Anda di halaman 1dari 32

PENSIUN DINI DARI PERSPEKTIF REFORMASI BIROKRASI

Dosen:

Sri Mamudji, S.H., M. Law Lib.

Mata Kuliah : Hukum Administrasi Kepegawaian


Kelompok : Justicia
Anggota : 1. Indah Fitriani S. (1906325734)
2. Reza Syawawi (1906326333)
3. Rini Wulandari (1906326352)
4. Vanesa Ajeng A. (1906326604)
5. Ahmad Fauzi (1906408970)
Kelas : Kenegaraan Pagi

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
APRIL 2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................i

BAB I.............................................................................................................................1

PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Permasalahan.................................................................................................5
C. Sistematika Penulisan....................................................................................5

BAB II...........................................................................................................................6

PENSIUN DINI SEBAGAI BAGIAN DARI REFORMASI BIROKRASI.................6


A. Birokrasi Menurut Konsep Max Weber........................................................6
B. Merit Sistem..................................................................................................8
C. Grand Design Reformasi Birokrasi.............................................................11

BAB III........................................................................................................................15

PENGATURAN DAN IMPLIKASI PENSIUN DINI................................................15


A. Pengaturan Pensiun Dini ASN Dalam Peraturan Peraturan Perundang-
Undangan....................................................................................................15
B. Implikasi Pensiun Dini dari Perspektif Reformasi Birokrasi Terhadap Hak-
Hak ASN.....................................................................................................23

BAB IV........................................................................................................................26

PENUTUP...................................................................................................................26
A. Simpulan......................................................................................................26
B. Saran............................................................................................................26

DAFTAR PUSATAKA...............................................................................................27

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan gaung reformasi birokrasi, pensiun dini menjadi salah satu
wacana pemerintah yang diharapkan dapat mempercepat tercapainya reformasi
birokrasi. Pensiun dini juga dianggap dapat mendorong efisiensi anggaran dan
perampingan lembaga.
Reformasi birokrasi merupakan bagian dari tuntutan reformasi yang
menghendaki penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang bersih dan bebas
dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Semangat inilah yang kemudian melandasi
lahirnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Selama lebih dari 30
tahun penyelenggara negara dinilai tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya
secara optimal.1
Dalam konteks birokrasi, pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut tidak
berjalan optimal disebabkan oleh rezim orde baru yang berhasil menggunakan
birokrasi sebagai bagian dari kekuatan politik untuk mempertahankan kekuasaan
pada masa itu. Ada yang menyebut bahwa birokrasi di era itu sebagai “weberian
setengah badan”, dimana disatu sisi berperan sebagai aktor sekaligus instrumen.
Setengah badannya aktif dalam kegiatan politik, setengah badan lagi melakukan
kegiatan-kegiatan administratif.
Pasca reformasi, persoalan netralitas ini kemudian diselesaikan melalui
kebijakan menarik birokrasi dari ranah politik. Namun persoalannya tak berhenti
sampai disitu, transformasi birokrasi juga menuntut aspek profesionalisme yang
dinilai dari aspek apakah terdapat keselarasan antara kompetensi (bureaucratic
competence) dengan kebutuhan tugas (task-requirement).2
1
Indonesia, Undang-Undang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, UU No. 298 Tahun 1999, LN No. 75 Tahun 1999, TLN No. 3851,
bagian Penjelasan Umum.
2
Agung Kurniawan, Transformasi Birokrasi, (Yogyakarta: Universitas Atmajaya
Yogyakarta, 2009), hlm. 11 – 13.

1
Birokrasi sebagai pilar utama dalam pelayanan publik memiliki tugas
untuk melaksanakan kebijakan pemerintah yang berkuasa, termasuk memberikan
saran terhadap suatu usulan kebijakan. Oleh karena itu, birokrasi mesti memiliki
pengalaman dan pengetahuan baik dalam konteks penyusunan kebijakan maupun
pelaksanaannya. Artinya profesionalisme ini menjadi penting untuk menjaga
kesinambungan kerja-kerja birokrasi ditengah perubahan situasi politik yang
terjadi. Namun dalam praktiknya profesionalitas ini akan terganggu manakala
pejabat politik mencampuri urusan-urusan administrasi, misalnya dalam
penerimaan pegawai, kenaikan pangkat dan sebagainya.3 Akibatnya praktik
nepotisme begitu marak terjadi, pejabat publik menggunakan atau
menyalahgunakan kedudukannya untuk memberikan prioritas bagi keluarga
maupun orang-orang yang terafiliasi dengannya baik segi politik, ekonomi, dan
sosial. Ketika hal ini terjadi, aspek profesionalitas dan kompetensi biasanya
diabaikan.4
Dalam perkembangannya, reformasi birokrasi yang digaungkan sejak
tahun 20105 menuntut adanya perbaikan dari sisi kualitas sumber daya aparatur.
Kuantitas aparatur tidak sebanding dengan kualitas, akibatnya tidak hanya
menghabiskan anggaran tetapi produktivitasnya juga sangat rendah. Mungkin ini
yang disebut oleh Harold Laski sebagaimana dikutip oleh S. Pamudji bahwa ada
mitos birokrasi menggambarkan suatu keadaan rutin dalam administrasi, lamban
dalam mengambil keputusan, dan alergi terhadap adanya inovasi. Golongan
Laskian ini memang melihat birokrasi dari sisi negatifnya saja, hanya menilai
ekses dari birokrasi, dan oleh karenanya birokrasi harus ditolak. Bahkan sampai
pada satu pernyataan bahwa birokrasi telah menjadi ancaman bagi demokrasi.6
Dalam konteks Indonesia, jika dilihat dari postur Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) dapat ditemukan bahwa hampir 70% digunakan
3
Jeremy Pope, Strategi Memberantas Korupsi, Elemen Sistem Integritas Nasional,
(Jakarta; Transparency International Indonesia dan Yayasan Obor Indonesia, 2003), hlm. 200 –
201.
4
Ibid., hlm. 362 – 363.
5
Indonesia, Peraturan Presiden tentang Grand Design Reformasi Birokrasi, Perpres No.
81 Tahun 2010.
6
S. Pamudji, Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara, 1985),
hlm. 57.

2
untuk menanggung urusan pegawai ketimbang diperuntukkan bagi masyarakat
dan pembangunan infrastruktur. Jika dilihat dari data statistic keuangan
pemerintah provinsi tahun 2015 – 2018 ditemukan fakta bahwa di tahun 2018
misalnya menyebutkan Aceh merupakan provinsi yang porsi anggaran untuk
pegawainya paling besar, yakni 66,6 persen dari total APBD, atau sekitar Rp10,04
triliun. Posisi kedua ditempati oleh DKI Jakarta dengan 60,9 persen atau Rp43,31
triliun. Sementara posisi ketiga ditempati oleh Gorontalo dengan 60,2 persen atau
Rp1,09 triliun. Selain kedua daerah di atas, ada 18 provinsi yang anggaran untuk
belanja pegawainya di atas 50 persen dari APBD. Dari 18 provinsi tersebut,
sebanyak tujuh provinsi berada di Sumatera; Aceh, Bengkulu, Kepulauan Riau,
Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, dan Jambi.
Kemudian, sebanyak lima provinsi berada di Sulawesi; Gorontalo, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan.7
Besarnya alokasi anggaran pegawai ini tidak ditunjang oleh kemampuan
untuk menghasilkan produktivitas dan kinerja yang mumpuni. Hal ini
mengkonfirmasi tudingan kelompok Laskian bahwa birokrasi menimbulkan ekses
negatif. Berbanding terbalik dengan apa yang diinginkan oleh Weber bahwa
birokrasi dan sebuah organisasi seharusnya dapat meningkatkan efisiensi
administratif.8 Untuk mengatasi ini muncul inisiatif untuk melakukan
pemangkasan birokrasi melalui pensiun dini. Inilah yang dilakukan pertama
kalinya oleh Kementerian Keuangan yang menawarkan kepada pegawainya untuk
melakukan pensiun dini dalam rangka restrukturisasi dan peningkatan pelayanan

7
Irma Gardesia, “Menilik Masifnya Alokasi Belanja Pegawai Pemerintah Daerah”
https://tirto.id/menilik-masifnya-alokasi-belanja-pegawai-pemerintah-daerah-emtP, diakses 1 April
2020. Lihat juga “Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi 2015 – 2018”
https://www.bps.go.id/publication/download.html?
nrbvfeve=OWIwMzcwYTdmNTQ5MDQzOWM4YWE2NjQy&xzmn=aHR0cHM6Ly93d3cuYn
BzLmdvLmlkL3B1YmxpY2F0aW9uLzIwMTgvMTIvMTkvOWIwMzcwYTdmNTQ5MDQzOW
M4YWE2NjQyL3N0YXRpc3Rpay1rZXVhbmdhbi1wZW1lcmludGFoLXByb3ZpbnNpLTIwMT
UtMjAxOC5odG1s&twoadfnoarfeauf=MjAyMC0wNC0wNSAxNjoyODoxOQ%3D%3D, diakses
1 April 2020.
8
Peter M. Blau dan Marshall W. Meyer, Birokrasi dalam Masyarakat Modern, ed.2,
(Jakarta: UI-Press, 1987), hlm. 161.

3
dalam rangka reformasi birokrasi.9 Di tahun yang sama pemerintah juga
mengeluarkan kebijakan untuk melakukan moratorium terhadap penerimaan PNS
serta melakukan penataan kembali distribusi atau penempatan PNS. Dalam
konteks pensiun dini yang dituju adalah pegawai-pegawai yang tidak produktif.10
Baik moratorium maupun pensiun dini kembali menjadi pilihan kebijakan
di era Presiden Joko Widodo periode pertama (2014 – 2019). Dalam road map
moratorium PNS yang telah disusun adalah memberlakukan pensiun dini bagi
PNS yang berkompetensi rendah dan berkemampuan terbatas. Dalam Road Map
Reformasi Birokrasi 2015 – 2019, masih ditemukan persoalan mengenai masih
banyaknya penempatan pegawai yang tidak sesuai kompetensi dan terjadi gap
kompetensi pegawai yang ada dengan persyaratan kompetensi jabatan yang
diduduki, sehingga kinerja/produktivitas belum optimal. Termasuk dalam hal ini
metode pendidikan dan pelatihan dinilai belum mampu mengakselerasi proses
perubahan serta memberikan kontribusi secara tidak langsung bagi kinerja
organisasi.11
Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara memungkinkan diterapkan kebijakan pensiun dini. Hal
tersebut tercantum dalam Pasal 87 ayat (1) huruf (d) yang menyebutkan “PNS
diberhentikan dengan hormat karena: (d) perampingan organisasi atau kebijakan
pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini”. Oleh karena itu, penting untuk
mengetahui bagaimana pengaturan mengenai pensiun dini terhadap ASN, beserta
implikasinya terhadap hak-hak ASN.

9
Antara, “Kemenkeu Tawarkan Pensiun Dini Pada Pegawainya,” https://investor.id/
archive/ kemenkeu-tawarkan-pensiun-dini-pada-pegawainya, diakses 1 April 2020.
10
Mochamad Yudhi Puruhito, “Moratorium CPNS dan Reformasi Birokrasi,” https://www.
pajak.go.id/id/artikel/moratorium-cpns-dan-reformasi-birokrasi, diakses 1 April 2020. Lihat juga
Syafuan Rozi, “Pensiun Dini PNS Baik Untuk Mengatasi Kelebihan Birokrasi,” http://lipi.go.id/
berita/pensiun-dini-pns-baik-untuk-mengatasi-kelebihan-birokrasi--/6168, diakses 1 April 2020.
11
Indonesia, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang Road Map Reformasi
Birokrasi 2015 – 2019, Nomor PM 11 Tahun 2015, Lampiran, hlm. 12.

4
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian yang dikemukakan sebelumnya, dapat diidentifikasi
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana perspektif reformasi birokrasi terkait kebijakan pensiun dini?
2. Bagaimana pengaturan mengenai pensiun dini ASN didalam peraturan
peraturan perundang-undangan dan implikasi pensiun dini terhadap hak-hak
Aparatur Sipil Negara?

C. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari tiga bab, dengan rincian sebagai berikut:
Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang permasalahan, rumusan
masalah, dan sistematika penulisan;
Bab II berisi uraian tentang Pensiun Dini Sebagai Bagian Dari Reformasi
Birokrasi
Bab III memuat uraian tentang Pengaturan Pensiun Dini ASN Dalam Peraturan
Peraturan Perundang - Undangan dan Implikasi Pensiun Dini Terhadap Hak-Hak
ASN;
Bab IV berisi simpulan dan saran

BAB II

PENSIUN DINI SEBAGAI BAGIAN DARI REFORMASI BIROKRASI

A. Birokrasi Menurut Konsep Max Weber

5
Max Weber menciptakan model tipe ideal birokrasi yang menjelaskan
bahwa suatu birokrasi atau administrasi mempunyai suatu bantuk yang pasti
dimana semua fungsi dijalankan dalam cara-cara yang rasional. Tipe ideal itu
menurutnya bisa dipergunakan untuk membandingkan birokrasi antara organisasi
yang satu dengan organisasi yang lain.
Menurut Max Weber (dalam buku Miftah Toha) bahwa tipe ideal birokrasi
yang rasional tersebut dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
- Pertama, individu pejabat secara personal bebas, akan tetapi dibatasi oleh
jabatannya manakala ia menjalankan tugas-tugas atau kepentingan individual
dalam jabatannya. Pejabat tidak bebas menggunakan jabatannya untuk
keperluan dan kepentingan pribadinya termasuk keluarganya.
- Kedua, jabatan-jabatan itu disusun dalam tingkatan hierarki dari atas ke
bawah dan ke samping. Konsekuensinya ada jabatan atasan dan bawahan, dan
ada pula yang menyandang kekuasaan lebih besar dan ada yang lebih kecil.
- Ketiga, tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam hierarki itu secara
spesifik berbeda satu sama lainnya.
- Keempat, setiap pejabat mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan.
Uraian tugas (job description) masing-masing pejabat merupakan domain
yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang harus dijalankan sesuai
dengan kontrak.
- Kelima, setiap pejabat diseleksi atas dasar kualisifikasi profesionalitasnya,
idealnya hal tersebut dilakukan melalui ujian yang kompetitif.
- Keenam, setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima
pensiun sesuai dengan tingkatan hierarki jabatan yang disandangnya. Setiap
pejabat bisa memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan jabatannya
sesuai dengan keinginannya dan kontraknya bisa diakhiri dalam keadaan
tertentu.
- Ketujuh, terdapat struktur pengembangan karier yang jelas dengan promosi
berdasarkan senioritas dan merit sesuai dengan pertimbangan yang obyektif.
- Kedelapan, setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan menjalankan
jabatannya dan instansinya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.

6
- Kesembilan, setiap pejabat berada di bawah pengendalian dan pengawasan
suatu sistem yang dijalankan secara disiplin.12
Tipe birokrasi yang ideal menurut Weber salah satunya menyangkut aspek
profesionalitas. Artinya ada kualifikasi tertentu yang melekat pada setiap aparatur
yang sesuai dengan kebutuhan institusi/lembaga. Oleh karena mekanisme
rekrutmen pun harus dilakukan melalui suatu proses yang selektif dan kompetitif.
Ketika proses ini diabaikan maka akan menghasilkan birokrasi yang tidak
kompeten dan bahkan menciptakan struktur birokrasi yang terlalu besar.
Akibatnya birokrasi menjadi tidak efektif dan tidak efisien.
Lebih lanjut Max Weber mengemukakan prinsip aplikasi konsep birokrasi
dalam jabatan terdapat dua hal, yaitu:
1. Latihan jabatan harus merupakan program yang wajib untuk menduduki
jabatan pada periode tertentu.
2. Jabatan personal dalam suatu instansi harus berpolakan:
a. Hendaknya mempunyai dan menikmati suatu social esteem yang dapat
dibedakan dengan yang dilayani, bagi jabatan sosial dijamin oleh tata
aturan dan bagi jabatan politik dijamin oleh ketentuan hukum atau
peraturan perundang-perundang yang berlaku.
b. Bentuk jabatan birokratik yang asli harus diangkat oleh pejabat yang
berwenang lebih tinggi untuk mengangkatnya.
c. Dalam keadaan normal jabatan tersebut dipegang sepanjang hidup.
d. Para pejabat menerima gaji yang teratur dan pasti
e. Jabatan disusun untuk suatu karier dalam tata jenjang hierarki pada
instansi pemeintah. 13

Walaupun Weber tidak mendefenisikan secara utuh tentang birokrasi


tetapi dari ciri-ciri yang dikemukakan pada berbagai kesempatannya dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut. “Birokrasi adalah suatu badan administratif tentang
pejabat yang diangkat, dan membentuk hubungan kolektif bagi golongan pejabat
itu sebagai suatu kelompok tertentu yang berbeda, yang pekerjaan dan

12
Miftah Thoha dan Agus Dharma, Menyoal Birokrasi Publik, (Jakarta: Balai Pustaka,
1999), hlm. 25.
13
Ibid.

7
pengaruhnya dapat dilihat dalam organisasi tertentu, khusunya menurut prosedur
pengangkatannya”. Dengan demikian, berarti bahwa dalam konsep umum tentang
birokrasi Weber, bukan hanya terdiri dari gagasan tertentu tentang kelompok,
tetapi juga gagasan tentang bentuk-bentuk tindakan yang berbeda dalam
kelompok tertentu itu.14

B. Merit Sistem
Sumber daya manusia (SDM) mempunyai peranan penting dalam segala
aspek kehidupan, dari lingkup terkecil, yaitu keluarga, sampai dengan lingkup
besar, yaitu Negara. David DeCenzo & Stephen P. Robbins (1999)
mengungkapkan bahwa “Achieving organizational goals cannot be done without
human resources.15 Getting good people is critical to the success of every
organizational.”16
Manajemen SDM merupakan sistem formal di dalam suatu organisasi
untuk memastikan sumber daya yang ada digunakan secara efektif dan efisien
dalam mencapai tujuan organisasi. Manajemen SDM dibangun untuk memotivasi
dan mengembangkan staf agar mereka dapat memberikan dukungan terbaik dalam
pencapaian misi organisasi.
Manajemen sumber daya manusia yang berbasis merit dipercayai dapat
menarik orang-orang terbaik untuk bekerja di suatu organisasi karena sistem
tersebut memberi kesempatan kepada siapa saja untuk mengembangkan kariernya
sesuai dengan kemampuan masing-masing, dan tidak dipengaruhi oleh
pertimbangan lain seperti gender, suku, dan faktor-faktor non-merit lainnya.
Penerapan sistem merit juga dipercayai dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
dan mengurangi korupsi.17

14
Ngadisah Darmanto, Birokrasi Indonesia, (Tangerang Selatan: Universitas Terbuka,
2016), hlm. 18.
15
David A. DeCenzo dan Stephen P. Robbins, Fundamentals of Human Resource
Management, ed. 10, (USA: John Wiley & Sons, Inc, 2010), hlm. 30.
16
David A. DeCenzo dan Stephen P Robbins, Human Resource Manajement, ed. 6, (USA:
John Willey & Sons Inc, 1999), hlm. 22.
17
UNDP Global Centre for Public Service Excellence (Singapore) dan Regional Hub of
Civil Services in Astana (Kazakhstan), Meritocracy for Public Service Excellence, [s.l.: s.n.,
2015], hlm. 5-6. https://www.undp.org/content/dam/undp/library/capacity development/English/

8
Sistem merit menurut Merriam-Webster Dictionary adalah sistem
dimana rekrutmen dan promosi pegawai dilaksanakan berdasarkan
kemampuan dalam melaksanakan tugas, bukan dikarenakan oleh koneksi
politik. Sistem merit merupakan lawan dari spoil system, yaitu sistem dimana
jabatan di pemerintahan diisi oleh teman-teman, keluarga, atau pendukung partai
yang berkuasa. Sistem merit sudah dikenal pada dinasti Qin dan Han di Cina.
Sistem tersebut dikembangkan agar jabatan di pemerintahan tidak hanya diduduki
oleh para bangsawan, namun juga penduduk pedesaan yang mempunyai
kemampuan. Sistem tersebut kemudian diadopsi oleh pemerintahan British India
pada abad ke 17 dan selanjutnya berkembangan di Eropa dan kemudian di
Amerika Serikat.
Di Amerika Serikat, sistem merit sebagai kebijakan nasional diatur dalam
the Civil Service Reform Act of 1978, dimana disebutkan bahwa tujuan penerapan
sistem merit adalah ”to provide the people of the United States with a competent,
honest, and productive workforce and to improve the quality of public service,
federal personnel management should be implemented consistent with merit
system principles.”18 Dalam mengawasi pelaksanaan kebijakan tersebut, US Merit
Protection Board menggunakan 9 (sembilan) prinsip dan menetapkan 12 larangan
dalam menerapkan sistem merit. Berikut 9 Prinsip Merit menurut US Merit
Protection Board:
a. Melakukan rekrutmen, seleksi, dan prioritas berdasarkan kompetisi yang
terbuka dan adil;
b. Memperlakukan Pegawai Aparatur Sipil Negara secara adil dan setara;
c. Memberikan remunerasi yang setara untuk pekerjaan-pekerjaan yang setara
dan menghargai kinerja yang tinggi;
d. Menjaga standar yang tinggi untuk integritas, perilaku dan kepedulian untuk
kepentingan masyarakat;
e. Mengelola Pegawai Aparatur Sipil Negara secara efektif dan efisien;

Singapore% 20Centre/Meritocracy-PSE.pdf, diakses 3 April 2020.


18
U.S. Office of Personnel Management, “Performance Management Reference Materials:
Merit System Principles and Performance Management,” https://www.opm.gov/policy-data-
oversight/performance-management/reference-materials/more-topics/merit-system-principles-and-
performance-management/, diakses 5 April 2020.

9
f. Mempertahankan atau memisahkan Pegawai Aparatur Sipil Negara
berdasarkan kinerja yang dihasilkan;
g. Memberikan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi kepada Pegawai
Aparatur Sipil Negara;
h. Melindungi Pegawai Aparatur Sipil Negara dari pengaruh-pengaruh politik
yang tidak pantas atau tidak tepat;
i. Memberikan perlindungan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara dari hukum
yang tidak adil dan tidak terbuka.19
Di Australia, sistem merit dianggap penting dan penerapannya bertujuan
untuk memastikan rekrutmen dilaksanakan secara adil dan kompetitif serta bebas
dari pengaruh politik dan faktor-faktor non-merit lainnya. Menurut Australian
Public Service Commission (APSC), pelaksanaan rekrutmen di sektor publik di
Australia diatur sebagai berikut:
a. jabatan lowong harus diumumkan;
b. skill serta persyaratan jabatan harus ditetapkan;
c. kriteria penilaian harus ditetapkan dan diumumkan kepada calon;
d. keputusan harus berdasarkan perbandingan antara kriteria dan hasil
assessment;
e. proses harus terbuka untuk pelamar diberi kesempatan untuk melamar;
f. orang yang direkomendasikan adalah yang terbaik;
g. keputusan dapat diuji dan tidak ada conflict of interest.
Sementara itu UNDP, di dalam laporannya dengan judul Meritocracy for
Public Service Excellence yang diterbitkan pada tahun 2015, mendefinisikan
prinsip merit sebagai berikut:
a. jobs at every level: prinsip merit harus diterapkan tidak hanya untuk promosi,
namun juga untuk rekrutmen awal;
b. the best candidate: memilih yang terbaik dari sejumlah kandidat, seseorang
yang dianggap dapat melaksanakan tugas jabatan dengan baik;

19
US Merit System Protection Board, “The Merit System Principles: Guiding the Fair and
Effective Management of the Federal Workforce,” https://www.mspb.gov/mspbsearch/
viewdocs.aspx?docnumber=1340293&version=1345596&application=ACROBAT, diakses 5
April 2020.

10
c. open to all: rekrutmen harus dilakukan secara terbuka, tidak boleh dibatasi
hanya dari internal instansi atau dari kelompok terbatas;
d. systematic, transparent and challangeable: proses rekrutmen harus
sistematis, transparan dan kompetitif, dimana keluhan dari kandidat yang
gagal dianggap sebagai masukan berharga yang akan meningkatkan kualitas
keputusan di masa mendatang.

C. Grand Design Reformasi Birokrasi


Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010 – 2025 memuat ketentuan reformasi birokrasi yang
ditujukan terhadap Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur khususnya Pegawai
Negeri Sipil (PNS). Pada angka 1.5 Lampiran Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun
2010 menyebutkan beberapa permasalahan utama yang berkaitan dengan
birokrasi, diantaranya adalah SDM Aparatur.
Mengutip pada PP tersebut bahwa “masalah utama SDM aparatur negara
adalah alokasi dalam hal kuantitas, kualitas, dan distribusi PNS menurut
teritorial (daerah) tidak seimbang, serta tingkat produktivitas PNS masih rendah.
Manajemen sumber daya manusia aparatur belum dilaksanakan secara optimal
untuk meningkatkan profesionalisme, kinerja pegawai, dan organisasi. Selain itu,
sistem penggajian pegawai negeri belum didasarkan pada bobot
pekerjaan/jabatan yang diperoleh dari evaluasi jabatan. Gaji pokok yang
ditetapkan berdasarkan golongan/pangkat tidak sepenuhnya mencerminkan
beban tugas dan tanggung jawab. Tunjangan kinerja belum sepenuhnya dikaitkan
dengan prestasi kerja dan tunjangan pensiun belum menjamin kesejahteraan.”20

20
Indonesia, Peraturan Presiden tentang Grand Design Reformasi Birokrasi, Perpres No.
81 Tahun 2010, Lampiran angka 1.5.

11
Ga
mbar: Kondisi Birokrasi yang Diinginkan PP 81/2010

Berdasarkan permasalahan SDM Aparatur yang ada, maka penerapan


pensiun dini dalam perspektif pelaksanaan reformasi birokrasi dapat dilaksanakan.
Digambarkan dalam PP tersebut bahwa reformasi birokrasi setidaknya
memerlukan jumlah PNS yang proporsional sebagaimana dalam teori Weber guna
mencapai tujuan negara lainnya sesuai target pada Grand Design hingga tahun
2025.
Menurut data BKN pada tahun 2014 tercatat sebanyak 4,455,303 orang
dan angka ini akan terus meningkat. Persepsi yang tumbuh di Indonesia adalah
masyarakat sangat ingin menjadi abdi negara atau pegawai negeri sipil karena
terdapat fasilitas dana pensiun sebagai hak dari pegawai negeri sipil ataupun abdi
negara. Dalam menentukan besar dana pensiun dibutuhkan suatu kebijakan dan
transparansi dana yang jelas. Permasalahan yang terjadi sekarang adalah
banyaknya jumlah PNS yang ada di daerah maupun pusat dengan angka PNS
yang cukup besar serta tidak diikuti kompetensi seorang PNS menyebabkan
kurang produktifnya kinerja pemerintah. Selain itu juga akan menambah beban
anggaran belanja pegawai pemerintah. Transparansi dalam pelaporan
penyelenggaraan program pensiun banyak disoroti banyak pihak terutama Bank
Dunia. Kurangnya komitmen dan kejelasan dalam pelaksanaan metode

12
pembiayaan pensiun dan implementasi program pensiun, menjadikan beban
pembiayaan pensiun yang ditanggung pemerintah semakin membengkak.21
Polackova mengemukakan “pemerintah di berbagai negara sekarang ini
menghadapi peningkatan risiko fiskal dan ketidakpastian yang lebih tinggi
dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya”. Permasalahan pensiun PNS
di Indonesia termasuk dalam sumber resiko fiskal eksplisit yang pasti dan
besarnya beban yang harus ditanggung mengakibatkan ruang fiskal yang tersedia
untuk pembangunan infrastruktur menjadi berkurang dan menjadi beban
kontijensi bagi pemerintah karena pada akhirnya pemerintahlah yang harus
memenuhi pembayaran pensiun tersebut.22
Manusia memiliki keterbatasan baik dari usia dan produktivitas tidak
selamanya seseorang dapat terus bekerja, mengabdi ataupun menghasilkan karya.
Masa pensiun adalah masa yang riskan dimana kebutuhan terus saja harus
dipenuhi namun disisi lain pendapatan pun ikut berkurang, tidak mungkin seperti
sedia kala diwaktu baru terangkat menjadi pegawai negeri sipil. Program pensiun
sendiri berguna untuk mengupayakan benefit pensiun bagi pesertanya, melalui
sistem pengumpulan dan pengelolaan dana yang disebut dengan sistem pendanaan
pensiun. Sistem pendanaan suatu program pensiun memungkinkan terbentuknya
akumulasi dana yang dibutuhkan untuk memelihara kesinambungan penghasilan
peserta program pada hari tua.
Rencana program pensiun dini yang digaungkan oleh Kementerian
Keuangan guna mengoptimalkan anggaran negara sementara upaya tersebut masih
terganjal belum adanya landasan hukum yang diberikan Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB). Pada
program ini anggaraan untuk pelaksanaan pensiun dini disiapkan dalam anggaran
Kemenkeu termasuk salah satunya untuk penganggaran kompensasi bagi pegawai
yang mau mengikuti program tersebut. Selain itu untuk menunjang peserta
pensiun dini Menteri Keuangan tidak hanya memberikan dana kompensasi,

21
Rezzy Eko Caraka, “Kajian Perhitungan Dana Pensiun Menggunakan Accrued Benefit
Cost,” Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2 (2016), hlm. 160.
22
Ibid., hlm. 161. Lihat juga Hana Polackova, Policy Research Working Paper 1989
Contingent Government Liabilities A Hidden Risk for Fiscal Stability, (Washington D.C.: World
Bank, 1998), hlm iv.

13
melainkan juga bimbingan agar pegawai yang ikut pensiun dini bisa
mengembangkan potensinya guna mendapatkan penghasilan lain di luar
penerimaan pensiun yang didapatkannya setiap bulan. Melalui program yang
terintegrasi untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang sifatnya ekonomi lain sebagai penghasilan. Juga
bekerjasama dengan perbankan untuk mendapatkan kredit usaha dalam
pengembangan bisnis pegawai.
Dalam rangka mempercepat pencapaian hasil area perubahan reformasi
birokrasi tersebut maka ditetapkanlah 9 (sembilan) Program Percepatan Reformasi
Birokrasi. Program percepatan digunakan oleh seluruh instansi pemerintah untuk
mendukung pelaksanaan reformasi birokrasi di instansi masing-masing baik
Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah. Sembilan program percepatan
reformasi birokrasi adalah sebagai berikut:
1. Penataan struktur organisasi pemerintah
2. Penataan jumlah dan distribusi PNS
3. Pengembangan sistem seleksi dan promosi secara terbuka
4. Peningkatan profesionalisasi PNS
5. Pengembangan sistem pemerintah elektronik yang terintegrasi
6. Peningkatan pelayanan publik
7. Peningkatan integrasi dan akuntabitas kinerja aparatur
8. Peningkatan kesejahteraan pegawai negeri
9. Peningkatan efisiensi belanja aparatur. 23
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan program
percepatan dan reformasi birokrasi tersebut maka ditentukan berdasarkan 3 (tiga)
indikator utama, yakni Indeks Persepsi Korupsi, Peringkat Kemudahan Berusaha
Dana, Jumlah Instansi Pemerintah yang Akuntabel.

23
Anonim, “Reformasi Birokrasi,” https://pemerintah.net/reformasi-birokrasi/, diakses 4
April 2020.

14
BAB III

PENGATURAN DAN IMPLIKASI PENSIUN DINI

A. Pengaturan Pensiun Dini ASN Dalam Peraturan Peraturan Perundang-


Undangan

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU


ASN)24

Pasal 1 angka 1 UU ASN berbunyi:


Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah
profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah
dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi
pemerintah.”

Sedangkan Pasal 1 angka 2 UU ASN berbunyi:


Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut
Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat
pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan
pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji
berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Kemudian Pasal 6 UU ASN secara jelas berbunyi:


Pegawai ASN terdiri atas: a. PNS; dan b. PPPK.

Berdasarkan 3 (tiga) ketentuan tersebut, maka dengan demikian menurut


undang-undang, Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) terdiri atas Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

24
Indonesia, Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, UU No. 5 Tahun 2014, LN. No. 6
Tahun 2014, TLN No. 5494.

15
Sementara itu Angka I bagian Umum Penjelasan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara pada
paragraph 4 berbunyi:

Manajemen ASN terdiri atas Manajemen PNS dan Manajemen


PPPK yang perlu diatur secara menyeluruh dengan menerapkan
norma, standar, dan prosedur. Adapun Manajemen PNS meliputi
penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat dan
jabatan, pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi,
penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan, penghargaan,
disiplin, pemberhentian, jaminan pensiun dan jaminan hari tua,
dan perlindungan. Sementara itu, untuk Manajemen PPPK
meliputi penetapan kebutuhan, pengadaan, penilaian kinerja, gaji
dan tunjangan, pengembangan kompetensi, pemberian
penghargaan, disiplin, pemutusan hubungan perjanjian kerja, dan
perlindungan.

Berdasarkan Penjelasan tersebut, maka jelas yang dapat menerima jaminan


pensiun dan jaminan hari tua hanyalah ASN yang merupakan PNS. Sedangkan
bagi ASN sebagai PPPK tidak mendapatkan hak jaminan pensiun dan jaminan
hari tua.
Bila dilihat dari pasal mengenai pengaturan hak PNS maupun PPPK,
bahwa secara jelas UU ASN hanya menjamin hak pensiun dan jaminan hari tua
untuk PNS.
ASN
PNS PPPK
Pasal 21 UU ASN Pasal 22 UU ASN
PNS berhak memperoleh: PPPK berhak memperoleh:
a. gaji, tunjangan, dan fasilitas; a. gaji dan tunjangan;
b. cuti; b. cuti;
c. jaminan pensiun dan jaminan hari c. perlindungan; dan
tua; d. pengembangan kompetensi.
d. perlindungan; dan

16
e. pengembangan kompetensi.

Jaminan pensiun dan jaminan hari tua PNS diberikan sebagai perlindungan
kesinambungan penghasilan hari tua, sebagai hak dan sebagai penghargaan atas
pengabdian PNS.25 Sumber pembiayaan jaminan pensiun dan jaminan hari tua
PNS berasal dari pemerintah selaku pemberi kerja dan iuran PNS yang
bersangkutan.26
Perihal istilah ‘pensiun dini’ undang-undang maupun peraturan
pelaksananya tidak memberikan definisi ‘pensiun dini’. Oleh sebab itu, secara
umum pensiun dini dapat diartikan sebagai berhentinya seorang PNS sebelum
batas usia pensiun yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Sedangkan pensiun dini yang dikenal dalam UU ASN adalah pensiun dini sebagai
akibat dari kebijakan pemerintah untuk perampingan organisasi.27
Selanjutnya, PNS yang berhenti bekerja berhak atas jaminan pensiun dan
jaminan hari tua28 adalah PNS yang diberhentikan dengan hormat karena:
a. meninggal dunia;
b. atas permintaan sendiri dengan usia dan masa kerja tertentu;
c. mencapai batas usia pensiun;
d. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang
mengakibatkan pensiun dini; atau
e. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas
dan kewajiban.29
Berdasarkan Pasal 87 UU ASN, maka terdapat 2 (dua) ketentuan dimana
PNS dapat berhenti bekerja dalam kondisi jasmani dan rohani yang cakap
sebelum memasuki batas usia yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan yaitu atas permintaan sendiri ataupun dikarenakan perampingan
organisasi atau kebijakan pemerintah. Ketentuan Pasal 87 huruf b dan d ini sering
25
Ibid., Ps. 91 ayat (3).
26
Ibid., Ps. 91 ayat (5).
27
Soviah Hasanah, “Aturan tentang Batasan Usia Pensiun Dini PNS,” https://www
.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt59a4be272ce2e/aturan-tentang-batasan-usia-pensiun-dini-
pns, diakses 2 April 2020.
28
Indonesia, Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, Ps. 87 dan Ps. 91 ayat (1).
29
Ibid., Ps. 87 dan Ps. 91 ayat (2).

17
menjadi rancu di dalam masyarakat umum, yang menyamakan keduanya sebagai
pensiun dini.
Dalam perspektif reformasi birokrasi, dasar pemberhentian dengan hormat
untuk diberikan hak dan jaminan pensiun adalah dengan berdasarkan pada Pasal
87 huruf d dan Pasal 91 ayat (2) huruf d UU ASN. Pasal 87 huruf d UU ASN
telah mengakomodir usaha pemerintah untuk melaksanakan reformasi birokrasi
melalui kebijakan perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang
mengakibatkan pensiun dini bagi PNS.
Jika pada umumnya batas usia pensiun adalah 58 (lima puluh delapan)
tahun bagi Pejabat Administrasi, 30 60 (enam puluh) tahun bagi Pejabat Pimpinan
Tinggi,31 ataupun lebih dari usia 60 (enam puluh) tahun bagi Pejabat Fungsional
yang diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,32 maka bagi
PNS yang pensiun dini dikarenakan perampingan organisasi atau kebijakan
pemerintah berlaku kriteria umur dan ketentuan yang berbeda.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai


Negeri Sipil (PP Manajemen PNS)33

Dalam Pasal 305 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang


Manajemen Pegawai Negeri Sipil diatur bahwa jaminan pensiun diberikan
kepada:
a. PNS yang diberhentikan dengan hormat karena meninggal dunia;
30
Ibid., Ps. 90 huruf a.
31
Ibid., Ps. 90 huruf b.
32
Ibid., Ps. 90 huruf c. Lihat juga Pasal 239 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017
tentang Manajemen PNS bahwa PNS yang mencapai Batas Usia Pensiun diberhentikan dengan
hormat sebagai PNS, yaitu: a. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi pejabat administrasi, pejabat
fungsional ahli muda, pejabat fungsional ahli pertama, dan pejabat fungsional keterampilan; b. 60
(enam puluh) tahun bagi pejabat pimpinan tinggi dan pejabat fungsional madya; dan c. 65 (enam
puluh lima) tahun bagi PNS yang memangku pejabat fungsional ahli utama. Juga Pasal 240 PP No.
11 Tahun 2017, Batas Usia Pensiun bagi PNS yang menduduki JF yang ditentukan dalam undang-
undang, berlaku ketentuan sesuai dengan Batas Usia Pensiun yang ditetapkan dalam undang-
undang yang bersangkutan.
33
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, PP No. 11
Tahun 2017, LN No. 63 Tahun 2017, TLN No. 6037.

18
b. PNS yang diberhentikan dengan hormat atas permintaan sendiri apabila
telah berusia 45 tahun dan masa kerja paling sedikit 20 tahun;
c. PNS yang diberhentikan dengan hormat karena mencapai Batas Usia Pensiun
apabila telah memiliki masa kerja untuk pensiun paling sedikit 10 tahun;
d. PNS yang diberhentikan dengan hormat karena perampingan organisasi
atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini apabila
telah berusia paling sedikit 50 tahun dan masa kerja paling sedikit 10
tahun;
e. PNS yang diberhentikan dengan hormat karena dinyatakan tidak dapat bekerja
lagi dalam Jabatan apapun karena keadaan jasmani dan/atau rohani yang
disebabkan oleh dan karena menjalankan kewajiban Jabatan tanpa
mempertimbangkan usia dan masa kerja; atau
f. PNS yang diberhentikan dengan hormat karena dinyatakan tidak dapat bekerja
lagi dalam Jabatan apapun karena keadaan jasmani dan/atau rohani yang tidak
disebabkan oleh dan karena menjalankan kewajiban Jabatan apabila telah
memiliki masa kerja untuk pensiun paling singkat 4 (empat) tahun.
PNS Yang Diberhentikan Dengan Hormat Atas Permintaan Sendiri
Bagi PNS yang diberhentikan dengan hormat atas permintaan sendiri
(syaratnya telah berusia 45 tahun dan masa kerja paling sedikit 20 tahun), tetap
berhak atas jaminan pensiun. Tata cara pemberhentian atas permintaan sendiri
sesuai Pasal 261 PP 11 Tahun 2017:
(1) Permohonan berhenti sebagai PNS diajukan secara tertulis kepada Presiden
atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melalui Pejabat yang Berwenang
(PyB) secara hierarki.
(2) Permohonan pemberhentian atas permintaan sendiri disetujui, ditunda, atau
ditolak diberikan setelah mendapat rekomendasi dari PyB.
(3) Dalam hal permohonan berhenti ditunda atau ditolak, PPK menyampaikan
alasan penundaan atau penolakan secara tertulis kepada PNS yang
bersangkutan.
(4) Keputusan pemberian persetujuan, penundaan, atau penolakan permohonan
pemberhentian atas permintaan sendiri ditetapkan paling lama 14 (empat
belas) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima.

19
(5) Sebelum keputusan pemberhentian ditetapkan, PNS yang bersangkutan wajib
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
PNS Yang Diberhentikan Dengan Hormat Karena Perampingan Organisasi
Atau Kebijakan Pemerintah Yang Mengakibatkan Pensiun Dini berbeda dengan
ketentuan pemberhentian dengan hormat atas permintaan sendiri. Pada kebijakan
PNS yang diberhentikan dengan hormat karena perampingan organisasi atau
kebijakan pemerintah adalah PNS yang sebenarnya tidak menghendaki untuk
diberhentikan sebelum batas usia pensiun. Tetapi kebijakan ini akhirnya
dilaksanakan terhadap PNS tersebut karena ketidak tersediaan formasi dan
dukungan yang sesuai.
Sebelum PNS diputus untuk diberhentikan dengan hormat karena
perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah, Pemerintah wajib untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 241 PP 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS,
yaitu:
(1) Dalam hal terjadi perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang
mengakibatkan kelebihan PNS maka PNS tersebut terlebih dahulu disalurkan
pada Instansi Pemerintah lain.
(2) Dalam hal terdapat PNS yang bersangkutan tidak dapat disalurkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pada saat terjadi perampingan
organisasi sudah mencapai usia 50 (lima puluh) tahun dan masa kerja l0
(sepuluh) tahun, diberhentikan dengan hormat dengan mendapat hak
kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Apabila PNS Sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. tidak dapat disalurkan
pada instansi lain; b. belum mencapai usia 50 (lima puluh) tahun; dan c. masa
kerja kurang dari l0 (sepuluh) tahun, diberikan uang tunggu paling lama 5
(lima) tahun.
(4) Apabila sampai dengan 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tidak dapat disalurkan maka PNS tersebut diberhentikan dengan hormat dan
diberikan hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

20
(5) Dalam hal pada saat berakhirnya pemberian uang tunggu PNS sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) belum berusia 50 (lima puluh) tahun, jaminan pensiun
bagi PNS mulai diberikan pada saat mencapai usia 50 (lima puluh) tahun.
Besaran uang tunggu dan pengaturannya terdapat dalam Pasal 297 ayat (1)
PP 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, yaitu uang tunggu diberikan dengan
ketentuan:
a. 100% (seratus persen) dari gaji, untuk tahun pertama; dan
b. 80% (delapan puluh persen) dari gaji untuk tahun selanjutnya.
Dalam hal pada saat berakhirnya pemberian uang tunggu PNS
sebagaimana dimaksud belum berusia 50 (lima puluh) tahun, jaminan pensiun
bagi PNS mulai diberikan pada saat mencapai usia 50 (lima puluh) tahun. Yang
artinya, PNS yang diberhentikan tersebut tidak diberikan gaji maupun jaminan
pensiun hingga tiba saatnya ia berusia 50 tahun.
Tata cara pemberhentian karena perampingan organisasi atau kebijakan
pemerintah diatur dalam Pasal 263 PP 11 Tahun 2017 tentang Manejemen PNS
sebagai berikut.
(1) PPK menginventarisasi kelebihan PNS sebagai akibat perampingan
organisasi.
(2) Kelebihan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada
Menteri dan Kepala BKN.
(3) Menteri rnerumuskan kebijakan penyaluran kelebihan PNS pada Instansi
Pemerintah.
(4) Kepala BKN melaksanakan penyaluran kelebihan PNS pada Instansi
Pemerintah yang membutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Dalam hal kelebihan PNS tidak dapat disalurkan pada Instansi Pemerintah,
PNS yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dengan mendapat hak
kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan


Pensiun Janda/Duda Pegawai (UU No. 11 Tahun 1969/ UU Pensiun)34
34
Indonesia, Undang-Undang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai, UU
No. 11 Tahun 1969, LN No. 42 Tahun 1969, TLN No. 2906.

21
UU ASN sendiri belum mengatur ketentuan mengenai pelaksanaan
pensiun, maka sebagaimana dalam Pasal 130 sebagai peralihan UU ASN,
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun
Janda/Duda Pegawai dan peraturan pelaksanaannya tetap berlaku sampai pada
hari ini.
Dikarenakan UU ASN maupun PP Manajemen PNS tidak mengatur
mengenai teknis mekanisme dan besaran pensiun, maka untuk mengetahui
besaran jaminan pensiun masih menggunakan ketentuan dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda
Pegawai.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
maupun peraturan pelaksana teknisnya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun
2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan perundang-
undangan yang disusun dengan semangat reformasi birokrasi. Maka terdapat
ketentuan yang berbeda dalam hal PNS yang diberhentikan dengan hormat atas
permintaan sendiri.
Jika seseorang mengajukan pensiun atas permintaan sendiri yang
dikarenakan terjadinya perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah maka
PNS tersebut dapat mengajukan pensiun dengan syaratnya telah berusia 45 tahun
dan masa kerja paling sedikit 20 tahun sebagaimana yang disyaratkan dalam Pasal
305 PP 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS.
Namun, pada prakteknya persyaratan yang masih digunakan adalah
ketentuan sebagaimana dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai.
Walaupun UU Nomor 11 Tahun 1969 belum mengatur mengenai pemberhentian
dengan hormat atas permintaan sendiri, namun UU 11 Tahun 1969 telah
mensyaratkan bagi Pegawai yang diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai
negeri berhak menerima pensiun pegawai, jikalau ia pada saat pemberhentiannya
sebagai pegawai negeri telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh)
tahun dan mempunyai masa kerja untuk pensiun sekurang-kurangnya 20 (dua
puluh) tahun.

22
Sebab ketentuan tersebut, maka Persyaratan bagi PNS yang mengajukan
pensiun atas permintaan sendiri adalah PNS tersebut harus telah mencapai usia
sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun dan mempunyai masa-kerja untuk
pensiun sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun. Hal ini dikarenakan belum
adanya pengaturan mengenai besaran pensiun bagi PNS yang diberhentikan
dengan hormat atas permintaan sendiri sesuai syarat yang ditentukan dalam PP 11
Tahun 2017 tentang Manajemen PNS.
Usia pensiun untuk penetapan hak atas pensiun ditentukan atas dasar
tanggal kelahiran yang disebut pada pengangkatan pertama sebagai PNS menurut
bukti-bukti yang sah. Apabila mengenai tanggal kelahiran itu tidak terdapat bukti
yang sah, maka tanggal kelahiran atas umur pegawai berdasarkan keterangan dari
pegawai yang bersangkutan pada pengangkatan pertama itu, dengan ketentuan
bahwa tanggal kelahiran atau umur termaksud tidak dapat diubah lagi keperluan
penentuan hak atas pensiun pegawai (Pasal 10 Undang-undang Nomor 11 Tahun
1969).35
Pensiun pegawai mulai berlaku bulan berikutnya pegawai yang
bersangkutan diberhentikan dengan hormat sebagai PNS. Pensiun pegawai
berakhir pada akhir bulan penerima pensiun pegawai tersebut meninggal dunia.
Hak pensiun pegawai berakhir pada akhir bulan penerima pensiun pegawai
meninggal dunia dan tidak terdapat lagi anak yang memenuhi syarat-syarat untuk
menerimanya.36

B. Implikasi Pensiun Dini dari Perspektif Reformasi Birokrasi Terhadap


Hak-Hak ASN

Dengan adanya program pensiun dini yang ditawarkan bagi PNS di


lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah ini selain bisa merampingkan
struktur kepegawaian diharapkan juga dapat menekan anggaran belanja pegawai
dalam APBN yang biasanya jumlahnya cenderung meningkat setiap tahun.
Sebagaimana diketahui seorang PNS diberikan jabatan tertentu dengan disertai

35
Andi Murni Amin Situru, Sistim Administrasi Kepegawaian, (Makassar: De La Macca,
2016), hlm. 164.
36
Ibid, hlm 166

23
tunjangan dan anggaran lain selain mendapat gaji pokok. Dengan diberlakukannya
pensiun dini, maka setidaknya Negara dapat berhemat dari:
a. segi tunjangan dan pengeluaran anggaran lain selain gaji pokok yang biasa
diberikan sebagai hak PNS; dan
b. berhemat setidaknya 25% dari alokasi gaji pokok yang dibayarkan kepada PNS
yang diberhentikan dengan hormat, karena Pensiun pegawai sebulan adalah
sebanyak-banyaknya 75% (tujuh puluh lima perseratus) sesuai Pasal 11
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun
Janda/Duda Pegawai.
Struktur kementerian juga menjadi lebih rapih, performance naik, dan
kemudian tidak ada pengeluaran belanja pegawai yang berlebihan di tahun-tahun
berikutnya, sehingga dapat memperbaiki struktur belanja keseluruhan.
Sehubungan dengan pensiun dini ini Djarin37 mengemukakan tentang segi
keuntungan dan kerugian dari dua sisi, yakni dari sisi kelembagaan dan
individual. Keuntungan secara kelembagaan antara lain mencakup bahwa
kelembagaan dan institusi menjadi lebih menjadi lebih mantap, organisasi
menjadi lebih ramping dan biasanya kaya fungsi, kinerja organisasi membaik,
karena terjadi penghematan biaya person Sedangkan keuntungan secara
individual antara lain disebutkan pula bahwa semangat dan etos kerja menjadi
lebih baik, kualitas kerja individual meningkat,secara moral lebih percaya diri,
dan kesejahteraan PNS menjadi lebih baik.
Pemerintah memiliki kewajiban untuk melaksanakan reformasi birokrasi,
sekaligus kewajiban untuk dapat menjamin hak pegawainya. Bentuk kewajiban
pemerintah untuk menjamin hak pegawainya dapat dilihat dalam Pasal 241 ayat
(1) PP 11 Tahun 2017 dimana seorang PNS sebelum diberhentikan terlebih
dahulu disalurkan pada Instansi Pemerintah lain. Menurut Erry Riyana selaku
Ketua Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional bentuk upaya pemerintah
untuk dapat menyalurkan PNS pada Instansi Pemerintah lainnya, salah satunya

37
Djarin, dkk, Rekomendasi Diskusi Aktual. Kebijakan Pensiun Dini Pegawai Negeri Sipil
Pada Pemerintahan Daerah Provinsi Sumatera Barat: Penyelesaian atau Masalah?, (Bidang
Pemerintahan Balitbang Provinsi Sumbar, 2006) dalam Ideal Putra, “Faktor-Faktor Pendorong
dan Penghalang Pensiun Dini Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Sumatera Barat,” Demokrasi Vol. V
No. 1 (2006), hlm. 42.

24
adalah dengan re-training jadi para PNS di lembaga pemerintah terutama pusat
dilatih ulang suatu keahlian. Setelah itu, mereka bisa disalurkan ke lembaga lain
yang membutuhkan.38 Dalam prakteknya, selama masa tunggu untuk disalurkan
PNS bersangkutan seringkali tetap diminta masuk tetapi tidak mengerjakan apa-
apa sehingga tidak efisien bagi PNS bersangkutan yang menjalani masa tunggu
tersebut.

38
Irw, “Tim Reformasi Birokrasi Dorong PNS Pensiun Dini” https://news.detik.com/berita/
1669845/tim-reformasi-birokrasi-dorong-pns-pensiun-dini, diakses 4 April 2020.

25
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

1. Pengaturan syarat dan besaran jaminan pensiun PNS yang diberhentikan


dengan hormat atas permintaan sendiri maupun karena perampingan birokrasi
dan perubahan kebijakan masih mengikuti Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai.
2. ASN yang pensiun karena perampingan organisasi belum mencapai Batas
Usia Pensiun (BUP) akan diberikan diberikan uang tunggu dan akan
mendapatkan pensiun sampai ASN tersebut mencapai umur 50 tahun.
3. UU ASN maupun PP Manajemen PNS tidak mengatur mengenai teknis
mekanisme dan besaran pensiun, sehingga besaran jaminan pensiun masih
menggunakan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969
tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai.

B. Saran

1. Agar Pemerintah segera membuat peraturan lebih lanjut untuk membuka


kesempatan pensiun dini di usia minimal 45 tahun dan masa kerja 20 tahun
sebagaimana Pasal 305 PP 11 Tahun 2017.
2. Dalam rangka mempercepat tujuan reformasi birokrasi sebaiknya ketentuan
masa tunggu sebagaimana dalam PP 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS
yang mencapai lima tahun dapat dipersingkat.
3. Agar pemerintah merevisi atau mengganti Undang-Undang 11 Tahun 1969
Tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai untuk
memperbaiki system pensiun PNS di masa depan.

26
DAFTAR PUSATAKA

BUKU
Blau, Peter M. dan Marshall W. Meyer, Birokrasi dalam Masyarakat Modern. Ed.2.
Jakarta: UI-Press, 1987.
Darmanto, Ngadisah. Birokrasi Indonesia. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka,
2016.
DeCenzo, David A. dan Stephen P Robbins. Human Resource Manajement. Ed. 6.
USA: John Willey & Sons Inc, 1999.
DeCenzo, David A. dan Stephen P. Robbins. Fundamentals of Human Resource
Management. Ed. 10. USA: John Wiley & Sons, Inc, 2010.
Kurniawan, Agung. Transformasi Birokrasi. Yogyakarta: Universitas Atmajaya
Yogyakarta, 2009.
Pamudji, S. Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara, 1985.
Pope, Jeremy. Strategi Memberantas Korupsi, Elemen Sistem Integritas Nasional.
Jakarta; Transparency International Indonesia dan Yayasan Obor Indonesia,
2003.
Situru, Andi Murni Amin. Sistim Administrasi Kepegawaian. Jakarta: De La Macca,
2016.
Thoha, Miftah dan Agus Dharma. Menyoal Birokrasi Publik. Jakarta: Balai Pustaka,
1999.
Thoha, Miftah. Perspektif Perilaku Birokrasi. Jakarta: Rajawali Press, 1991.

PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN


Indonesia. Undang-Undang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai,
UU No. 11 Tahun 1969, LN No. 42 Tahun 1969, TLN No. 2906.

27
Indonesia. Undang-Undang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, UU No. 28 Tahun 1999, LN No. 75 Tahun
1999, TLN No. 3851.
Indonesia. Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, UU No. 5 Tahun 2014, LN. No. 6
Tahun 2014, TLN No. 5494.
Indonesia. Peraturan Presiden tentang Grand Design Reformasi Birokrasi. Perpres
No. 81 Tahun 2010.
Indonesia, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2015 – 2019. Nomor PM 11 Tahun
2015.
Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, PP No.
11 Tahun 2017, LN No. 63 Tahun 2017, TLN No. 6037.

JURNAL/ MAKALAH
Caraka, Rezzy Eko. “Kajian Perhitungan Dana Pensiun Menggunakan Accrued
Benefit Cost,” Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2 (2016). Hlm. 160-180.
Putra, Ideal. “Faktor-Faktor Pendorong dan Penghalang Pensiun Dini Pegawai Negeri
Sipil (PNS) di Sumatera Barat.” Demokrasi Volume V Nomor 1 (2006). Hlm. 35
– 43.
Djarin, Zamiral, Asrinaldi, Busra. Rekomendasi Diskusi Aktual. Kebijakan Pensiun
Dini Pegawai Negeri Sipil Pada Pemerintahan Daerah Provinsi Sumatera
Barat: Penyelesaian atau Masalah?. Bidang Pemerintahan Balitbang Provinsi
Sumbar (2006).

INTERNET
Anonim. “Reformasi Birokrasi.” https://pemerintah.net/reformasi-birokrasi/. Diakses
4 April 2020.

28
Antara. “Kemenkeu Tawarkan Pensiun Dini Pada Pegawainya.” https://investor.id/
archive/kemenkeu-tawarkan-pensiun-dini-pada-pegawainya. Diakses 1 April
2020.
Board, US Merit System Protection. “The Merit System Principles: Guiding the Fair
and Effective Management of the Federal Workforce.”
https://www.mspb.gov/mspbsearch/viewdocs.aspx?
docnumber=1340293&version=1345596&application=ACROBAT. Diakses 5
April 2020.
BPS RI, Subdirektorat Statistik Keuangan. “Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi
Financial Statistics of Province Government 2015 – 2018.” https://www.
bps.go.id/publication/download.html?
nrbvfeve=OWIwMzcwYTdmNTQ5MDQzOWM4YWE2NjQy&xzmn=aHR0c
HM6Ly93d3cuYnBzLmdvLmlkL3B1YmxpY2F0aW9uLzIwMTgvMTIvMTkv
OWIwMzcwYTdmNTQ5MDQzOWM4YWE2NjQyL3N0YXRpc3Rpay1rZX
Vhbmdhbi1wZW1lcmludGFoLXByb3ZpbnNpLTIwMTUtMjAxOC5odG1s&t
woadfnoarfeauf=MjAyMC0wNC0wNSAxNjoyODoxOQ%3D%3D. Diakses 1
April 2020.
Gardesia, Irma. “Menilik Masifnya Alokasi Belanja Pegawai Pemerintah Daerah”
https://tirto.id/menilik-masifnya-alokasi-belanja-pegawai-pemerintah-daerah-
emtP. Diakses 1 April 2020.
Global Centre, UNDP for Public Service Excellence (Singapore) dan Regional Hub
of Civil Services in Astana (Kazakhstan). Meritocracy for Public Service
Excellence. [s.l.: s.n., 2015]. Hlm. 5-6.
https://www.undp.org/content/dam/undp/ library/capacity-
development/English/Singapore%20Centre/Meritocracy-PSE. pdf. Diakses 3
April 2020.
Hasanah, Soviah. “Aturan tentang Batasan Usia Pensiun Dini PNS.” https://www.
hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt59a4be272ce2e/aturan-tentang-batasan-
usia-pensiun-dini-pns. Diakses 2 April 2020.

29
Management, U.S. Office of Personnel. “Performance Management Reference
Materials: Merit System Principles and Performance Management.”
https://www.opm.gov/policy-data-oversight/performance-management/
reference-materials/more-topics/merit-system-principles-and-performance-
management/. Diakses 5 April 2020.
Puruhito, Mochamad Yudhi. “Moratorium CPNS dan Reformasi Birokrasi.” https://
www.pajak.go.id/id/artikel/moratorium-cpns-dan-reformasi-birokrasi, diakses 1
April 2020. Lihat juga Syafuan Rozi, “Pensiun Dini PNS Baik Untuk
Mengatasi Kelebihan Birokrasi” http://lipi.go.id/berita/pensiun-dini-pns-baik-
untuk-mengatasi-kelebihan-birokrasi--/6168. Diakses 1 April 2020.

Simpulan dan saran, jadi dua sesuai dengan rumusan masalah.


Pendalaman isi tulisan.
- Cara pembayaran
- Jenis pensiun
- Besaran pensiun
-
089517744102

30

Anda mungkin juga menyukai