Anda di halaman 1dari 72

Hubungan Keuangan

Pusat dan Daerah

1
Hubungan Keuangan Pusat dan
Daerah
Teori hubungan keuangan pusat dan
daerah (desentralisasi fiskal)
Perimbangan Keuangan Pemerintah
Pusat dan Daerah
Aplikasi desentralisasi fiskal di Indonesia

2
Teori hubungan keuangan
pusat dan daerah
(desentralisasi fiskal)

3
Desentralisasi Fiskal:
Background
Permasalahan utama dari pengadaan barang
publik yg dihadapi pemerintah adalah:
preference revelation dan preference
aggregation
Hal tersebut sering menyebabkan pemerintah
gagal dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya
Suatu sistem fiskal yang terdesentralisasi
memungkinkan setiap individu untuk dapat
memilih tinggal di komunitas atau masyarakat
yang sesuai dengan preferensi mereka
Dengan memiliki informasi preferensi yg lebih
baik, pemerintah daerah dapat memaksimalkan
kesejahteraan sosial masyarakatnya

4
fiscal intergovernmental
relationship
Dalam konteks desentralisasi fiskal, apapun bentuk
pemerintahan suatu negara (negara federal maupun negara
kesatuan), akan selalu memunculkan pola hubungan fiskal
antar pemerintahan (fiscal intergovernmental relationship)
Menurut Bird dan Vaillancourt (1998), terdapat dua model
hubungan fiskal antar pemerintahan yang berlaku saat ini
federalisme fiskal (fiscal federalism).
keuangan federal (federal finance)

Kelompok Negara Federalisme Keuangan


Fiskal Federal
Negara Maju Perancis, Jepang Amerika Serikat,
Kanada
Negara Indonesia*, India, Brasil,
Berkembang Kolumbia, Argentina,
Maroko, Tunisia Pakistan, Afrika
Sumber: Bird dan Vaillancourt (1998) Selatan
Negara Transisi Cina, Vietnam Rusia, Bosnia
Herzegovina 5
Federalisme Fiskal
Pemerintahan Daerah merupakan kepanjangan
tangan dari Pusat. Atau, di beberapa negara yang
berbentuk federal, pemerintahan negara bagian
(state) bukan merupakan pelaku otonom
konsentrasi kekuasaan di pusat sangat tinggi.
Kerangka untuk desentralisasi bersifat top down
dan berpola dekonsentrasi atau delegasi
(pelimpahan wewenang dengan kendali tetap
dilakukan pemerintah pusat)
Implikasi dari hubungan fiskal model federalisme
fiskal adalah berbagai bentuk transfer dari
Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam
rangka menggerakkan ekonomi regional dan
memperbaiki infrastruktur daerah

6
Keuangan Federal
Diterapkan untuk negara-negara yang memiliki
keanekaragam dalam aspek geografis dan etnis
(Bird, 1994b serta Bird dan Chen, 1996)
Pada model ini, batasan kekuasaan, fungsi,
wewenang, serta pembiayaannya sudah
ditetapkan melalui sebuah undang-undang
Secara teoritis, negara yang berbentuk federal,
pada umumnya menganut model keuangan
federal. Contoh: Amerika Serikat dan Kanada
Meski demikian, kebanyakan pemerintah daerah
(termasuk di AS) tidak mampu menutup
kebutuhan fiskalnya dari sumber pendapatan
daerah sendiri, sehingga tetap membutuhkan
transfer tambahan dari pemerintah pusat

7
Model keuangan federal di
Indonesia
Pada era orde baru, Indonesia menerapkan
kebijakan fiskal & keuangan yang sentralistik.
sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor
22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-
undang Nomor 25/1999 tentang Perimbangan
Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, Indonesia
juga mengimplementasi model keuangan federal
UU tersebut memberikan kewenangan Pemerintah
Daerah untuk menetapkan pajak serta melakukan
pinjaman secara mandiri
Meskipun demikian, secara umum transfer dari
pemerintah pusat masih merupakan sumber
penerimaan terbesar bagi pemerintah daerah di
Indonesia

8
Dimensi Ekonomi dari
Desentralisasi
Secara umum, dimensi ekonomi dari
kebijakan desentralisasi fiskal antara lain:
Efisiensi
Keadilan (Equity)
Stabilitas makroekonomi

9
Dimensi Ekonomi dari
Desentralisasi Fiskal -
efisiensi
Alasan utama peningkatan efisiensi bersumber
dari fakta bahwa pemerintah daerah dapat
memenuhi berbagai kepentingan dan pendapat
dari para penduduknya dan dapat
mengalokasikan berbagai sumber daya
(resources) secara lebih efisien dibandingkan
Pemerintah Pusat
Pemerintah lokal (daerah) memiliki informasi
yang lebih baik mengenai kebutuhan
penduduknya dibandingkan Pemerintah Pusat
sehingga kebijakan belanja pemerintah daerah
akan lebih responsif terhadap keinginan
konstituennya dibandingkan pemerintah pusat
(Efficient Allocation of Resources)

1
The Tiebout Model (1956)
Tiebout menekankan bahwa individu dapat
memilih untuk tinggal di tempat yang
menyediakan barang publik sesuai dengan
pajak yg dia bayar, jika tidak sesuai maka ia
akan mencari tempat yg lebih pas.
Faktor persaingan dalam penyediaan barang
publik antardaerah akan muncul faktor mobilitas
masyarakat tersebut (hal yg tidak mungkin
terjadi pada tingkat nasional)
Pemerintah daerah dihadapkan pada ancaman
kehilangan masyarakat (pembayar pajak) jika
pelayanan dan penyediaan barang publiknya
tidak maksimal

1
Dimensi Ekonomi dari
Desentralisasi Fiskal
Stabilitas makroekonomi
Studi mengenai hubungan antara desentralisasi fiskal
dengan pengelolaan makro ekonomi menemukan bahwa
sistem desentralisasi fiskal menawarkan potensi perbaikan
pengelolaan makro ekonomi yang lebih besar dibandingkan
sistem fiskal yang tersentralisasi
negara-negara federal yang terdesentralisasi secara penuh
seperti Swiss, Jerman, Austria, dan Amerika Serikat
memiliki kinerja makro ekonomi yang sangat stabil dan
tingkat inflasi yang rendah (Shah, 1997)
Meski demikian, bagi negara berkembang (termasuk
Indonesia), desentralisasi fiskal justru berpotensi
menurunkan tingkat stabilitas makroekonomi, terutama jika
desentralisasi tanggung jawab pengeluaran lebih besar
dibandingkan dengan sumber pendapatan yang tersedia,
maka akan menekan Pusat untuk membiayai daerah
(karena perlu tambahan transfer dana, atau pinjaman yang
lebih besar)

1
Dimensi Ekonomi dari
Desentralisasi Fiskal Equity
Aspek keadilan dari kebijakan keuangan publik berkaitan
dengan redistribusi pendapatan untuk mencapai keadilan sosial
Dalam konteks desentralisasi, isu redistribusi memiliki dua
dimensi: keadilan horisontal (horizontal equity) dan keadilan
lokal (within-locality equity)
Keadilan horizontal merujuk pada tingkat kapasitas Pemerintah
Daerah dalam memenuhi pelayanan publik
Perbedaan potensi penerimaan & karakteristik kawasannya
menyebabkan adanya kesenjangan antardaerah
perlu dirancang kebijakan untuk realokasi resources yang lebih
besar bagi Daerah yang lebih miskin (biaya pengadaan barang
publiknya lebih besar)
keadilan dalam wilayah lokal setempat (within-locality equity)
juga perlu menjadi perhatian pemerintah pusat karena
kebijakan redistribusi akan menciptakan insentif bagi penduduk
berpendapatan rendah untuk datang dan mendorong penduduk
berpenghasilan tinggi untuk keluar

1
Syarat-Syarat Keberhasilan
Desentralisasi Fiskal
Bird dan Vaillancourt (1998) menunjukkan prinsip
dasar keberhasilan desentralisasi adalah:
proses pengambilan keputusan yg demokratis;
biaya-biaya pengadaan barang publik yg sepenuhnya
harus ditanggung oleh masyarakat
kondisi ini dapat menuju mencapai Perfect Tiebout
Model

keberhasilan pelaksanaan desentralisasi menurut Sidik


(2002), sangat bergantung pada desain, proses
implementasi, dukungan politis, kesiapan administrasi
pemerintahan, pengembangan kelembagaan dan sumber
daya manusia, mekanisme koordinasi untuk meningkatkan
kinerja aparat birokrasi, perubahan sistem nilai dan perilaku
birokrasi dalam memenuhi keinginan masyarakat khususnya
dalam pelayanan sektor publik

1
2. Perimbangan
Keuangan Pemerintah
Pusat dan Daerah

1
Transfer Keuangan Pusat ke Daerah
Sejalan penerapan desentralisasi kebijakan, aspek
pembiayaannya juga ikut terdesentralisasi.
Implikasinya, daerah dituntut untuk dapat membiayai
sendiri biaya pembangunannya
Idealnya, belanja daerah dibiayai oleh pendapatan yg
diterima oleh daerah
Namun, faktanya kebanyakan pendapatan daerah di
berbagai negara tidak cukup untuk membiayai seluruh
pengeluaran Daerah
Survey IMF tahun 1998 menunjukkan tidak ada satupun
Pemerintah Daerah di negara yang disurvei memiliki
pendapatan yang dapat membiayai seluruh
pengeluarannya
Artinya, transfer dana (redistribusi) dari Pemerintah Pusat
kepada Pemerintah Daerah merupakan hal yang tidak
dapat dihindari

1
Prosentase
Pendapatan atas
Pengeluaran Daerah

1
Intergovernmental Transfer
intergovernmental transfer (grant) merupakan sumber
penerimaan yang amat dominan bagi Pemerintah Daerah di
banyak negara, terutama negara berkembang (termasuk
Indonesia)
Pada dasarnya, transfer Pusat ke Daerah dapat dibedakan atas
bagi hasil pendapatan (revenue sharing) dan bantuan (grants)
Adapun tujuan dari transfer ini antara lain:
pemerataan vertikal (vertical equalization),
pemerataan horisontal (horizontal equalization),
mengatasi persoalan efek pelayanan publik (correcting spatial
externalities),
mengarahkan prioritas (redirecting priorities),
melakukan eksperimen dengan ide-ide baru (experimenting with new
ideas),
stabilisasi, dan
kewajiban untuk menjaga tercapainya standar pelayanan minimum di
setiap daerah

1
Vertical Equalization
Transfer
Di banyak negara, Pemerintah Pusat menguasai
sebagian besar sumber-sumber penerimaan (pajak)
utama negara yang bersangkutan
Pemerintah Daerah hanya berwenang untuk
memungut pajak-pajak yang basis pajaknya bersifat
lokal dan mobilitas yang rendah dengan karakteristik
besaran penerimaannya relatif kecil
Kondisi ini akhirnya menimbulkan ketimpangan vertikal
(vertical imbalance) antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah
Oleh karena itu diterapkan vertical equalization
transfer untuk mengkoreksi kesenjangan pendapatan
yang diperoleh setiap level pemerintahan
Bentuk transfer ini dalam prakteknya adalah General
Revenue Sharing atau Dana Bagi Hasil

1
Proporsi Bagi Hasil Beberapa Penerimaan
Negara
Sebelum dan Sesudah UU No. 25/1999 (dalam%)

2
Horizontal Equalization
Transfer
kemampuan daerah untuk menghasilkan pendapatan sangat bervariasi
tergantung kondisi daerah bersangkutan yang memiliki kekayaan
sumber daya alam atau tidak, ataupun daerah dengan intensitas
kegiatan ekonomi yang tinggi atau rendah
Kondisi ini berimplikasi kepada besarnya basis pajak atau kapasitas
fiskal (fiscal capacity) di daerah-daerah bersangkutan
Di sisi lain, daerah-daerah juga memiliki kebutuhan belanja yang sangat
bervariasi.
Terdapat daerah-daerah dengan penduduk miskin, penduduk lanjut usia, dan
anak-anak serta remaja yang tinggi proporsinya
Ada pula daerah-daerah yang berbentuk kepulauan luas, dimana sarana-
prasarana transportasi dan infrastruktur lainnya masih belum memadai
di lain pihak, ada daerah-daerah dengan jumlah penduduk yang tidak terlalu
besar, namun memiliki sarana dan prasasarana yang telah lengkap
Dengan membandingkan kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal
tersebut maka dapat dihitung kesenjangan atau celah fiskal (fiscal gap)
dari masing-masing daerah yang seharusnya ditutup oleh transfer dari
Pemerintah Pusat (horizontal equalization transfer)
Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan contoh yang paling tepat sebagai
bentuk horizontal equalization transfer di Indonesia

2
Correcting Spatial
Externalities
Beberapa jenis pelayanan publik di satu wilayah
memiliki dampak eksternalitas ke wilayah-wilayah
lainnya
Misalnya, pendidikan tinggi, pemadam kebakaran,
jalan raya penghubung antar-daerah, sistem
pengendali polusi (udara dan air), dan rumah sakit
daerah, tidak bisa dibatasi manfaatnya hanya untuk
masyarakat tertentu saja
tanpa adanya insentif (dalam bentuk pendapatan)
yang berarti dari proyek-proyek di atas, biasanya
pemerintah daerah enggan untuk berinvestasi di sini
Oleh karena itu, pemerintah pusat perlu memberikan
insentif keuangan agar pelayananpelayanan publik
demikian dapat dipenuhi oleh daerah

2
Misal suatu daerah
bermaksud membangun
Perguruan Tinggi
Permintaan atas PT tersebut
adalah dari penduduk
setempat (Da), dan penduduk
luar daerah (Db) sehingga
total permintaan Dt dengan
biaya seharga P1
Jika daerah tersebut harus
menanggung, maka terlalu
berat
Agar penyediaan barang
publik tersebut tetap
dilakukan oleh Daerah, maka
Pemerintah Pusat
memberikan transfer
(subsidi)

2
Redirecting Priorities
Setiap level pemerintahan memiliki prioritas
masing-masing di dalam penyediaan pelayanan
publik kepada masyarakatnya
Misalnya, Pemerintah Pusat berkeinginan
mengedepankan penyediaan pendidikan murah
dan terjangkau. Namun keinginan tersebut tidak
sinkron dengan kebijakan pemerintah daerah yg
memprioritaskan pembangunan di sektor
kesehatan
Agar keinginan Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dapat sejalan, maka
Pemerintah Pusat memberikan transfer atau
insentif kepada Daerah

2
Experimenting with
New Ideas
Bantuan (grants) seperti ini berawal dari adanya
keinginan pemerintah pusat untuk mengujicoba
suatu program baru di suatu daerah sebelum
program tersebut diberlakukan terhadap seluruh
Daerah
Alasan perlunya bantuan dari pusat kepada
daerah sehubungan dengan uji coba program
baru tersebut, karena daerah yang menjadi
tempat uji coba tidak mau menanggung kerugian
dan risiko jika terjadi dampak negatif terhadap
program tersebut
Dengan demikian pemerintah pusat memberi
kompensasi atas kesediaan daerah menjadi
tempat uji coba atas program baru tersebut

2
Stabilisasi & Pemenuhan Standar
Minimum
Transfer dilakukan untuk menjaga
stabilisasi perekonomian
Transfer dana ditingkatkan ketika aktivitas
perekonomian sedang lesu & transfer
dikurangi manakala perekonomian sedang
booming
Transfer untuk dana-dana pembangunan
(capital grants) adalah merupakan instrumen
yang cocok untuk tujuan ini
Daerah-daerah dengan sumber daya
yang sedikit memerlukan subsidi agar
dapat mencapai standar pelayanan
minimum
2
Jenis-Jenis Transfer
Secara umum, jenis transfer dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori besar, yaitu
(1) transfer tanpa syarat (matching grant, & block grant)
(2) transfer dengan syarat (conditional block grant)
Matching grant: transfer pemerintah pusat yang
jumlahnya disesuaikan dengan jumlah alokasi
belanja yang sudah disediakan pemerintah daerah
Block grant: transfer dalam jumlah yang tetap
tanpa ada syarat penggunaan dana transfer
tersebut dari pemerintah pusat
Conditional block grant: transfer dalam jumlah
tetap dimana pemerintah daerah dipersyaratkan
untuk mengalokasikan dana tsb pada belanja
tertentu

2
Pilihan belanja pemerintah
daerah

2
Dampak matching grant

2
Dampak block grant

3
Dampak conditional block
grant

3
Aplikasi
desentralisasi fiskal
di Indonesia

3
Ruang Lingkup Transfer Ke Daerah
2014 & 2015
Postur Transfer ke Daerah TA 2014 Postur Transfer ke Daerah dan Dana Desa
TA 2015
Dana
Dana Bagi
Bagi Hasil
Hasil
Dana
Dana Bagi
Bagi Hasil
Hasil Dana
Dana Transfer
Transfer Dana
Dana
ke
ke Daerah
Daerah Dana DBH
Perimbangan
Perimbangan Dana Alokasi
Alokasi Umum
Umum
Dana
Dana Alokasi
Alokasi Umum
Umum DBH Pajak
Pajak DBH
DBH PBB
PBB
Dana
Dana Perimbangan
Perimbangan DBH
DBH PBB
PBB Dana
Dana Alokasi
Alokasi Khusus
Khusus
Dana
Dana Alokasi
Alokasi Khusus
Khusus DBH
DBH PPh
PPh
DBH
DBH PPh
PPh Dana
Dana Otsus
Otsus PAPUA
PAPUA
Dana
Dana Otsus
Otsus PAPUA
PAPUA DBH
Dana
Dana Otsus
Otsus PAPUA
PAPUA BRT
BRT DBH CHT
CHT
DBH
DBH CHT
CHT
Dana
Dana Otsus
Otsus PAPUA
PAPUA BRT
BRT
DANA Dana
Dana Otsus
Otsus Dana
Dana Otsus
Otsus ACEH
ACEH
Dana
Dana Dana
TRANSFER Dana Otsus
Otsus ACEH
ACEH TRANSFER
Otsus
Otsus Dana DBH SDA
KE KE DAERAH Dana Inf.
Inf. Otsus
Otsus Papua
Papua
Dana
Dana Infras
Infras Otsus
Otsus Papua
Papua
DAERAH DBH SDA DAN DESA Kehutanan
Kehutanan
Dana
Dana Inf.
Inf. Otsus
Otsus PaBarat
PaBarat
Dana
Dana Infras
Infras Otsus
Otsus PaBarat
PaBarat Kehutanan
Kehutanan Dana
Dana Pertum
Pertum
Pertum Keistimewaan
Keistimewaan
Dana
Dana Keistimewaan
Keistimewaan DIY
DIY Pertum Perikanan
Perikanan
DI
DI Yogyakarta
Yogyakarta
Perikanan
Perikanan Migas
Migas
Dana
Dana Otsus
Otsus & Tamb Tamb
Tamb Penghasilan
Penghasilan Guru
Guru
& Tamb Penghasilan
Penghasilan Guru
Guru Migas
Migas
Penyesuaian
Penyesuaian Panas
Panas Bumi
Bumi
Tunjangan
Tunjangan Profesi
Profesi Guru
Guru
Tunjangan
Tunjangan Profesi
Profesi Guru
Guru Panas
Panas Bumi
Bumi
Dana
Dana Bantuan
Bantuan Op
Op Sekolah
Sekolah
Bantuan Transfer
Transfer Lainnya
Lainnya
Bantuan Op
Op Sekolah
Sekolah
Dana
Dana Dana
Dana Insentif
Insentif Daerah
Daerah
Penyesuaian
Penyesuaian Dana
Dana Insentif
Insentif Daerah
Daerah
Dana
Dana Desa
Desa Dana
Dana P2D2
P2D2
Dana
Dana P2D2
P2D2

33
3
Gambaran Umum Desentralisasi Fiskal di
Indonesia
Desentralisasi di Indonesia telah memasuki dekade kedua di 2015. selama
periode tersebut, terdapat banyak kemajuan yg dicapai (1) Jumlah Dana Transfer
dari Rp81.1 T di 2001 menjadi Rp637.9 T di 2015 (687%); (2) Pendapatan asli
daerah dari Rp15.5 T di 2001 menjadi Rp223.2 T di 2015 (1340%); dan (3)
Belanja daerah dari Rp93.3 T di 2001 menjadi Rp968 trillion di 2015 (937%).
Dampak desentralisasi terhadap indiokator ekonomi dan sosial juga positif.
Dilihat dari:
Tahun HDI PDRB* Per Kemiski Pengangguran
Kapita (IDR) nan
2001 65,8 6.074.220 19,14% 8,1%

2013 73,81 10.149.350 14,42% 6,25%

* Tanpa penerimaan migas dgn tahun dasar 2000 pada


harga konstan

Meski demikian, terdapat dampak negatif dari penerapan desentralisasi.


Disparitas kapasitas fiskal diantara daerah semakin lebar (IW 0,63 di 2005
menjadi 0,78 in 2015), Un-spent budget increases from Rp52T (2009) to Rp99T
(2013), kualitas akuntabilitas yg rendah (banyaknya opini audit disclaimer pada
LK pemda) dan peningkatan jumlah pemda dari 354 di 2001 menjadi 542 di
2015.

34
34 3
Fakta & Tantangan Desentralisasi Fiskal di Indonesia
PAD
Dana Transfer
VOLUME
APBD INPUT
Rp637,9 T Rp223,2 T Rp968 T

200 687% 200 1,340% 200 937%


1- 1- 1-
201 201 201
Rp81,1
5 T Rp15,5
5 T Rp93,3T
5

Dampa
k
Jumlah Pemerintah Daerah (DT I
OUTCOME
& DT II)
354 (2001) 542 (2015)
188
Disparitas kapasitas fiskal antardaerah
IW 0,63 (2005) to 0,78 (2015) Struktur belanja pemerintah
[porsi belanja pegawai
Anggaran yg tidak terbelanjakan >51%]
[meningkat dari Rp52T (2009) ke Kualitas akuntabilitas
Rp99T (2013)] yg rendah (opini audit
Disparitas
lapkeu pemda)
kesejahteraan
Disparitas standar
sosial (tingkat
pelayanan publik
kemiskinan) 35 3
Intergovernmental Fiscal Transfer

Intergovernmental Fiscal Transfer meningkat signifikan


significant, meskipun secara kontribusi terhadap total
belanja pemerintah pusat sedikit menurun
Trilion Rp Percent
1,000 32.9 33.1 35.0
31.8 32.2 32.2
31.3 31.3
29.7
30.0
800 596.5 637.9
513.3
480.6 25.0

600 411.3
20.0
344.7
292.4 308.6
15.0
400

10.0
200
5.0

0 0.0

Adjustment Fund Special Fund for DIY


Special Autonomy Fund Specific Allocation Fund General Allocation Fund

36
3
Kebijakan terbaru: Alokasi Dana
Desa
Berdasarkan UU No. 6/2014 tentang Desa, Dana Desa
dialokasikan sebesar 10% dari dan di luar alokasi dana transfer
daerah. Persentase tersebut dapat dipenuhi secara bertahap.
Pada 2015, Dana Desa akan dialokasikan untuk pertama kali,
dengan jumlah Rp 9.07 Triliun (1.4% dari dana transfer), hasil
realokasi dana PNPM dan PPIP. Pada APBN-P 2015, terdapat
tambahan alokasi Rp 11.7 triliun, sehingga alokasi final
meningkat menjadi Rp 20.77 triliun (3.2% dari dana transfer)
Perhitungan alokasi dana desa mempertimbangkan beberapa
faktor, antara lain:
Alokasi dasar, proporsional (sama untuk setiap desa); dan
Alokasi berdasarkan kriteria termasuk jumlah populasi,
tingkat kemiskinan, luas area, dan tingkat kesulitan geografis.
Berdasarkan roadmap Dana Desa, alokasi dana desa akan
mencapai 10% dari dana transfer daerah pada tahun 2017

3
Terima Kasih

3
Lampiran: Kebijakan Dan
Alokasi Transfer Ke Daerah
Dan Dana Desa Tahun
2015

3
Kementerian Keuangan Republik
Indonesia

KEBIJAKAN DAN ALOKASI TRANSFER


KE DAERAH DAN DANA DESA
TAHUN 2015
POKOK BAHASAN

2
3
2
1 POKOK POKOK KEBIJAKAN DAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH
DAN DANA DESA TAHUN 2015

3
2
2 TANTANGAN & STRATEGI PENGELOLAAN
FISKAL DAERAH

41
1. POKOK POKOK KEBIJAKAN DAN ALOKASI TRANSFER KE
DAERAH DAN DANA DESA TAHUN 2015

42
RUANG LINGKUP TRANSFER KE DAERAH
TA 2014 DAN TA 2015

Postur Transfer ke Daerah TA 2014 Postur Transfer ke Daerah dan Dana Desa
TA 2015
Dana
Dana Bagi
Bagi Hasil
Hasil
Dana
Dana Bagi
Bagi Hasil
Hasil Dana
Dana Transfer
Transfer Dana
Dana
ke
ke Daerah
Daerah Dana DBH
Perimbangan
Perimbangan Dana Alokasi
Alokasi Umum
Umum
Dana
Dana Alokasi
Alokasi Umum
Umum DBH Pajak
Pajak DBH
DBH PBB
PBB
Dana
Dana Perimbangan
Perimbangan DBH
DBH PBB
PBB Dana
Dana Alokasi
Alokasi Khusus
Khusus
Dana
Dana Alokasi
Alokasi Khusus
Khusus DBH
DBH PPh
PPh
DBH
DBH PPh
PPh Dana
Dana Otsus
Otsus PAPUA
PAPUA
Dana
Dana Otsus
Otsus PAPUA
PAPUA DBH
Dana
Dana Otsus
Otsus PAPUA
PAPUA BRT
BRT DBH CHT
CHT
DBH
DBH CHT
CHT
Dana
Dana Otsus
Otsus PAPUA
PAPUA BRT
BRT
DANA Dana
Dana Otsus
Otsus Dana
Dana Otsus
Otsus ACEH
ACEH
Dana
Dana Dana
TRANSFER Dana Otsus
Otsus ACEH
ACEH TRANSFER
Otsus
Otsus Dana DBH SDA
KE KE DAERAH Dana Inf.
Inf. Otsus
Otsus Papua
Papua
Dana
Dana Infras
Infras Otsus
Otsus Papua
Papua
DAERAH DBH SDA DAN DESA Kehutanan
Kehutanan
Dana
Dana Inf.
Inf. Otsus
Otsus PaBarat
PaBarat
Dana
Dana Infras
Infras Otsus
Otsus PaBarat
PaBarat Kehutanan
Kehutanan Dana
Dana Pertum
Pertum
Pertum Keistimewaan
Keistimewaan
Dana
Dana Keistimewaan
Keistimewaan DIY
DIY Pertum Perikanan
Perikanan
DI
DI Yogyakarta
Yogyakarta
Perikanan
Perikanan Migas
Migas
Dana
Dana Otsus
Otsus & Tamb Tamb
Tamb Penghasilan
Penghasilan Guru
Guru
& Tamb Penghasilan
Penghasilan Guru
Guru Migas
Migas
Penyesuaian
Penyesuaian Panas
Panas Bumi
Bumi
Tunjangan
Tunjangan Profesi
Profesi Guru
Guru
Tunjangan
Tunjangan Profesi
Profesi Guru
Guru Panas
Panas Bumi
Bumi
Dana
Dana Bantuan
Bantuan Op
Op Sekolah
Sekolah
Bantuan Transfer
Transfer Lainnya
Lainnya
Bantuan Op
Op Sekolah
Sekolah
Dana
Dana Dana
Dana Insentif
Insentif Daerah
Daerah
Penyesuaian
Penyesuaian Dana
Dana Insentif
Insentif Daerah
Daerah
Dana
Dana Desa
Desa Dana
Dana P2D2
P2D2
Dana
Dana P2D2
P2D2
43
POKOK POKOK KEBIJAKAN DAN ALOKASI TRANSFER KE
DAERAH
DAN DANA DESA TAHUN 2015
1. Meningkatkan kapasitas fiskal daerah dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah;
2. Mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat
dan Daerah dan mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan
antardaerah;
3. Meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan publik di daerah dan
mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah;
4. Memprioritaskan penyediaan pelayanan dasar di daerah tertinggal, terluar,
terpencil, terdepan, dan pasca bencana;
5. Mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan infrastruktur
dasar;
6. Mendorong peningkatan kualitas pengelolaan keuangan daerah yang lebih
efisien, efektif, transparan, dan akuntabel;
7. Meningkatkan kualitas pengalokasian Transfer ke Daerah dengan tetap
memperhatikan akuntabilitas dan transparansi;
8. Meningkatkan kualitas pemantauan dan evaluasi Dana Transfer ke Daerah;
9. Menetapkan alokasi Dana Desa sesuai dengan amanat UU No. 6 Tahun
2014 tentang Desa melalui realokasi belanja pusat yang berbasis desa;
10.Mengalokasikan Dana Desa kepada kabupaten/kota berdasarkan jumlah
44
desa dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas
wilayah, dan tingkat kesulitan geografis;
11.Menyalurkan Dana Desa kepada kabupaten/kota melalui mekanisme
PERKEMBANGAN TRANSFER KE DAERAH 2009 - 2015

Triliun Rp 33.8 33.3 Persen


32.9 33.1 32.2
900 31.8 31.1 31.7 35
800 30
700 647.0 664.1
596.5 25
600 513.3
480.6 20
500 411.3
400 344.7 15
308.6
300
10
200
5
100
0 0
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2015
LKPP LKPP LKPP LKPP LKPP s.d. 31 Des APBN RAPBNP
Total TKD + Dana Desa Dana Desa Dana Transfer Lainnya Dana Keistimewaan DIY Otsus

Total alokasi dana Transfer ke Daerah tahun 2015 meningkat lebih dari dua kali lipat jika
dibandingkan dengan realisasi dana Transfer ke Daerah tahun 2009.
DAU merupakan komponen utama transfer ke daerah dan secara rata-rata dari tahun 2009 sampai
2015 meningkat 10,28%, sementara DAK meningkat 8,72%, DBH 8,46%, Dana Transfer Lainnya
58,21% dan Otsus 12,44%.
Dana Keistimewaan DIY mulai dialokasikan sejak tahun 2013, sedangkan Dana Desa45 baru
dialokasikan mulai tahun 2015
Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa TA.
2014 dan TA. 2015
Tahun 2014 (Triliun Rp) Tahun 2015 (Triliun Rp)
Postur
APBN APBN-P APBN APBNP
Transfer ke Daerah dan Dana Desa 592,552 596,504 647,041 664,121
1. Dana Transfer ke Daerah 592,552 596,504 637,975 643,557
1.1. Dana Perimbangan 487,931 491,882 516,401
521,281

1.1.1. Dana Bagi Hasil (DBH) 113,711 117,663 127,692


112,573

1.1.1.1. DBH Pajak 51,787 46,116 50,568


54,156

1.1.1.2. DBH Sumber Daya Alam 61,924 71,547 77,123


58,416

1.1.2. Dana Alokasi Umum 341,219 341,219 352,887


352,887

1.1.3. Dana Alokasi Khusus 33,000 33,000 35,820


55,820

1.2. Dana Otonomi Khusus 16,148 16,148 16,615


17,115

1.3. Dana Keistimewaan D.I. Yogyakarta 0,523 0,523 0,547


0,547

1.4. Dana Transfer Lainnya 87,948 87,948 104,411


104,411

1.4.1. Tunjangan Profesi Guru PNSD 60,540 60,540 70,252 70,252

1.4.2. Tambahan Penghasilan Guru PNSD 1,853 1,853 1,096 1,096


DANA PERIMBANGAN

47
ARAH KEBIJAKAN DBH TAHUN 2015
DBH Pajak
1. Menetapkan perkiraan alokasi DBH Pajak secara tepat waktu sesuai dengan rencana
penerimaan berdasarkan potensi daerah penghasil sebagai dasar penyaluran;
2. Menyalurkan alokasi DBH Pajak berdasarkan rencana penerimaan untuk menjamin
kepastian jumlah dan waktu; dan
3. Melakukan perhitungan kurang bayar/lebih bayar DBH Pajak dengan
memperhitungkan penyaluran tersebut berdasarkan realisasi penerimaan.
. DBH Sumber Daya Alam
1. Menetapkan perkiraan alokasi DBH Pajak secara tepat waktu sesuai dengan rencana
penerimaan berdasarkan potensi daerah penghasil;
2. Menyempurnakan sistem penganggaran dan pelaksanaan atas PNBP yang
dibagihasilkan ke daerah;
3. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan DBH SDA; dan
4. Mempercepat penyelesaian penghitungan PNBP SDA yang belum dibagihasilkan dan
penyelesaian penyaluran kurang bayar DBH SDA.
ARAH KEBIJAKAN DAU TAHUN 2015

1. Menetapkan besaran pagu DAU Nasional sebesar 27,7% dari PDN Neto;
2. Penerimaan negara yg dibagihasilkan kepada daerah yang merupakan pengurang PDN
Neto terdiri dari: Penerimaan PPh Nonmigas, PBB, CHT, Migas, Pertambangan Umum,
Kehutanan, Perikanan, dan Panas Bumi;
3. Menerapkan formula DAU secara konsisten dengan penerapan prinsip Non Hold
Harmless, melalui pembobotan dalam Formula DAU;
4. Meningkatkan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah (sebagai equalization
grant) yang paling optimal yang ditunjukkan oleh Indeks Williamson yang paling optimal,
melalui pembatasan porsi alokasi dasar dan mengevaluasi bobot variabel kebutuhan
fiskal dan kapasitas fiskal, dengan arah mengurangi ketimpangan fiskal antar daerah,
serta memperhatikan jumlah daerah yang mengalami penurunan DAU dan total
penurunannya relatif kecil; dan
5. Menetapkan besaran DAU yang bersifat final (tidak mengalami perubahan), dalam hal
terjadi perubahan APBN yang menyebabkan PDN Neto bertambah atau berkurang.
Formula DAU Tahun 2015

Kebijakan Pembobotan
DAU 2015 Komponen

Alokasi Celah Kebutuhan Kapasitas


Dasar Fiskal Fiskal Fiskal

30%
Jumlah 70%
Penduduk P.A.D
30%
65%
14% Luas Wilayah *)
MEMPERHITUNGKAN 13% 100
DBH Pajak
BELANJA GAJI PNSD 27% IKK
%
80%
28%
17% IPM 100 DBH SDA
17% %
95%
12% PDRB per Kapita
Prov Kab/Kot 12%
a KbF = TBR (1 IP + 2 LW + 3 IKK + 4 IPM + 5
PDRB darat)100%, laut prov 35%, laut
per kapita
*) wilayah 50
kab/kota 40%
ARAH KEBIJAKAN DAK TAHUN 2015
1. Mendukung pencapaian prioritas nasional dalam RKP, serta melakukan restrukturisasi bidang DAK
sehingga lebih fokus dan berdampak signifikan;
2. Membantu daerah-daerah yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah dalam membiayai
pelayanan publik untuk mendorong pencapaian standar pelayanan minimal (SPM), melalui penyediaan
sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat, serta meningkatkan efektivitas belanja
daerah dengan lebih memperhatikan daerah tertinggal, perbatasan, dan pesisir/kepulauan;
3. Melanjutkan kebijakan afirmatif DAK yg diprioritaskan pada bidang infrastruktur dasar untuk daerah
tertinggal dan perbatasan yg memiliki kemampuan keuangan relatif rendah;
4. Meningkatkan koordinasi penyusunan Juknis sehingga lebih tepat sasaran dan tepat waktu;
5. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan DAK melalui koordinasi perencanaan
dan pengelolaan DAK di berbagai tingkatan pemerintahan;
6. Meningkatkan akurasi data-data teknis dan menajamkan indikator pengalokasian DAK;
7. Pengalokasian DAK lebih memprioritaskan daerah-daerah dengan kemampuan fiskal rendah;
8. Memprioritaskan daerah tertinggal, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah pesisir dan
kepulauan sebagai kriteria khusus dalam pengalokasian DAK;
9. Meningkatkan koordinasi dan kualitas pemantauan dan evaluasi, baik di tingkat pusat maupun
daerah; dan
10.Mendorong mekanisme pelaporan dan evaluasi DAK berbasis elektronik (web based system) yang
terintegrasi.

51
BIDANG DAK TAHUN 2015
Bidang DAK Pelayanan Dasar
1. DAK Bidang Pendidikan
2. DAK Bidang Kesehatan
3. DAK Bidang Infrastruktur Irigasi
4. DAK Bidang Infrastruktur Sanitasi dan Air Minum
5. DAK Bidang Transportasi
6. DAK Bidang Energi Perdesaan
Bidang Non Pelayanan Dasar
7. DAK Bidang Kelautan dan Perikanan
8. DAK Bidang Pertanian
9. DAK Bidang Prasarana Pemerintahan Daerah
10. DAK Bidang Lingkungan Hidup
11. DAK Bidang Kehutanan
12 DAK Bidang Keluarga Berencana
13. DAK Bidang Sarana Perdagangan
14. DAK Bidang Perumahan dan Permukiman
DANA TRANSFER LAINNYA

53
Tunjangan Guru PNSD
Tunjangan melalui
Guru PNSD Transfer ke
melalui
Daerah
Transfer ke Daerah
Tunjangan Profesi Guru (TPG) PNSD
1. Dasar Hukum: UU 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan PP
41/2009 tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan
Khusus Guru dan Dosen, Tunjangan Kehormatan Profesor
2. Tujuan meningkatkan profesionalisme guru melalui peningkatan
kesejahteraan guru
3. Tunjangan Profesi diberikan kepada Guru Pegawai Negeri Sipil
Daerah (PNSD) yang telah memiliki sertifikat pendidik dan
Tunjangan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan
Guru PNSD perundang-undangan.
4. Tunjangan Profesi Guru PNSD diberikan sebesar 1 (satu) kali gaji
pokok PNS yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, tidak termasuk untuk bulan ke-13

Tambahan Penghasilan Guru (Tamsil) PNSD


1. Perpres 52/2009 tentang Tambahan Penghasilan Guru Pegawai
Negeri Sipil
2. Dana Tambahan Penghasilan Bagi Guru Pegawai Negeri Sipil
Daerah (PNSD) diberikan kepada guru yang belum
mendapatkan tunjangan profesi guru sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. Besarnya adalah Rp250.000,00 per bulan selama 12 bulan.
TPG PNSD dan Tamsil PNSD
TPG PNSD dan Tamsil PNSD
(miliar rupiah)

Tahun TPG Tamsil


2009 7.800,00
2010 10.994,89 5.800,00
2011 18.537,69 3.696,18
2012 30.559,80 2.898,90
2013 43.057,80 2.412,00
2014 60.540,69 1.853,59
2015 70.252,67 1.096,00
55
Kebijakan BOS
Kebijakan BOS

1. Dana BOS dialokasikan dalam APBN untuk meringankan beban


masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dasar yang lebih
bermutu.
2. Dana BOS dialokasikan untuk SD/SDLB dan SMP/SMPLB serta
digunakan untuk:
. Biaya non personalia bagi satuan pendidikan dasar, dan
. Mendanai beberapa kegiatan lain sesuai petunjuk teknis Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan.
3. Dana BOS merupakan pelengkap dari kewajiban daerah untuk
menyediakan anggaran pendidikan dan bukan merupakan pengganti
BOS Daerah (BOSDA).
4. Perhitungan Kebutuhan Alokasi Dana BOS diusulkan oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
5. Dana BOS disalurkan dari rekening kas negara ke rekening kas umum
daerah provinsi untuk selanjutnya diteruskan ke sekolah dengan
mekanisme hibah.
56
Alokasi Dana
Alokasi BOS
Dana BOS
30,000.0

24,919.7
25,000.0 23,594.8 23,446.924,074.7
22,441.1 22,434.8

20,000.0
16,160.6 16,266.0 16,812.0

15,000.0
dalam miliar rupiah

10,000.0

5,000.0
546.0 1,153.7 1,012.1 845.0
0.0
2010 2011 2012 2013 2014

TOTAL BOS BOS BUFFER FUND

TAHUN BOS BUFFER FUND TOTAL BOS


2010 16.160.595.778.000
2011 16.266.039.176.000 545.966.584.000 16.812.005.760.000
2012 22.441.115.420.000 1.153.684.580.000 23.594.800.000.000
2013 22.434.827.210.000 1.012.072.790.000 23.446.900.000.000
2014 24.074.700.000.000 845.039.330.000 24.919.739.330.000
2015 31.093.360.000.000 204.940.000.000 31.298.300.000.000

57
Kebijakan
Kebijakan DID2015
DID

DID dialokasikan kepada Provinsi,


Kabupaten dan Kota untuk melaksanakan
fungsi pendidikan dengan
mempertimbangkan kriteria kinerja tertentu,
yang terdiri dari kriteria kinerja utama,
kriteria kinerja keuangan, kriteria kinerja
pendidikan, kriteria kinerja ekonomi dan
kesejahteraan, dan batas minimum
kelulusan kinerja.
58
Alokasi DID
ALOKASI DID

(miliar rupiah)

59
DANA DESA

60
Peta Sebaran Desa Per Propinsi
Peta Sebaran Desa Per Provinsi
Aceh Kepr Goronta Malu
Kaltara Sulut
6474 i lo t
447 1490
Sum 275 657 1063
ut Sulte PaBa
5389 ng r
1839 1628
Papu
Sumb Riau Kalb Kalti a
ar 1592 ar m 5118
880 1908 833
Kalten
Jambi g
1398 1434
Babe Sulb
Bengkul l Kals
u ar
309 el Maluk
1341 576
186 u
Sulse Sultr
4 1191
l a
Sumsel 1820
2253
2817

Lampun
g Jumlah
2435 Jati
NTT Desa
Banten Jabar Jateng DIY m Bali NTB
5319 7809 392 772 636 995
295 74.093
1238 0 (Kemendagri)
61
3
KEBIJAKAN DANA DESA DALAM APBN 2015
1. Menetapkan alokasi Dana Desa yang bersumber dari Belanja Pusat
dengan mengefektifkan program yang berbasis desa (sesuai
dengan amanat UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa);
2. Mengalokasikan Dana Desa kepada kabupaten/kota berdasarkan
jumlah desa dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka
kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis;
3. Menyalurkan Dana Desa kepada kabupaten/kota melalui
mekanisme transfer;
4. Dana Desa digunakan untuk mendanai keseluruhan kewenangan
Desa dengan prioritas untuk mendukung program pembangunan
Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa.
KEBIJAKAN DANA DESA DALAM APBN-P
1. 2015
Sejalan dengan visi Pemerintah untuk Membangun Indonesia dari
Pinggiran dalam kerangka NKRI, perlu dialokasikan dana yang lebih
besar untuk memperkuat pembangunan daerah dan desa.
2. Sesuai roadmap Dana Desa, dalam APBNP 2015 tambahan anggaran
dana desa Rp11,77 triliun, sehingga total Rp20,76 triliun.
3. Untuk menghindari ketimpangan alokasi Dana Desa untuk setiap
kab/kota dan setiap desa, penghitungan alokasi dana desa akan
dilakukan berdasarkan:
a. alokasi yang dibagi secara merata; dan
b. alokasi yang dibagi berdasarkan jumlah penduduk, angka
kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. 62
Sumber-sumber Pendapatan
SUMBER-SUMBER PENDAPATANDesa
DESA
Pendapatan asli
Desa
Alokasi APBN :
Lain-lain Dari realokasi
1
Pendapata anggaran pusat
berbasis desa
n yang sah 7 2 10% dari dan diluar
dana transfer ke
daerah secara
hibah bertahap
dan PENDAPAT
AN DESA Bagian dari
sumbang 6 3 PDRD
an pihak kabupaten/ko
ketiga ta
Paling
Alokasi Danasedikit
Desa
bantuan 5 4
keuangan (ADD) 10%
Paling sedikit 10% dari
dari APBD
dari dana
Prov/Kab/Ko perimbangan yang
ta diterima kab/kota
dikurangi DAK
Pemerintah dapat
menunda dan/atau
63
mengurangi dana
Alokasi Dana Desa
PENGALOKASIAN DANA
DESA
BERDASARKAN PP 60 TAHUN 2014
APB MENTERI KEUANGAN BUPATI/WALIKOTA

N ALOKASI PER
KAB./KOTA
ALOKASI PER
DESA
Transfer
ke JUMLAH
Daerah DESA
dan 30% X PORSI 30% X PORSI
Dana JUMLAH JUMLAH
Desa PENDUDUK PENDUDUK
Dana 50% X PORSI 50% X PORSI
JUMLAH JUMLAH
Desa PENDUDUK ISKIN PENDUDUK ISKIN

20% X PORSI 20% X PORSI


LUAS WILAYAH LUAS WILAYAH

X X
INDEKS TINGKAT
KEMAHALAN KESULITAN
KONSTRUKSI GEOGRAFIS
Alokasi DD per Kab./Kota = Jumlah
Desa x Rata-rata Dana Desa per
Provinsi
64
Alokasi Dana
BERDASARKAN Desa
DANA DESA
(BERDASARKAN UU APBNP
Berdasarkan UU APBN-P 2015 dan2015
Revisi DAN REVISI
PP 60 Tahun 2014
PP 60/2014)
MENTERI KEUANGAN BUPATI/WALIKOTA
APB DANA DESA
DANA DESA
N PER
KAB/KOTA90%
PER DESA
Transfer 90%
10 % 10 %
ke Alokasi Alokasi
Daerah
Formula Formula
Dasar Dasar
dan
Dana
25% x Jumlah 25% x Jumlah
Desa
Penduduk Desa Penduduk Desa
Dana 35% x Jumlah 35% x Jumlah
Desa Penduduk Miskin Penduduk Miskin
Desa Desa
10% x Luas 10% x Luas
Wilayah Desa Wilayah Desa

30% x IKK 30% x IKG

Keterangan:
Jumlah Penduduk adalah Jumlah Penduduk Desa pada kabupaten/kota.
Jumlah Penduduk Miskin adalah Jumlah Penduduk Miskin Desa pada kabupaten/kota
Luas Wilayah adalah Luas Wilayah Desa pada kabupaten/kota
IKK adalah IKK kabupaten/kota, IKG adalah Indeks Kesulitan Geografis Desa (sumber BPS) 65
3. TANTANGAN & STRATEGI
PENGUATAN FISKAL DAERAH

66
RingkasanAPBD
RINGKASAN APBD Konsolidasi
KONSOLIDASI Nasional
NASIONAL

Transfer pusat melalui danaperimbangan tahun


2010-2014berkontribusisekitar 62,51%terhadap
total
pendapatan pemdasementara
, kontribusiPAD
hanya sekitar20,76%.
Rata-rata persentase belanja pegawai pemda
dibandingkan dengantotalbelanjapemdatahun
2010-2014 sebesar 42,27%,sedangkanbelanja
modalhanya22,19%.
SiLPA pemda cenderung berfluktuatif dan
merupakansumberpenutupdefisitutamadalam
APBD TAselanjutnya. Dalamperiode 2010-2013,
rata-rataSiLPA
mencapai13,5%daritotalbelanja.

67
Pemekaran
PEMEKARAN DAERAH DaerahRisiko yang muncul
dari maraknya
pemekaran daerah:
Penyediaan dana
sektoral di APBN
meningkat.
Daerah baru
mendapatkan
pendanaan
transfer dari
pusat yang besar.
Daerah non
pemekaran
mendapatkan
porsi transfer ke
daerah relatif
menurun.
Selama tahun 1999 s.d. 2014, total daerah Terjadi
pemekaran baru sebanyak 223 daerah. peningkatan
Pemekaran daerah baru paling banyak terjadi pada kebutuhan
tahun 2003, yaitu sebanyak 49 daerah penyediaan
Tahun 2014 terbentuk 3 daerah pemekaran baru tenaga aparatur
yaitu: Kab. Muna Barat, Kab. Buton Tengah, dan yang besar.
Kab. Buton Selatan. Pelayanan
Total jumlah daerah di tahun 2014 sebanyak 542. terhadap
masyarakat belum
provinsi 34; kabupaten 415; dan kota 93.
tentu membaik.

68
Rasio Pajak Daerah Terhadap PDRB
TANTANGAN SAAT INI :
1. RASIO PAJAK DAERAH TERHADAP PDRB BELUM
MERATA
o Pajak Daerah terhadap PDRB per Provinsi Tahun 2013

Sumber: Kementerian Keuangan dan BPS (diolah)

Secara rata-rata rasio pajak daerah terhadap PDRB sekitar 1,5 persen. Rasio
pajak Provinsi Bali merupakan yang paling tinggi (5,5 persen), sedangkan yang
terendah adalah Provinsi Papua Barat (0,5 persen).
Besarnya jarak antara Rasio Pajak Daerah tertinggi dan terendah
mengindikasikan belum meratanya kemampuan daerah dalam menggali potensi
pajak di daerahnya.

69
Struktur Belanja
TANTANGAN APBD
SAAT INI:
2. STRUKTUR BELANJA APBD
Proporsi terbesar
belanja daerah adalah
belanja pegawai
dengan proporsi rata-
rata dari tahun 2008
2014 mencapai 41,8%.
Proporsi belanja modal
menunjukan tren
meningkat dengan
proporsi rata-rata dari
tahun 2008 2014
sekitar 23,2%.
Struktur belanja yang
membaik harus diikuti
dengan peningkatan
Dalam Triliun Rp
kualitas belanja
daerah.

70
Penyerapan
TANTANGAN SAAT INI : Belanja APBD
3. PENYERAPAN BELANJA APBD RELATIF LAMBAT

Penyerapan
Belanja Modal di
Tw I-III sangat
rendah, namun
Belan melonjak tinggi di
ja
Moda akhir November-
l Desember.
Ada beberapa
belanja yang
termasuk belanja
lainnya yang tidak
(Tahun 2013 Dalam %) dianggarkan di
APBD murni,
sehingga
mempunyai
realisasi diatas
100%.

71
STRATEGI
Strategi PENGUATAN
Penguatan FISKAL
Fiskal Daerah
DAERAH
Perbaikan formulasi kebijakan di bidang pendapatan daerah
melalui pengembangan pajak dan retribusi daerah yang harmonis
dengan pajak pusat agar menjadi signifikan untuk dijadikan
andalan pendapatan daerah.
Perbaikan formulasi kebijakan di bidang belanja daerah:
Mengurangi belanja operasional yang tidak perlu dan
meningkatkan belanja modal yang produktif.
meningkatkan kualitas belanja daerah, antara lain melalui
penyusunan pedoman pengelolaan dana transfer dan
percepatan penyampaian informasi alokasi Dana Transfer.
mengembangkan keleluasaan belanja daerah yang
bertanggung jawab untuk meningkatkan kuantitas dan
kualitas pelayanan publik dasar.
Perbaikan formulasi kebijakan di bidang pembiayaan daerah
antara lain dengan membuka terobosan untuk pembiayaan
melalui penerbitan Obligasi Daerah, dan pengembangan
instrumen pembiayaan daerah lainnya seperti: pinjaman antar
daerah, pinjaman lunak, penerusan pinjaman, Public Private
Partnership (PPP), Viability Gap Funding (VGF) dan SUN/SUKUK-
based on regional project
72

Anda mungkin juga menyukai