Anda di halaman 1dari 18

Makalah Manajemen Publik A

New Local Governance

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Manajemen Publik

Dosen Pengampu : Rizal Pauzi, S.Sos,M.Si.

Oleh :
Kelompok 3
1. Nur Fauzi Zaahirah E011201029
2. Sri Rahmawati Dewi E011201037
3. Naqila Putry E011201040
4. Raizhah Nurul Ilmi E011201041
5. Nur Hafifa Rahman E011201042
6. Nurul Fahmi E011201045
7. Andini E011201046

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberi kita taufiq dan
hidayah-Nya, sehingga aktifitas membuat makalah ini dapat berjalan dengan
lancar dan kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tidak lupa
pula shalawat serta salam kita iringkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad
SAW., yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang
benerang seperti saat ini.
Tujuan dari penyusunan makalah ini guna memenuhi salah satu tugas
kelompok mata kuliah Manajemen Publik dan terlepas dari semua itu kami
berterima kasih kepada bapak Dr Rizal Pauzi, S.Sos,M.Si. selaku dosen
pengampu mata kuliah sehingga pembuatan makalah yang berjudul “New Local
Governance” ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Melalui
makalah ini diharapkan dapat menambah relasi dan pengetahuan pembaca
mengenai new local governance.
Kami menyadari, dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan serta banyak kekurangannya, baik dari segi tata bahasa maupun
penulisan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kami berharap agar makalah ini
bermanfaat bagi semua pembaca.

Makassar, 17 Mei 2021


Penyusun

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 3
A. Konsep New Local Governance .................................................... 3
B. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ........................................ 7
C. Perubahan Mendasar dari UU 32 Tahun 2004 ke UU 23 Tahun
2014 ............................................................................................... 9
D. Penerapan New Local Governance di Kota Makassar................... 11
E. Capaian yang Diraih di Kota Makassar ......................................... 13
BAB III PENUTUP............................................................................................. 14
A. Kesimpulan .................................................................................... 14
B. Saran .............................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara kita adalah Negara kesatuan. Sebagai Negara kesatuan,
kedaulatan Negara adalah tunggal, tidak tersebar pada Negara-negara bagian
seperti Negara federal/serikat. Karena itu, pada dasarnya, system pemerintahan
pada Negara kesatuan adalah sentralisasi atau penghalusannya dekonsentrasi.
Itu artinya pemerintahan pusat memegang kekuasaan penuh. Namun,
mengingat negara Indonesia sangat luas yang terdiri atas puluhan ribu pulau
besar dan kecil serta penduduknya terdiri atas beragam suku bangsa, beragam
etnis, beragam golongan, dan memeluk agama yang berbeda-beda, sesuai
dengan Pasal 18, 18A, dan 18B UUD 1945 penyelenggaraan pemerintahannya
tidak diselenggarakan secara sentralisasi, tetapi desentralisasi. Dalam pasal-
pasal tersebut, ditegaskan bahwa pemerintah terdiri atas pemerintah pusat dan
pemerintah.
Bangsa Indonesia menyelenggarakan pemerintahan daerah dalam sistem
administrasi pemerintahan negaranya. Di mana konsep dasar yang melandasi
penyelenggaraan pemerintahan daerah terdiri atas sentralisasi, desentralisasi,
dekonsentrasi, tugas pembantuan, serta implikasi struktural atas desentralisasi
dan dekonsentrasi.
B. Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang masalah di atas, yang menjadi rumusan
masalahnya yaitu sebagai berikut.
1. Jelaskan konsep new local governance?
2. Bagaimana pelaksanaan desentralisasi di Indonesia ?
3. Jelaskan perubahan mendasar dari UU 32 tahun 2004 ke UU 23 tahun 2014?
4. Deskripsikan satu kabupaten yang memiliki keunikan dalam penerapan new
local governance ?
5. Jelaskan capaian yang diraih kabupaten tersebut?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep new local governance.
2. Untuk mengetahui realitas pelaksanaan desentralisasi di Indonesia.
3. Untuk mengetahui perubahan mendasar dari UU 32 tahun 2004 ke UU 23
tahun 2014.
4. Untuk mengetahui satu kabupaten yang memiliki keunikan dalam penerapan
new local governance.
5. Untuk mengetahui capaian yang diraih kabupaten tersebut.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep New Local Governance


1. Pengertian Pemerintah Daerah
Konsep pemerintahan daerah berasal dari terjemahan konsep local
government yang pada intinya mengandung tiga pengertian, yaitu: pertama
berarti pemerintah lokal, kedua berarti pemerintahan lokal, dan ketiga
berarti wilayah lokal (Hoessein dalam Hanif, 2007:24). Pemerintah lokal
pada pengertian pertama menunjuk pada organisasi/badan/lembaga yang
berfungsi menyelenggarakan pemerintahan daerah. Dalam konteks ini,
pemerintah lokal atau pemerintah daerah merujuk pada organisasi yang
memimpin pelaksanaan kegiatan pemerintahan daerah, dalam artian ini di
Indonesia menunjuk pada Kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. Kedua lembaga ini yang menggerakkan kegiatan pemerintahan
daerah sehari-hari. Oleh karena itu, kedua lembaga ini dimaknai dengan
Pemerintah daerah (local government atau local authority).
Pemerintahan lokal pada pengertian kedua menunjuk pada kegiatan
pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah daerah melakukan
kegiatan-kegiatan pengaturan. Kegiatan ini merupakan fungsi penting
yang pada hakikatnya merupakan fungsi untuk pembuatan kebijakan
pemerintah daerah yang dijadikan dasar atau arah dalam
menyelenggarakan pemerintahan. Pemerintahan lokal pada pengertian
ketiga menunjuk pada wilayah pemerintahan atau daerah otonom dalam
konteks Indonesia Daerah otonom adalah daerah yang memiliki hak untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang telah diserahkan oleh
Pemerintah Pusat kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya.

3
2. Konsep dasar yang melandasi penyelenggaraan pemerintahan daerah
a. Sentralisasi
Pemerintah daerah bukan negara bagian seperti dalam negara
federal/serikat. Kedudukan pemerintah daerah dalam sistem negara
kesatuan adalah subdivisi atau bawahan pemerintah nasional.
Pemerintah daerah tidak memiliki kedaulatan sendiri. Hubungan
pemerintah daerah dengan pemerintah pusat adalah dependent dan
subordinat. Dependent artinya terikat dengan pemerintah pusat,
sedangkan subordinat artinya bawahan. Koordinatif karena setelah
states menjadi negara bagian dalam sistem federal, masingmasing
tunduk kepada pemerintah federal di bawah koridor konstitusi.
Sentralisasi adalah pemusatan semua kewenangan pemerintahan
(politik dan administrasi) pada pemerintah pusat. Siapakah yang
disebut pemerintah pusat? Pemerintah pusat adalah presiden dan para
menteri. Jika suatu negara memusatkan semua kewenangan
pemerintahannya pada tangan presiden dan para menteri, tidak dibagi-
bagi kepada pejabatnya di daerah atau pada daerah otonom; hal itu
disebut sentralisasi. Adapun desentralisasi adalah pemencaran sebagian
kewenangan pemerintahan pada daerah-daerah otonom yang dibentuk
pusat. Dalam sentralisasi, semua kewenangan tersebut, baik politik
maupun administrasi, berada di tangan presiden dan para menteri
(pemerintah pusat) sebagai penanggung jawab organisasi pemerintahan
tertinggi.
Dalam konsep sentralisasi dan desentralisasi, kewenangan yang
dipusatkan di tangan presiden dan para menteri (pemerintah pusat)
hanya kewenangan pemerintahan/eksekutif. Kewenangan lain
(legislatif dan yudikatif) tidak masuk di sini. Itu artinya kewenangan
legislatif dan yudikatif tidak termasuk dalam kerangka sentralisasi dan
desentralisasi ini. Oleh karena itu, daerah otonom tidak mempunyai
kewenangan legislasi (membuat undang-undang) dan kewenangan
yudikatif (peradilan).

4
b. Dekonsentrasi
Di samping sentralisasi dan desentralisasi, dalam hubungan pusat
dan daerah, juga dikenal adanya konsep dekonsentrasi. Dekonsentrasi
sebenarnya sentralisasi, tetapi lebih halus daripada sentralisasi. Sentralisasi
urusan pemerintahan diselenggarakan oleh presiden dan para menteri
secara langsung, sedangkan dekonsentrasi diserahkan kepada pejabat yang
diangkat menteri di wilayah tertentu. Dekonsentrasi adalah pelimpahan
wewenang administrasi dari pemerintah pusat kepada pejabatnya yang
berada pada wilayah negara di luar kantor pusatnya. Dalam konteks ini,
yang dilimpahkan adalah wewenang administrasi, bukan wewenang
politik. Wewenang politiknya tetap dipegang oleh pemerintah
pusat/menteri-menteri.
Menurut Rondinelli (1983: 18), dekonsentrasi adalah penyerahan
sejumlah kewenangan atau tanggung jawab administrasi kepada cabang
departemen atau badan pemerintah yang lebih rendah. Harold F. Aldelfer
(1964: 176) menjelaskan bahwa pelimpahan wewenang dalam bentuk
dekonsentrasi semata-mata menyusun unit administrasi lapangan atau field
administration, baik tunggal maupun ada dalam hierarki, baik itu terpisah
atau tergabung, dengan perintah mengenai apa yang seharusnya mereka
kerjakan atau bagaimana mengerjakannya. Walfers (1985: 3) menjelaskan
bahwa dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang kepada pejabat atau
kelompok pejabat yang diangkat oleh pemerintah pusat dalam wilayah
administrasi. Jadi, dalam dekonsentrasi, yang dilimpahkan hanya
kebijakan administrasi (implementasi kebijakan politik), sedangkan
kebijakan politiknya tetap berada pada pemerintah pusat.
c. Desentralisasi
Desentralisasi berasal dari bahasa Latin, yaitu de yang berarti lepas
dan centrum yang artinya pusat. Decentrum berarti melepas dari pusat.
Dengan demikian, desentralisasi yang berasal dari sentralisasi yang
mendapat awal de berarti melepas atau menjauh dari pemusatan.
Desentralisasi tidak lepas atau putus sama sekali dengan pusat, tetapi

5
hanya menjauh dari pusat. Desentralisasi berkait dengan konsep
administrasi. Administrasi adalah sistem kerja sama antara sekelompok
orang untuk mencapai tujuan. Nah, salah satu bagian penting administrasi
adalah organisasi. Sebuah organisasi selalu terdiri atas jenjang hierarki.
Jenjang hierarki ini ada yang tingkatannya banyak dan ada yang
tingkatannya sedikit. Misalnya, pada zaman Orde Lama, jenjang organisasi
pemerintah daerah otonom terdiri atas pemerintah pusat, pemerintah
daerah tingkat I, pemerintah daerah tingkat II, dan pemerintah daerah
tingkat III. Jenjang organisasi pemerintah daerah otonom ini lebih panjang
daripada zaman Orde Baru karena hanya terdiri atas pemerintah pusat,
pemerintah daerah tingkat I, dan pemerintah daerah tingkat II.
d. Tugas Pembantuan (Medebewind)
Di Belanda, medebewind diartikan sebagai pembantuan
penyelenggaraan kepentingan-kepentingan pusat atau daerah-daerah yang
tingkatannya lebih atas kepada perangkat daerah yang lebih bawah.
Menurut Bagir Manan (1994: 85), tugas pembantuan diberikan oleh
pemerintah pusat atau pemerintah yang lebih atas kepada pemerintah
daerah di bawahnya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Oleh
karena itu, medebewind sering disebut serta tantra/tugas pembantuan.
Dalam menjalankan medebewind tersebut, urusan-urusan yang
diselenggarakan pemerintah daerah penerima tugas masih tetap merupakan
urusan pusat/daerah yang lebih atas, tidak beralih menjadi urusan rumah
tangga daerah yang diminta bantuan. Namun, cara daerah otonom
menyelenggarakan bantuan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada daerah
itu sendiri. Daerah otonom ini tidak berada di bawah perintah, juga tidak
dapat dimintai pertanggungjawaban oleh pemerintah pusat/daerah yang
lebih tinggi yang memberi tugas tadi. Oleh karena hakikatnya urusan yang
ditugas bantukan pada daerah otonom tersebut adalah urusan pusat atau
pemerintah atasan yang menugaskan, dalam sistem medebewind
anggarannya berasal dari APBN atau dari APBD pemerintah atasan yang
memberi tugas. Anggaran pusat ini lalu ditransfer langsung ke kas daerah.

6
Anggaran ini masuk ke rekening khusus yang pertanggungjawabannya
terpisah dari APBD
Kalimat yang lebih sederhana untuk menjelaskan tugas
pembantuan adalah satuan pemerintahan yang mempunyai kewenangan
tertentu yang dapat menugaskan kepada pemerintahan yang lebih bawah
untuk melaksanakan sebagian kewenangan yang dimiliki tersebut.
Misalnya, pemerintah pusat sesuai dengan UU 23/2014 mempunyai
kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan,
manajemen yustisi, keuangan dan moneter nasional, serta agama. Nah,
pemerintah pusat dapat memberi tugas kepada daerah otonom provinsi dan
daerah otonom kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian
kewenangannya tersebut. Kemudian, satuan kerja perangkat daerah
bertanggung jawab kepada kepala daerah. Karena tugas pembantuan pada
dasarnya adalah melaksanakan urusan pemerintahan milik pemerintah
atasan, sumber biaya berasal dari pemerintah yang memberikan penugasan
tersebut. Untuk itu, sumber biayanya bisa berasal dari APBN atau APBD
sesuai dengan pemerintah yang memberi tugas.
Oleh karena tugas pembantuan pada dasarnya adalah melaksanakan
kewenangan pemerintah pusat atau pemerintah atasnya, sumber biaya
berasal dari pemerintah yang memberikan penugasan. Untuk itu, sumber
biayanya bisa berasal dari APBN atau APBD pemerintah daerah yang
lebih tinggi.
B. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1
ayat 8, desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah
pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi. Sedangkan menurut
Joeniarto dalam Huda (2014: 37) menyatakan bahwa desentralisasi adalah
wewenang dari pemerintah negara kepada pemerintah lokal untuk mengatur
dan mengurus urusan tertentu sebagai urusan rumah tangganya sendiri. Dalam
pelaksanaan desentralisasi ini pemerintah daerah mendapat begitu besar
kewenangan untuk mengurusi segala urusan yang menyangkut hal-hal didaerah

7
kekuasaannya kecuali lima urusan yang tetap menjadi urusan pemerintah pusat.
Selain berkenaan dengan urusan moneter dan fiskal, peradilan, pertahanan dan
keamanan, politik luar negeri dan agama pemerintah daerah dapat leluasa
berdinamika.
Agenda besar pelaksanaan desentralisasi, termasuk di Indonesia, adalah
sebagai upaya penguatan peran pemerintah dalam menyelenggarakan negara
melalui pendayagunaan pemerintah lokal. Dalam perkembangannya
desentralisasi tidak begitu saja 8 Jurnal Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, Th. 28, Nomor 1, Pebruari 2015 berdiri tunggal. Dengan
adanya desentralisasi maka muncul otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.
Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-
akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan
adanya desentralisasi menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di
Indonesia. Sistem desentralisasi ini berhubungan dengan otonomi daerah.
Sebab, otonomi daerah merupakan kewenangan suatu daerah untuk menyusun,
mengatur, dan mengurus daerahnya sendiri tanpa ada campur tangan dari
pemerintah pusat. Adanya desentralisasi akan berdampak positif pada
pembangunan daerah-daerah tertinggal dalam suatu negara hingga daerah
otonom tersebut dapat mandiri dan secara otomatis dapat memajukan
pembangunan nasional.
Tetapi, fakta yang terjadi pada saat ini adalah desentralisasi yang menjadi
keinginan masyarakat Indonesia pasca reformasi kurang diterapkan secara
maksimal. Implementasinya juga masih setengah hati. Seharusnya, UU No. 22
tahun 1999 menghasilkan desentralisasi yang bisa menciptakan komunikasi
baru antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta memberi tangung jawab lebih
besar kepada pemerintah daerah. Namun, UU tersebut memunculkan masalah
distribusi wewenang antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sehingga
tanggung jawab Pemerintah Pusat yakni politik internasional, pertahanan,
keamanan nasional, peradilan, kebijakan moneter dan fiskal, dan agama;
sedangkan Pemerintah Daerah bertanggung jawab diluar bidang tersebut.

8
Seharusnya desentralisasi yang ada sekarang mendukung efektivitas
program pembangunan dan pelayanan publik di Indonesia meskipun dalam
pelaksanaannya masih sangat rumit. Tetapi, bedasarkan jurnal ini, masih
banyak permasalahan yang dihadapi pemerintah daerah dalam penerapan
desentralisasi yang sesuai dengan amanat UU. Diantara permasalahannya
adalah koherensi dan birokrasi yang berbelit-belit, kondisi SDM pegawai
pemerintah yang belum sepenuhnya menunjang pelaksanaan desentralisasi,
kualitas kepala pemerintahan yang masih sangat rendah, belum adanya alat
kelengkapan pemerintahan yang memadai, bergesernya korupsi pusat ke
daerah, eksploitasi SDA daerah, kurangnya pemahaman tentang desentralisasi,
dan tidak tersedianya aturan yang jelas tentang pelaksanaan desentralisasi di
daerah.
Sehingga, menyebabkan immplementasi desentralisasi yang sudah
berjalan tidak bisa dilaksanakan dengan maksimal. Penyebabnya adalah terlalu
tergesa-gesanya penerapan desentralisasi kepada daerah, di mana daerah
sendiri belum betul-betul siap untuk menerima pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat. Seharusnya, penerapan desentralisasi harus dibuatkan kajian
terlebih dahulu, memetakan permasalahan yang ada di daerah, karena
permasalahan di daerah pasti berbeda-beda dan tidak bisa di sama ratakan.
Pelaksanaan desentralisasi di Indonesia masih sangat jauh dari harapan
masyarakat yang menginginkan adanya peningkatan kesejahteraan ekonomi
dan perbaikan kualitas hidup. Ini bisa dilihat dari masih adanya pemahaman
yang berbeda tentang desentralisasi dan tidak semua pemerintah daerah betul-
betul siap dengan pelaksanaan desentralisasi. Korupsi adalah salah satu
ketidaksiapan pemerintah daerah dalam menerima pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat

C. Perubahan Mendasar dari UU 32 Tahun 2004 ke UU 23 Tahun 2014


Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
telah dicabut dan diganti dengan Undang-Undang baru yakni Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014. Salah satu perubahan krusial dari Undang-Undang
tersebut adalah tentang pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah

9
Pusat, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota. Dari sisi hukum, perubahan tersebut dapat dikelompokan ke
dalam dua aspek yakni perubahan formal dan perubahan materiil.
Perubahan formal yang terjadi adalah rincian detil bidang urusan
pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah
Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang semula diatur di
dalam lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 kini ditingkatkan
pengaturannya menjadi bagian dari lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014. Dengan demikian maka pembagian urusan yang telah ditetapkan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 diharapkan tidak bisa
disimpangi/dikecualikan oleh Undang-Undang sektoral lainnya. Sedangkan
Perubahan materiil (substansi) yang terjadi adalah perubahan hal-hal sebagai
berikut:
1) Perubahan klasifikasi urusan Pemerintahan
2) Pengaturan kriteria pembagian urusan pemerintahan kongkuren
3) Perubahan lampiran yang berisi rincian detil bidang urusan pemerintahan
yang dibagi antara Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
Perbandingan antara Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah menghasilkan perbandingan yang cukup
signifikan khususnya terhadap urusan pemerintahan dan
kewenangannya. Bahwa dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, mengatur hal yang sama yaitu urusan
pemerintah serta kewenangannya, namun tidak tertera dengan jelas
pembagian antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah termasuk hak
dan kewajiban masing-masing. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bagian-bagian urusan
pemerintahan dan kewenangan. Kewenangan yang terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
menggunakan istilah kewenangan absolut, konkuren, dan umum. Kewenangan

10
absolut yaitu adalah kewenangan yang dipegang penuh oleh pemerintah pusat
dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan absolut baik itu dapat
dilimpahkan kepada instansi vertikal ataupun melaksanakan sendiri urusan
pemerintahannya. Kewenangan konkuren adalah kewenangan yang
berisikan hak dan kewajiban dari urusan pemerintahan yang diberikan
kepada pemerintah daerah. Kewenangan umum adalah kewenangan yang
dipegang oleh pemerintah pusat namun urusan pemerintahan dilaksanakan
oleh pemerintah daerah.Tertera dengan jelas pembagian hak dan kewajiban
dari urusan pemerintahan dan kewenangan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah.
D. Penerapan New Local Governance di Kota Makassar
Berangkat dari permasalahan lingkungan yang ada dan menjadi tanggung
jawab dari pemerintah kota untuk mengatasinya, maka pemerintah Kota
Makassar dalam hal ini Walikota membuat kebijakan berupa program untuk
menangani permasalahan kebersihan yang populer dikenal dengan selogan
“Makassar Tidak Rantasa” (MTR) pada hari Minggu tanggal 15 Juni 2014
dalam acara Akbar A’bbulo Sibatang Lompoa yang digelar di Celebes
Convention Centre (CCC) Jalan Metro Tanjung Bunga. Program ini adalah
salah satu program gebrakan Walikota Makassar yang diharapkan sebagai
upaya bersama warga Kota Makassar untuk menegakkan rasa malu sebagai
warga Kota Makassar yang tidak jorok. Kebijakan ini didukung oleh Peraturan
Walikota (Perwali) Makassar Nomor 3 Tahun 2015 tentang pelimpahan
kewenangan pemungutan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan kepada
camat dalam lingkup pemerintah Kota Makassar dengan maksud ditetapkannya
peraturan Walikota ini adalah untuk meningkatkan pelayanan
persampahan/kebersihan pada masing-masing kecamatan dalam lingkup
pemerintah Kota Makassar dan bertujuan Agar lebih menyederhanakan sistem
Pemungutan retribusi dan lebih Mendekatkan pelayanan kepada Masyarakat
khususnya pelayanan Pemungutan retribusiPersampahan/kebersihan.
Salah satu program unggulan dari Pemerintah kota makassar adalah
sampah Tukar beras, program ini telah resmi di Laksanakan sejak di

11
resmikannya pada Tanggal 6 Juli 2015, melalui Unit Pelakasana Teknis Daerah
(UPTD) Bank Sampah yang terpusat di Jalan Toddopuli, Sampah ditimbang
dan ditukar dengan Beras. Program ini bertujuan mengurangi Volume sampah
di wilayah Makassar yang Terus meningkat setiap harinya termasuk Mengajak
masyarakat untuk bersama-sama Menjaga kebersihan sesuai program Makassar
Tidak Rantasa atau kotor (MTR).Bentuk pengimplementasian dari kebijakan
ini ialah lahirnya 3 gerakan masyarakat yaitu adanya bank sampah, gerakan
lihat sampah ambil (LISA) dan lorong garden (LONGGAR).
Bank Sampah adalah salah satu Alternatif mengajak warga peduli dengan
Sampah, yang konsepnya mungkin dapat Dikembangkan di daerah-daerah
lainya, Bank sampah merupakan sebuah sistem Pengelolaan sampah berbasis
rumah Tangga, dengan memberikan ganjaran yang Berupa uang tunai atau
kupon gratis kepada Mereka yang berhasil memilah dan Menyetorkan sejumlah
sampah. Sistem Bank sampah ini memiliki beberapa Keunggulan selain
manfaatnya dibidang Kesehatan lingkungan, metode ini juga Berfungsi
mengurangi jumlah sampah di Lingkungan masyarakat, menambah
Penghasilan bagi 18 masyarakat, Menciptakan lingkungan yang bersih dan
Sehat dan memupuk kesadaran dirimasyarakat akan pentingnya menjaga dan
menghargai lingkungan hidup.
Sesuai hasil penelitian bahwa Adanya Gerakan LISA, sedikit demi sedikit
Mengubah kebiasaan warga khususnya di Kecamatan Tamalate ini, sebulum
adanya Gerakan LISA warga terkesan tidak peduli Terhadap sampah yang ada,
boleh dikata Biar sampah diinjak tidak dipungut juga. Adanya gerakan ini
mulai mengedukasi Perilaku masyarakat terhadap kondisi Lingkungan sekitar
terutama pada persoalan Sampah yang biasanya dibuang Disembarangan
tempat ataukah masyarakat Mulai terbagun kesadarannya untuk Memungut
sampah jika didapatnya.
Program Lorong Garden merupakan program strategis Pemkot dalam
menata dan memberdayakan masyarakat Makassar. Lorong garden, salah satu
bagian dari Program Andalan Walikota Makassar Bapak Danny Pomanto yakni
“Makassar Tidak Rantasa” (MTR). Program Lorong garden adalah bagian

12
program MTR yang di gaungkan disetiap kelurahan dan kecamatan di Kota
Makassar. Program Longgar ini memanfaatkan lorong yang ada menjadi lebih
produktif. Dimana diupayakan lorong hijau dan bersih, dengan menanam
berbagai tanaman seperti sayur, tomat, cabai, dan lain lain. Langkah
selanjutnya membuat badan Usaha lorong. Hasil tanaman ini akan dipasarkan
sehingga menjadi nilai ekonomi Warga khususnya ibu ibu yang tinggal
Dilorong. Dampak dari Program Makassar Tidak Rantasa (MTR) sudah
memberikan Perubahan pola kehidupan masyarakat Kota Makassar Khususnya
di Kecamatan Tamalate dengan adanya Program Bank Sampah, Gerakan LISA,
dan Gerakan LONGGAR.
E. Capaian yang Diraih di Kota Makassar
Dampak dari Program Makassar Tidak Rantasa (MTR) sudah
memberikan perubahan pola kehidupan masyarakat Kota Makassar, seperti :
1. Merubah pola pikir dan perilaku masyarakat Makassar untuk lebih disiplin
dan peduli akan lingkungan.
2. Adanya pengelolaan sampah yaitu kegiatan yang sistematis, menyeluruh,
dan berkesinambungan untuk pengurangan sampah agar tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan .
3. Keluarnya kebijakan-kebijakan dari pemerintah agar Kota Makassar menjadi
kota yang aman, nyaman dan bersih.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep Dasar yang melandasi pemerintahan daerah terdiri atas
sentralisasi, desentralisasi, dekonsentrasi, tugas pembantuan, serta Implikasi
struktural atas desentralisasi dan dekonsentrasi. Berdasarkan UU No. 23 Tahun
2014 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 ayat 8, desentralisasi adalah
penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom
berdasarkan asas otonomi Agenda besar pelaksanaan desentralisasi, termasuk
di Indonesia, adalah sebagai upaya penguatan peran pemerintah dalam
menyelenggarakan negara melalui pendayagunaan pemerintah lokal. Dengan
adanya desentralisasi maka muncul otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.
Salah satu penerapan new local governance yang berada pada Makassar salah
satunya membuat kebijakan dalam hal ini berupa program sampah tukar beras.
Program ini bertujuan mengurangi Volume sampah di wilayah Makassar yang
Terus meningkat setiap harinya termasuk Mengajak masyarakat untuk
bersama-sama Menjaga kebersihan sesuai program Makassar Tidak Rantasa
atau kotor (MTR).
B. Saran
Dalam makalah ini membahas mengenai konsep new local governance,
pelaksanaan desentralisasi di Indonesia, perubahan dasar dari UU 32 tahun
2004 ke UU 23 tahun 2014, dan satu kabupaten yang memiliki keunikan dalam
penerapan new local governance serta pencapaiannya. Untuk itu, melalui
makalah ini diharapkan penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah
pusat kepada daerah otonom dan agenda besar dari pelaksanaan desentralisasi
di Indonesia sebagai upaya penguatan peran pemerintah dalam
menyelenggarakan negara melalui pendayagunaan pemerintah local dapat
tercapai dan berjalan dengan baik. Selain itu, dengan diterapkannya konsep
new local governance di berbagai kabupaten yang ada di Indonesia juga dapat
mengubah pola kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik dan positif.

14
DAFTAR PUSTAKA

Nurcholis, Hanif. “Konsep Dasar Local Governance”. Diakses pada tanggal 17


Mei 2021. Dalam https://www.pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/
pdfmk/ADPU444003-M1.pdf.
Fadhil. 2019. “Implementasi Kebijakan Desentralisasi Pemerintahan Di
Indonesia”. Diakses pada tanggal 17 Mei 2021. Dalam https://www.ilmu
admpublik.com/2019/07/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html.

Djaenuri, H. M. Aries. 2014. “ Konsep-konsep Dasar Pemerintahan Daerah”.

Pratama, Andhika Yudha. 2015. Pelaksanaan Desentralisasi Asimetris dalam


Tata Kelola Pemerintah Daerah di Era Demokrasi. Jurnal Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan. 28 (1) : 6-14.

Perdana, Reghi. 2016. "Implikasi Perubahan Pembagian Urusan Pemerintahan


Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah," Artikel Hukun Kementerian PPN/Bappenas.
(https://Journal.uir.ac.id)

Setiawan, Rizky. 2018. "Implikasi Perubahan Undang-undang Pemerintahan


Daerah Terhadap Kewenangan Tata Kelola Pemanfaatan Energi dan
Sumber Daya Mineral oleh Pemerintah Daerah di Indonesia," Jurnal Kajian
Pemerintah (Vol: 4, No: 1).

15

Anda mungkin juga menyukai