Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Pemerintah
Daerah
Disusun Oleh:
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur terpanjatkan Kehadirat Allah SWT. Karena berkat petunjuk,
pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul
“Asas-Asas Pemerintahan Daerah”
Selama penyusunan makalah ini banyak kendala yang dihadapi, namun berkat
bimbingan serta bantuan dari segala pihak semua kendala tersebut dapat teratasi.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. Nur Habibi, M.H selaku Dosen Pengampu Hukum Pemerintah
Daerah Program Studi Ilmu Hukum dan Hukum Tata Negara.
2. Serta seluruh pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Adapun makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Pasal 1 ayat (3) Undand-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
2
Mochtar Kusuma Atmaja, Konsep-konsep Hukum Dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, 2002,
hlm 25
3
Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Pemerintahan Derah Di Indonesia, Pustaka Setia,
Bandung,2006, hlm. 94
1
wewenang dan tugas pemerintahan tidak semua dapat dilaksanakan jika
hanya dengan menggunakan asas desentralisasi saja. Disamping itu, sebagai
konsekuensi negara kesatuan memang tidak dimungkinkan semua wewenang
pemerintah didesentralisasikan dan diotonomkan sekalipun kepada daerah.4
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
4
Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Dekonsentrasi
Dan Tugas Pembantuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asas Desentralisasi
5
Fathur Rahman, Teori Pemerintahan, (Malang: UB Press ,2018), Cet 1, hlm 47
6
Budi Winarto, Kebijakan Publik Teori Dan Praktek, (Jogjakarta: Media Pressindo, 2007), hal. 144
7
Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125
8
Ridwan, Hukum Administrasi di Daerah, FH UII Press, Yogyakarta,2009 hlm. 15
3
Pemaknaan asas desentralisasi menjadi perdebatan di kalangan
pakar dalam mengkaji dan melihat penerapan asas ini dalam pelaksanaan
pemerintahan daerah. Perdebatan yang muncul diakibatkan oleh arah
pandang dalam mengartikulasikan sisi mana desentralisasi diposisikan dalam
pelaksanaan pemerintahan daerah. Dari pemaknaan beberapa pakar dapat
diklasifikasikan dalam beberapa hal, di antaranya:
4
(4) pejabat yang menyerahkan kewenangan itu tidak dapat menjadikan
keputusannya sendiri sebagai pengganti keputusan yang telah diambil,
tidak dapat secara bebas menurut pilihan sendiri sebagai pengganti
keputusan yang telah diserahi kewenangan itu dengan orang lain, tidak
dapat menyingkirkan pejabat yang telah diserahi kewenangan dari
tempatnya.
9
Jimlly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hal. 424-
426
5
secara objektif menilai mengenai urusan mana yang sebaiknya
diselenggarakan oleh pusat atau daerah. Oleh sebab itu mana yang akan
dipilih sebagai urusan pusat dan daerah, seringkali ditentukan secara
subjektif semata-mata berdasarkan pertimbangan kekuasaan. Dengan
ukuran penilaian yang bersifat subjektif itu, orang pun akhirnya akan
mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya, karena hal itu dapat
menimbulkan perselisihan antara satu sama lain.
6
tambahan kata-kata "seluas-luasnya". Dari kedua ketentuan tersebut
dapat diketahui apa yang dimaksud dengan Rumah Tangga Riil yang
didasarkan kepada kebutuhan riil atau keadaan yang nyata. Umpamanya
pada satu hal karena keadaan tertentu berdasarkan pertimbangan untuk
mencapai manfaatnya yang sebesar-besarnya suatu urusan yang
merupakan wewenang pemerintah daerah dikurangi, karena urusan itu
menurut keadaan riil sekarang berdasarkan kebutuhan yang bersifat
nasional dinilai perlu diselenggarakan oleh pemerintah pusat. Akan tetapi
sebaliknya suatu urusan dapat pula dilimpahkan kepada daerah untuk
menjadi suatu urusan rumah tangga daerah, mengingat manfaat dan hasil
yang akan dicapai jika urusan itu tetap diselenggarakan oleh pemerintah
pusat akan menjadi berkurang. Tentu saja segala penambahan atau
pengurangan suatu wewenang harus diatur dengan undang-undang atau
peraturan lainnya.
B. Asas Dekonsentrasi
10
R.G Kartasapoetra, Sistematka Hukum Tata Negara, Bina Aksara, Jakarta 1987 hlm. 87 - 98
7
Republik Indonesia (UUD NRI 1945) sampai kapanpun tidak akan diubah.
Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan daerah, diupayakan
pelaksanaannya berdasarkan prinsip otonomi daerah. Hal ini supaya
penyelenggaraan pemerintahan dapat menjangkau sampai dengan daerah-
daerah terjauh dari pusat pemerintahan. Setiap daerah otonom yang
melaksanakan fungsi dan prinsip otonomi daerah memiliki pemerintah daerah
yang menyelenggarakan pemerintahan daerah. Penyelenggaraan urusan
Pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD NRI 1945,
hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang No. 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daera h (selanjutnya disebut UU No. 23
Tahun 2014).
Selain itu, pasal berikutnya yakni Pasal 18A UUD NRI 1945
mengamanatkan tentang hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi,
kabupaten serta kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan
kekhususan dan keragaman daerah. Hubungan keuangan, pelayanan umum,
pemanfaatan sumber daya alam, serta sumber daya lainnya antara pemerintah
pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras
berdasarkan undang-undang. Pengaturan dalam kedua pasal tersebut
sekaligus apa yang diatur dalam undang-undang organiknya, dalam
penerapan memiliki implikasi “ikutan” yakni adanya hubungan kewenangan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah otonom, terdapat pelimpahan
maupun penyerahan beberapa urusan dari pusat ke daerah sampai dengan
kemandirian yang coba untuk dibangun di daerah-daerah otonom.11
11
Anajeng Asri Edhi Mahanani, Urgensi Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan
dalam Menjamin Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
https://jurnal.uns.ac.id/respublica/article/download/46732/29318 Diakses pada 23 September2023
pukul 16.19.
8
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam penyelenggaraan
pemerintahannya menganut asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas
pembantuan. Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada gubernur
sebagai wakil pemerintah pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu,
dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab
urusan pemerintahan umum (Pasal 1 angka 9 UU 23/2014 jo. UU 1/2022).12
12
Andi Pitono, Asas Dekonsentrasi dan Asas Tugas Pembantuan dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan, (Sumedang: Kebijakan Publik, Vol.3 No.1, 2012).
13
Hukum Online, 3 Asas Otonomi Daerah dan Penjelasannya
https://www.hukumonline.com/berita/a/3-asas-otonomi-lt64c23fc402543/?page=2#! Diakses
pada 23 September2023 pukul 16.22.
14
Titik Triwulan, Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia, (Jakarta: Prestasi pustaka,
2010).
9
“Field Administration”. Selanjutnya dikatakatan bahwa ada dua cara yang
dapat ditempuh pusat dalam membentuk pemerintah wilayah, apabila unit
wilayah tersebut hanya diberi tanggung jawab untuk melaksanakan satu
kewenangan tertentu saja maka unit tersebut disebut “Functional Field
Administration”. Sedangkan unit wilayah diberi tanggung jawab untuk
melakukan berbagai kewenangan pusat yang ada di daerah (multi functions),
maka unit tersebut disebut “Integrated Field Administration”.15
15
Made Suwandi, Pokok-pokok Pikiran Dasar Otonomi Daerah di Indonesia, (Jakarta: Direktorat
Jenderal Otonomi Daerah, Departemen Dalam Negeri), 2002.
16
Made Suwandi, Pokok-Pokok Pikiran Konsepsi Dasar Otonomi Daerah di Indonesia, Makalah
Direktur Fasilitasi Kebijakan dan Pelaporan Otda, (Jakarta: Ditjen Otda Depdagri), 2007.
17
G. Shabbir Cheema & Dennis A. Rondinelli, Decentralization and Development (Implementation
in Developing Countries), USA: The UNCRD. 1983.
10
a. Pejabat dekonsentrasi diharapkan mampu mengetahui apa yang menjadi
kebutuhan orang daerah, sehingga mampu menyusun program-program
pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal;
b. Dengan menempatkan pejabatnya di daerah, pusat akan dapat
menugaskan mereka untuk mengetahui potensi daerah guna
dikembangkan bagi kepentingan nasional dan daerah tersebut;
c. Pusat dapat memerintahkan pejabat-pejabatnya di daerah untuk
membantu pelaksanaan program pusat yang ada di daerah, cara ini akan
jauh lebih efisien dan efektif dibandingkan dengan pengelolannya secara
keseluruhan dari pusat;
d. Kebijakan dekonsentrasi akan lebih menjamin terjadi “speed of action”
atas suatu kebijakan atau program pusat.18
18
G. Shabbir Cheema & Dennis A. Rondinelli, Decentralization and Development (Implementation
in Developing Countries), USA: The UNCRD. 1983.
19
Utang Rosidin, Otonomi Daerah dan Desentralisasi, (Bandung: Pustaka Setia), 2015.
11
a. Dekonsentrasi tidak lebih dari perpanjangan tangan pusat yang
dilaksanakan di daerah melalui pejabat-pejabat pusat yang dilaksanakan
di daerah yang bersangkutan.
b. Pejabat yang ditugaskan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya ke
pusat dan bukan kepada rakyat di daerah tersebut. Manakala kebijakan
pusat tidak cocok untuk daerah, pejabat dekonsentrasi tersebut tidak tidak
mempunyai diskresi untuk merubah kebijakan tersebut, namun hanya
mengusulkan perubahannya ke pusat. Rakyat tidak dapat meminta
pertanggung jawaban perihal kebijakan yang telah digariskan pusat.
Pejabat dekonsentrasi hanya bertanggung jawab dari aspek pelaksanaan
dari kebijakan tersebut.
c. Kebijakan, jenis kegiatan, sasaran, biaya, sarana dan prasarana
pelaksanaan tugas tersebut disiapkan oleh pusat. Anggaran pejabat
dekonsentrasi berasal dari pusat, sehingga akuntabilitas pemanfaatan
anggaran adalah ke pusat dan bukan ke rakyat daerah.20
20
G. Shabbir Cheema & Dennis A. Rondinelli, Decentralization and Development (Implementation
in Developing Countries), USA: The UNCR,. 1983.
21
Ana Silviana, Kewenangan Bidang Pertanahan Dalam Rangka Otonomi Daerah. Majalah
Masalah-Masalah Hukum, 36 (2), 2007, hal. 163-168
12
Tahun 2004 telah menjawab tentang kewenangan bidang pertanahan22, adalah
sebagai urusan-urusan lain yang kewenangannya ada pada Pemerintah Pusat
yang pelaksanaannya dapat diserahkan kepada Pemerintah Daerah dalam
bentuk medebewind sebagai urusan yang bersifat wajib.
22
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Dana Perimbangan antara Pemerintah Pusat
dengan Pemerintahan Daerah.
23
Deddy Supriady Bratakusumah, 2004, Perencanaan Pembangunan Daerah: Strategi Menggali
Potensi Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
13
1. Kota Jakarta Pusat
2. Kota Jakarta Barat
3. Kota Jakarta Selatan
4. Kota Jakarta Utara
5. Kepulauan Seribu Jakarta
14
antara perencanaan, penyusunan anggaran, pelaksanaan serta sistem
pengawasannya. Dengan adanya penyusunan prioritas pencapaian maka
harus dilaksanakan evaluasi pelaksanaan RKPD tahun sebelumnya, dengan
maksud evaluasi ini dilaksanakan sebagai proses penilaian kebijakan
perencanaan yang telah disusun tahun ini dan yang telah dilaksanakan pada
tahun sebelumnya. Hal demikian ini merupakan suatu langkah strategis dalam
upaya pencapaian suatu tujuan pembangunan diprovinsi DKI Jakarta.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Kartasapoetra, R.G. Sistematka Hukum Tata Negara. Jakarta: Bina Aksara, (1987).
Suwanda, Dadang dan Hari Wahyudi. Strategi Mendapatkan Opini WTP: Laporan
Keuangan. Jakarta: Penerbit PPM, (2013).
17
Suwandi, Made. Pokok-pokok Pikiran Dasar Otonomi Daerah di Indonesia.
Jakarta: Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, Departemen Dalam Negeri,
(2002).
Triwulan, Titik. Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia. Jakarta: Prestasi
Pustaka, (2010).
Winarto, Budi. Kebijakan Publik Teori Dan Praktek. Jogjakarta: Media Pressindo,
(2007).
PERATURAN UNDANG-UNDANG
18
JURNAL
WEBSITE
Hukum Online, “3 Asas Otonomi Daerah dan Penjelasannya”. Website diakses pada
23 September 2023 dari https://www.hukumonline.com/berita/a/3-asas-
otonomi-lt64c23fc402543/?page=2#.
19