namun perlu ada jaminan awal bahwa politisi
tersebut berpotensi untuk tidak mempergunakan kekuasaan dan kewenangan untuk
kepentingan pribadi, keluarga, dan kelompoknya.

Hak publik terhadap pejabat negara menurut Thompson (2002), Pertama, adakah akses
masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan dan informasi terhadap perdebatan yang
terjadi. Artinya, publik dapat saja mempertanyakan etika bagi para pembuat undang-undang.
Bagaimana menghindari kepentingan pribadi, kelompok dan golongan, sehingga produk
undang-undang yang dirumuskan demi kesejahteraan rakyat banyak merupakan suatu hal
yang memang penting untuk dirumuskan secara demokratis.

Kedua, dapatkah publik memiliki akses terhadap kehidupan pribadi para pejabat negara,
misalnya dengan mengetahui sumber kekayaan pribadinya. Konflik- konflik etis yang di hadapi
pejabat negara muncul dari dua ciri umum jabatan pemerintahan, yaitu sifat representasional
dan organisasionalnya. Para pejabat bertindak untuk publik, dan mereka bertindak dengan
orang lain. Ciri pertama melahirkan konflik antara prinsip-prinsip tindakan; sedang ciri kedua
melakhirkan konflik antara prinsip-prinsip tanggung jawab

Thompson (2002) juga mengatakan bahwa privasi memiliki dua jenis nilai bagi individu, yaitu
instrumental dan intrinsik. Secara instrumental, privasi menyumbang pada kebebasan dengan
memastikan bahwa para individu dapat ikut bergabung dalam kegiatan-kegiatan tertentu yang
bebas dari pengamatan, gangguan, dan ancaman. Para pejabat publik membutuhkan
perlindungan, bakan terkadang lebih dari warga negara biasa, karena jika privasi mereka
dilanggar, sorotna publik menjadi lebih besar.

Pembenaran instrumental, walaupun penting, tapi tidak sepenuhnyamenangkap nilai distingtif


dari privasi. Oleh sebab itu beberapa filsuf mencari pembenaran dalam relasi manusia dimana
privasi memainkan peran intrinsik. Hubungan-hubungan ini mencakup cinta, kepercayaan, dan
persahabatan, yang mengandaikan tingkat suatu privasi tertentu. Secara umum, semua itu
merupakan hubungan yan memuat karakter yang berbeda bila orang lain mengamati atau
mengetahui privasi pejabat publik.

Dipandang secara intrinsik, privasi dibenarkan sekalipun tidak ada konsekuensi yang dapat
merugikan (seperti kehilangan jabatan). Karena banyak pejabat pemerintah hidup dalam
sorotan publisitas, maka saat-saat mereka sendirian dan bersama keluarga serta sahabat
merupakan saat-saat yang indah, dan memerlukan perlindungan khusus.

Hal. 6 dari 14
Cara pejabat menjalani kehidupan pribadinya dapat membawa pengaruh yang baik maupun
buruk terhadap warga negara. Seorang pejabat publik yang dengan berani dan sukses
mengatasi permasalahannya seperti penyakit kronis, kencanduan rokok dan alkohol, kematian
orang yang dicintai, ternyata dapat membangkitkan kekaguman masayrakat kepadanya dan
patut dicontoh. Hal ini merupakan salah satu bentuk pengurangan privasi pejabat publik.
Meskipun banyak dari mereka yang hanya sekedar pencitraan,namun nyatanya cara ini sangat
efektif mempengaruhi publik.

Meskipun begitu, perilaku pribadi seorang pejabat negara ternyata tidak selalu berbanding lurus
dengan keputusan yang dibuatnya dalam jabatan pemerintahan. Misal dalamkehidupan pribadi
seorang pejabat diketahui sebagai pribadi yang baik, soleh, dan bersahaja. Namun dalam
pembuatan keputusan publik tidak mencerminkan hal tersebut, misal ternyata terlibat dalam
pengaturan proyek-proyek pemerintah.

Dampak buruk dari terlalu dieksposnya sisi personal pejabat publik, misalnya kebajikan-
kebajikan pribadi yang mereka miliki ternyata dapat mengarahkan kita untuk mengabaikan atau
permisif kepada sifat buruk atau kejahatan publik yang mereka lakukan.

Selanjutnya, terkait dengan privasi pejabat publik, untuk menjamin akuntabilitas demokrasi,
maka setidaknya ada dua kriteria yang bisa dipakai. Pertama adalah kriteria substantif yang
merujuk pada posisi dan aktivitas. Kriteria ini menunjukkan batas-batas dari kehidupan pribadi.
Kedua, kriteria prosedural yang merujuk pada metode penyelidikan. Kriteria ini
menggambarkan cara-cara tertentu untuk menyelidiki kehidupan pribadi.

C. Wibawa Birokrat
Wibawa birokrat yaitu suatu sikap, cara ataupun gaya kepemimpinan seorang birokrat dalam
memimpin suatu birokrasi atau negara. Dalam hal ini, wibawa birokrat berhubungan dengan
bagaimana para birokrat mampu menarik perhatian, dan kepercayaan masyarakat pada
pemerintah ataupun menarik partisipasi masyarakat dalam melaksanakan/ menjalankan
kebijakan-kebijakan pemerintah yang akan direalisasikan. Hal tersebut dikarenakan wibawa
seorang birokrat dapat dilihat dan ditentukan berdasarkan dari penilaian, partisipasi dan
kepercayaan masyarakat pada birokrat dalam memimpin dan melaksanakan amanat dari
rakyatnya.

Para birokrat dalam menjalankan tugas kepemimpinannya setidaknya dapat dilihat dari tiga
gaya kepemimpinan berikut ini (Kumorotomo, 2014):
a. Gaya otoriter

Hal. 7 dari 14
Biasanya dilakukan oleh pemimpin yang lebih mementingkan wewenang dan
pengambilan keputusan yang cepat dan pasti. Pemimpin banyak menggunakan perintah
sedangkan bawahan tinggal melaksanakannya. Kekuasaan pemimpin dalam menjaga
tanggung jawab untuk menjaga ketaatan bawahan digunakan hukum-hukum yang ketat,
intimidasi atau bahkan paksaan.

b. Gaya demokratis
Pemimpin yang demokratis lebih lunak dalam memandang kekuasaan. Dia mengambil
keputusan berdasarkan pendapat-pendapat dari bawahan, suara terbanyak, atau merujuk
kepada peraturan-peraturan yang ada, disamping pertimbangan-pertimbangannya
sendiri.

c. Gaya bebas
Model kepemimpinan ini seolah-olah menyerahkan proses pelaksanaan kebijakan pada
bawahan. Pemimpin yang bebas tidak terlalu banyak memiliki pendapat sendiri dan lebih
banyak berfungsi sebagai koordinator.

Sesuai dengan gagasan demokrasi, maka kepemimpinan yang lebih banyak aspek positifnya
dan diperlukan dalam birokrasi modern adalah kepemimpinan demokratis. Kepemimpinan yang
berjalan atas dasar paksaan dan intimidasi tidak akan abadi. Rakyat selalu bersimpati dan akan
selalu menjaga ketaatannya secara sukarela kepada orang-orang yang rendah hatidan mau
mendengar keluhan khalayak dan terbuka terhadap pendapat-pendapat masyarakat.

Meskipun begitu, kepemeimpinan yang terlalu bebas juga tidak tepat. Karena pengambilan
keputusan yang kurang tegas juga dapat menimbulkan anarki. Pemimpin harus memiliki ambisi
(keinginan untuk mengemban tanggung jawab besar) dan keberanian untuk bertindak. Jadi kita
mengharapkan tampilnya tokoh-tokoh yang berani menerima tanggung jawab, berani bertindak,
berdisiplin tinggi, tetapi tetap mau mendengar aspirasi rakyat kecil.

Dalam melihat wibawa dari kebijakan-kebijakan birokrat serta kepercayaan para warga
masyarakat kepadanya, ada banyak pertanyaan yang harus dijawab, misalnya:

a. Apakah lembaga-lembaga publik mampu menanggapi pandangan para wakil kelompok-


kelompok rakyat yang punya suatu kepentingan dalam kebijakan-kebijakan mereka serta
memberikan pertimbangan yang seksama dan adil dalam arah pengembangan kebijakan
atau program tersebut?

Hal. 8 dari 14
b. Apakah para pejabat mengadakan hubungan akrab dengan kelompok warga negara
tertentu sehingga mereka melayani kelompok tersebut dengan lebih baik ketimbang
kelompok-kelompok warga negara lain untuk keputusan-keputusan yang sama?
c. Apakah lembaga publik menciptakan mekanisme yang memungkinkan sebagian besar
kelompok warga negara dapat menyumbangkan pertimbangan-pertimbangan mereka
didalam pelaksanaan program-program sehingga perubahan-perubahan dapat
dilaksanakan tepat pada waktunya?
d. Apakah para pejabat publik menyadari bahwa kerahasiaan merupakan hal yang bertolak
belakang dengan pertanggungjawaban dan bahwa partisipasi serta kepercayaan warga
negara dalam pemerintahan lebih ditunjang oleh keterbukaan, sehingga kerahasiaan
tentang sesuatu itu dipandang sebagai perkecualian?

Pada prinsipnya, keterbukaan akan lebih berhasil dalam mendorong partisipasi produktif warga
negara dalam formulasi kebijakan maupun pelaksanaan program hingga meningkatkan
kepercayaan warga negara kepada pemerintahnya. Hal ini akan menghindarkan masyarakat
teralienasi dari proses pemerintahan, yang akhirnya akan meningkatkan kualitas pemerintahan
ke arah yang lebih efektif, tanggap, dan bertanggung jawab. Akhirnya kepercayaan warga
terhadap pranata administratif pemerintah juga sangat dipengaruhi oleh komitmen para birokrat
dengan nilai-nilai yang palig mendasar dalam masyarakat demokratis, yaitu: perlakuan yang
adil di depan hukum, melindungihak-hak kebebasan pribadi, menghargai kerahasiaan pribadi,
dan mengarahkan proses administrasi ke arah layanan adil dan netral.

D. Peran Etika dalam Pembangunan


Pembangunan merupakan sebuah proses perubahan dari suatu keadaan tertentu ke arah
keadaan lain yang lebih baik (Kumorotomo, 2014). Dalam proses tersebut administrator
diharapkan memiliki komitmen terhadap tujuan pembangunan, baik dalam perumusan
kebijakan maupun dalam pelaksanaannya secara efektif dan efisien. Dia ahrus berorientasi
kepada kegiatan (bukan hanya terpaku pada aturan-aturan legalistik), mampu mengatasi
masalah kemasyarakatan, serta mampu merumuskan kebijakan-kebijakan tertentu ke arah
kemajuan. Kemudian, para administrator yang terlibat langsung dalam perencanaan maupun
operasionalisasi program-program pembangunan diharuskan untuk selalu mempertimbangkan
nilai-nilai yang wajib dianut dalam melaksanakan tugas-tugas kedinasan mereka. Untuk itu, ada
beberapa poin yang mesti diperhatikan dalam melihat etika pembangunan.
1. Kebebasan

Hal. 9 dari 14
Hak untuk bebeas merupakan hak yang melekat pada setiap individu karena martabatnya
sebagai manusia. Kebebasan perlu ditegakkan supaya wajah pembangunan tetap
beradab dan berperikemanusiaan. Menjamin kebebasan individu berarti mencegah
masyarakat dari kemungkinan tumbuhnya kebijakan pembangunan yang semena-mena.
Dalam proses menggerakan roda pembangunan, ada beberapa corak kebebasan yang
perlu dipertimbangkan, yaitu:

a. Kebebasan mengeluarkan pendapat


Kebebasan mengeluarkan pendapat perlu dijamin dengan pertimbangan disamping
untuk melindungi hak-hak asasi ia juga dapat dijadikan sumber masukan bagi
pemerintah supaya bisa mengetahui kelemahannya. Gejolak di masyarakat akibat
ketidakpuasan dapat dikurangi jika kebebasan mengeluarkan pendapat tetap
ditegakkan sehingga cara ini sesungguhnya juga merupakan sarana penjamin
stabilitas.

b. Kebebasan pers
Kontrol sosial dan tanggung jawab sosial hanya dapat berjalan baik jika dalam
masyarakat terdapat kebebasan pers. Pers juga dapat dipergunakan sebagai
sarana untuk mengkomunikasikan ide-ide pembangunan.

c. Kebebasan berserikat
Perlindungan terhadap kebebasan berserikat atau berkumpul merupakan upaya
menuju sistem politik yang demokratis. Rakyat memiliki hak untuk
menyelenggarakan rapat, melaksanakan pertemuan-pertemuan, atau bahkan
membentuk berbagai kelompok sosial.

d. Kebebasan beragama
Keyakinan spiritual yang muncul dari ketaatan kepada agama akan dapat
menjadimotor pembangunan yang dapat diandalkan, sementara nilai-nilai moral
pembangunan itu sendiri tidak akan pernah dilupakan.

2. Persamaan
Hal yang pertama sekali harus ditegakkan oleh pemerintah adalah persamaan di depan
hukum (equality before the law). Karena perlakuan di depan hukum terhadap anggota
masyarakat masih berlainan dan pilih kasih. Seorang yang dituduh korupsi besar-besaran
kadang dapat bebas dengan mudah dari tuntutan hukum, namun seorang maling ayam
harus menjalani penyiksaan yang hebat ditahanan disertai hukuman penjara.

Hal. 10 dari 14
Sudah saatnya birokrasi melakukan otokritik dengan melihat setiap permasalahan yang
menyangkut interaksi administratif dengan rakyat secara objektif. Sudah saatnya, pejabat
publik mengakui setiap kesalahan atau kekeliruan dalam melaksanakan tugas dan mau
secara sukarela menanggalkan jabatannya sebagaimana selalu dipraktikan di negara
Jepang.

Persamaan selanjutnya adalah terkait dengan kesempatan (equality of opportunity) bagi


seluruh lapisan masyarakat. Terkait dengan kesempatan, birokrasi negara harus
melakukan intervensi kepada pihak yang lemah, seperti orang miskin, kurang pendidikan,
difabel, kaum minoritas agar memperoleh kesempatan yang sama dengan yang lain.
Sehingga mereka tidak terpinggirkan atau tersingkir oleh kelompok-kelompok yang
secara finansial, pendidikan, fisik sangat kuat.

3. Demokrasi dan partisipasi


Persoalan-persoalan etika pembangunan muncul karena ternyata metode membangun
yang diterapkan oleh penguasa tidak cocok dengan kehendak rakyat. Demokrastisasi
dimaksudkan agar cara-cara yang ditempuh dalam melaksanakan pembangunan itu
sesuai dengan keinginan rakyat, sehingga apapun hasil dari pembangunan tersbut dapat
dinikmati bersama.

Pembangunan tanpa demokrasi menunjukkan usaha sepihak elite penguasa untuk yang
menentukan gagasannya sendiri kepada masyarakat luas dan hanyaakan
mengutamakan kepentingan kelompok mereka sendiri. Kemudian keengganan pejabat
untuk memahami pendapat masyarakat seringkali juga mengakibatkan tumpulnya
kepekaan masyarakat terhadap masalah-masalah pembangunan. Karena rakyat
beranggapan bahwa suaranya tidak akan didengar, mereka pun akhirnya enggan
berpendapat, sehingga tingkat partisipasi terus turun.

4. Keadilan sosial dan pemerataan


Masalah keadilan sosial muncul karena adanya kenyataan bahwa peningkatan
kesejahteraan ekonomis ternyata hanya dinikmati oleh kalangan tertentu. Bicara keadilan
tidak hanya menyangkut individu, tapi juga mencakup struktur politik masyarakat secara
keseluruhan. Oleh karenanya, untuk mencapai keadilan sosial, maka kita harus merubah
struktur politik, ekonomi, sosial, dan budaya , sehingga kondusif bagi masyarakat untuk
memperoleh keadilan.

Hal. 11 dari 14
Pemerataan hendaknya senantiasa dianut bagi aparat yang memprakarsai,
merencanakan, dan melaksanakan proyek-proyek sampai ke hal-hal yang bersifat teknis.
Pengalaman menunjukkan bahwa akselerasi pembangunan yang tak terkendali seringkali
mengabaikan pemerataan hasil-hasilnya.

Bahan Evaluasi

Untuk memperdalam pemahaman saudara mengenai materi pada chapter modul diatas, silahkan
kerjakan soal latihan berikut ini:

Latihan Soal essay


1. Jelaskan Konsep Moral bagi administrator dan etika pembangunan yang anda ketahui
sebagaimana materi modul yang telah dijelaskan diatas!

Latihan Soal Pilihan Ganda


1. Seorang ahli yang mengatakan bahwa “Birokrasi dipahami sebagai: Sistem administrasi dan
pelaksanaan tugas keseharian yang terstruktur, dalam sistem hierarki yang jelas, dilakukan
dengan aturan tertulis (written procedures), dilakukan oleh bagian tertentu yang terpisah
dengan bagian lainnya, oleh orang yang dipilih karena kemampuan dan keahlian
dibidangnya yaitu:
a. Farazmand
b. Rourke
c. Tompkins
d. Max Weber
e. Blau & Meyer
2. Berikut merupakan Kategpri birokrasi menurut Abdullah dan Syamsudin yaitu:
a. Birokrasi pemerintah umum
b. Birokrasi Ketatalaksanaan
c. Birokrasi Perbendahanaan
d. Birokrasi Komando
e. Birokrasi Terpusat
3. Berikut Merupaka gaya kepemimpinan yang dapat dilihat pada Para birokrat dalam
menjalankan tugas kepemimpinannya menurut Kumorotomo yaitu:

Hal. 12 dari 14
a. Gaya Visioner
b. Gaya Bebas
c. Gaya Rantai Komando
d. Gaya Individual
e. Gaya Idealisme
4. Berikut merupakan Corak Kebebasan yang perlu dipertimbangkan kaitannya dengan Etika
Pembangunan, kecuali:
a. Kebebasan mengeluarkan pendapat
b. Kebebasan pers
c. Kebebasan berserikat
d. Kebebasan Bekerjasama
e. Kebebasan beragama
5. Berikut merupakan nilai-nilai yang wajib dianut oleh Administrator Publik/ Birokrat dalam
melaksanakan tugas-tugas, Kecuali:
a. Kebebasan
b. Persamaan
c. Persatuan
d. Keadilan sosial dan Pemerataan
e. Demokrasi dan Partisipasi

BAHAN REVIEW
Mahasiswa diharapkan melakukan review terkait modul chapter di atas!

Hal. 13 dari 14
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Syukur., & Syamsudin, Nazarudin. (1991). Budaya Birokrasi di Indonesia. Jakarta:
Albrow, Martin (2005). Birokrasi (Cet.3) (M. Rusli Karim & Totok Daryanto: Penerjemah).
Yogyakarta: Tiara Wacana
Blau, Peter M., & Meyer, Marshal W. (1987). Birokrasi dalam masyarakat Modern (2nd ed) (Gary
R. Jusuf: penerjemah). Jakarta: UI Press. PT Pustaka Utama Grafika.
Farazmand, Ali (Ed.). (2009). Bureaucracy and Administration. New York: CRC Press.
Gifford., & Pinchot Elizabeth. (1993). The End of Bureaucracy and The Rise of The Intelligent
Organization. San Fransisco: Berrett Koehler Publishers Inc.
Kumorotomo, Wahyudi. 2014. Etika Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Said, M. Mas'ud. (2009). Birorkasi di Negara Demokratis: Makna, masalah, dan Dekonstruksi
Birokrasi di Indonesia. Malang: UMM Press.
Setiono, Budi. (2002). Jaring Birokrasi: Tinjauan dari Aspek Politik dan Administrasi. Bekasi:
Gugus Press.
Styhre, Alexander. (2007). The Innovative Bureaucracy: Bureaucracy in an age of fluidity. New
York: Routledge.
Sugandi, Yogi Suprayogi. (2011). Administrasi Publik: Konsep dan Perkembangan Ilmu di
Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Thoha, Miftah. (1987). Perspektif Perilaku Birokrasi. Jakarta: CV Rajawali.
Thompson, Dennis F. 2002. Etika Pejabat Negara (terj. Benyamin Molan). Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.

Hal. 14 dari 14

Anda mungkin juga menyukai