Anda di halaman 1dari 13

TUGAS 1 : Makalah

Implementasi Omnibus Law Menggunakan Desain


Desentralisasi Asimetris

Mata Kuliah: Studi Desentralisasi Dan Otonomi Daerah


Dosen: Prof. Dr. Syarif Hidayat

Oleh:
Putri Dini Shofaturrahmah 226301518058
Kelas: K1

UNIVERSITAS NASIONAL
SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
JAKARTA
TAHUN 2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. i

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

B. Rumusan ......................................................................................................................... 3

C. Tujuan ............................................................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 4

A. Pengertian Desentralisasi ................................................................................................ 4

B. Pengertian Omnibus Law ................................................................................................ 5

C. Praktik desentralisasi Asimetris Sebagai dasar kebijakan Omnibus Law ...................... 7

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 10

A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 10

B. Saran ................................................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 11

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era globalisasi khususnya di bidang ekonomi mempengaruhi seluruh aspek kehidupan


masyarakat. Globalisasi ekonomi menyebabkan globalisasi hukum. Hal ini menunjukkan
bahwa globalisasi bisa baik atau buruk bagi suatu negara, tergantung bagaimana pemimpinnya
menghadapinya. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengatur aturan hukum agar globalisasi
membawa manfaat positif bagi negara. Justru dalam kegiatan ekonomi inilah hak sangat
diperlukan karena terbatasnya permintaan dan kebutuhan akan sumber daya ekonomi,
sedangkan sumber dayanya terbatas. Akibatnya, sering terjadi konflik antar warga terkait
sumber daya ekonomi tersebut.

Selain itu, Hyper regulations membuat negara hukum mengalami kecenderungan


inkonsistensi produk hukum, dan akibatnya pesan serta nilai dari tujuan hukum yang mulia
terus terabaikan yakni kepastian hukum dan keadilan. Seharusnya, hukum memberikan nilai
kepastian dan keadilan bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan dalam menggunakan hak
konstitusionalnya yang dijamin oleh UUD 1945. Hal itu mencerminkan kualitas hukum
Indonesia. Hukum meliputi kepastian hukum, keadilan hukum dan pengertian yang dapat
dibawanya manfaat hukum.

Masuk pada era kepemimpinan Presiden Ir. H. Joko Widodo ingin menciptakan
kemudahan untuk berinvestasi. Beliau menegaskan bahwa investasi dan ekspor merupakan dua
hal yang harus ditingkatkan karena untuk menopang pertumbuhan ekonomi nasional dan akan
membuka lapangan kerja menjadi lebih luas. Akan tetapi, Selama ini Pemrosesan izin usaha
selalu terkendala oleh waktu dan keamanan. Waktu yang diperlukan untuk memproses izin
usaha juga tidak dapat diprediksi. Selain itu, peraturan yang ada justru menghambat serta
terlalu berbelit-belit sehingga prosedur izin usaha saling timbul berbenturan dan ini menjadi
kendala dalam menjalankan usaha.

Solusi dari masalah tersebut Presiden Joko Widodo menyampaikan gagasannya tentang
konsep omnibus law dalam peraturan perundang-undangan. Dalam konsep tersebut ada tiga

1
undang-undang yang dibuat sebagai konsep omnibus law yaitu perpajakan, cipta lapangan
kerja dan pemberdayaan UMKM. Namun, konsep ini mengalami perubahan secara signifikan.
Hal ini sangat dipengaruhi oleh keberadaan hukum Indonesia, dan seringkali terjadi tumpang
tindih dan inkonsistensi antar peraturan perundang-undangan. Disharmonisasi tersebut terjadi
baik secara horizontal maupun vertikal.

Dan juga keberadaan peraturan daerah tidak dapat dipisahkan dari penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Berbagai kebijakan daerah harus didasarkan pada legalitas hukum,
begitu pula dalam membentuk peraturan daerah. Sebagai hasil dari skema desain
desentralisasi, daerah memiliki kewenangan untuk membentuk peraturan daerah sesuai dengan
otonomi daerah masing-masing.

Skema desain desentralisasi Indonesia adalah negara kesatuan. Tentu jelas prinsip
desentralisasinya berbeda dengan desentralisasi negara federal seperti Amerika. Pada dasarnya
prinsip desentralisasi pada negara kesatuan adalah sharing of power (berbagi kekuasaan) yang
artinya pemerintahan pusat mensharing sebagian kewenangan ke daerah kecuali kewenangan
yang memang tidak bisa dibagikan untuk menjaga keutuhan negara kesatuan tersebut. Sangat
berbeda dengan prinsip desentralisasi negara federal yaitu separation of power (pemisahan
kekuasaan) yang mana pemilik dan yang membagi kewenangan tersebut adalah negara bagian
ke pemerintah pusat. Misalnya wewenang atau urusan politik dalam luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, keuangan dan agama itu pusat yang mengurus wewenang tersebut.
Begitu pula prinsip otonomi daerah juga jelas berbeda. Jika di negara kesatuan seperti
Indonesia ini, otonominya terbagi menjadi tiga yaitu luas, terbatas dan khusus. Sedangkan di
negara federal prinsip otonominya adalah otonomi penuh.

maka dari itu sisi asimetris desentralisasi antara negara federal dan negara kesatuan
berbeda. Seperti di Indonesia sebagai desentralisasi negara kesatuan, desentralisasi
asimetrisnya adalah sistem pemerintahan di pusatnya sama, secara struktur di daerahnya juga
sama akan tetapi muatan dan model otonomi setiap daerahnya berbeda-beda. Dengan demikan
penulis akan membahas tentang penerapan omnibus law dengan menggunakan desain
desentralisasi asimetris.

2
B. Rumusan

Untuk Menyederhanakan peraturan yang kompleks agar mendorong investasi dan


lapangan kerja menjadikan metode Omnibus Law dalam Undang-Undang Cipta Kerja
berimplikasi pada perubahan kewenangan daerah dan business process di daerah. Oleh
karenanya perlu untuk memberlakukan metode tersebut dengan menggunakan desain
desentralisasi.

Dalam penulisan makalah ini penulis merumuskan masalah yaitu bagaimana konsep
desentralisasi asimetris dalam menerapkan omnibus law di daerah?

C. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui, memahami dan merumuskan


penggunaan metode omnibus law dalam pembentukan peraturan daerah dengan
menggunakan desain desentralisasi asimetris.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Desentralisasi
Perspektif makna Desentralisasi terbagi menjadi dua desentralisasi politik dan
desentralisasi administrasi. Desentralisasi menurut politik adalah Konsep desentralisasi
berkaitan dengan besaran pelimpahan kekuasaan (power) dan kewenangan (authoriy) yang
diserahkan dari pemerintah pusat ke pemerintah lokal melalui hirarki secara geografis di
negara. sebagaimana pendapat Brian Smith (1985):

“Decentralisation is the transfer of power, from top


level to lower level, in a territorial hierarchy, which
could be one of government within a state, or offices
within a large organisation”
Sedangkan desentralisasi menurut administrasi adalah memberikan hanya rencana, hak
membuat keputusan, dan otoritas administrasi dari pusat ke daerah. Seperti yang dikatakan
Rondinelli and Cheema (1983:18):

“Decentralisation is the transfer of planning, decision


making, or administrative authority from central
government to its field organisations, local
administrative units, semiautonomous and parastatal
organisations, local governments, or non-government
organisations”.1
Desentralisasi adalah Sharing of power (Penyerahan wewenang) dari pusat ke daerah,
yang mana penyerahan ini tidak diberikan secara penuh. Bentuk desentralisasi ini adanya
otonomi daerah, yang mana model otonomi daerahnya pun beragam yaitu otonomi luas,
terbatas, dan khusus. Otonomi luas artinya wewenang yang dibagikan dari pusat ke daerah lebih
banyak jadi pusat hanya memiliki sedikit wewenang. Kalo otonomi terbatas kebalikannya dari
otonomi luas. Sedangkan otonomi khusus itu pemberian wewenang istimewa di sektor tertentu
atas pertimbangan-pertimbangan secara khusus. Contohnya seperti daerah Aceh. Diberikan
wewenang khusus yakni kewenangan luas pada sektor tertentu yaitu dalam menegakkan agama
islam.

Perkembangan desentralisasi menurut Diana Conyer terbagi menjadi tiga sebagai


berikut: 1950an desentralisasi demokrasi, 1970an desentralisasi pembangunan, 1990an

1
Materi perkuliahan kedua pada matakuliah Studi Desentralisasi dan Otonomi Daerah Prof. Dr Syarif Hidayat

4
desentralisasi untuk good government. akan tetapi di Indonesia dalam konteks perkembangan
pada tahun 1990-an itu terlambat. Indonesia mengadopsi desentralisasi good government
setelah reformasi.

Meskipun pada hakikatnya desentralisasi memiliki kekuatan yang dapat memastikan


munculnya pemerintahan yang lebih efisien, lebih inovatif, lebih responsif, lebih beragam dan
lebih demokratis dan otonomi daerah sebagai wujud asas desentralisasi. Namun Rancangan
otonomi daerah menghadirkan persaingan antara kepentingan yang bersaing untuk sumber daya
material daripada masalah tata kelola teknis. Masalah ketimpangan dan kemakmuran di
berbagai daerah di Indonesia disebabkan oleh persaingan penguasaan sumber daya yang saling
bersaing yang berbeda-beda dari daerah ke daerah. Dengan kata lain, desentralisasi didasarkan
pada persaingan kekuasaan dan juga adanya intervensi dari lembaga-lembaga internasional.

Walaupun demikian Desentralisasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan


masyarakat dengan mewujudkan pemenuhan hak-haknya untuk kelangsungan hidupnya. Oleh
karena itu, antara pemerintah pusat dan daerah serta Dewan Perwakilan Rakyat di tingkat pusat
dan daerah harus diupayakan untuk menentukan kebutuhan pokok masyarakat dan menghindari
benturan kepentingan masyarakat. Kepentingan-kepentingan lain yang belum terpenuhi dapat
dilaksanakan karena harus diteliti dan didiskusikan dengan cermat dan seksama oleh
pemerintah agar bermanfaat bagi.

B. Pengertian Omnibus Law

Secara definisi omnibus law berarti satu aturan yang terdiri dari banyak muatan (Jardine
Le Blanc dalam Christiawan, 2021). Kata omnibus itu sendiri secara harfiah bermakna satu bus
dengan banyak muatan. Yang berarti konteks omnibus law jika dilihat sebagai hukum maka
karakteristiknya adalah pada subtansi maupun muatan undang-undang yang menggunakan
model omnibus law itu sendiri.

Pada dasarnya omnibus law ini hanya sebuah sebutan bukan jenis peraturan perundang-
undangan yang dikenal dalam hierarki peraturan perundangan sebagaimana dikenal dalam tata
urutan perundangan. Maka dari itu omnibus law tidak menunjuk pada satu produk hukum yang

5
baru, melainkan menerangkan bentuk dan jenis substansi dari aturan yang dimuat dalam
omnibus law tersebut.

Maka Omnibus law adalah sebuah konsep produk hukum yang membantu
mengintegrasikan berbagai subjek, materi, isu, dan peraturan perundang-undangan dari
berbagai bidang menjadi satu produk hukum yang besar dan holistik. Hal ini merupakan
langkah untuk membuat satu undang-undang yang dapat memperbaiki banyak undang-undang
yang dianggap tumpang tindih dan menghambat proses kemudahan dalam berusaha.

Dengan mengeluarkan satu perundang-undangan untuk memperbaiki banyaknya


undang-undang yang masih saling mengatur dan saling bertentangan diharapkan dapat menjadi
solusi bagi permasalahan pada sector ekonomi. Konsep omnibus law adalah seperangkat aturan
yang dibuat untuk memangkas beberapa aturan yang dipandang tumpang tindih dan
menghambat pertumbuhan negara, menyinkronkan berbagai aspek menjadi satu produk hukum
besar.

Begitu pula persoalan konflik norma dan tumpang-tindih peraturan perundang-


undangan pada masa reformasi turut disebabkan karena bergesernya system pemerintahan dari
system pemerintahan sentralisasi menjadi system pemerintahan desentralisasi. Dengan
lahirnua undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan berlakunya
otonomi daera maka dalam perspektif konflik norma dan konflik kewenangan turut menambah
persoalan tumpang-tindih peraturan yang berdampak pada konflik kewenangan.

Dan juga implementasi dari system otonomi daerah tersebut adalah banyaknya
kewenangan di tingkat provinsi/kabupaten/kota. Selain itu, system pemerintahan otonomi
daerah memberi kewenangan kepada kepala daerah untuk menerbitkan aturan dalam bentuk
peraturan daerah (Perda). Dalam banyak hal peraturan daerah yang dipergunakan sebagai
pedoman di daerah justru bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yang berlaku secara
nasional. Pada akhirnya kondisi tersebut menyebabkan persoalan konflik norma serta
menimbulkan persoalan tumpang-tindah kewenangan.

Tujuan omnibus law dibentuk bukan hanya untuk mempermudah regulasi investasi dan
berusaha. Namun juga untuk menyelesaikan konflik norma (tumpang-tindih peraturan

6
perundangan) dan untuk penataan kewenangan antar instansi. Salah satunya contoh konflik
norma adalah timbulkan gangguan pada fungsi biroksasi dalam melayani masyarakat, yaitu
panjangnya biroksasi dalam memberikan pelayanan pada masyarakat.

C. Praktik desentralisasi Asimetris Sebagai dasar kebijakan Omnibus Law

Desentralisasi asimetris adalah pembebanan/pelimpahan kewenangan khusus yang


hanya diberikan kepada daerah tertentu pada suatu negara dan dianggap sebagai alternatif
untuk memecahkan masalah hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Contohnya Dalam konteks Indonesia untuk menjaga kelestarian keberadaan daerah-daerah
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desentralisasi asimetris juga mencakup
desentralisasi politik, ekonomi, fiskal dan administrasi, tetapi untuk semua wilayah negara
tidak seragam karena mempertimbangkan kekhususan masing-masing daerah. Penerapan
kebijakan desentralisasi asimetris merupakan indikasi adanya upaya penguasaan hak istimewa.
Konsep ini jika diimplementasikan dalam praktik ketatanegaraan Republik Indonesia, maka
adanya beberapa daerah dengan status otonomi khusus, misalnya: Provinsi Papua dan Papua
Barat, Provinsi Aceh, Provinsi Daerah Khusus Ibukota yaitu Provinsi Jakarta dan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Kelima provinsi ini mendapat pengakuan negara secara legal dan formal.
Hakikat desentralisasi asimetris adalah membuka ruang pelaksanaan dan kreativitas provinsi
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, terlepas dari ketentuan umum dan khusus yang
telah diatur UU Perda No. 23 Tahun 2014 atau peraturan perundang-undangan lainnya.2

Begitu juga Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana
diatur pada undang-undang dasar Negara Republik Indonesia Pasal 18A Tahun 1945
menyatakan bahwa:

1. hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi,


kabupaten dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan
undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah;

2
Gunawan A Tauda, “Desain Desentralisasi Asimetris Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia”,
Administrative Law and Governance Journal, 1.4 (2018), 413–35 <https://doi.org/10.14710/alj.v1i4.413-435>.

7
2. hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan
secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

Frasa “dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah” dalam Pasal 18A
Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 ini sebenarnya mengindikasikan bahwa konstitusi
menghendaki adanya pengaturan yang berbeda bagi tiap-tiap daerah yang mempunyai corak
khusus dan beragam. Hal ini semakin diperkuat dengan adanya undang-undang dasar Negara
Republik Indonesia Pasal 18B Tahun 1945 yang menyatakan bahwa :

1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat


khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang;
2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang3

Oleh karena itu, kebijakan hukum desentralisasi yang digariskan dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia (1945) menunjukkan perlunya pelaksanaan
desentralisasi asimetris yang mengedepankan kekhasan, keistimewaan, keragaman
wilayah, dan kesatuan masyarakat adat serta hak tradisional yang tetap diatur dengan
undang-undang.

Desentralisasi asimetris juga sebagai solusi jalan tengah untuk menekan


kemungkinan-kemungkinan negatif yang mungkin terjadi, seperti konflik suku, agama, ras,
dan antargolongan (selanjutnya disingkat SARA), separatisme, ketimpangan sosial,
masalah pembangunan yang berkeadilan. dengan kondisi sosial budaya masyarakat di
berbagai daerah.4

3
UUD Negara Republik Indonesia,
https://www.sman2temanggung.sch.id/upload/file/80415410uud1945perubahankedua.pdf Akses pada hari
minggu, 6 November 2022, 11:05 AM
4
Kadek Cahya Susila Wibawa, “Penegasan Politik Hukum Desentralisasi Asimetris dalam Rangka Menata
Hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah di Indonesia,” Adminitrative Law & Governance
Journal. Volume 2 Issue 3, August 2019, h. 404.

8
Berikut dasar pertimbangan dalam pembuatan kebijakan yang menjadi desain
desentralisasi asimetris guna menerapkan kebijakan omnibus law dalam peraturan daerah:

1. kekhasan daerah berbasis potensi dan pertumbuhan ekonomi, misalnya Batam, dan
Jakarta
2. kekhasan daerah berbasis sosio-kultural, misalnya Daerah Istimewa Yogyakarta
3. kekhasan daerah berbasis geografis- strategis, khususnya daerah perbatasan, misalnya
Kepulauan Riau, Papua, dan Kalimantan Barat
4. kekhasan daerah karena factor politik, khususnya terkait sejarah konflik yang
panjang, misalnya di Papua
5. kekhasan daerah karena factor Agama, misalnya Aceh

Dengan demikian perlunya menerapkan kebijakan omnibus law dengan menggunakan


desain desentralisasi karena Masing-masing daerah memiliki karakteristik berbeda-beda dan
tidak bisa digeneralisasi. Dan juga sebagai sebagai wujud kesinambungan sejarah serta realitas
praktis yang terkait dengan legitimasi konstitusional UUD 1945 sebagai hukum tertinggi
negara.

Pentingnya, implementasi kebijakan omnibus law menganut desain Desentralisasi


asimetris karena hal ini menyangkut persoalan mendasar terkait struktur hubungan pusat dan
daerah dalam perencanaan berbagai kewenangan, kelembagaan, pembiayaan dan pengendalian
sebagai metode pelaksanaan yang rasional, dengan mempertimbangkan konflik, sejarah dan
budaya, wilayah perbatasan, ibu kota provinsi dan berbagai aspek perkembangan ekonomi
masing-masing daerah.

9
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyimpulkan bahwa penerapan kebijakan
omnibus law dalam peraturan pemerintahan daerah guna untuk menutupi kekurangan dan
memperbaiki penyimpangan dari pelaksanaan otonomi daerah selama ini. Misalnya dari segi
administrative: perbaikan atas sistem perizinan di daerah, mencegah praktik korupsi. dan dari
segi ekonomi: membuka akses terhadap penciptaan lapangan kerja, memudahkan akses
berusaha dan iklim investasi. Dan juga dengan menggunakan desain desentralisasi asimetris
untuk dapat membuat peraturan dalam menyelesaikan ke timpang-tindih peraturan disesuaikan
dengan kekhasan tiap daerah.

B. SARAN
Berikut beberapa rekomendasi yang dapat dilaksanakan antara lain:
1. Melakukan evaluasi setelah menerapkan omnibus law di daerah
2. Melakukan sosialisasi dan diskusi yang berkesinambungan, serta pengkajian ulang yang
transparan dan partisipatif dengan melibatkan unsur pemerintah daerah dan public
3. Melakukan pengawasan, pembinaan dan pendampingan sementara kepada aparatur
pemerintah daerah dalam implementasi kebijakan tersebut

10
DAFTAR PUSTAKA
Christiawan, Rio. “Omnibus Law (Teori dan Penerapannya)”. Jakarta: Sinar Grafika, 2021

Gunawan A Tauda, “Desain Desentralisasi Asimetris Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik


Indonesia”, Administrative Law and Governance Journal, 1.4 (2018), 413–35
https://doi.org/10.14710/alj.v1i4.413-435

Kadek Cahya Susila Wibawa, “Penegasan Politik Hukum Desentralisasi Asimetris dalam
Rangka Menata Hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah di Indonesia,”
Adminitrative Law & Governance Journal. Volume 2 Issue 3, August 2019

Mardatillah, Aida. “Kebijakan Omnibus Law Dalam Menata Good Governance Di Indonesia”,
PALAR (Pakuan Law Review), Volume 07, Nomor 02, Juli-Desember 2021, Halaman
220-233 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar

Sholahuddin, Al-Fatih. “Harmonisasi Regulasi Hubungan Pusat & Daerah Melalui Omnibus
Law”

Supriyadi, dkk. “Gagasan Penggunaan Metode Omnibus Law Dalam Pembentukan Peraturan
Daerah”, Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, Vol. 15, No. 2, Juli 2021: 257-270

UUD Negara Republik Indonesia,


https://www.sman2temanggung.sch.id/upload/file/80415410uud1945perubahankedua.
pdf Akses pada hari minggu, 6 November 2022, 11:05 AM

11

Anda mungkin juga menyukai