Anda di halaman 1dari 140

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

LATAR BELAKANG PENELITIAN Rezim Orde Baru menguasai sistem pemerintahan selama lebih dari tiga dasawarsa, paradigma otoriter dan sentralistik dijadikan sebagai instrumen kekuasaan yang efektif. Paradigma ini diimplementasikan dalam dua bentuk, yaitu sentralisasi kekuasaan merupakan prakondisi bagi stabilitas politik yang menjadi condition qua non bagi suksesnya pembangunan nasional dan sentralisasi dalam retribusi dan pengelolaan kekayaan nasional yang diyakini akan dapat menjamin terciptanya pemerataan dan keadilan. Implemetasi paradigma sentralistik di bidang politik dan pemerintahan telah melahirkan permasalahan yang sangat akut. Birokrasi pada tiap level pemerintahan daerah kental dengan istilahistilah penguasa tunggal. Krisis ekonomi yang melanda kawasan Asia pada tahun 1997, salah satu negara yang paling merasakan dampak dari krisis itu adalah Indonesia. Ambruknya perekonomian Indonesia saat itu membawa bangsa Indonesia mengalami keterpurukan pada aspek politik, sosial dan pemerintahan. Ketidakberdayaan pemerintahan dalam mengatasi krisis menimbulkan kemarahan rakyat. Aksi protes elemen mahasiswa dan masyarakat menuntut reformasi total mencapai puncaknya pada Mei 1998 yang di tandai dengan lengsernya Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia. 1

Kekuasaan orde baru yang otoriter dan menyimpang dari prinsipprinsip demokrasi berjalan selama 32 tahun berakhir. Indonesia memasuki era baru yang yaitu Orde Reformasi. Ditinjau dari segi politik dan ketatanegaraan, reformasi total ini memberi dampak pada pergeseran paradigma sistem pemerintahan dari sentralisme ke arah sistem yang desentralistik. Sifat pemerintahan semacam ini memberikan keleluasan kepada daerah dalam wujud otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Sebagai langkah awal dalam menata kembali tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang porakporanda akibat dari krisis multi dimensi tersebut, dilakukan perubahan konstitusi dengan meng-

amandemen UUD 1945. Amandemen UUD 1945 dilakukan untuk menata sistem ketatanegaraan. Sebagai implementasinya adalah dengan dikeluarkan UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Sistem Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan UndangUndang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Kedua Undang-Undang tersebut pemberlakukannya tidak lama karena memiliki kelemahan, yang selanjutnya di amandemen menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan otonomi yang nyata dan bertanggungjawab kepada daerah. Otonomi yang nyata merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 18 (amandemen), yang manyatakan bahwa; Pemerintah Daerah, berwenang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut azas otonomi, desentralisasi, dekosentrasi, dan tugas pembantuan, yang di arahkan untuk mempercepat perwujudan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan publik, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, dan berkeadilan sosial. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dibuat untuk mewujudkan tujuan utama otonomi daerah sebagaimana pertimbangan dari

pembentukan Undang-Undang tersebut adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melaui peningkatan, pelayanan, pember-dayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemeratan, keadilan, keisti-mewaan dan kekhususan suatau daerah dalam sistem Negara Kesatuan Rapublik Indonesia. Bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan

kewenangan seluas luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan -

sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Namun demikian, dalam pelaksanaannya otonomi daerah ini, salah satu permasalahan yang dihadapi oleh hampir semua pemerintah daerah di Indonesia sehubungan dengan adanya implementasi otonomi yang nyata, luas dan bertanggung jawab adalah masalah birokrasi. Birokrasi pemerintahan daerah harus disesuaikan untuk dapat melaksanakan sistem otonomi yang ada secara efektif. Reformasi organisasi birokrasi pemerintah yang merupakan bagian dari agenda reformasi belum menunjukkan kinerja secara optimal karena banyaknya kelemahan (weaknesses) yang melekat pada seluruh sistem manajemen pemerintahan. Apabila dicermati, pokok permasalahan belum optimalnya kinerja kelembagaan pemerintah bermuara pada lemahnya strategi pengembangan kelembagaan pemerintah, dimana resistensi terhadap norma-norma dan paradigma perubahan sangat tinggi (Faozan, 2004). Dengan mencermati organisasi perubahan (organization yang terjadi, strategi strategy)

pengembangan

development

semestinya ditujukan pada pengembangan sinergisitas tiga strategi utama, yaitu struktural, perilakuan teknikal sehingga organisasi

pemerintah mampu menyesuaikan (adjustable) dan fleksibel terhadap perubahan. Dalam studi tentang disain dan struktur organisasi dikenal beberapa dimensinya, yaitu kompleksitas, formalisasi dan sentralisasi. Di dalam struktur birokratik pada umumnya dan di dalam kelembagaan pemerintah khususnya, kompleksitas diferensiasi ditandai dengan 4

hierarki kewenangan yang ketat, formalisasi penataan ditunjukkan dengan aturan-aturan. Birokrasi yang nampak baku dan kaku yang lebih mengedepankan proses ketimbang hasil, sedangkan sentralisasi kewenangan dalam pengambilan keputusan cenderung berada pada pusat kekuasaan. Keadaan-keadaan inilah yang secara luar biasa menjadi pemicu menguatnya citra negatif birokrasi dalam pemerintahan pada umumnya. Reformasi birokrasi walaupun sudah dilakukan secara internal, perubahan struktur organisasi dan program kerja sudah dijalankan tetapi kinerjanya tetap tidak berubah bahkan cenderung semakin buruk. Kasuskasus penyalahgunaan wewenang semakin meningkat tidak hanya terjadi di lembaga eksekutif melainkan meluas kelembaga legislatif dan yudikatif. Kecenderungan meluasnya kasus-kasus tidak hanya terjadi di tingkat pusat, tetapi juga meluas ke daerah. Hal itu bisa dimaklumi karena

perubahan-perubahan internal itu dilakukan semata-mata hanya berdasarkan keinginan sesaat. Empat kali pergantian kepemimpinan pasca reformasi tidak mengubah perilaku ini, bahkan terjadi hal yang sebaliknya. Mengapa hal itu bisa terjadi? Jawabannya adalah tidak adanya komitmen dan keteladanan dari para pemimpin. Perencanaan dan program reformasi sebaik apapun tidak akan bisa dijalankan kalau tidak ada komitmen dan keteladanan dari para pemimpin. Aspek kelembagaan pemerintahan daerah yang menjadi

salah satu reformasi adminsitrasi publik setelah pemberlakukan Undang5

Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Lalu semangat dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, perbaikan strutktur kelembagaan perangkat daerah dijabarkan dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah yang selanjutnya di rumuskan dalam Permendagri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007. Peraturan Pemerintah ini diterbitkan untuk dikorelasikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten / Kota. Pada Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah ini, Pemerintah Daerah tidak hanya sekedar mengubah lembaga perangkat daerah yang telah ada, tetapi juga menyusun kembali organisasi perangkat daerah yang baru untuk mengampu urusan-urusan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 mengamanatkan beberapa butir perubahan yang memiliki dimensi standarisasi yang sangat ketat dan lebih mempertimbangkan kuantitas dan kepentingan pemerintah pusat ketimbang prioritas untuk mengefektivkan penyelenggaraan

pemerintahan di daerah melalui solusi persoalan-persoalan di daerah. Standarisasi ini sendiri muncul karena beberapa alasan: 6

1. Ketidaksesuaikan nomenklatur lembaga daerah dengan lembaga pusat yang selama ini sering mengakibatkan kesulitan proses penganggaran dan berujung pada inefisiensi penyelenggaraan

pemerintahan di daerah; 2. Struktur organisasi pemerintah daerah di Indonesia yang cenderung sangat gemuk sehingga berpotensi menyedot sebagian besar alokasi APBD untuk belanja tidak langsung (belanja aparatur) dan bukan untuk pos belanja langsung untuk membiayai program dan kegiatankegiatan lainnya yang lebih produktif bagi kepentingan masyarakat. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007, besaran perangkat daerah ini ditentukan oleh 3 (tiga) variable : Jumlah Penduduk, Kekuatan APBD, dan Luas Daerah. Masing-masing variabel ini akan mendapatkan nilai sesuai dengan kondisi daerah yang

bersangkutan. Akumulasi ketiga variabel ini akan mengelompokkan daerah menjadi 3 (tiga); yaitu besar (Nilai > 70, sedang (nilai 40-70) dan kecil (lebih kecil 40). Dalam konteks ini Provinsi Nusa Tenggara Timur termasuk dalam kategori sedang. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, khususnya dalam lingkup Sekretariat Daerah, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 dalam menjalankan fungsinya memiliki tiga belas biro. Namun setelah diberkalukannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 yang dijabarkan dalam Perda Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah, dua biro mengalami perubahan 7

nomenkaltur yakni Biro Bina Sosial menjadi Biro Kesejahteraan Rakyat dan tiga biro mengalami perumpunan yakni Biro Humas, Biro

Pemerintahan Desa, dan Biro Perlengkapan. Dengan demikian, maka konsekuensi daripada penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007, Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur saat ini memiliki sepuluh biro. Dalam penyelengaraan pemerintahan sesuai Perda Nomor 8 Tahun 2008, lingkup sekretariat daerah terdiri dari 3 (tiga) Asisten, 10 (sepuluh) Biro, 41 (empat puluh satu) Bagian dan 120 (seratus dua puluh) Sub Bagian masing-masing sebagai berikut: 1. Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, mengkoordinir Biro Pemerintahan, Biro Hukum, Biro Kesejahteraan Rakyat; 2. Asisten Perekonomian dan Pembangunan, mengkoordinir Biro

Perekonomian, Biro Administrasi Pembangunan, Biro Pemberdayaan Perempuan; 3. Asisten Administrasi Umum, mengkoordinir Biro Umum, Biro

Kepegawaian, Biro Keuangan, Biro Organisasi. Selanjutnya, masing-masing biro mengkoordinir 4 (empat), Bagian kecuali Biro Keuangan yang mengkoordinir 5 (lima) Bagian dan masingmasing bagian mengkoordinir 2 (dua) sampai 3 (tiga) Sub Bagian. Di samping itu, sesuai petunjuk Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun

2007, Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur membentuk dua

perangkat daerah baru yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Badan Narkotika Daerah (BND). Kelemahan desain penataan kelembagaan di daerah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 adalah karena Peraturan Pemerintah ini lebih melihat persoalan kelembagaan semata-mata sebagai persoalan struktur kelembagaan. Standarisasi yang ketat yang dibuat oleh Peraturan Pemerintah ini tidak mempertimbangkan dimensi lain dari kelembagaan daerah seperti aparatur, sistem tata laksana, dan nilai dasar organisasi. Hal ini terlihat dari esensi kebijakan yang lebih menekankan pada tiga hal: 1. 2. Penyeragaman nomenklatur kelembagaan daerah; Penentuan jumlah kelembagaan daerah yang berbasis pada hasil perhitungan atas variable jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah APBD; 3. Perumpunan kelembagaan daerah, meskipun juga menentukan beberapa perubahan lain seperti perubahan eselonisasi pejabat daerah. Pembentukan kelembagaan atau organisasi perangkat daerah akan sangat berpengaruh pada pencapaian kinerja birokrasi publik, karena struktur akan mengikuti strategi (structure follow strategy) yang diterapkan organisasi, bukan sebaliknya strategi yang mengikuti struktur (strategy follow structure) yang akhirnya mengakibatkan proliferasi atau perkem-bangbiakan kelembagaan. 9

Dalam praktiknya, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 juga telah menciptakan berbagai kerumitan mengiringi konsekuensi besar yang menyertainya. Berbagai standarisasi yang dirumuskan dalam regulasi ini pada akhirnya cenderung terlihat sebagai manifestasi kepentingan pusat untuk melakukan resentralisasi pemerintahan

ketimbang penataan kelembagaan untuk efektivitas pemerintahan daerah. Masalah efisiensi dan pelayanan publik tampaknya menjadi urutan berikutnya. Hal ini juga tampak pada semangat Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 yang justru lebih banyak berpihak kepada birokrasi dari pada pelayanan publik. Hal ini terlihat dari besarnya organisasi perangkat daerah melebihi dari yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003. Perubahan ini, kemudian menjadi hal menarik untuk diteliti, khususnya kaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan pasca

penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah pada Lingkup Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur.

10

1.2. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis membatasinya dan merumuskan dua masalah yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimanakah implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dalam penataan kelembagaan di Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 di Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur?

1.3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1.3.1. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dalam Penataan Kelembagaan Daerah di Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur; 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 di Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan cara mengatasinya.

11

1.3.2. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Hasil penelitian ini dapat disumbangkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Ilmu Pemerintahan. 2. Penulis dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat di bangku kuliah di lapangan. 3. Hasil penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak yang terlibat dalam menentukan arah kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

1.4. KERANGKA KONSEP Konsep yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah adalah sinkronisasi antara lembaga perangkat daerah dengan pusat agar memudahkan fungsi koordinasi antara lembaga pusat dengan lembaga perangkat yang ada didaerah sehingga memudahkan dalam hal penganggaran. Impilkasi lain yang diharapkan adalah, bahwa dengan adanya sinkronisasi ini dapat terjadi efisiensi keuangan negara karena adanya pengurangan unit atau bagian tertentu. Berdasarkan uraian tersebut di atas, Penulis menjelaskan dalam kerangka konsep seperti pada gambar 1.4 dibawah ini: 12

Gambar 4.1 Alur kerangka konsep

Kelembagaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Penyelenggaraan pemerintahan yang efektif

Ketersediaan Anggaran

Faktor-faktor penentu Faktor pendukung: SDM (aparatur) Dukungan dana Faktor Penghambat Pola pikir aparatur pelaksana Minimnya SDM

1.5. METODE PENELITIAN Metode yang dipilih adalah metode Analisis Deskriptif. Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat dan dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu (Singarimbun dan Effendi, 1989). Penelitian deskriptif

mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat, kondisi-kondisi tertentu, misalnya perceraian, 13

pengangguran, keadaan gizi, preferensi politik tertentu, kegiatankegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Menurut Travers (Sri Nuryani, 2010), metode ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Oleh karena itu, pada penelitian ini metode deskriptif digunakan untuk mengkaji secara detail kondisi organisasi pasca penggabungan instansi dan kondisi restrukturisasi yang berimplikasi pada efektivitas layanan kepada masyarakat. Dalam penelitian deskriptif pertanyaan dengan kata tanya mengapa, alasan apa, dan bagaimana terjadinya akan senantiasa dimanfaatkan oleh peneliti (Maleong,2007). Dengan demikian, maka metode deskriptif, adalah suatu bentuk penelitian yang menerangkan hasil penelitian yang bersifat memaparkan sejelas-jelasnya tentang apa yang diperoleh dilapangan, dengan cara peneliti melukiskan, memaparkan, dan menyusun suatu keadaan secara sistematis dan runut sesuai dengan teori yang ada untuk menarik kesimpulan dalam upaya pemecahan masalah. 1.5.1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kantor Gubernur (Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur). 1.5.2. Informan

14

Untuk memperoleh data yang baik dan akurat, maka yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah Kepala Biro Organisasi, Hukum, dan Kepegawaian serta 5 (lima) orang pegawai yang terkena dampak penataan kelembagaan. 1.6. TEKNIK PENGUMPULAN DATA 1.6.1. Wawancara Data yang diperoleh langsung dengan wawancara terhadap para pejabat di Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang berperan dalam penataan kelembagaan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 di lingkup Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan 5 (lima) orang pegawai yang terkena dampak penataan. 1.6.2. Kuesioner Pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan yang dijawab secara tertulis oleh responden yang terkena dampak penataan

kelembagaan di lingkup Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur. 1.6.3. Studi kepustakaan dan dokumentasi Penulis mencari literatur yang berkaitan dengan proses penataan kelembagaan dan peraturan dengan penataan kelembagaan. perUndang-Undangan yang berkaitan

1.7. DEFINISI KONSEP 1.7.1. Penataan Kelembagaan 15

Penataan

Kelembagaan

yang

dimaksud

adalah

penataan

stuktur

organisasi kelembagaan Sekretraiat Daerah dari 13 biro menjadi 10 biro.

1.7.2. Kendala penataan Kendala penataan adalah hal-hal yang membuat proses terkendalanya pelaksanaan penataan kelembagaan.

1.8. DEFINISI OPERASIONAL 1.8.1. Penataan Kelembagaan Perubahan struktur kelembagaan lingkup Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur setelah pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007. Indikator: a) Adanya lembaga yang digabung dan yang dibentuk baru;

b) Adanya pegawai yang memegang jabatan baru dan melaksanakan tugas baru di lingkup Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur. 1.8.2. Kendala Penataan Kendala Penataan adalah hal-hal yang membuat terhalangnya

pelaksanaan penataan kelembagaan di lingkup Sekretariat Provinsi Nusa Tenggara Timur. Indikator: 16

a)

Ketersediaan anggaran yang terbatas dalam hal penggajian Pegawai atau Pejabat yang ada di daerah.

b)

Sikap para pelaksana yang kurang bisa menerima penataan.

1.9. TEKNIK ANALISIS DATA Data yang diperoleh dari penelitian, selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisa data deskriptif kualitatif.

17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. HASIL PENELITIAN TERDAHULU Penelitian-penelitian terdahulu mengenai efektivitas implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 maupun Peraturan Pemerintah sebelumnya (Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003) tentang Organisasi Perangkat Daerah (OPD) belum banyak dilakukan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, namun sudah ada penelitian sejenis atau mirip dengan topik ini yang sudah dilakukan di provinsi dan kabupaten lain dalam wilayah NKRI. Sejumlah penelitian yang berkaitan dengan topik ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Hidjaz, Kamal (2010) yang melakukan penelitian dengan judul: Efektivitas Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Sistem

Pemerintahan Daerah di Indonesia, dengan lokasi penelitian di Provinsi Sulawesi Selatan berkesimpulan bahwa peranan

kelembagaan dalam penyelenggaraan pemerintah daerah belum sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Organisasi Perangkat Daerah, dan mengatur sesuai dengan potensi daerah, kemampuan daerah, geografis, jumlah penduduk dan tuntutan aspek sosial, politik dan budaya. Penyelenggaraan

pelayanan publik oleh pemerintah daerah kepada masyarakat belum berjalan secara optimal, penyebabnya adalah kinerja birokrasi, kualitas pelayanan, tingkat kesejahteraan, sehingga perlu mendapat 18

perhatian bagi pemerintah dan kewajiban pemerintah yang harus dilaksanakan adalah termasuk pengadaan infrastruktur dan fasilitas lainnya. 2. Penelitian lainnya dilakukan oleh Aman Toto Dwijono yang berjudul: Politik Birokrasi di Lampung (Studi Implementasi Peraturan

Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 di Pemda Kota Bandar Lampung), menyimpulkan bahwa: (1) implementasi PP Nomor 41 Tahun 2007 di Kota Bandar Lampung berjalan sesuai prosedur, dan pengaruh kekuatan politik dalam proses penempatan pejabat masih dalam kondisi yang relatif tidak terlalu terintervensi. (2) Proses penempatan pejabat di satuan kerja Pemerintah Kota Bandar Lampung pasca implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 berjalan relatif baik ini ditandai dengan masih dipakainya prosedur Baperjakat dan penempatan tersebut tidak hanya memperhatikan aspek like and dislike akan tetapi juga aspek kompetensi. (3) Proses promosi yang dijalankan juga memperhatikan aspek teknis, antara lain tidak menempatkan pejabat yang bukan berlatar belakang teknis kedalam satuan kerja yang sifatnya teknis. 3. Sri Nuryani pada Tahun 2010 melakukan penelitian dengan judul: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Instansi DPPKKD Kabupaten Aceh Selatan Menurut Laporan Akuntanbilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Pasca Restrukturisasi Organisasi

Perangkat Daerah. Peneliti menyimpulkan bahwa 70,3% pegawai 19

adalah laki-laki dan perempuan hanya sebesar 26,70% yang bekerja pada instansi DPPKKD Kabupaten Aceh Selatan. Hal ini berarti pegawai yang bekerja pada instansi DPPKKD Kabupaten Aceh Selatan didominasi oleh para pegawai pria. Hal ini mempengaruhi tingkat fleksibilitas kerja dimana pria lebih efektif dan fleksibel dalam melakukan pekerjaan. Restrukturisasi organisasi yang selama ini dilaksanakan belum mencapai tujuan yang diharapkan intansi tersebut, artinya peningkatan kinerja Instansi DPPKKD setelah dilakukan restrukturisasi organisasi belum maksimal yang ditunjukkan oleh kinerja anggaran yang mengalami penurunan pasca

restrukturisasi, yakni dari daya serap 86,0% pada tahun 2008 menurun menjadi 77,75% pada tahun 2009. 4. Analisis Penataan Organisasi Sub Dinas Pengairan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Brebes yang dilakukan oleh Mochamad Sodiq (2008). Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan langkahlangkah penyusunan struktur organisasi yang dikemukakan LAN yang merupakan penjabaran dari pendapat Prayudi, yaitu : 1) Menetapkan visi, misi, tujaun, 2) Mengidentifikasi urusan pemerintahan, 3) Grouping work activities, 4) Pendelegasian work activities 5) Mendesain struktur organisasi (rantai komando/chain of command). Diperoleh hasil sebagai berikut: Kepala, Sekretariat, 3 subbag, 3 bidang, 6 seksi dan 9 UPTD. yang masing-masing UPTD. dilengkapi

20

dengan perangkat yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007. Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa impelementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 di Kota Bandar Lampung terlaksana secara efektif sedangkan Aceh Selatan belum efektif karena faktor kesiapan dan komitmen sumber daya manusia (pegawai) dalam mengimplementasikan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 sesuai tugas dan fungsi yang baru. Penelitian yang dilakukan ini memiliki kemiripan dengan yang dilakukan oleh keempat peneliti yang dikemukakan di atas, namun memiliki perbedaan dari segi lokasi penelitian, variabel penelitian dan periode pelaksanaan penelitian. Dengan demikian, maka hasil

penelitiannya juga akan sangat berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya.

2.2. LANDASAN TEORI 2.2.1. Efektivitas dan Pendekatannya Konsep efektivitas sesungguhnya merupakan suatu konsep yang luas, mencakup berbagai faktor di dalam maupun di luar organisasi. Konsep efektivitas ini oleh para ahli belum ada keseragaman pandangan, dan hal tersebut dikarenakan sudut pandang yang dilakukan dengan pendekatan disiplin ilmu yang berbeda, sehingga melahirkan konsep yang berbeda pula dalam pengukurannya. Namun demikian, banyak juga ahli 21

dan peneliti yang telah mengungkapkan apa dan bagaimana mengukur efektivitas itu. secara sederhana, efektivitas organisasi dapat dirumuskan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan. Menurut Komaruddin (1994:294) efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Selanjutnya The Liang Gie (2000 : 24) juga mengemukakan bahwa efektivitas adalah keadaan atau kemampuan kerja yang dilaksanakan oleh manusia untuk memberikan guna yang diharapkan. Sedangkan Gibson (1984 : 28) mengemukakan bahwa efektivitas dalam konteks perilaku organisasi merupakan hubungan antar produksi, kualitas, efisiensi, fleksibilitas, kepuasan, sifat keunggulan dan pengembangan. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat diketahui bahwa efektivitas merupakan suatu konsep yang sangat penting karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sasarannya atau dapat dikatakan bahwa efektivitas merupakan tingkat ketercapaian tujuan dari aktivasi-aktivasi yang telah dilaksanakan dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk menganalisis efektif tidaknya suatu organisai tentunya diperlukan pengukuran dan penilaian, sedangkan pendekatan dalam pengukuran dan penilaian efektivitas organisasi beraneka ragam

sebagaimana yang dikemukakan oleh sejumlah ahli sebagai berikut; 22

Gibson et al (1995 : 380) menegaskan pendekatan dalam menilai efektivitas organisasi adalah: 1. Pendekatan Tujuan Pendekatan tujuan untuk mendefinisikan dan mengevaluasi efektivitas merupakan pendekatan tertua dan paling luas digunakan. Menurut pendekatan ini, keberadaan organisasi dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Pendekatan tujuan menekankan peranan sentral dari pencapaian tujuan sebagai kriteria untuk menilai efektivitas serta mempunyai pengaruh yang kuat atas pengembangan teori dan praktek manajemen dan perilaku organisasi, tetapi sulit memahami bagaimana melakukannya. Alternatif terhadap pendekatan tujuan ini adalah pendekatan teori sistem; 2. Pendekatan Teori Sistem Teori sistem menekankan pada pertahanan elemen dasar masukanproses-pengeluaran dan mengadaptasi terhadap lingkungan yang lebih luas yang menopang organisasi. Teori ini menggambarkan hubungan organisasi terhadap sistem yang lebih besar, dimana organisasi menjadi bagiannya. Konsep organisasi sebagian suatu sistem yang berkaitan dengan sistem yang lebih besar

memperkenalkan pentingnya umpan balik yang ditujukan sebagai informasi mencerminkan hasil dari suatu tindakan atau serangkaian tindakan oleh seseorang, kelompok atau organisasi.

23

Teori sistem juga menekankan pentingnya umpan balik informasi. Teori sistem dapat disimpulkan: (1) Kriteria efektivitas harus mencerminkan siklus masukan-proses-keluaran, bukan keluaran yang sederhana, dan (2) Kriteria efektivitas harus mencerminkan hubungan antar organisasi dan lingkungn yang lebih besar dimana organisasi itu berada. Jadi : (1) Efektivitas organisasi adalah konsep dengan cakupan luas termasuk sejumlah konsep komponen. (3) Tugas

manajerial adalah menjaga keseimbangan optimal antara komponen dan bagiannya; 3. Pendekatan Multiple Constituency Pendekatan ini adalah perspektif yang menekankan pentingnya hubungan relatif di antara kepentingan kelompok dan individual dalam hubungan relatif diantara kepentingan kelompok dan individual dalam suatu organisasi. Dengan pendekatan ini memungkinkan pentingnya hubungan relatif diantara kepentingan kelompok dan individual dalam suatu organisasi. Dengan pendekatan ini memungkinkan

mengkombinasikan tujuan dan pendekatan sistem guna memperoleh pendekatan yang lebih tepat bagi efektivitas organisasi. Sementara itu Robbins (1994:54) mengungkapkan juga mengenai pendekatan dalam efektivitas organisasi adalah : 1. Pendekatan pencapaian tujuan (goal attainment approach) Pendekatan ini memandang bahwa keefektifan organisasi dapat dilihat dari pencapaian tujuannya (ends) daripada caranya (means). Kriteria 24

pendekatan yang populer digunakan adalah memaksimalkan laba, memenangkan persaingan dan lain sebagainya. Metode manajemen yang terkait dengan pendekatan ini dikenal dengan Manajemen By Objectives (MBO) yaitu falsafah manajemen yang menilai keefektifan organisasi dan anggotanya dengan cara menilai seberapa jauh mereka mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. 2. Pendekatan sistem Pendekatan ini menekankan bahwa untuk meningkatkan

kelangsungan hidup organisasi, maka perlu diperhatikan adalah sumber daya manusianya, mempertahankan diri secara internal dan memperbaiki struktur organisasi dan pemanfaatan teknologi agar dapat berintegrasi dengan lingkungan yang darinya organisasi tersebut memerlukan dukungan terus menerus bagi kelangsungan hidupnya. 3. Pendekatan konstituensi strategis Pendekatan ini menekankan pada pemenuhan tuntutan konstituensi itu di dalam lingkungan yang darinya orang tersebut memerlukan dukungan yang terus menerus bagi kelangsungan hidupnya. 4. Pendekatan nilai-nilai bersaing Pendekatan ini mencoba mempersatukan ke tiga pendekatan diatas, masing-masing didasarkan atas suatu kelompok nilai. Masing-masing didasarkan atas suatu kelompok nilai. Masing-masing nilai selanjutnya lebih disukai berdasarkan daur hidup di mana organisasi itu berada.

25

Berdasarkan pendapat di atas, dapat diketahui bahwa pendekatan tujuan didasarkan pada pandangan bahwa organisasi diciptakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Dalam teori sistem, organisasi dipandang sebagai suatu unsur dari sejumlah unsur yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Sedangkan pendekatan Multiple Constituency

merupakan pendekatan yang menggabungkan pendekatan tujuan dengan pendekatan sistem sehingga diperoleh satu pendekatan yang lebih komperhensif bagi tercapainya efektifitas organisasi. Sementara itu, untuk pendekatan nilai-nilai bersaing merupakan pendekatan yang menyatukan ketiga pendekatan yang telah dikemukakan di atas yang disesuaikan dengan nilai suatu kelompok. Efektivitas organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasarannya. Efektivitas merupakan suatu konsep yang sangat penting dalam teori organisasi, karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan organisasi dalam mencapai sasarannya. Tetapi pengukuran efektivitas organisasi bukanlah suatu hal yang sederhana. Banyak organisasi yang besar dengan banyak bagian yang sifatnya saling berbeda. Bagian-bagian tersebut mempunyai sasarannya sendiri yang satu sama lain berbeda, sehingga menimbulkan kesulitan dalam melakukan pengukuran efektivitas. Pada umunya dapat digunakan beberapa dimensi berikut untuk mengukur efektivitas organisasi : 26

1. Kemampuan organisasi untuk memanfaatkan lingkungan untuk memperoleh berbagai jenis sumber yang bersifat langkah dan nilainya tinggi; 2. Kemampuan para pengambil keputusan dalam organisasi untuk menginterprestasikan sifat lingkungan secara tepat; 3. Kemampuan organisasi untuk menghasilkan output tertentu dengan menggunakan sumber yang diperoleh; 4. Kemampuan organisasi dalam memelihara kegiatan

operasionalnya sehari-hari; 5. Kemampuan organisasi untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan. Perspektif yang lain melihat organisasi sebagai suatu sistem terbuka, terus menerus berusaha untuk mengurangi ketergantungannya pada kekuatan-kekuatan lingkungan sementara memaksimalkan sumbersumber daya yang diperolehnya dari lingkungannya dan dari organisasiorganisasi lain. Suatu organisasi berusaha untuk mempertahankan bagi dirinya tingkat fleksibilitas yang diperlukan agar organisasi tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan, baik didalam dirinya sendiri maupun lingkungan luar. Pendekatan sistem terbuka melihat efisiensi dan efektivitas sekedar sebagai dua unsur yang dipakai dalam penilaian-penilaian organisasi berikut alokasi sumber dayanya.

27

Geartner dan Ramanarayan mengemukakan hal ini sebagai ringkas (succinctly). efktivitas dalam suatu organisasi bukan suatu benda atau suatu tujuan, atau suatu karakteristik dari out put atau perilaku organisasi, tetapi cukup suatu pernyataan dari relasi-relasi di dalam dan di antara jumlah yang relevan dari organisasi tersebut. Suatu organisasi yang efektif adalah yang dapat membuat laporan tentang dirinya dan aktivitasaktivitasnya menurut cara-cara dalam mana capaian-capaian tersebut dapat diterima. Pandangan ini memahami efektivitas sebagai proses negosiasi yang terus menerus, ketimbang sebagai suatu yang diproduksikan. Permasalahan apakah organisasi efektif senantiasa menantang suatu jawaban yang tepat. Proses yang dipakai oleh para pemimpin instansi untuk menetapkan efektivitas organisasi mencakup pengamatan terhdap lingkungan yang terus menerus guna menjamin bahwa output-output organisasi yang dicapai oleh seorang anggota kelompok dianggap cocok dan diterima tidak akan jauh (menyepi dari yang lain, yang sumber daya organisasinya harus mengandalkan bagi kemajuan masa depannya). Pendeknya kemampuan dari suatu instansi publik untuk memenuhi mandat perundang-undangannya menuntut perbaikan yang terus menerus dari berbagai reputasi yang akan diperoleh diantara berbagai anggota kelompok, yang terus menerus memusatkan pada suatu aspek yang terisolasi dari instansi.

28

Khususnya dalam kaitannya dengan tuntutan pelaksanaan otonomi daerah. Pengembangan organisasi ini berupa pembentukan struktur organisasi baru yang dibutuhkan dalam melaksanakan tuntutan otonomi, dan di lain pihak juga merupakan peleburan dan likuidasi struktur organisasi yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan daerah. Birokrasi yang besar tidak identik dengan birokrasi yang efektif, sebab ukuran efektifitas birokrasi adalah kompetensinya dalam

melaksanakan tugas dan pelayanan kepada masyarakat, bukan besaran skalanya, apalagi jumlah aparatnya. 2.2.2. Faktor yang Mempengaruhi dan Kriteria Pengukuran

Efektivitas Efektivitas organisasi publik maupun bisnis dapat dikaji secara komprehensif dari tiga perspektif, yaitu individu, kelompok, dan organisasi. Hal ini dimaksudkan bahwa di dalam mengukur efektivitas suatu organisasi maka yang pertama harus diukur adalah efektivitas individu yang menekankan pada kinerja pelaksanaan tugas dari karyawan tertentu pada unit tertentu. Selanjutnya, efektivitas kelompok menggambarkan kontribusi secara sinergis seluruh anggota kelompok pada unit kerja tertentu. Akhirnya, efektivtas organisasi mencerminkan pencapaian tujuan organisasi yang merupakan konstribusi dari setiap unit atau bagian dalam suatu organisasi secara keseluruhan. Hubungan ketiga perspektif tersebut menurut Gibson, et al, (1995: 32) dapat digambarkan sebagai berikut: 29

Gambar 2.1 Hubungan efektivitas Efektivitas Individu Efektivitas kelompok Efektivitas Organisasi

Sumber : Gibson, et al, (1995:32)

Oleh karena itu dalam setiap upaya manajemen atau pemimpin organisasi untuk meningkatkan efektivitas organisasi harus

memperhatikan hubungan individu dalam kelompok dan kelompok tehadap organisasi. Berdasarkan pandangan tersebut maka dapat dikemukakan bahwa efektivitas suatu organisasi dalam mencapai tujuan atau sasaran atau pelaksanaan program dan kegiatan tertentu sudah pasti dipengaruhi oleh sejumlah unsur atau faktor, baik terhadap efektivitas individu, kelompok, maupun organisasi. Hasil Penelitian John R. Kemberly dan David B.Rottaman (1987) sebagaimana yang dikutip oleh Gibson et, al (1995) menunjukkan bahwa terdapat sejumlah faktor yang menjadi penyebab efektivitas individu, kelompok, dan organisasi yaitu: Tabel 2.1. Sebab Efektivitas Efektivitas Kelompok

Efektivitas Individu

Efektivitas Organisasi Sebab-sebab: Lingkungan Teknologi Pilihan strategi Struktur Proses Kultur

Sebab-sebab: Sebab-sebab: Kemampuan Keterpaduan Keterampilan Kepemimpinan Pengetahuan Struktur Sikap Status Motivasi Peran Stress Norma-norma Sumber : Gibson, et al (1995:32) 30

Sumber : Gibson, et al (1995:51). Menurut Richard M Steers (1985:8) terdapat empat faktor yang mempengaruhi efektivitas suatu organisasi, yaitu: 1. Karakteristik organisasi adalah hubungan yang sifatnya relatif tetap seperti susunan sumber daya manusia yang terdapat dalam

organisasi. Struktur merupakan cara yang unik menempatkan manusia dalam rangka menciptakan sebuah organisasi. Dalam struktur, manusia ditempatkan sebagai bagian dari suatu hubungan yang relatif tetap yang akan menentukan pola interaksi dan tingkah laku yang berorientasi pada tugas. 2. Karakteristik Lingkungan, mencakup dua aspek. Aspek pertama adalah lingkungan ekstern yaitu lingkungan yang berada di luar batas organisasi dan sangat berpengaruh terhadap organisasi, terutama dalam pembuatan keputusan dan pengambilan tindakan. Aspek kedua adalah lingkungan intern yang dikenal sebagai iklim organisasi yaitu lingkungan yang secara keseluruhan dalam lingkungan organisasi. 3. Karakteristik Pekerja merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap efektivitas. Di dalam diri setiap individu akan ditemukan banyak perbedaan, akan tetapi kesadaran individu akan perbedaan itu sangat penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Jadi apabila suatu organisasi menginginkan keberhasilan, organisasi tersebut harus dapat mengintegrasikan tujuan individu dengan tujuan organisasi.

31

4. Karakteristik Manajemen adalah strategi dan mekanisme kerja yang dirancang untuk mengkondisikan semua hal yang di dalam organisasi sehingga efektivitas tercapai. Kebijakan dan praktek manajemen merupakan alat bagi pimpinan untuk mengarahkan setiap kegiatan guna mencapai tujuan organisasi. Dalam melaksanakan kebijakan dan praktek manajemen harus memperhatikan manusia, tidak hanya mementingkan strategi dan mekanisme kerja saja. Mekanisme ini meliputi penyusunan tujuan strategis, pencari-an dan pemanfaatan atas sumber daya, penciptaan lingkungan prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan keputusan, serta adaptasi terhadap perubahan lingkungan inovasi organisasi. Efektivitas dalam kegiatan organisasi dapat dirumuskan sebagai tingkat perwujudan sasaran yang menunjukkan sejauh mana sasaran telah dicapai. Sumaryadi (2005:105) berpendapat dalam bukunya Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah bahwa Organisasi dapat dikatakan efektif bila organisasi tersebut dapat sepenuhnya mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Efektivitas umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan operatif dan operasional. Dengan

demikian pada dasarnya efektivitas adalah tingkat pencapaian tujuan atau sasaran organisasional sesuai yang ditetapkan. Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana seseorang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini

menghindikasikan bahwa, apabila sesuatu peker-jaan dapat dilakukan 32

dengan baik sesuai dengan yang direncanakan, maka dapat dikatakan efektif tanpa memperhatikan waktu, tenaga dan yang lain. Winardi

(2009:84) menjelaskan Efektivitas adalah hasil yang dicapai seorang pekerja dibandingkan dengan hasil produksi lain dalam jangka waktu tertentu, dan efektivitas keorganisasian dapat dianggap sebagai alat pengukur kualitas hubungan sebuah organisasi dengan lingkungannya. Semua pendapat di atas menggambarkan bahwa efektivitas hanya berkaitan dengan pencapaian unjuk kerja yang maksimal dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Jadi efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran, sedangkan masalah penggunaan masukan dibandingkan dengan keluaran yang dihasilkan lebih menekankan pada efisiensi. Oleh karena itu, diperlukan kriteria dan indikator untuk menilai efektif tidaknya pencapaian tujuan dan kerja suatu organisasi termasuk efektivitas implementasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Menurut Steers sebagaimana yang dikutip oleh Tangkilisan (2005:64) bahwa terdapat lima kriteria yang dapat digunakan dalam

pengukuran efektivitas organisasi yaitu:(1). Produktivitas; (2). Kemampuan adaptasi atau fleksibilitas; (3). Kepuasan kerja; (4). Kemampuan berlaba; dan (5). Pencarian sumber daya. Sementara itu menurut pendapat John.P.Campbell yang dikutip oleh Robbins (1995) dan Gibson,et al (1995) kriteria tentang keefektifan organisasi, antara lain: produktivitas, 33

efisiensi, laba, kualitas, kemangkiran, kepuasan kerja, motivasi, semangat juang, fleksibilitas, ketrampilan interpersonal managerial, pergantian pegawai, dan kesiapan. Berbagai kriteria efektivitas organisasi sebagaimana yang

dikemukakan oleh John P. Campell dirumuskan kembali oleh Gibsson et al (1995:51) dimana kriteria tersebut dihubungkan dengan waktu (dimensi waktu), yaitu: Tabel 2.2 Model Dimensi waktu dari Efektivitas Jangka pendek Jangka menengah Jangka Panjang Kelangsungan hidup

Produksi Persaingan Mutu Pengembangan Efisiensi Fleksibilitas Kepuasan Kesiapan Pergantian pegawai Sumber : Gibson, et al (1995:51).

Efektivitas organisasi jangka pendek sebagai penentu efektivitas organisasi jangka menengah dan efektivitas jangka menengah menjadi penentu efektivitas organisasi dalam jangka panjang yaitu kelangungan hidup organisasi atau institusi. Dalam kaitannya dengan efektivitas implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 di lingkungan Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur maka kriteria efektivitas yang digunakan adalah

fleksibilitas, kesiapan dan pergantian pegawai sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan perubahan organisasi sebagaimana diatur dalam berbagi 34

peraturan dan perundang-undangan tentang Organisasi Perangkat Daerah dan birokrasi pada umumnya. Fleksibilitas digunakan sebagai salah satu kriteria efektivitas implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dalam penelitian ini merupakan salah satu kriteria jangka pendek yaitu menyangkut kemampuan organisasi pemerintah untuk mengalihkan sumber daya dari aktivitas organisasi yang satu ke aktivitas organisasi yang yang lainnya guna menghasilkan produk dan pelayanan yang baru dan berbeda, serta menanggapi permintaan pelanggan atau tuntutan reformasi. Santora (1991:72-77) dan Denison dan Mishra (1989:169),

mengemukakan bahwa terdapat tiga aspek fleksibilitas mempengaruhi efektivitas organisasi. Pertama, adalah kemampuan dalam menjawab perubahan lingkungan eksternal (persaingan, peraturan pemerintah). Kedua, individu dan kelompok organisasi harus menjawab perubahan individu dan kelompok lain di dalam organisasi yang sama. Ketiga, organisasi harus dapat mengadaptasikan praktik perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian dan kebijakan untuk menjawab perubahan yang ada. Demi kepentingan jangka panjang maka pengembangan

organisasai dan staf merupakan ukuran efektivitas jangka menengah guna menjamin efektivitas organisai melalui investasi sumber daya (melalui

35

pendidikan dan pelatihan, sarana dan prasarana) guna memenuhi permintaan organisasi dan lingkungan mendatang. Pergantian menerima atau penempatan organisasi pegawai dan kesiapan supra untuk struktur

perubahan

sesuai

ketentuan

organisasi dan kemungkinan pengembangannya di masa datang juga digunakan sebagai kriteria efektivitas impelementasi Peraturan

Pemerintan Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasai Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dalam implementasi OPD sesuai peraturan pemerintah di atas, secara manajerial sangat diperlukan tujuan adanya pengendalian Untuk untuk

mamastikan

sejauhmana

tercapai.

terlaksananya

penngendalian (monitoring dan evaluasi) secara efektif dan efisien maka perlu ditetapkan standar kinerja, baik individu, kelompok maupun organisasi secara transparan. 2.2.3. Lembaga Milton J. Esman (dalam Joseph) lembaga diartikan sebagai suatu organisasi formal yang menghasilkan perubahan melindungi perubahan, dan jaringan dukungan-dukungan yang dikembangkannya. Sedangkan pengembangan kelembagaan menurut Arturo adalah sebagai proses untuk memperbaiki kemampuan lembaga guna mengefektifkan penggunaan sumber daya manusia dengan keuangan yang tersedia. Proses ini dapat secara internal digerakan oleh manajer sebuah lembaga atau dicampurtangan atau disponsori oleh pemerintah atau badan-badan 36

pembangunan. Lebih lanjut dikatakan sasaran yang ingin dicapai dari pengembangan organisasi adalah untuk mempermudah organisasi dalam melakukan perubahan, menghindarkan organisasi dari keruntuhan, keusangan dan kekakuan. Pengembangan organisasi perlu dilakukan karena organisasi hidup dalam dunia yang berubah dengan cepatnya, maka organisasi harus mampu melakukan inovasi dan kreativitas untuk mempertahankan kemajuannya. Dalam menghadapi berbagai tantangan penyebab perubahan tersebut organisasi dapat menyesuaikan diri dengan jalan: 1. Merubah struktur yaitu menambah satuan, mengurangi satuan, merubah kedudukan satuan, menggabungkan beberapa satuan tugas yang lebih besar, menjadi satuan yang lebih kecil, merubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi atau sebaliknya, merubah alur kontrol, merinci kembali kegiatan atau tugas, menambah pejabat, serta mengurangi pejabat. 2. Merubah tata kerja meliputi tata cara, tata aliran, tata tertib, dan

syarat-syarat melakukan pekerjaan. 3. Merubah sifat orang, sikap, tingkah laku, perilaku, dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan. 4. Melengkapi sarana kerja, menambah peralatan kerja.

37

Keempat macam perubahan tersebut saling berkaitan, satu sama lain. Sedangkan ciri-ciri perubahan yang berhasil itu menurut Siagian adalah : 1. Kemampuan bergerak lebih cepat dalam arti lebih inovatif dan tanggap terhadap tuntutan lingkungannya; 2. Sadar tentang pentingnya komitmen pada peningkatan mutu produk yang dihasilkan, berupa barang dan atau jasa; 3. Peningkatan keterlibatan para anggota organisasi dalam proses pengambilan keputusan, terutama yang menyangkut karier, pekerjaan dan penghasilannya; 4. Orientasi pada pelanggan yang kemampuan membeli, preferensi dan kecenderungannya perilaku selalu berubah; 5. Organisasi yang strukturnya menjurus kepada bentuk yang semakin datar dan bukan piramida, antara lain berkat penerapan teknologi dan perubahan kultur organisasi. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, lembaga merupakan bagian dari suatu organisasi yang dituntut untuk terus melakukan pembenahan dan penyesuaian guna memenuhi tuntutan dan kebutuhan dengan menggunakan sumber daya yang dimilikinya untuk mencapai tujuan dari organisasi. 2.2.4. Pemerintahan Daerah 38

1.

Pengertian Pemerintahan Istilah pemerintahan diartikan dengan perbuatan (cara, hal urusan

dan sebagainya) memerintah (Sri Soemantri, 1976:17). Secara etimologis, dapat diartikan sebagai tindakan yang terus menerus (kontinu) atau kebijaksanaan dengan menggunakan suatu rencana maupun akal (rasio) dan tata cara tertentu untu mencapai tujuan tertentu yang dikehendaki. (E. Utrech, 1986:28). Pengertian pemerintahan menurut Ndraha (2003:69) adalah katakata bahasa Inggris govern (memerintah) berasal dari bahasa latin gubernare atau Gerik Kybernan, artinya mengemudikan (sebuah kapal) menjadi memerintah di sini berarti mengemudikan. Kata bendanya adalah governance (latin gubernantia). Menunjukkan metode atau sistem pengemudian atau manajemen organisasi. Kata kerja govern digunakan di lapangan politik, kata bendanya menjadi government. Menurut Bagir Manan dan Kuntana Magnar, pemerintahan dalam arti luas mencakup semua alat kelengkapan negara, yang pada pokoknya terdiri dari cabang-cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif atau alat-alat kelengkapan negara lain yang juga bertindak untuk dan atas nama negara. Menurut uraian di atas, dalam arti luas pemerintahan merupakan semua aparatur/alat perlengkapan negara dalam rangka menjalankan segala tugas dan kewenangan/kekuasaan negara, baik kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif. 39

Pemerintahan dalam arti sempit, yaitu aparatur/alat kelengkapan negara yang hanya mempunyai tugas dan kewenang-an/ kekuasaan eksekutif saja, dengan kata lain pemerintahan dalam arti sempit ini tidak lain ialah hanya pemerintah. Uraian di atas terlepas dari pengertian pemerintahan secara luas penulis menyimpulkan bahwa, pemerintahan dalam artian sempit adalah merupakan alat-alat kelengkapan negara yang memiliki wewenang yang sah sesuai peraturan perundangan untuk melaksanakan fungsinya melindungi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. 2. Pemerintahan Daerah Berkaitan dengan Pemerintah Daerah dan Pemerintahan Daerah menurut pasal 1 huruf (b) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang dimaksud dengan pemerintahan daerah adalah Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan Prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya dalam Siswanto (2006:55) juga mengatakan bahwa Berdasarkan suatu teoritis atau asumsi-asumsi yang dapat diungkapkan adalah pola hubungan kewenangan yang setara, seimbang, dan sinergis, antar pemegang kekuasaan, yakni lembaga eksekutif dan lembaga legislatif daerah dalam penyeleng-garaan pemerintahan daerah, akan dapat menjadi basis ke arah terciptanya sistem checks and balance

40

sebagai prasyarat kearah perwujudan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih demokratis. Pengertian lain pemerintah daerah menurut Harsono (1992:7) berpendapat bahwa pemerintah daerah muncul karena semakin

meningkatnya kebutuhan-kebutuhan rakyat yang tinggal di dalam wilayah yang begitu luas, tidak cukup hanya diadakan oleh pemerintah khusus pusat di daerah saja melainkan masih dibutuhkan pemain lokal yang diserahi urusan-urusan tertentu untuk diselenggarakan sebagai urusan rumah tangga sendiri. Dari beberapa pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa

Pemerintah Daerah adalah lembaga yang memegang kekuasaan dalam pemerintahan daerah, di mana pemerintah daerah tersebut wajib melaksanakan tugasnya sebagai pelaksana yang diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri demi tercapainya tujuan yang diharapkan.

41

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1. LANDASAN HUKUM Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Provinsi Sunda Kecil. Berdasarkan atas keinginan serta hasrat dari rakyat Daerah Nusa Tenggara, dalam bentuk resolusi, mosi, pernyataan dan delegasi-delegasi kepada Pemerintahan Pusat dan Panitia Pembagian Daerah yang dibentuk dengan Keputusan saatnya untuk membagi daerah Provinsi Nusa Tenggara termasuk dalam Peraturan Pemerintahan RIS Noomor 21 Tahun 1950, (Lembaran Negara RIS tahun 1950 Nomor 59) menjadi tiga daerah Swatantra atau Daerah Tingkat I dimaksud oleh Undang-Undang Nomor I Tahun 1957. Akhirnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 Provinsi Nusa Tenggara di pecah menjadi Daerah Swatantra Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur meliputi daerah Flores, Sumba dan Timor serta pualupulau di sekitarnya. Secara geografis Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terletak di selatan katulistiwa pada posisi 80 120 Lintang Selatan dan 1180 1250 Bujur Timur. Batas-batas wilayah : Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Flores 42

Sebelah Selatan dengan Samudera Hindia Sebelah Timur dengan Negara Timor Leste Sebelah Barat dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan wilayah kepulauan yang

terdiri dari 566 pulau, 432 pulau diantaranya sudah mempunyai nama dan sisanya sampai saat ini belum mempunyai nama. Diantara 432 pulau yang sudah bernama terdapat 4 pulau besar: Flores, Sumba, Timor dan Alor (FLOBAMORA) dan pulau-pulau kecil antara lain: Adonara, Babi, Lomblen, Pamana Besar, Panga Batang, Parmahan, Rusah, Samhila, Solor (masuk wilayah Kabupaten Flotim/ Lembata), Pulau Batang, Kisu, Lapang, Pura, Rusa, Trweng (Kabupaten Alor), Pulau Dana, Doo, Landu Manifon, Manuk, Pamana, Raijna, Rote, Sawu, Semau (Kabupaten Kupang/ Rote Ndao), Pulau Loren, Komodo, Rinca, Sebabi, Sebayur Kecil, Sebayur Besar Serayu Besar (Wilayah Kabupaten Manggarai), Pulau Untelue (Kabupaten Ngada), Pulau Halura (Kabupaten Sumba Timur, dll. Dari seluruh pulau yang ada, 42 pulau telah berpenghuni sedangkan sisanya belum berpenghuni. Terdapat tiga pulau besar, yaitu pulau Flores, Sumba dan Timor, selebihnya adalah pulau-pulau kecil yang letaknya dalam zona tersebut Luas wilayah daratan 47.349,90 km2 atau 2,49% luas Indonesia dan luas wilayah perairan 200.000 km2 diluar perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).

43

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II dalam wilayah Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, maka daerah Swa Tantra Tingkat I Nusa Tenggara Timur dibagi menjadi 12 Daerah Swatantra Tingkat II (Monografi NTT, 1975, hal. 297). Adapun daerah Swatantra Tingkat II yang ada tersebut adalah : Sumba Barat, Sumba Timur, Manggarai, Ngada, Ende, Sikka, Flores Timur, Alor, Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara dan Belu. Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 dan Nomor 33 Tahun 2004 sebagai revisi dari kedua undang-undang tersebut, dan tuntutan pemekaran wilayah daerah tingkat II (Kabupaten) dengan tujuan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat maka pada saat ini dalam wilayah kerja Provinsi Nusa Tenggara Timur sudah terjadi pemekaran atau

pembentukan kabupaten baru sehingga menjadi 21 Kabupaten dan 1 Kota Madya.

44

Kabupaten baru yang merupakan hasil pemekaran adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Daftar Kabupaten Baru di Provinsi Nusa Tenggara Timur No. Kabupaten / Kota Hasil Pemekaran dari Kabupaten: 1 Kupang Kupang 2 Rote Ndao Kupang 3 Sabu Raijua Kupang 4 Lembata Flores Timur 5 Manggarai Barat Manggarai 6 Manggarai Timur Manggarai 7 Sumba Barat Daya Sumba Barat 8 Sumba Tengah Sumba Barat 9 Nagekeo Ngada Sumber: Setda Provinsi NTT, April 2011. Sejak pemisahan dari Provinsi Sunda Kelapa, Provinsi Nusa Tenggara Timur sudah dipimpin oleh sembilan (9) orang gubernur dan wakil gubernur, baik dipilih dan ditentukan oleh pemerintah pusat, pemilihan oleh DPRD, dan pemilihan langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Siapapun yang menjadi gubernur di Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam menjalankan tiga tugas dan fungsi utama yaitu pembangunan, adminsitrasi pemerintahan, dan pelayanan kepada masyarakat harus tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk otonomi, urusan wajib dan urusan pilihan yang harus ditunaikan, dan restrukturisasi organisasi pemerintah daerah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dengan memperhatikan pula kebutuhan daerah.

45

3.2. VISI DAN MISI PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 3.2.1. Visi Setiap organisasi memiliki impiannya di masa datang atau gambaran yang rasional dan menarik akan masa datang. Artinya impian atau cita-cita untuk menempatkan atau memposisikan organisasi tersebut di antara organisasi sejenis di masa datang. Para ahli umumnya mengartikan bahwa visi merupakan suatu pernyataan menyeluruh tentang gambaran ideal yang ingin dicapai oleh organisasi di masa datang. Atas dasar pemikiran tersebut maka Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai suatu organisasi publik merumuskan visinya sebagai berikut: Terwujudnya masyarakat Nusa Tenggara Timur yang berkualitas, sejahtera, Adil dan Demokratis, dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Visi tersebut mengandung pengertian bahwa kondisi Provinsi Nusa Tenggara Timur yang ingin diwujudkan dalam lima tahun mendatang

adalah Nusa Tenggara Timur yang memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas, memperhatikan keseimbangan antara kewajiban dan hak,

menghargai pendapat dan menerima pendapat orang lain. Berkualitas Mengandung makna bahwa dalam lima tahun kedepan terjadi

peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia NTT yang diukur berdasar46

kan perbaikan angka Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index), Angka Buta Aksara serta Tingkat Partisipasi Sekolah, Usia Harapan Hidup Penduduk; Status Gizi Balita; Tingkat Kematian Bayi dan Ibu Hamil dan Nisbah Sarana Kesehatan per Penduduk. Sejahtera Mengandung makna dalam lima tahun ke depan akan terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang diindikasikan dengan meningkatnya pendapatan perkapita penduduk Nusa Tenggara Timur yang berdampak pula pada menurunnya angka kemiskinan, serta peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana infrastruktur yang memadai guna pertumbuh-an ekonomi di Nusa Tenggara Timur Adil Mengandung makna pembangunan kesamaan hak dalam hukum dan pelayanan kemasyarakatan, pemerintahan dan pembangunan yang mencerminkan keterwakilan agenda pembangunan yang berdampak pada terjadinya pemerataan distribusi dan akses terhadap sumberdaya dan hasil-hasil pembangunan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masyarakat Nusa Tenggara Timur. Demokratis Mencerminkan keterwakilan proses dan substansi agenda-agenda mendukung

pembangunan yang dilakukan secara rasional dan obyektif dengan mempertimbangan aspek keterbukaan, partisipasi publik dan kesamaan,

47

dengan demikian menjamin adanya partisipasi masyarakat, transparansi, akuntabel sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku. Dalam Bingkai Negara Republik Indonesia Mengandung makna bahwa Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3.2.2. Misi Misi organisasi merupakan pernyataan yang jelas tentang

keberadaan organisasi tersebut , dan tidak menyatakan suatu hasil, tidak ada batas waktu atau pengukuran, dan menjadi dasar bagi para pemimpin atau pengambil kebijakan mengalokasikan sumberdaya dan penetapan tujuan organisasi. Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, maka misi pembangunan daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2009-2013 adalah: 1. Meningkatkan pendidikan yang berkualitas, relevan, efisien dan efektif yang dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat. Melalui misi ini pemerintah ingin meningkatkan kesempatan

pendidikan bagi masyarakat baik yang di kota mapun di desa dengan meningkatkan fasilitas pelayanan pendidikan baik jumlah, kualitas terutama penyebarannya, namun perluasan kesempatan belajar ini dibarengi pula dengan relevansi jenis dan jenjang pendidikan dengan kebutuhan masyarakatnya sehingga perluasan pendidikan dimaksud dapat efektif dan efisien.

48

2. Meningkatkan derajat dan kualitas kesehatan masyarakat melalui pelayanan yang dapat dijangkau seluruh masyarakat. Melalui misi ini pemerintah ingin meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pola hidup sehat, pemerataan pelayanan

kesehatan, meningkatkan fasilitas sarana dan prasarana kesehatan serta peningkatan kualitas gizi masyarakat yang tiap tahunnya terus melanda Nusa Tenggara Timur kualitas sumber daya manusia. 3. Memberdayakan ekonomi rakyat dengan mengembangkan pelaku ekonomi yang mampu memanfaatkan keunggulan potensi lokal. Melalui misi ini pemerintah ingin meningkatkan kesejahteraan penduduk yang saat ini cukup memprihatinkan akibat masih tingginya angka kemiskinan yang disebabkan oleh rendahnya pendapatan perkapita, meningakatnya angka pengangguran, belum dan berdampak pada penurunan

berkembangnya sektor riil serta rendahnya pertumbuhan dan produktivitas UKM dan Koperasi. Untuk itu perekonomian Nusa Tenggara Timur yang saat ini masih mengandalkan sektor-sektor tradisonal harus juga memperhatikan sektor-sektor non tradisional seperti industri dan tersier khususnya jasa-jasa dengan

memanfaatkan potensi lokal yang ada. 4. Meningkatkan infrastruktur yang memadai agar masyarakat dapat memiliki akses untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.

49

Melalui misi ini pemerintah memandang peningkatan kesejahteraan masyarakat juga perekonomian, sangat bergantung pada kelayakan infrastruktur pembangunan yang ada. Untuk itu dalam lima tahun kedepan, pemerintah akan meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur baik dalam jumlah, kualitas serta

penyebarannya terutama sarana dan prasarana air dan listrik, transportasi darat, laut dan udara, pendidikan, kesehatan dan ekonomi serta infrastruktur perumahan dan permukiman. 5. Meningkatkan penegakan supremasi hukum dalam rangka

menjelmakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta mewujudkan masyarakat yang adil dan sadar hukum. Melalui misi ini, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur ingin

menata dan membina hukum tingkat daerah serta menempatkan supremasi hukum sebagai landasan pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan, dengan mengedepankan norma /kaidah hukum dalam masyarakat serta nilai-nilai sosial dan rasa keadilan

masyarakat. 6. Meningkatkan pembangunan yang berbasis tata ruang dan

lingkungan hidup. Melalui misi ini pemerintah ingin menunjukkan pentingnya

penanganan masalah penataan ruang yang merupakan salah satu matra dalam perencanaan pembangunan daerah, serta masalah

50

lingkungan hidup yang erat kaitanya dalam mendukung kehidupan masyarakat sehari-hari. 7. Meningkatkan akses perempuan, anak dan pemuda dalam sektor publik, serta meningkatkan perlindungan terhadap perempuan, anak dan pemuda. Sudah menjadi komitmen pembangunan nasional juga dunia untuk memperhatikan kualitas hidup serta perlindungan terhadap

perempuan dan anak. Untuk itu melalui misi ini pemerintah ingin meningkatkan perlindungan dan kualitas hidup perempuan dan anak melalui peningkatan akses perempuan dan anak dalam sektor publik serta meningkatnya perlindungan hukum bagi perempuan dan anak. 8. Mempercepat kawasan penanggulangn kemiskinan, daerah pengembangan kepulauan, dan

perbatasan,

pembangunan

pembangunan daerah rawan bencana alam. Melalui misi ini pemerintah daerah menekankan pada percepatan penanggulangan masalah yang mendasar pada masyarakat Nusa Tenggara Timur umumnya dan masyarakat desa khususnya yakni masalah kemiskinan. Selain itu Nusa Tenggara Timur juga hampir setiap tahun tertimpa bencana alam sehingga harus ada upaya

penanggulangan secepat mungkin agar masyarakat tidak harus terlalu menderita. Selain itu wilayah Nusa Tenggara Timur yang merupakan wilayah kepulauan perlu adanya strategi tersendiri dibandingkan dengan daerah daratan yang lebih mudah dijangkau, hal ini ditambah 51

lagi dengan posisi Nusa Tenggara Timur yang juga menjadi daerah perbatasan dengan Negara lain seperti Timor Leste dan Australia yang rawan terhadap masalah-masalah lintas batas termasuk penyelundupan. Untuk mewujudkan Visi dan Misi di atas selanjutnya diterjemahkan dalam 8 Agenda Pembangunan Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2009 - 2013 sebagai berikut: 1. Pemantapan Kualitas Pendidikan; 2. Pembangunan Kesehatan; 3. Pembangunan Ekonomi; 4. Pembangunan Infrastruktur; 5. Pembenahan sistem hukum (daerah) dan keadilan; 6. Konsolidasi Tata Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 7. Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Pemuda. 8. Agenda khusus: penanggulangan kemiskinan, pembangunan daerah perbatasan, pembangunan daerah kepulauan dan pembangunan daerah rawan bencana. Visi dan misi dari pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagaimana dikemukakan di atas, selanjutnya dijabarkan lagi kedalam visi dan misi dari masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah

(SKPD). Di lingkup Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur sesuai dengan bidang tugas dan fungsi pokok masing-masing satuan kerja. Dua biro dari

52

sepuluh biro antaranya yaitu Biro Hukum dan Kepegawaian masingmasing merumuskan visi dan misinya sebagai berikut: (1) Biro Kepegawaian Visi: Terwujudnya pelayanan administrasi kepegawaian yang

profesional, berkualitas, akuntabel, transparan dengan komitmen Tepat Aturan, Tepat Waktu dan Tepat Orang. Misi: (1) pemberian pelayanan administrasi kepegawaian secara profesional dan berkualitas dengan sikap hati yang iklas, jujur dan adil. (2) penetapan manajemen kepegawaian yang terbuka. (3) peningkatan pengetahuan dan ketrampilan serta profesionalitas Pegawai Negeri Sipil melalui diklat formal, diklat penjenjangan dan diklat teknis funsgioanl. (4) pelaksanaan pembinaan aparatur dengan prinsip reward dan punishment. (2) Biro Hukum Visi: Biro hukum sebagai salah satu pilar terlaksananya supremasi hukum di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Misi: (1) menyusun produk hukum sesuai dengan kebutuhan daerah dan masyarakat Nusa Tenggara Timur. (2) Mendidik sumber daya manusia di bidang hukum sebagai perancang, pengacara, konsultasi dan dokumentasi produk hukum. (3) Mengakan sosialisasi produk hukum kepada masyarakat secara langsung berupa seminar, 53

lokakarya, rapat kerja dan sosialisasi tidak langsung melalui media RRI, media cetak, internet, online, dan lembaran daerah. (4) Mengadakan pembinaan, pengawasan, evalusi, pengkajian dan pembatalan terhadap produk hukum kabuapten/kota sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (5) memberi bantuan hukum di pengadilan dan konsul-tasi hukum di luar pengadilan. (6) koordinasi pembinaan dan pemajuan HAM di Daerah. Visi dan misi yang telah dirumuskan oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan SKPD yang berada di bawahnya selanjutnya

dijabarkan kedalam tujuan, sasaran dan program serta strategi kerja untuk mendukung tercapainya visi dan misi tersebut.

3.3.

STRUKTUR ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Demi kelancaran pelaksanaan administrasi pemerintahan,

pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan kepada masyarakat secara luas, dan demi mewujudkan visi dan misi pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur maka diperlukan organisasi yang efektif dan ditata secara efektif dan efisien pula sesuai peraturan dan perundangundanangan yang berlaku. Struktur organisasi dimaksudkan pada dasarnya menetapkan bagaimana tugas akan dibagikan kepada semua anggota organisasi, siapa melapor kepada siapa, dan mekanisme koordinasi, monitoring dan 54

evaluasi serta pengendalian yang formal serta interaksi yang akan diikuti oleh semua anggota organisasi atau karyawan. Struktur Organisasi dapat diartikan sebagai suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi pemerintah dalam menjalankan kegiatan operasional bahwa untuk mencapai sebuah struktur tujuan. Robbins (1995: 6) organisasi mempunyai tiga

menegaskan

komponen: kompleksitas, formalisasi dan sentralisasi. Dengan demikian struktur Organisasi diperlukan untuk menggambarkan secara jelas pemisahan kegiatan atau pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan tugas dan fungsi dibatasi. Struktur organisasi Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur, baik sebelum maupun sejak implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dirancang sedemikian rupa sehingga ketiga komponen tersebut di atas tercermin dalam struktur organisasi tersebut dengan jaminan bahwa semua urusan secara efketif dan efisien. Struktur organisasi Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada lampiran dari tulisan ini. Dari struktur organisasi tersebut terbaca bahwa adanya spesialisasi kegiatan kerja, adanya standardisasi kegiatan kerja, dan adanya koordinasi kegiatan kerja antar unit-unit atau satuan-satuan organisasi di lingkungan Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur. wajib dan pilihan dapat dilaksanakan

55

3.4. TUGAS DAN FUNGSI ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai salah satu elemen dalam sistem kepemerintahan Indonesia menjalankan fungsifungsi pemerintahan seperti, pembangunan, pelayanan, dan

pemberdayaan. Melalui fungsi-fungsi ini Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur bersama semua pemangku kepentingan terus

mengupayakan terwujudnya common good (kesejahteraan bersama) bagi seluruh individu dan masyarakat Nusa Tenggara Timur . Sejalan dengan itu, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menyelenggarakan tugas-tugas pokok pemerintahan sebagaimana

dijalankan oleh sebuah pemerintahan yang baik. Tugas pokok-tugas pokok dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Mewujudkan ketentraman dan ketertiban umum sehingga tidak terjadi konflik antar masyarakat dengan masyarakat, atau antara masyarakat dengan pemerintah. Kondisi tentram dan tertib merupakan prasyarat mendasar bagi terselenggaranya seluruh aktifitas

kepemerintahan dan kemasyarakatan. 2. Menyediakan semua kebutuhan dasar bagi individu dan

masyarakat. Pangan, papan, dan sandang, harus senantiasa tersedia dengan harga yang sangat terjangkau oleh setiap individu. Makanan, pakaian, dan rumah perlu senantiasa dikelola dengan sebaik-baiknya 56

sehingga setiap individu, keluarga dan masyarakat dapat memilikinya agar dapat hidup secara layak dan beradab. 3. Mewujudkan individu dan masyarakat yang sehat jasmani dan rohani. Kondisi sehat yang dialami oleh individu dan masyarakat akan menjadi modal penting untuk mampu menjalani kehidupan secara teratur, terarah, dan produktif. Tanpa kondisi yang sehat maka produktifitas individu dan masyarakat akan menurun dan pada gilirannya hanya akan menjadi beban bagi sesama dan negara. 4. Mencerdaskan individu dan masyarakat secara bertahap,

bertingkat, dan berlanjut agar dapat menjalani kehidupannya secara penuh dan bermanfaat. Dalam konteks ini pemerintah akan

memfasilitasi dan mendorong semua individu untuk dapat menguasai pengetahuan, keterampilan, dan teknologi sehingga dapat terus maju dan dapat bersaing secara sehat pada tataran lokal, regional, nasional, dan internasional. 5. Membangun infrastruktur untuk mempermudah individu dan

masyarakat dalam berkomunikasi dan berusaha. Hal ini akan terwujud dalam penyediaan jalan raya, jembatan, bandar udara, pelabuhan laut, stasiun kereta api, terminal, pasar bendungan dan irigasi dan sebagainya. 6. Memperhatikan, memelihara, dan memberdayakan individu,

masyarakat yang lemah, terlantar, terpinggirkan, dan tak berdaya. Pemerintah tidak menciptakan ketergantungan tetapi dengan metode 57

dan pendekatan yang tepat justru membantu dan menolong mereka untuk dapat mandiri dan pada gilirannya dapat menolong sesamanya untuk dapat mandiri. 7. Melestarikan dan memulihkan lingkungan hidup. Manusia tidak akan terlepas dari lingkungan hidup. Ia berada di tengah-tengah lingkungan hidup bahkan sebagai bagian dari lingkungan hidup itu sendiri. Oleh karena itu, adalah bijak apabila setiap orang tidak hanya mengambil dan menghabiskan sumber daya dari alam, tetapi mesti dapat memberikan sumbangan positif untuk memulih-kan dan memelihara lingkungan hidup secara berkelanjutan. Untuk menjelaskan Tugas Pokok dan Fungsi tersebut di atas, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dilengkapi dengan Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 8 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang terdiri dari : a) Sekretariat Daerah, yang terdiri dari : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Biro Pemerintahan Biro Hukum Biro Kesejahteraan Rakyat Biro Perekonomian Biro Administrasi Pembangunan Biro Pemberdayaan Perempuan 58

7. 8. 9. 10.

Biro Umum Biro Kepegawaian Biro Keuangan Biro Organisasi

b) Sekretariat DPRD c) Dinas, terdiri dari : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Dinas Kesehatan Dinas Pekerjaan Umum Dinas Koperasi dan UMKM Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dinas Perhubungan Dinas Komunikasi dan Informatika Dinas Pendapatan dan Aset Daerah Dinas Sosial

10. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 11. Dinas Kelautan dan Perikanan 12. Dinas Pertanian dan Perkebunan 13. Dinas Peternakan 14. Dinas Kehutanan 15. Dinas Pertambangan dan Energi 16. Dinas Perindustrian dan Perdagangan d) Lembaga Teknis Daerah, terdiri dari : 59

1. 2. 3. 4. 5.

Inspektorat Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Badan Lingkungan Hidup Daerah Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan

Masyarakat 6. 7. 8. 9. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Badan Arsip Daerah Badan Perpustakaan Daerah Badan Pendidikan, Pelatihan, Penelitian dan

Pengembangan Daerah 10. 11. 12. RSUD Prof. DR. W. Z. Johanes Kupang Kantor Pengolahan Data Elektronik Kantor Penghubung

e) Lembaga Lain, terdiri dari : 1. 2. 3. 4. 5. 6. f) Badan Penanggulangan Bencana Daerah Pelaksana Harian Badan Narkotika Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu Badan Pengelola Perbatasan Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Badan Koordinas Penanaman Modal

Unit Pelaksana Teknis (UPT)

g) Staf Ahli 60

h) Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Adapun keterangan mengenai kesesuaian antara jabatan dengan golongan/pangkat yang ditetapkan untuk lingkup Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sebagai berikut : Tabel 3.2. Golongan/Pangkat dan Eselonisasi di Lingkup Setda NTT No. Jabatan Gol/ Pngkt 1 Sekretaris Daerah IV/c 2 Asisten Pemerintahan dan Kesra IV/c 3 Asisten Perekonomain dan PemIV/c bangunan 4 Asisten Administrasi Umum IV/c 5 Biro Pemerintahan IV/b 6 Biro Hukum IV/c 7 Biro Kesejahteraan Rakyat IV/b 8 Biro Perkonomian IV/c 9 Biro Administrasi Pembangunan IV/b 10 Biro Pemberdayaan Perempuan IV/b 11 Biro Umum IV/c 12 Biro Kepegawaian IV/c 13 Biro Keuangan IV/b 14 Biro Organisasi IV/b 15 Sekretaris DPRD IV/b Staf Ahli: 1 Bidang Ekonomi IV/d 2 Bidang Pengembangan Kawasan& IV/c Wilayah 3 Bidang Sumber Daya Manusia IV/c 4 Bidang Hukum dan HAM IV/c 5 Bidang Politik dan Pemerintahan IV/c Sumber: Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2010. Eselon IB IIA IIA IIA IIB IIB IIB IIB IIB IIB IIB IIB IIB IIB IIB IIA IIA IIA IIA IIA

Sementara itu, untuk jabatan kepala bagian dan Kepala Sub Bagian pada semua biro di lingkup Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur ditempatkan pegawai dengan pangkat dan golongan minimal Pembina

61

(IV/a) untuk Kepala Bagian dan Penata Tingkat I untuk Kepala Sub Bagian. 3.5. SUMBER DAYA MANUSIA Terselenggarannya tiga tugas pokok pemerintah yaitu

pembangunan, administrasi pemerintahan dan pelayanan kemasyarakat secara efektif dan efisien sangat ditentukan oleh keadaan dan ketersediaan tenaga kerja atau pegawai pada masing-masing unit atau satuan kerja. Banyaknya karyawan dengan spesifikasi keilmuan dan pengalaman tertentu sangat menentukan kelancaran pelaksanan tugas dan fungsi dalam mewujudkan tujuan organisasi. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki 6.905 orang pegawai yang berstatus Pegawai Negeri Sipil yang terdiri atas 4.348 orang laki-laki dan 2.557 orang perempuan yang tersebar pada lingkup Sekretariat Daerah (biro-biro), Dinas, Badan, Kantor, Sekretariat Dewan, RSUD, dan Unit Pelaksana Teknis Daerah. Pendidikan Pegawai Negeri Sipil mulai terendah (Sekolah Dasar) dan tertinggi Doktor. Keadaan Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan jenis kelamin terdapat pada tabel sebagai berikut: Tabel 3.3 Keadan PNS berdasarkan Jenis Kelamin Unit Kerja Setda/Biro Dinas Laki-laki 472 1739 % Perempua n 64 268 63 1022 % 36 37 Jumlah 740 2761

62

Badan/Kantor/Setwan 870 63 511 37 UPT/RSUD 332 16 1691 84 Total/Rerata 4348 63 2557 37 Sumber: Biro Kepegawaian Setda Provinsi NTT, April 2011

1381 2023 6905

Dari tabel tersebut jelas bahwa 63% Pegawai Negeri Sipil adalah laki-laki sedangkan perempuan hanya 37% saja kecuali pada RSUD didominasi oleh Pegawai Negeri Sipil perempuan. Komposisi dan

pegawai terbanyak ada pada dinas-dinas daerah sedangkan pada lingkungan Setda dan Biro hanya sebanyak 740 orang dengan komposisi: laki-laki sebanyal 472 orang dan perempuan sebanyak 268 orang. Berdasarkan pendidikan maka komposisi Pegawai Negeri Sipil pada Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah: Tabel 3.4. Keadaan PNS Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. Tingkat Pendidikan 1 2 Sekolah Dasar Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas 3 Diploma 1 4 Diploma 2 5 Diploma 3 / SM 6 Sarjana 7 Pasca Sarjana (S2) 8 Doktor Jumlah LakiLaki 156 175 1843 14 18 349 1541 244 8 4348 Perempua n 9 23 891 48 8 514 967 95 2 2557 Jumlah 165 198 2734 62 26 863 2508 339 10 6905

Sumber: Biro Kepegawaian Setda Provinsi NTT, April 2011 Tampilan data di atas menunjukkan bahwa 40% Pegawai Negeri Sipil yang dimiliki Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur berpendikan 63

SLTA, Diploma sebanyak 12% saja, Sarjana sebanyak 36% dan Magister serta Doktor sebanyak 6%. Khusus pada lingkungan Setda dan Biro

Provinsi Nusa Tenggara Timur jenjang pendidikan Pegawai Negeri Sipil dapat digambarkan bahwa 35% Pegawai Negeri Sipil yang berpendidikan SLTA, Sarjana dan Pasca Sarjana masing-masingnya 45% dan 6%. Data ini menginformasikan bahwa pada lingkup Setda di Biro-biro, Pegawai Negeri Sipil yang berpendidikan Sarjana mendominasi komposisi tersebut, dan secara perlahan tetapi pasti pemerintah daerah berusaha untuk mengurangi Pegawai Negeri Sipil yang berpendidikan SLTA dan memperbanyak yang Sajana dan Pasca Sarjana guna meningkatkan mutu pelayanan di lingkungan pemerintah daerah. Tabel 3.5. Keadaan Pegawai Negeri Sipil di Lingkup Setda Provinsi NTT Berdasarkan Tingkat Pendidikan Biro SD SLP SLA D1 D3 S1 S2 S3 Jmlh Biro Administrasi 0 2 10 0 3 35 4 0 54 Pembangunan 2. Biro Hukum 1 0 15 0 4 28 2 0 50 3 .Biro Kepegawaian 1 2 39 1 8 54 0 0 106 4. Biro Kesejahteraan 0 0 10 0 7 25 1 1 45 Rakyat 5 . Biro Keuangan 0 2 20 0 11 44 8 0 85 6. Biro Organisasi 1 0 14 0 0 19 4 0 38 7. Biro Pemberdayaan 0 0 16 0 1 18 4 0 39 Perempuan 8. Biro Pemerintahan 3 1 19 0 1 30 3 0 57 9. Biro Perekonomian 2 0 22 0 1 25 6 0 56 10. Biro Umum 12 27 104 1 13 44 9 0 210 Jumlah 20 34 259 2 46 332 41 1 740 Sumber: Biro Kepegawaian Setda Provinsi NTT, April 2011.
1.

64

Pangkat dan golongan Pegawai Negeri Sipil di lingkup Setda Provinsi Nusa Tenggara menjadi salah satu syarat formal yang digunakan untuk mempromosikan sesorang Pegawai Negeri Sipil untuk menduduki jabatan dan posisi tertentu. Berdasarkan data yang diperoleh dari Biro Kepegawaian Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur diketahui bahwa

komposisi Pegawai Negeri Sipil dilingkup Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dikemukakan sebagaimana pada tabel berikut: Tabel 3.6. Keadaan PNS pada Biro dan Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan Pangkat/Golongan Biro Gol I Gol II Gol III Gol IV Jmlh Biro Adm.Pembangunan 1 4 44 5 54 Biro Hukum 0 12 33 5 50 Biro Kepegawaian 1 24 77 4 106 Biro Kesejahteraan Rakyat 0 6 32 7 45 Biro Keuangan 0 12 68 5 85 Biro Organisasi 0 4 27 7 38 Biro Pemberdayaan 0 10 22 7 39 Permpuan 8 Biro Pemerintahan 1 13 40 3 57 9 Biro Perekonomian 0 12 37 7 56 10 Biro Umum 25 94 76 15 210 Jumlah 28 191 456 65 740 Sumber : Biro Kepegawaian Setda Provinsi NTT, April 2011 Komposisi pangkat/golongan Pegawai Negeri Sipil di lingkup Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur 62% didominasi golongan III sedangkan golongan IV hanya 8% saja dan sisanya golongan II dan golongan I. No. 1 2 3 4 5 6 7

65

66

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

PROFIL RESPONDEN Dalam rangka mewujudkan visi dan misinya, Sekertariat Daerah

Provinsi Nusa Tenggara Timur ditunjang oleh sumber daya manusia sebagai pelaksana pemerintahan. Sumber daya manusia pelaksana pemerintahan tersebut berjumlah 740 orang yang dapat diklasifikasikan berdasarkan golongan, gender, dan pendidikan sebagaimana

dikemukakan pada bab III, namun pada sub bagian ini penulis akan kedepankan profil responden khusus pegawai (20) yang dimintai tanggapan dan sikapnya berkaitan dengan restrukturisasi Organisasi Pemerintah Daerah (OPD). 4.1.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Karakteristik responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.1. Krakteristik Responden Berdasarkan Usia N o 1 2 3 4 Usia (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) 0% 15 % 40 % 45 % 100%

18-28 0 29-39 3 40-50 8 51-61 9 Jumlah 20 Sumber: Data primer, April 2011

67

Tabel di atas menunjukkan usia dominan adalah 40-61 tahun sebanyak 85% yang menandakan bahwa pegawai yang menjadi responden adalah relatif berusia tua. Data ini juga menjadi representase dari komposisi usia pegawai di lingkup Setda dan Biro-biro Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur dimana sebanyak 76% merupakan kelompok usia 4060 tahun. Informasi yang dapat dicermati dari data ini adalah bahwa organisasi/intansi Pemerintah Provinsi Nusa Tengara Timur membutuhkan para pegawai yang lebih matang, dewasa dan

berpengalaman dalam pembangunan, administrasi, dan pengelolaan keuangan daerah. Dari segi jenis kelamin, responden yang diwawancarai atau dimintai informasi berkaitan dengan restukturisasi atau penataan kelembagaan adalah 90% berjenis laki-laki dan perempuan sebanyak 10%. 4.1.2. Pendidikan Responden Krakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat digambarkan bahwa 60% adalah sarjana, 10% pasca sarjana, dan diploma sebanyak 10% dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas sebanyak 20%. Dominasi responden yang berpendidikan sarjana (60%) juga merupakan representase dari komposisi Pegawai Negeri Sipil di lingkup Sekretariat Daerah 45% adalah berpendidikan sarjana sedangkan yang berijazah SLTA sebesar 35%. Data yang disajikan pada tabel berikut ini menggambarkan tingkat pendidikan responden.

68

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) SLTA 4 Diploma 2 Strata 1 12 Strata 2 2 Jumlah 20 Sumber: data primer, April 2011 No 1 2 3 4 Persentase (%) 20 % 10 % 60 % 10% 100%

4.1.3. Karakteristik Golongan

Responden

Berdasarkan

Masa

Kerja

dan

Karakteristik responden berdasarkan masa/lama kerja pada Setda atau Biro di lingkungan pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah: Tabel 4.3. Karakteristik Respoden Berdasarkan Masa Kerja No 1 2 3 Lama Bekerja (tahun) 0-10 Tahun 11-20 Tahun 21-30 Tahun Jumlah (orang) 1 5 14 Persentase (%) 5% 25 % 70 %

Sumber: Data primer, April 2011

Data tabel diatas menunjukkan bahwa pegawai (responden) yang bekerja pada Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur yang memiliki usia

kerja masih rendah yaitu pegawai yang bekerja selama 0 hingga 10 tahun sebesar 5%, pegawai yang bekerja selama 11 hingga 20 tahun sebanyak

69

5 orang (25%) dan pegawai yang bekerja selama 21 hingga 30 tahun sebanyak 14 orang (70 %). Selanjutnya berdasarkan golongan/pangkat dari Pegawai Negeri Sipil (responden) dapat kemukakan bahwa 80% responden berada pada golongan III ( III c III d) dan hanya 20% golongan IV ( IVa). 4.1.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jabatan dan Unit Kerja Tabel 4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jabatan dan Unit Kerja Unit Kerja Jabatan/ Posisi Respoden Kabag Kasubbag Kabid Sekretari s Biro Hukum Biro Organisasi Biro Kepegawaian Biro Pemerintahan Biro Umum Setwilda BKPMD Dinas Perindag Badan Narkotika Lainnya Jumlah Sumber : Data Primer. 1 2 3 2 1 1 1 1 5 1 1 8 1 1 1 1 9 Staf

Krakteristik repsonden berdasarkan jabatan atau posisi yang miliki saat ini dapat djelaskan bahwa 40% adalah Kepala Sub Bagian pada biro-biro di lingkungan Setda provinsi Nusa Tenggara Timur, dan 45% staf baik ada pada Setda Provinsi Nusat Tenggara Timur maupun pada kantor dinas serta badan atau Satuan Kerja Perangkat Daerah lainnya. Sementara itu, Kepala Bagian, Kepala Bidang dan Sekretaris masing-masingnya sebesar 5%. 70

4.2.

PENATAAN KELEMBAGAAN atau menstukturkan suatu unit organisasi sudah

Penataan

merupakan tuntutan yang harus dilakukan oleh setiap organisasi mana pun sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan dan untuk menjaga kelangungan organisasi terutama efektivitas dan efisiensi dalam melayani stakeholders. Begitu pula di lingkungan Pemerintah Daerah Provnsi Nusa Tenggara Timur yang dibentuk dengan Undang-undang Nomor 64 Tahun 1958 dari waktu ke waktu selalui menyesuaikan diri dengan menata kembali organisasinya, terutama sejak masa Orde Baru hingga masa Reformasi. Tuntutan terakhir dalam penetaan kelembagaan pemerintah daerah adalah sejak Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 mengenai penataan organisasi pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 ini mengatur organisasi perangkat daerah (sekretariat daerah, inspektorat, dinas daerah, badan perencanaan pembangunan daerah, dan lembaga teknis daerah). Besarnya organisasi daerah yang akan dibentuk menurut peraturan pemerintah ini adalah sesuai dengan variabel jumlah penduduk, luas daerah, dan jumlah APBD sehingga nantinya akan ada organisasi dengan struktur minimal, sedang, dan maksimal. Kelembagaan dibentuk pemerintah daerah pada dasarnya

mewadahi sejumlah kewenangan urusan yang dimilki pemerintah daerah, 71

baik

wajib

maupun

pilihan.

Selanjutnya

kewenangan-kewenangan

pemerintah daerah tersebut mendasar dasar penentuan organisasi dan struktur organisasi serta Prosedur Operasional Standar (POS) untuk melaksanakan kewenangan-kewenangan tersebut secara efektif.

Penataan kelembagaan atau organisasi di lingkup Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki konsekunesi penentuan

organisasi dan perubahan struktur organisasi. Perubahan yang dilakukan terhadap sebagian ataupun secara keseluruhan struktur organisasi dalam rangka mencari bentuk yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi atau dikenal dengan restrukturisasi organisasi. Menurut Sedermayanti (2000:60) restrukturisasi dalam suatu organisasi dapat dilakukan melalui upaya manajemen dengan cara melakukan penataan ulang atau rekayasa ulang (reengineering) sehingga

perusahaan dapat melakukan adaptasi terhadap pengaruh perubahan lingkungannya, sehingga perusahan akan tetap bertahan hidup. Penataan kelembagaan sudah merupakan tuntutan dari suatu perubahan khususnya pelaksanaan otonomi daerah secara luas dan bertanggung jawab. Hal ini sejalan dengan padanangan Wastistiono (2001:49) bahwa perubahan

kebijakan otonomi perlu diikuti dengan penataan kembali organisasi pemerintah daerah secara mendasar. Penataan tersebut dapat berupa : 1. 2. 3. Perubahan unit organisasi; Pengabungan organisasi yang sudah ada; Penghapusan unit-unit organisasi yang sudah ada, dan 72

4.

Perubahan bentuk unit-unit yang sudah ada. Sejak awal era reformasi dan otonomi daerah ada kecendrungan

umum

untuk

melakukan

pemekaran

kelembagaan

di

lingkungan

pemerintah daerah. Hasil penelitian Hidjaz (2010: 53) menegaskan bahwa pemekaran yang dilakukan lebih dikarenakan untuk mengakomodasikan tekanan dari birokrasi yang berkembang terus dibandingkan untuk mengakomodasikan perkembangan fungsi karena kebutuhan riil hal

masyarakat yang harus dilayani. Lebih lanjut ditegaskan bahwa

tersebut lebih dipicu oleh karena tidak adanya kewajiban Pemerintah Daerah secara langsung untuk membiayai Daerah dan pejabat akibat pemekaran lembaga tersebut. Konsekunensi dari pemekaran organisasi dan struktur adalah biaya organisasi yang membebani APBN dan APBD. Untuk itu restrukturisasi organisasi pemerintah daerah mutlak harus dilakukan tanpa mengabaikan atau mengurangi tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam bidang pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 pasal 19 ditegaskan bahwa variabel besaran organisasi perangkat daerah ditetapkan berdasarkan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah Anggaran Pendapat-an dan Belanja Daerah (APBD). Selanjutnya besaran organisasi ditentukan berdasarkan perhitungan kriteria dari ketia variabel di atas. Untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai antara 40 sampai dengan 70 terdiri dari: 73

sekretariat daerah, yang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) asisten, sekretariat DPRD, dinas paling banyak 15; dan lembaga teknis paling banyak 10. Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tersebut ditindak lanjuti dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri dari 3 Asisten, 10 Biro, 41 Bagian dan 120 Sub Bagian. Kemudian Perda Nomor 10 Tahun 2008 yang mengatur tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur menetapkan 16 Dinas Daerah, dan Perda Nomor 11 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Bappeda dan Lembaga Teknis Daerah yang semuanya berjumlah 12 lembaga. Dengan mensandingkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 pasal 19 dan pasal 20 ayat 2 dengan kedua Perda yang mengatur Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat jelaskan bahwa pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur membentuk Organisasi Perangkat Daerah khususnya Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007. Dinas Daerah seharusnya hanya 15 ditentukan dan ditetapkan 16 lembaga, begitu pula Lembaga Teknis Daerah yang seharusnya 10 lembaga saja dibentuk dan ditetapkan 12 unit lembaga teknis. Berdasarkan wawancara dengan responden yaitu Lucius W. Luly 74

dan Adrianus Resi ( 16 dan 23 Maret 2011) masing-masing sebagai Kepala Sub Bagian pada Biro Organisasi Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur menyatakan; bahwa Besaran Organisasi Perangkat Daerah perlu disesuaikan dengan karakteristik kepulauan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Nusa Tenggara Timur memenuhi syarat untuk klasifikasi B namun dengan melihat kondisi geografis Nusa Tenggara Timur, maka ada pertimbangan khusus oleh pemerintah daerah untuk membentuk 16 Dinas Daerah dan 12 Lembaga Teknis walaupun membebani APBD Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sementara itu restrukturisasi kelembagaan pada lingkup Sekretariat Daerah khususnya biro-biro, maka tabel berikut dibawah ini: dapat dikemukakan sebagaimana

Tabel 4.5 Restrukturisasi Biro pada Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur N o 1 2 Sesuai PP 8 Tahun 2003 Biro Pemerintahan Biro Hukum Biro Bina Sosial 4 5 Biro Perekonomian Biro Penyusunan Program Sesuai PP 41 Tahun 2007 Biro Pemerintahan Biro Hukum Biro Kesejahteraan Rakyat Biro Perekonomian Biro Administrasi Pembangunan 75 Berubah nomenklatur Berubah nomenklatur Ket

6 7 8 9 10 11 12 13

Biro Pemberdayaan Perempuan Biro Umum Biro Kepegawaian Biro Keuangan Biro Organisasi Biro Humas Biro Pemerintahan Desa Biro Perlengkapan

Biro Pemberdayaan Perempuan Biro Umum Biro Kepegawaian Biro Keuangan Biro Organisasi Perumpuna n Perumpuna n Perumpuna n

Sumber: Biro Kepegawaian dan Setda Provinsi NTT, 2011

Perlu dijelaskan bahwa penataan kelembagaan dengan dasar hukum Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 terdapat 13 biro namun dengan pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 yang dijabarkan dalam Perda Nomor 8 Tahun 2008 hanya terdapat 10 biro di lingkup Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur. Biro Humas dan Biro Perlengkapan digabungkan dengan Biro Umum, dan kedua biro yang di gabung tersebut masing-masingnya satu bagian dari biro tersebut. Sementara itu, tugas dan fungsi Biro Pemerintahan Desa dirumpunkan sebagian ke Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa dan sebagiannya ke Biro Pemerintahan. Restrukturisasi dan perumpunan tiga biro kedalam biro yang lain ternyata kurang memperlancar pelaksanaan pembangunan, administrasi dan pelayanan kemasyarakatan. Biro Humas yang digabungkan ke Biro Umum ternyata tidak efektif sehingga perlu organisasi sendiri seperti 76

semula sebagaimana pendapat dari Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Frans Salem, Maret 2011); bahwa Biro Humas akan dikembalikan pada fungsinya semula yang berperan untuk mengekspose kegiatan gubernur dalam kaitan dengan pembangunan. Hal ini dilakukan mengingat setelah dua tahun penggabungan Biro Humas dengan Biro Umum, dampaknya sangat dirasakan oleh Pemda sebab kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Gubernur tidak disebarluaskan kepada masyarakat dengan optimal seperti sedia kala. Jika dievaluasi nanti maka Biro Pemberdayaan Perempuan akan dijadikan sebagai Badan saja . Penilian yang sama juga datang dari Bernardus Sa (Kasub bagian pada Biro Umum, Maret 2011) yang berpendapat; bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 41 perlu dievaluasi melalui dan dikaji kembali dan bila perlu direvisi untuk mengakomodir beberapa organisasi SKPD yang dihapus/merger sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah khususnya Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan tipologi kepulauan. Radja Banga (wawancara Maret 2011) yang merupakan staf pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan juga berpendapat;

bahwa dalam kaitannya dengan penerapan aturan ini dikaitkan dengan kondisi geografis wilayah NTT yang terdiri dari pulau-pulau sangat tidak cocok dengan kualifikasi yang ada dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 yang berdasarkan jumah penduduk dan besarnya APBD. Untuk itu Nusa Tenggara Timur harus diatur secara khusus berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas. Berdasarkan hasil wawancara sebagaimana dikemukakan di atas dalam implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dapat disimpulkan bahwa restrukturisasi pada Biro umum dan Biro Humas 77

kurang efektif dari segi pelaksanaan tugas dan fungsi kehumasan walaupun dari segi anggaran terjadi penghematan sedangkan biro-biro yang tidak mengalami restrukturisasi atau perumumpunan

implementasinya efektif baik dari segi pelaksanaan tugas dan fungsi maupun anggaran. Selain penggabungan atau perumpunan organisasi Biro dalam implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 ternyata terjadi pembentukan organisasi baru berupa Badan setelah pelaksanaan Perda Nomor 8 Tahun 2008 (setelah dua tahun) untuk menanggapi persoalan nasional yang nilai oleh pemerintah pusat sangat urgent untuk dibentuk hingga tingkat Kabupaten/Kota. Pembentukan badan baru tersebut adalah: Badan Penanggulangan Bencana dan Badan Narkotika Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Tabel 4.6 Data Pejabat Struktural Eselon III dan IV yang terkena dampak kehilangan jabatan saat diberlakukannya Perda Nomor 8 Tahun 2009 di lingkup Setda Provinsi NTT
NO 1 2 3 4 5 6 7 Unit Kerja I Biro Pemerintahan Desa Biro Humas Biro Bina Sosial Biro Pembrdyaan Perempuan Biro Umum Biro Keuangan Biro Organisasi Eselon II III 1 1 1 Jmlh IV 4 2 2 1 8 2 1 5 2 3 1 8 3 1

78

Biro Perlengkapan 1 Biro Pemerintahan Jumlah Sumber: Biro Kepegawaian dan Setda Provinsi NTT, 2011

8 9

1 1 26

2 1

Dampak dari restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur mengakibatkan 182 pejabat eselon III dan IV di non jobkan dari jabatan pada mutasi tahap pertama melalui Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor: UP.013.1/1/30/JS/2009, dari 182 jabatan tersebut, Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur terdapat 26 jabatan yang diduduki oleh pejabat yang baru sesuai ketentuan. Hasil penelitian menunujukkan bahwa tiga (3) orang Kepala Biro kehilangan jabatan tetapi kemudian mendapatkan tugas baru pada Badan dan Lembaga Teknis Daerah yang dibentuk oleh Pemda Provinsi Nusa Tenggara Timur, (4) orang Kepala Bagian pada Biro kehilangan jabatan namun diakomodir pada mutasi berikutnya, dan 22 Kepala Sub Bagian yang kehilangan jabatan di lingkungan biro Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kepala Bagian dimutasikan dan mendapatkan jabatan baru pada Dinas dan Lembaga Teknis Daerah, sedangkan (14) dari (22) Kasub Bagian yang kehilangan jabatan dimutasikan dan mendapatkan jabatan pada Dinas Daerah dan Badan Daerah sedangkan (3) orang memasuki masa pensiun dan (5) orang yang tidak memiliki jabatan sampai saat ini karena tidak memenuhi ketentuan.

79

Akibat

dari

restrukturisasi

dan

mutasi

dalam

implementasi

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dan Perda Nomor 8 Tahun 2008 adalah 70% dari 10 responden yang diwawancarai terpaksa kehilangan jabatan yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Sub Bagian dan Kepala Seksi pada Dinas Daerah kini sebagai staf pelaksana karena posisinya diganti oleh pegawai yang dimutasikan dari lembaga lain. Mutasi pegawai di lingkungan Setda dan Dinas Daerah

sebagaimana dikemukakan di atas mengakibatkan (5) dari (22) pegawai yang tadinya adalah Kasubbag dan Kepala Seksi kehilangan jabatan. Berdasarkan sikap dan pendapat dari pegawai yang dimutasikan adalah Penempatan pada jabatan struktural tidak sesuai dengan komptensi SDM yang menduduki jabatan sturktural saat ini lebih pada mereka yang terlibat dalam politik praktis (partai pemenang pemilu), lebih cenderung pada sukuisme dan agama. Pandangan ini secara subjektif mungkin ada benarnya karena merupakan fenomena umum di setiap daerah sesuai hasil penelitian Aman Toto Dwijono yang melakukan Studi Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 di Pemda Kota Bandar Lampung menyimpulkan bahwa proses penempatan pejabat di satuan kerja Pemerintah Kota Bandar Lampung pasca implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 berjalan relatif baik ini ditandai dengan masih dipakainya prosedur Baperjakat dan penempatan tersebut tidak

80

hanya memaperhatikan aspek like and dislike akan tetapi juga aspek kompetensi. Jika dicermati implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dan Perda Nomor 8 Tahun 2008 serta pandangan pegawai yang non jabatan sebagaimana dikemukakan di atas kemudian

memperhatikan usia dan pendidikan dari pegawai yang bersangkutan maka dapat disimpulkan bahwa dari segi usia kurang produktif walaupuan terdapat tiga orang berpendidikan Sarjana namun usia sudah mencapai 53 tahun, diploma sebanyak dua orang dengan usia 50 dan 53 tahun, dan empat orang berijazah SLTA dengan usia, 50, 51 dan 53 tahun. Dari segi pendidikan keempat orang yang sebelumnya menduduki jabatan Kasub Bagian dan Kepala Seksi harus berbesar hati dan iklas melepaskan jabatan tersebut untuk diisi oleh pegawai yang lebih berkompeten, yakni sarjana.

4.3.

EFEKTIVITAS PENATAAN KELEMBAGAAN

Efektivitas penataan kelembagaan di lingkup Sekretariat Provinsi Nusa Tenggara Timur sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dan Perda Nomor 8 Tahun 2008 dikaji dari dua indikator yaitu ketersediaan anggaran untuk penggajian pejabat daerah dan sikap staf pelaksana terhadap restukturisasi tersebut. 4.3.1. Ketersediaan Anggaran

81

Ketersediaan anggaran atau kemampuan negara maupun daerah untuk membiayai pejabat daerah dari waktu ke waktu semakin berkurang sebagai dampak dari pemekaran daerah otonom selain penerimaan nagara dan daerah juga terbatas, dana yang sudah terbatas masih dikorupsi lagi sehingga menghambat pelaksanaan tugas-tugas pemerintah dalam pembangunan. Dana yang terbatas sementara kebutuhan dan tututan pembangunan semakin meningkat dari waktu ke waktu sehingga salah satu alternatif yang dipandang cukup efektif adalah melalui restrukturisasi organisasi pemerintah yang lebih dikenal dengan

Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Implementasi gagasan restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dibandingkan dengan kondisi sebelumnya dari sisi anggaran untuk pembiayaan pejabat daerah terjadi penghematan anggaran pusat maupun daerah. Untuk membandingkannya dapat penulis kemukakan banyaknya pejabat eselon dan besarnya tunjangan jabatan yang harus dibayar setiap bulan baik pada sebelum diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 maupun sejak diberlakukannya peraturan pemerintah tersebut. Besarnya tunjangan pejabat eselon per bulan penulis

menggunakan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Departemen Keuangan. Tabel 4.7 Banyaknya Pejabat Eselon dan Tunjangan Sebelum Restrukturisasi Jumlah No Eselon Tunjangan/Bulan Pejabat Total Tunjangan (Org) (Rp)

82

IB 4,350,000 1 4.350.000 IIA 3,250,000 34 26.000.000 IIB 2,050,000 16 32.800.000 IIIA 1,260,000 256 322.560.000 IIIB 980.000 9 8.820.000 IVA 540.000 715 386.100.000 IVB 490.000 57 27.930.000 VA 360.000 0 Jumlah 1088 808.560.000 Sumber: Perhitungan Penulis berdasarkan data dari Biro Kepegawaian

1 2 3 4 5 6 7 8

Sementara itu, banyaknya pejabat eselon dan besarnya tunjangan jabatan struktural pasca implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dan Perda Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 8 Tahun 2008 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.8 Banyaknya Pejabat Eselon dan Tunjangan Setelah PP 41/2007 No 1 2 3 4 5 6 7 8 Eselo n IB IIA IIB IIIA IIIB IVA IVB VA Tunjangan/Bulan 4,350,000 3,250,000 2,050,000 1,260,000 980.000 540.000 490.000 360.000 Jumlah Pejabat (Org) 1 34 13 256 9 679 21 0 Total Tunjangan (Rp) 4.350.000 26.000.000 26.650.000 322.560.000 8.820.000 366.660.000 10.290.000 0 765.330.000

Jumlah 1.013 Sumber: Perhitungan Penulis berdasarkan data sekunder.

83

Berdasarkan data tabel 4.7 dan 4.8 di atas dapat diketahui bahwa melalui strukturisasi Organisasi Perangkat Daerah pada lingkup

pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur dari 1.088 jabatan eselon menjadi 1.013 jabatan maka terjadi penghematan dana setiap bulan sebesar Rp. 43.230.000 atau dalam setahun sebesar Rp. 518.760.000. Penghematan dana sebesar Rp 518.760.000 setahun dapat digunakan untuk membangun sarana prasaraan yang dapat dimanfaat secara langsung oleh masyarakat. Pada lingkup Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur juga terjadi penghematan anggaran sebagai akibat dari restrukturisasi

kelembagaan/organisasi. Penghematan tersebut diperoleh dari pengurangan biro, bagian dan sub bagian sehingga anggaran yang harus disiapkan untuk membayar tunjangan pejabat eselon di lingkup Setda juga menjadi lebih kecil. Hal ini diakui pula oleh Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur (Frans Salem, Maret 2011); bahwa melihat efisiensi dalam kaitannya dengan anggaran, lebih jelasnya terjadi pada tunjangan jabatan struktural walaupun kurang signifikan. Dan untuk anggaran pembangunan lainnya justru meningkat, dan salah satu usaha untuk meningkatkan anggaran pembangunan adalah mengurangi anggaran belanja SKPD seperti perjanlanan dinas. Sejak implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dan Perda Nomor 8 Tahun 2008 pejabat eselon pada lingkup Setda

menyusut dari 228 menjadi 178 jabatan sehingga terjadi penghematan

84

anggaran dari pos tunjangan jabatan struktural. Perbandingan anggaran tunjangan jabatan pejabat eselon adalah: Tabel 4.9 Perbandingan Anggaran Pembiayaan Pejabat Sebelum dan Sesudah Restrukturisasi pada Setda Provinsi NTT Ese No -lon Tunjang- Sebelum PP 41 an Org Rp
1 IB 2 IIA 3 IIB 4 IIIA 4,350,000 3,250,000 2,050,000 1,260,000 1 8 13 4.350 .000 26.000. 000

Selisih (L/K) Sesudah PP 41 org Rp Org


1 8 10 41 118 178 4.350.000 26.000.0 00 20.500.0 00 50.400.0 00 63.180.0 00 164.430.000 0 0 -3 -12

Rp
0 0 6.150.000 16.380.000

5 IVA 540.000 Jumlah

26.650.000 66.780. 53 000 82.620. 153 000 228 206.400.000

-35 19.440.000 50 41.350.000

Sumber: Perhitungan Penulis Berdasarkan Data Sekunder. Anggaran yang dapat dihemat dari keputusan restrukturisasi di lingkup setda per bulan sebesar Rp 41.350.000 atau selama satu tahun sebesar Rp. 497.160.000. Dana tersebut dapat digunakan untuk program atau pembangunan lainnya termasuk peningkatan mutu SDM melalui studi lanjut atau memberdayakan kurang lebih 22 orang perempuan pelaku usaha mikro dan usaha kecil sehingga dapat memperluas lapangan kerja. Dengan demikian, kendala anggaran daerah menjadi salah satu faktor pertimbangan untuk melakukan restrukturisasi, walaupun pada satu sisi terbuka peluang untuk membentuk badan/lembaga daerah lainnya yang merupakan tindakan nyata untuk mengamankan kebijakan nasional, seperti Badan Narkotika dan Penanggulangan Bencana Alam. 85

Menurut Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur kadangkadang pemerintah daerah dibingkai untuk mengikuti pemikiran pusat (Frans Salem, Maret 2011). 4.3.2. Sikap Staf Pelaksana terhadap Penataan Organisasi Perangkat Daerah Penilaian staf terhadap implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pegawai yang mengalami mutasi atau non jabatan akibat restrukturisasi, dan kelompok kedua adalah pegawai yang saat ini menempati posisi atau jabatan pada biro maupun dinas dan badan lingkup Provinsi Nusa Tenggara Timur.

a. Sikap pegawai yang mutasi dan non jabatan. Sesuai dengan variabel besaran Organisasi Perangkat Daerah, maka pada lingkup Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur paling banyak 3 asisten yang mengkordinir 3 biro dan masing-masing biro paling banyak 4 bagian dan setiap bagian paling banyak 3 sub bagian. Atas ketentuan ini 90% responden menyatakan setuju dan hanya 10% yang menyatakan sangat tidak setuju. Kemudian 60% berpendapat bahwa Organisasi

Perangkat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur saat ini sudah sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007, 10% tidak berpendapat, 20% menyatakan tidak setuju, dan 10% responden menyatakan sangat tidak setuju dengan alasan bahwa Nusa Tenggara

86

Timur memiliki tipologi kepulauan sehingga mestinya variabel tersebut menjadi pertimbangan pula. Dalam kaitannya dengan mutasi dan pemberhentian dari jabatan sebagai konsekuensi dari restrukturisasi melalui Perda Nomor 8 Tahun

2008, 70% bersikap menerima (setuju), 10% tidak berpendapat dan 20% menyatakan sangat tidak setuju dimutasikan dan non jabatan akibat implementasi peraturan pemerintah tersebut. Pegawai yang dimutasikan dan non jabatan selain faktor usia dan pendidikan, faktor lain yang menjadi pertimbangan adalah anggaran namun hanya 50% saja responden yang bersikap menerima, 30% tidak berpendapat atau raguragu sedangkan 2% menyatakan tidak setuju anggaran sebagai alasan untuk memberhentikan Pegawai Negeri Sipil dari jabatannya. Walaupun dimutasikan dan diberhentikan dari jabatan tetapi 80% responden setuju bahwa sebagai abdi negara, abdi masyarakat dan loyal pada keputusan atasan sehingga mereka menerima tindakan tersebut dan menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut, dan hanya 20% yang tidak setuju menerima dan menyesuaikan dengan dengan perubahan OPD tersebut. Tindakan nyata dari 80% pegawai yang menerima perubahan OPD tersebut di atas adalah melaksanakan tugas sesuai penempatan dan penugasan yang baru (60%), sedangkan 20% tidak berpendapat sedangkan yang bersikap menolak perubahan OPD sebanyak 20%

87

sangat tidak untuk melaksanakan tugas sesuai dengan penempatan dan penugasan yang baru. Sehubungan dengan pelaksanana tugas pada unit yang baru oleh Pegawai Negeri Sipil yang dimutasikan dan non jabatan, ternyata 30% menyatakan bahwa suasana di tempat kerja yang baru sangat kondusif, dan 40% menyatakan bahwa suasana kerja sama saja baik sebelum maupun sesudah mutasi, tetapi pada sisi lain sebanyak 30% yang menyatakan bahwa suasana kerja tidak kondusif. Untuk kelompok yang terakhir ini tentunya Pegawai Negeri Sipil yang menolak dimutasikan apa lagi non jabatan sehingga selalu berpikir negatif dengan rekan kerja sekitarnya. Dari sisi penghasilan tambahan Pegawai Negeri Sipil yang termutasi,ternyata 70% menyatakan bahwa penghasilannya sebelum dan sesudah mutasi sama saja, berarti dimutasikan dan tidak berjabatan tidak berdampak pada penghasilan Pegawai Negeri Sipil, tetapi 30% responden menyatakan bahwa penghasilan pasca mutasi tidak memadai, artinya terjadi penurunan penghasilan tambahan karena hilangnya jabatan struktural. Efektivitas pelaksanaan tugas pasca restrukturisasi oleh Pegawai Negeri Sipil yang dimutasikan sebanyak 50% menyatakan berjalan sesuai tugas pokok dan fungsi yang baru, sebanyak 40% responden yang tidak melaksanakannya, dan 10% responden tidak berpendapat. Sebanyak

88

70% diantaranya melaksanakan tugas sesuai target hasil yang ditetapkan sedangkan 30% bekerja tanpa target hasil. Perampingan Organisasi Perangkat Daerah dan mutasi ternyata 70% sangat mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsi, sedangkan 30% sisanya merasakan dan mengalami bahwa perampingan dan mutasi tidak mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsi. Dengan demikian, kinerja karyawan yang dimutasi dalam pelaksanaan tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat tidak mengalami perubahan bahkan ditingkatkan, 10% responden menyatakan sangat setuju, 50% menyatakan setuju, sebanyak 20% menyatakan cukup setuju dan sisanya 20% menyatakan tidak setuju.

b.

Sikap

pegawai

yang

memiliki

jabatan

pasca

Peraturan

Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Sesuai dengan variabel besaran Organisasi Perangkat Daerah, maka pada lingkup Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur paling banyak 3 asisten yang mengkordinir 3 biro dan masing-masing biro paling banyak 4 bagian dan setiap bagian paling banyak 3 sub bagian. Tanggapan dari adalah sebanyak 60% dan 30% sangat setuju dan setuju dan hanya 10% saja yang tidak setuju. Konsekuensi dari amanat peraturan pemerintah tersebut adalah restruktutrisasi Organisasi Perangkat Daerah di lingkup 89

Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur, sebanyak 60% menyatakan sangat setuju dan 40% menyatakan setuju. Amanat Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah dapat membentuk biro/lembaga daerah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi riil daerah. Atas pernyataan ini sebanyak 50% responden yang menyatakan sangat setuju, 40%

lainnya menyatakan setuju dan hanya 20% yang menyatakan menolak pembentukan lembaga baru. Akibat dari restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah adalah mutasi atau memberhentikan pejabat Kepala Biro, Lembaga dan Bagian, atas fakta ini terdapat beragam pandangan dari responden. Sebanyak 70% menyatakan sangat tidak setuju jika pejabat dibebas tugaskan, 20% sangat tidak setuju dan hanya 10% yang tidak berpendapat. Sebaliknya sebanyak 60% responden setuju jika pejabat tersebut

diangkat menjadi kepala Biro/Lembaga/bagian pada lembaga yang baru dibentuk. Walaupun demikian, pada sisi lain sebanyak responden 60% menyatakan tidak setuju dan 10% responden sangat tidak setuju apabila lembaga baru dijabat oleh pejabat baru, artinya lembaga baru dipimpin oleh pejabat yang mengalami penggabungan biro atau bagian. Jika pejabat yang unit kerjanya mengalami penggabungan dengan unit lain maka diangkat menjadi staf ahli gubernur, ternyata 40% responden setuju, sebanyak 30% tidak setuju, 20% sangat tidak setuju dan sebanyak 10% tidak memberikan pendapat. 90

Perampingan Organisasi Perangkat Daerah pada lingkup Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur saat ini, anggaran merupakan salah satu alasan mendasar karena terbatasnya APBN dan APBD untuk membiayai tunjangan jabatan struktural. Restrukturisasi dengan alasan anggaran ternyata sebanyak 30% responden tidak menyetujui alasan ini, sebanyak 30% responden yang dapat menerimanya, dan 40 % responden tidak dapat memberikan pendapat yang tegas. Walaupun beragam pendangan tentang restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah namun sebanyak 80% responden sependapat bahwa struktur Organisasi Perangkat Daerah yang baru sudah memperhatikan efektivitas dan efisiensi layanan kepada masyarakat, pelaksanaan pembangunan sebanyak 90% dan administrasi pemerintahan. untuk Dengan bersikap demikian, menerima

responden

sependapat

perubahan Organisasi Perangkat Daerah dan menyesuaikan diri dalam melaksanakan tugas dan fungsi sesuai unit kerja yang baru pasca restrukturisasi melalui peningkatan kemampuan dan kompetensi diri dalam bekerja, dan berkerja sesuai target hasil berdasarkan SOP atau POS. Sumber daya manusia merupakan faktor penentu keberhasilan organisasi secara efektif sebagaimana yang dikemukakan oleh Sekda NTT (maret 2011); bahwa sebaik-baiknya organisasi, salah satu hal yang mandasar dari perkembangan organisasi itu sendiri adalah Sumber Daya Manusia, dispilin harus ditegakan melalui perbaikan sarana prasrana dan SOP serta uraian tugas baik itu lini pejabat maupun staf.

91

4.4.

FAKTOR-FAKTOR PENENTU EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007 DI LINGKUP SETDA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

4.4.1. Faktor Penjunjang Efektivitas Implementasi Restrukturisasi Efektivitas implementasi Organisasi Perangkat Daerah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dan Perda Nomor 8 Tahun 2008 di Provinsi Nusa Tenggara Timur khususnya di lingkup Setda, dipengaruhi oleh sejumlah faktor: a. Sumber Dayan Manusia Untuk pemenuhan kebutuhan sumberdaya aparatur sesuai

kualifikasi pendidikan dan pelatihan, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur terus berupaya untuk meningkatkan dan melakukan pembinaan administrasi kepegawaian, penyusunan program, pengembangan

kepegawaian, mutasi, tata usaha kepegawaian, Pendidikan, Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan Daerah. Untuk mendukung tugas tersebut, urusan peningkatan kapasitas sumber daya aparatur Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur didukung 3 program yaitu : 1. Program Pendidikan Kedinasan. 2. Program Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Aparatur. 3. Program Pembinaan dan Pengembangan Aparatur. Pada tahun 2009, dua sasaran telah dicapai dalam urusan kepegawaian yaitu meningkatnya kompetensi pegawai sesuai bidang 92

tugas pelayanan administrasi kepegawaian dan meningkatnya kompetensi SDM dalam penyelenggaraan tugas. Peningkatan kompetensi pegawai sesuai bidang tugas

pencapaiannya dapat dilihat dari beberapa indikator yakni, jumlah pegawai yang telah mengikuti pendidikan dan latihan (struktural, fungsional, dan teknis); prosentase jumlah pegawai sesuai dengan kebutuhan nyata dan; prosentase pegawai berpendidikan Sarjana ke atas. Kegiatan di atas dibiayai oleh APBD Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam Tahun Anggaran Aparatur 2010 dengan melalui menelan Program Pembinaan sebesar

Pengembangan

anggaran

Rp.10.746.906.950,- (Sepuluh miliar tujuh ratus empat puluh enam juta sembilan ratus enam ribu sembilan ratus lima puluh rupiah). Pada tahun 2010 tercatat informasi kinerja dengan tingkat capaian cukup tinggi yaitu mencapai angka 96,19%. Jumlah pegawai berpendidikan S1 ke atas pada tahun 2009 tercatat jumlah pegawai berpendidikan minimal Sarjana (S-1) sebanyak 2.481 dari total 6.603 pegawai atau sedikit meningkat menjadi 37,57 % dari tahun sebelumnya. Indikator kegiatan ini dibiayai oleh APBD Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam Tahun Anggaran 2010 melalui Program Pendidikan Kedinasan dengan menelan anggaran sebesar

Rp.673.903.900,- (Enam ratus tujuh puluh tiga juta sembilan ratus tiga ribu sembilan ratus rupiah).

93

Pada tahun 2010 jumlah ini meningkat menjadi 2.744 dari total 6.744 orang, terdiri dari S-1 berjumlah 2.407 orang, S-2 berjumlah 327 orang dan S-3 berjumlah 10 orang. Pemerintah Provinsi terus berupaya memotivasi seluruh PNS untuk mengembangkan kemampuan dirinya melalui program tugas belajar dan ijin belajar untuk S1, S2, hingga S3 baik melalui Program Tugas Belajar, Ijin Belajar hingga kesempatan belajar ke luar negeri. Harapan akan ketersediaan aparatur lingkup Provinsi Nusa Tenggara Timur yang professional di masa mendatang tentunya semakin banyak untuk menjawab kebutuhan publik secara tepat. Meskipun demikian, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur terus berupaya melakukan pembenahan terhadap pola pembinaan karir PNS lingkup Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Untuk diketahui bahwa saat ini, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur tengah berupaya membenahi sistem manajemen kepegawaian salah satunya dengan mengupayakan tenaga asesor pada unit kepegawaian (assesment center). Sementara itu, penataan administrasi bidang kepegawaian melalui penataan manajemen pembinaan karier berbasis sistem

manajemen Kepegawaian (SIMPEG) terus dilakukan. Analisa kebutuhan aparatur (Man Power Planning) yang kajiannya juga melibatkan pihak universitas setempat tetap dijadikan dasar analisis kebutuhan sumber daya aparatur yang terus disempurnakan dari waktu ke waktu. Disamping upaya peningkatan sumber daya manusia tersebut di atas, ada beberapa faktor penunjang lain menurut hasil wawancara 94

peneliti dengan Sekertaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dikemukakan bahwa faktor penunjang pelaksanaan Organisasi Perangkat Daerah di lingkup Setda dan dinas daerah adalah: Disiplin pegawai semakin meningkat (baik) sejak diterapkannya absensi sidik jari dan apel setiap hari senin serta apel kesadaran setiap awal bulan. Pelanggaran terhadap ketentuan yang baru ini, bagi pegawai yang terlambat selama enam kali dalam sebulan maka, akan dikenai sanksi dengan pemotongan tunjangan kesejahteraan. Struktur organisasi yang ramping, rentang kendali yang semakin pendek sehingga lebih mudah menerima dan memberi informasi disamping koordinasi lebih mudah. Sekretaris Daerah sebelum pemberlakuan ketentuan ini memiliki 13 biro namun setelah diberlakukan mengalami penyusutan menjadi 10 biro sehingga lebih mudah dalam melakukan fungsi koordinasi baik dalam interen maupun antara biro dengan instansi luar. Dukungan dana yang cukup dalam memperlancar pelaksanaan tugastugas operasional pada masing-masing unit kerja atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Pembagian tugas dan pemahaman bidang tugas menjadi lebih jelas sehingga tidak adanya tumpang tindih pekerjaan, program dan kegiatan. Semangat kebersamaan, kekompakan, dan komitmen yang kuat dari pegawai pada semua lini untuk melaksanakan tugas dan fungsi sesuai regulasi yang telah ditetapkan karena suasana kerjanya kondusif. Motivasi kerja yang semakin kompetitif untuk menunjukkan kinerja yang tinggi sehingga berpeluang untuk dipertahankan dalam jabatan bahkan dipromosikan. Kesejahteraan (tunjangan kesejahteraan) untuk pegawai telah ditingkatkan mencapai tingkat kelayakan. b. Dukungan Dana Anggaran merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban

pengelolaan keuangan yang digunakan untuk membiayai kegiatankegiatan dalam rangka mewujudkan suatu sasaran yang telah ditetapkan. Dukungan anggaran untuk memback up proses penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam menyelenggarakan 95

tugas-tugas pokok pemerintahan sebagaimana dijalankan oleh sebuah pemerintahan yang baik. Dukungan dana itu dapat terlihat pada Indikasi keberhasilan pelaksanaan program kegiatan pada tahun 2010, misalnya pada unit kerja Biro Organisasi Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur, alokasi pembiayaan untuk kegiatan Biro Organisasi dari dana APBD sebesar Rp.

2,715,610,200,- (dua miliyar tujuh ratus lima belas juta enam ratus sepuluh ribu dua ratus rupiah) dengan realisasi penggunaannya sebesar Rp. 2,601,761,673,-. (dua miliyar enam ratus satu juta enam ratus tujuh puluh tiga rupiah) Prosentase serapan anggaran sebesar 95,81%. Demikian halnya dengan pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Biro Hukum Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan Anggaran yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2010 sebesar Rp. 2.280.651.000,- Dengan realisasi sebesar Rp. 2.275.169.400,- (Sisa yang tidak dicairkan sebesar Rp. 5.481.600,-) persentasi serapan anggaran sebesar 99,95%. Tahun Anggaran 2010 Biro Kepegawaian mendapat Alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar Rp. 13.456.266.120; (tiga belas miliar empat ratus lima puluh enam juta dua ratus enam puluh enam ribu seratus dua puluh rupiah) untuk membiayai pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Biro Kepegawaian Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dengan realisasi sebesar Rp.11.211.085.450; (sebelas miliyar dua ratus 96

sebelasa juta delapan puluh lima ribu empat ratus lima puluh rupiah) penerimaan sebesar Rp.12.133.586.100; (dua belas miliyar seratus tiga puluh tiga juta lima ratus delapan puluh enam ribu seratus rupiah) dan tidak terpakai/disetor kembali ke Kas Daerah sebesar Rp. 922.500.650; (sembilan ratus dua puluh dua juta lima ratus ribu enam ratus lima puluh rupiah) persentasi serapan anggaran sebesar 83,31%. Berdasarkan hasil penilaian terhadap persentase serapan dana di atas, maka dapat dikatakan bahwa proses penyelenggaraan

pemerintahan di Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur sudan didukung dengan anggaran yang memadai sehingga secara umum berjalan lancar dan memiliki tingkat keberhasilan yang baik.

4.4.2. Faktor Penghambat Efektivitas Implementasi Penataan Kelembagaan Selain faktor penunjang efektivitas implementasi restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah sebagaimana penulis kemukakan di atas, dalam pelaksanaan operasional tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan layanan kemasyarakatan masih ditemui sejumlah faktor yang menghambat efektivitas restukturisasi di lingkup Setda dan dinas-dinas daerah. Faktor yang terindenfikasi yang menjadi penghambat

implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dan Perda Nomor 8 Tahun 2008 adalah: 1. Pola pikir dan budaya Pegawai Negeri Sipil 97

Pola pikir dan budaya sejumlah Pegawai Negeri Sipil belum sejalan dengan tuntutan perubahan organisasi dan struktur organisasi Organisasi Perangkat Daerah yang baru, terutama yang terkena dampak langsung dari penerapan aturan ini, dari hasil wawancara peneliti dengan 20 orang pegawai memiliki angka prosentase yang cukup tinggi yaitu 40% tidak melaksanakan tugas dengan baik sebagaimana dikemukan diatas. Hal ini disebabkan, masih adanya pegawai yang merasa lebih senior, memehuni syarat baik itu pendidikan maupun berpengalaman namun tidak terakomodir dalam jabatan, sehingga sangat berpengaruh pada hubungan sikologis antara atasan dengan bawahan. Situasi demikian sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga sehingga proses pelaksanaan program kerja lembaga menjadi terhambat dalam pencapaian tujuannya. Untuk itu, kondisi ini perlu mendapat perhatian yang serius, misalnya dengan memberikan skala prioritas pada saat proses mutasi untuk menduduki jabatan; 2. Sumber daya manusia baik intelektual maupun karakter. Hal yang paling penting dalam mencapai tujuan organisasi adalah apabila tugas dan tanggung jawab dilaksanakan dengan sepenuh hati. Aparatur yang memiliki kemampuan intelektual yang memadai namun tidak diimbang dengan akrakter diri yang baik juga menjadi kendala dalam penyelenggaraan pemerintahan. Untuk itu, salah satu cara adalah Pemda berusaha untuk terus melakukan perbaikan karakter 98

aparatur Pegawai Negeri Sipil melalui pembinaan rohani setiap hari Jum'ad yang wajib diikuti oleh semua pegawai lingkup Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Selain Sumber Daya Manusia dalam hal karekter tersebut di atas, sumber daya manusia dalam hal peningkatan taraf pendidikan juga perlu secara terus menerus dan berkesinambungan ditingkatkan, mengingat data tingkat pendidikan Pegawai Negeri Sipil pada lingkup Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur masih menunjukan angka yang cukup tinggi yaitu untuk lingkup Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur berjumlah 2734 atau 40% dari jumlah keseluruhan PNS sebanyak 6905 orang dan Sekretariat Daerah sebanyak 259 atau sebesar 35% tinggi kedua setelah Sarjana (SI). Dengan melihat pesatnya

perkembangan saat ini dan tuntutan masyarakat yang semakin kompleks, maka untuk menjawabnya pemerintah perlu terus meningkatkan sumber daya aparatur melalui program pendidikan dan pelatihan untuk

menghadapi tantangan tersebut. Disamping dua faktor penghambat tersebut, dari hasil wawancara dengan Sekertaris Daerah, penulis mengidentifikasikan beberapa faktor penghambat lain yang juga berperan dalam penyelenggaraan

pemerintahan di Sekretariat Daerah saat ini adalah: a. Rendahnya disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil yang non jabatan mempengaruhi efektivitas kerja unit yang bersangkutan.

99

b. Kurangnya kerjasama antara pegawai yang dimutasikan dengan pegawai yang lainnya pada unit kerja yang baru. c. Penggabungan Biro Humas kedalam Biro Umum menyebabkan pelaksanaan tugas dan fungsi kehumasan terutama dalam mengekspose kegiatan gubernur dan pembangunan kurang berjalan secara efektif. d. Adanya trauma kehilangan jabatan, tunjangan dan fasilitas, SDM aparatur belum semuanya siap menerima perubahan. e. Penempatan sejumlah pejabat struktural tidak sesuai kompetensi, Ketersediaan tenaga/ Pegawai Negeri Sipil yang non struktur yang tidak ditunjang dengan kualitas SDM yang memadai untuk

mengemban tugas tertentu. Dari semua faktor penghambat implementasi Organisasi Perangkat Daerah di lingkup Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagaimana dikemukakan di atas ternyata yang dominan adalah hambatan Individu. Adanya prasangka buruk terhadap perubahan, pengangkatan dan mutasi pejabat pasca restrukturisasi dapat mempengaruhi persepsi individu para pegawai terhadap suatu situasi yang dapat menyebabkan mereka menginterprestasikan perubahan sesuai dengan keinginan mereka untuk mendapatkan keuntungan sendiri. Alasan lain adalah adanya stress dan ketidaknyamanan dalam bekerja dalam unit yang digabungkan, baik untuk pejabat maupun pegawai terutama mereka yang dimutasikan dan non jabatan. Pegawai mengembangkan kebiasaan-kebiasaan rutin yang dapat mempermudah mereka untuk mengendalikan situasi dan membuat 100

keputusan- keputusan yang sudah terprogram. Ketika rutinitas terganggu maka pegawai mengalami stress sehingga pegawai cenderung kembali pada kebiasaan-kebiasaan lama dan tidak fokus pada pekerjaan dan target hasil yang ditetapkan.

101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana dikemukakan pada bab-bab terdahulu maka penulis dapat menarik beberapa

kesimpulan berikut ini: 1. Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 di Nusa Tenggara Timur melalui penetapan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekratriat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur, yakni Sekretariat Daerah terdiri atas 3 Asisten, 10 Biro, 41 Bagian dan 120 Sub Bagian. Dampak dari penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dapat mengurangi 75 pejabat struktural dari 1.088 jabatan menjadi 1.013 jabatan untuk lingkup Pemeirntah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur, sedangkan pada lingkup Setda terjadi pengurangan 50 jabatan struktural, dan juga melalui perampingan tersebut, terjadi penghematan anggaran sebesar Rp 518.760.000 per tahun untuk lingkup Pemprov dan 497.160.000 untuk lingkup Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur; 2. Sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur membentuk Organisasi Perangkat Daerah khususnya Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 102 Rp

2007. Jumlah Dinas Daerah seharusnya hanya 15 ditentukan dan ditetapkan 16 lembaga, begitu pula Lembaga Teknis Daerah yang seharusnya 10 dibentuk dan ditetapkan 12 unit lembaga teknis, biro yang seharusnya 9 ditetapkan 10 biro. 3. Perumpunan tiga biro kedalam biro yang lain ternyata kurang memperlancar pelaksanaan pembangunan, administrasi dan

pelayanan kemasyarakatan. Biro Humas yang digabungkan ke Biro Umum ternyata tidak efektif dalam menjalankan tugas dan fungsinya serta berperan untuk mengekspose kegiatan gubernur dalam kaitan dengan pembangunan tidak disebarluaskan kepada masyarakat dengan optimal seperti sedia kala; 4. Sejumlah faktor yang menunjang dan menghambat efektivitas implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dan Perda Nomor 8 tahun 2008, diantaranya adalah Sumber Daya Manusia, dukungan dana, pola pikir aparatur pelaksana. 5.2. SARAN Berdasarkan hasil penelitian, hasil wawancara dan kesimpulan di atas maka berkut ini penulis dapat menyarankan beberapa hal berkaitan dengan efektivitas pelaksanaan Perda Nomor 8 Tahun 2008 sebagai jabaran dari amanat Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007. Dengan melihat beberapa kelemahan dalam penerapan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 di lingkup Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur tersebut, maka perlu dilakukan 103

kajian evaluasi secara menyeluruh terhadap implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 di lingkup Setda dan pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur sehingga dapat dilakukan penyempurnaan atau revisi mengikuti perkembangan kondisi riil yang terjadi, kebutuhan pelayanan kepada masyarakat dan tipologi Nusa Tenggara Timur yang kepulauan. 1. Pendidikan dan pelatihan terhadap pegawai perlu ditingkatkan untuk mengubah pola pikir dan budaya kerja secara individu dan tim, selain peningkatan kemampuan intelektual dan ketrampilannya (komunikasi, teknis dan manajerial) sebagai calon pemimpin pada unit kerja. Perlu dikedepankan Pendidikan, pengalaman, kemampuan manajerial dan teknis, serta kedisiplinan harus menjadi faktor pertimbangan yang objektif dalam melakukan mutasi pasca penataan Organisasi

Perangkat Daerah sehingga tidak terkesan secara subjektif pilih kasih, lebih bernuansa politis atau faktor kedekatan dan sukuisme. 2. Restrukturisasi dan pembentukan Dinas dan Lembaga Daerah yang baru merupakan keluwesan yang ditawarkan oleh Peraturan

Pemerintah Nomor

41 Tahun 2007 namun prinsip hemat struktur

kaya fungsi mestinya tetap menjadi dasar pijak pemerintah daerah dalam menata Organisasi Perangkat Daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

104

DAFTAR PUSTAKA

Denison, R.Daniel and Aneil K.Mishra, 1989, Organizational Culture and Organizational Effectiveness: A Theory and Some Prelimenary Empirical Evidence, Proceeding of the Academy of Management Gibson, L.,James; John.M.Ivancevich, and James H.Donnelly, Jr., 1995, Organisasi, Perilaku, Struktur dan Proses, Birarupa Aksara, Jakarta Gouillart, F.J and Kelly,J.N, 1995, Transforming The Organization, McGraw-Hill, Inc, New York Hidjaz Kamal, 2010, Efektivitas Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia, Pustaka Refleksa, Makassar. Makmur Syarif, 2007. Pemberdayaan SDM dan Efektivitas Organisasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Maleong, Lexy, J., 2007, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung Ndhara Taliziduhu, 2003, Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru), Rineka Cipta, Jakarta. Nuryani,Sri, 2010,Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Instansi DPPKKD Kabupaten Aceh Selatan Menurut Laporan Akuntanbilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Lakip) Pasca Restruk-turisasi Organisasi Perangkat Daerah, Thesis, USU, Medan Pramusinto Agus, dan Komorotomo Wahyudi, 2009. Governance Reform di Indonesia, (Mencari arah kelembagaan politik yang demokratis dan birokrasi yang profesional) Gava Media, MAPUGM, Yogyakarta. Ridwan,Camelia,2007,Good Yogyakarta. Corporate Governance,Total Media,

Robbins,P.,Stephen,1995,Teori Organisasi, Struktur, Desain dan Aplikasi, Arcan, Jakarta Santora, E., Jyoce, 1991, Kinney Shoe Steps into Diversity, Personal Journal, September 1991 Sedarmayanti, 2004,Good. Governance (Pemerintahan yang baik), Mandar Maju, Bandung. 105

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, 1989, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta Solihin, Dadang, 2008, Teknik Penyusunan Kriteria dan Indikator Kinerja Pembangunan, Makalah disajikan pada Bintek Perencanaan Pembangunan Daerah, Pemerintah Kabupaten Mimika, di Jakarta Sopiah, 2008, Prilaku Organisional, Andi, Yogyakarta. Steers, M Richard. 1985. Efektivitas Organisasi, Erlangga, Jakarta. Syarifin Pipin,dan Jubaedah Dedah, 2006. Pemerintahan Daerah di Indonesia, Pustaka Setia, Bandung. Syarudin Ateng, 1996, Butir-butir Gagasan tentang Penyelenggaraan Hukum dan Pemerintahan yang Layak, Citra Aditya Bakti, Bandung The Liang Gie, 2004, Administrasi Perkantoran Modern, Liberty, Yogakarta Wasistiono, Sadu, 2001, Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah, Alqaprint Jatinangor,Bandung Winardi,J.,2009,Teori Organisasi dan Pengorganisasian, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Otonomi Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. ..................., 2007. Pentunjuk Teknis Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007. tentang Organisasi Perangkat Daerah, Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur. http://al-bantany-112.blogspot.com/2009/11/kumpulan-teori-fektivitas.html (dikutip 11-03-2011) http://simkesugm07.wordpress.com/2008/01/19/pp-38-tahun-2007-dan-pp41-tahun-2007-sebagai-pedoman, (di kutip terakhir 09-102010).

106

Penataan

atau

menstukturkan

suatu

unit

organisasi

sudah

merupakan tuntutan yang harus dilakukan oleh setiap organisasi mana pun sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan dan untuk menjaga kelangungan organisasi terutama efektivitas dan efisiensi dalam melayani stakeholders. Begitu pula di lingkungan Pemerintah Daerah Provnsi Nusa Tenggara Timur yang dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 dari waktu ke waktu selalui menyesuaikan diri dengan menata kembali organisasinya, terutama sejak masa Orde Baru hingga masa Reformasi. Tuntutan terakhir dalam penetaan kelembagaan pemerintah daerah adalah sejak Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 mengenai penataan organisasi pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 ini mengatur organisasi perangkat daerah (sekretariat daerah, inspektorat, dinas daerah, badan perencanaan pembangunan daerah, dan lembaga teknis daerah). Besarnya organisasi daerah yang akan dibentuk menurut peraturan pemerintah ini adalah sesuai dengan variabel jumlah penduduk, luas daerah, dan jumlah APBD sehingga nantinya akan ada organisasi dengan struktur minimal, sedang, dan maksimal. Kelembagaan dibentuk pemerintah daerah pada dasarnya

mewadahi sejumlah kewenangan urusan yang dimiliki pemerintah daerah, baik wajib maupun pilihan. Selanjutnya kewenangan-kewenangan

pemerintah daerah tersebut mendasar dasar penentuan organisasi dan 107

struktur organisasi serta Prosedur Operasional Standar (POS) untuk melaksanakan kewenangan-kewenangan tersebut secara efektif.

4.1. Implementasi Penataan Kelembagaan di Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Penataan kelembagaan atau organisasi di lingkup Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki konsekunesi penentuan organisasi dan perubahan struktur organisasi. Perubahan yang dilakukan terhadap sebagian ataupun secara keseluruhan struktur organisasi dalam rangka mencari bentuk yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi atau dikenal dengan restrukturisasi organisasi. Menurut Sedermayanti (2000 : 60) restrukturisasi dalam suatu organisasi dapat dilakukan melalui upaya manajemen dengan cara melakukan penataan ulang atau rekayasa ulang (reengineering) sehingga

perusahaan dapat melakukan adaptasi terhadap pengaruh perubahan lingkungannya, sehingga perusahan akan tetap bertahan hidup. Penataan kelembagaan sudah merupakan tuntutan dari suatu perubahan khususnya pelaksanaan otonomi daerah secara luas dan bertanggung jawab. Hal ini sejalan dengan padanangan Wastistiono (2001:49) bahwa perubahan

kebijakan otonomi perlu diikuti dengan penataan kembali organisasi pemerintah daerah secara mendasar. Penataan tersebut dapat berupa : 5. Perubahan unit organisasi; 108

6. 7. 8.

Pengabungan organisasi yang sudah ada; Penghapusan unit-unit organisasi yang sudah ada, dan; Perubahan bentuk unit-unit yang sudah ada. Sejak awal era reformasi dan otonomi daerah ada kecendrungan

umum

untuk

melakukan

pemekaran

kelembagaan

di

lingkungan

pemerintah daerah. Hasil penelitian Hidjaz (2010: 53) menegaskan bahwa pemekaran yang dilakukan lebih dikarenakan untuk mengakomodasikan tekanan dari birokrasi yang berkembang terus dibandingkan untuk mengakomodasikan perkembangan fungsi karena kebutuhan riil

masyarakat yang harus dilayani. Lebih lanjut ditegaskan bahwa hal tersebut lebih dipicu oleh karena tidak adanya kewajiban Pemerintah Daerah secara langsung untuk membiayai Daerah dan pejabat akibat pemekaran lembaga tersebut. Konsekunensi dari pemekaran organisasi dan struktur adalah biaya organisasi yang membebani APBN dan APBD. Untuk itu restrukturisasi organisasi pemerintah daerah mutlak harus dilakukan tanpa mengabaikan atau mengurangi tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam bidang pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 pasal 19 ditegaskan bahwa variabel besaran organisasi perangkat daerah ditetapkan berdasarkan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selanjutnya besaran organisasi ditentukan berdasarkan perhitungan kriteria dari ketia 109

variabel di atas. Untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai antara 40 sampai dengan 70 terdiri dari: sekretariat daerah, yang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) asisten, sekretariat DPRD, dina spaling banyak 15; dan lembaga teknis paling banyak 10. Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tersebut ditindak lanjuti dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri dari 3 Asisten, 10 Biro, 41 Bagian dan 120 Sub Bagian. Kemudian Perda Nomor 10 Tahun 2008 yang mengatur tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur menetapkan 16 Dinas Daerah, dan Perda Nomor 11 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Bappeda dan Lembaga Teknis Daerah yang semuanya berjumlah 12 lembaga. Dengan mensandingkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 pasal 19 dan pasal 20 ayat 2 dengan kedua Perda yang mengatur Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat jelaskan bahwa pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur membentuk Organisasi Perangkat Daerah khususnya Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007. Dinas Daerah seharusnya hanya 15 ditentukan dan ditetapkan 16

110

lembaga, begitu pula Lembaga Teknis Daerah yang seharusnya 10 lembaga saja dibentuk dan ditetapkan 12 unit lembaga teknis. Berdasarkan wawancara dengan responden yaitu Lucius W. Luly dan Adrianus Resi (16 dan 23 Maret 2011) masing-masing sebagai Kepala Sub Bagian pada Biro Organisasi Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur menyatakan; bahwa besaran Organisasi Perangkat Daerah perlu disesuaikan dengan karakteristik kepulauan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007, Nusa Tenggara Timur memenuhi syarat untuk klasifikasi B namun dengan melihat kondisi geografis Nusa Tenggara Timur, maka mestinya ada pertimbangan khusus oleh pemerintah daerah untuk membentuk 16 Dinas Daerah dan 12 Lembaga Teknis walaupun membebani APBD Provinsi Nusa Tenggara Timur Sementara itu restrukturisasi kelembagaan pada lingkup Sekretariat Daerah khususnya biro-biro maka dapat dikemukakan sebagai berikut:

Tabel 4.5 Restrukturisasi Biro pada Setda Provinsi NTT No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sesuai PP 8 Tahun 2003 Biro Pemerintahan Biro Hukum Biro Bina Sosial Sesuai PP 41 Tahun 2007 Biro Pemerintahan Biro Hukum Biro Kesejahteraan Rakyat Biro Perekonomian Biro Perekonomian Biro Penyusunan Biro Administrasi Program Pembangunan Biro Pemberdayaan Biro Pemberdayaan Perempuan Perempuan Biro Umum Biro Umum Biro Kepegawaian Biro Kepegawaian Biro Keuangan Biro Keuangan Biro Organisasi Biro Organisasi 111 Ket

Berubah nomenklatur Berubah nomenklatur

Biro Humas Biro Pemerintahan Desa 13 Biro Perlengkapan Sumber: Biro Kepegawaian Setda Provinsi NTT, 2011

11 12

Perumpunan Perumpunan Perumpunan

Perlu dijelaskan bahwa penataan kelembagaan dengan dasar hukum Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 terdapat 13 biro namun dengan pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 yang dijabarkan dalam Perda Nomor 8 Tahun 2008 hanya terdapat 10 biro di lingkup Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur. Biro Humas dan Biro Perlengkapan digabungkan dengan Biro Umum, dan kedua biro yang di gabung tersebut masing-masingnya satu bagian dari biro tersebut. Sementara itu, tugas dan fungsi Biro Pemerintahan Desa dirumpunkan sebagian ke Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMD) dan sebagiannya ke Biro Pemerintahan. Restrukturisasi dan perumpunan tiga biro kedalam biro yang lain ternyata kurang memperlancar pelaksanaan pembangunan, administrasi dan pelayanan kemasyarakatan. Biro Humas yang digabungkan ke Biro Umum ternyata tidak efektif sehingga perlu organisasi sendiri seperti semula sebagaimana pendapat dari Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Frans Salem, Maret 2011) bahwa Biro Humas akan dikembalikan pada fungsinya semula yang berperan untuk mengekspose kegiatan gubernur dalam kaitan dengan pembangunan. Hal ini dilakukan mengingat setelah dua tahun penggabungan Biro Humas dengan Biro Umum, dampaknya sangat dirasakan oleh Pemda sebab kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Gubernur tidak disebarluaskan kepada masyarakat dengan optimal seperti sedia kala. Jika dievaluasi nanti maka Biro Pemberdayaan Perempuan akan dijadikan sebagai Badan saja. 112

Penilian yang sama juga datang dari Bernardus Sa (Kasub bagian pada Biro Umum, Maret 2011) yang berpendapat; bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 41 perlu dievaluasi melalui dan dikaji kembali dan bila perlu direvisi untuk mengakomodir beberapa organisasi SKPD yang dihapus/merger sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah khususnya Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan tipologi kepulauan. Radja Banga (wawancara Maret 2011) yang merupakan staf pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan juga berpendapat; bahwa dalam kaitannya dengan penerapan aturan ini dikaitkan dengan kondisi geografis wilayah Nusa Tenggara Timur yang terdiri dari pulaupulau sangat tidak cocok dengan kualifikasi yang ada dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 yang berdasarkan jumah penduduk dan besarnya APBD. Untuk itu, Nusa Tenggara Timur harus diatur secara khusus berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas. Berdasarkan hasil wawancara sebagaimana dikemukakan di atas dalam implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dapat disimpulkan bahwa restrukturisasi pada Biro Umum dan Biro

Pemberdayaan Perempuan kurang efektif dari segi pelaksanaan tugas dan fungsi kehumasan walaupun dari segi anggaran terjadi penghematan sedangkan biro-biro yang tidak mengalami restrukturisasi atau

perumumpunan implementasinya efektif baik dari segi pelaksanaan tugas dan fungsi maupun anggaran. Selain penggabungan atau perumpunan organisasi Biro dalam implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 ternyata 113

terjadi pembentukan organisasi baru berupa Badan setelah pelaksanaan Perda Nomor 8 Tahun 2008 (setelah dua tahun) untuk menanggapi persoalan nasional yang nilai oleh pemerintah pusat sangat urgent untuk dibentuk hingga tingkat Kabupaten/Kota. Pembentukan badan baru tersebut adalah: Badan Penanggulangan Bencana dan Badan Narkotika Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Dampak dari restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sejumlah pejabat yang kehilangan jabatan dan mutasi pejabat dan pegawai untuk melaksanakan tugas dan fungsi baru pada unit atau satuan kerja lain, baik pada lingkup sekertariat daerah maupun dinas dan lembaga-lembaga teknis daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiga (3) orang Kepala Biro kehilangan jabatan tetapi mendapatkan tugas baru pada Badan dan Lembaga Teknis Daerah yang dibentuk oleh Pemda Provinsi Nusa Tenggara Timur , 10 orang Kepala Bagian pada Biro kehilangan jabatan, dan 6 Kepala Sub Bagian yang kehilangan jabatan di lingkungan biro Sekertariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kepala Bagian dimutasikan dan mendapatkan jabatan baru pada Dinas dan Lembaga Teknis Daerah, sedangkan empat (4) dari 6 Kasub Bagian yang kehilangan jabatan dimutasikan dan mendapatkan jabatan pada Dinas Daerah dan Badan Daerah sedangkan dua orang yang tidak memiliki 114

jabatan dari 10 responden yang diwawancarai. Akibat dari restrukturisasi dan mutasi dalam implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dan Perda Nomor 8 Tahun 2008 adalah 70% dari 10 responden yang diwawancarai terpaksa kehilangan jabatan yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Sub Bagian dan Kepala Seksi pada Dinas Daerah kini sebagai staf pelaksana karena posisinya diganti oleh pegawai yang dimutasikan dari Sekertariat Daerah. Mutasi pegawai di lingkungan Setda dan Dinas Daerah

sebagaimana dikemukakan di atas mengakibatkan 9 dari 10 pegawai yang tadinya adalah Kasubbag dan Kepala Seksi kehilangan jabatan. Berdasarkan sikap dan pendapat dari pegawai yang dimutasikan adalah Penempatan pada jabatan struktural tidak sesuai dengan kompetensi SDM yang menduduki jabatan sturktural saat ini lebih pada mereka yang terlibat dalam politik praktis (partai pemenang pemilu), lebih cenderung pada sukuisme dan agama. Pandangan ini secara subjektif mungkin ada benarnya karena merupakan fenomena umum di setiap daerah sesuai hasil penelitian Aman Toto Dwijono yang melakukan Studi Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 di Pemda Kota Bandar Lampung menyimpulkan bahwa proses penempatan pejabat di satuan kerja Pemerintah Kota Bandara Lampung pasca implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 berjalan relatif baik ini ditandai dengan masih dipakainya prosedur Baperjakat dan penempatan tersebut tidak

115

hanya memaperhatikan aspek like and dislike akan tetapi juga aspek kompetensi. Jika dicermati implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dan Perda Nomor 8 Tahun 2008 serta pandangan pegawai yang non jabatan sebagaimana dikemukakan di atas kemudian

memperhatikan usia dan pendidikan dari pegawai yang bersangkutan maka dapat disimpulkan bahwa dari segi usia kurang produktif walaupun terdapat tiga orang berpendidikan Sarjana namun usia sudah mencapai 53 tahun, diploma sebanyak dua orang dengan usia 50 dan 53 tahun, dan empat orang berijazah SLTA dengan usia, 50, 51 dan 53 tahun. Dari segi pendidikan keempat orang yang sebelumnya menduduki jabatan Kasub Bagian dan Kepala Seksi harus berbesar hati dan iklas melepaskan jabatan tersebut untuk diisi oleh pegawai yang lebih berkompeten, yakni sarjana.

4.3. Efektivitas Penataan Kelembagaan Efektivitas penataan kelembagaan di lingkup Sekretariat Provinsi Nusa Tenggara Timur sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dan Perda Nomor 8 Tahun 2008 dikaji dari dua indikator yaitu ketersediaan anggaran untuk penggajian pejabat daerah dan sikap staf pelaksana terhadap restukturisasi tersebut. 8.3.1. Ketersediaan Anggaran

116

Ketersediaan anggaran atau kemampuan negara maupun daerah untuk membiayai pejabat daerah dari waktu ke waktu semakin berkurang sebagai dampak dari pemekaran daerah otonom selain penerimaan nagara dan daerah juga terbatas, dana yang sudah terbatas masih dikorupsi lagi sehingga menghambat pelaksanaan tugas-tugas pemerintah dalam pembangunan. Dana yang terbatas sementara kebutuhan dan tututan pembangunan semakin meningkat dari waktu ke waktu sehingga salah satu alternatif yang dipandang cukup efektif adalah melalui restrukturisasi organisasi pemerintah yang lebih dikenal dengan

Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Implementasi gagasan restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dibandingkan dengan kondisi sebelumnya dari sisi anggaran untuk pembiayaan pejabat daerah terjadi penghematan anggaran pusat maupun daerah. Untuk membandingkannya dapat penulis kemukakan banyaknya pejabat eselon dan besarnya tunjangan jabatan yang harus dibayar setiap bulan baik pada sebelum diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 maupun sejak diberlakukannya peraturan pemerintah tersebut. Besarnya tunjangan pejabat eselon per bulan penulis

menggunakan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Departemen Keuangan.

117

Tabel 4.6. Banyaknya Pejabat Eselon dan Tunjangan Sebelum penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 No Eselon Tunjangan/Bulan Jumlah Pejabat (Org) Total Tunjangan (Rp)

IB 4,350,000 1 4.350.000 IIA 3,250,000 34 26.000.000 IIB 2,050,000 16 32.800.000 IIIA 1,260,000 256 322.560.000 IIIB 980.000 9 8.820.000 IVA 540.000 715 386.100.000 IVB 490.000 57 27.930.000 VA 360.000 0 Jumlah 1088 808.560.000 Sumber: Perhitungan Penulis berdasarkan data dari Biro Kepegawaian dan Perdirjen Perbendaharaan Depkeu Nomor 67/PB/2010 tgl 28 Desember 2010 Sementara itu, banyaknya pejabat eselon dan besarnya tunjangan jabatan struktural pasca implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dan Perda Nusa Tenggara Timur Provinsi Nomor 8 Tahun 2008 adalah sebagai berikut: Tabel 4.7. Banyaknya Pejabat Eselon dan Tunjangan Setelah penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Eselo Jumlah No n Tunjangan/Bulan Pejabat Total Tunjangan (Org) (Rp) 1 IB 4,350,000 1 4.350.000 2 IIA 3,250,000 34 26.000.000 3 IIB 2,050,000 13 26.650.000 4 IIIA 1,260,000 256 322.560.000 5 IIIB 980.000 9 8.820.000 6 IVA 540.000 679 366.660.000 7 IVB 490.000 21 10290000 8 VA 360.000 0 0
Jumlah 1.013 765.330.000

1 2 3 4 5 6 7 8

118

Sumber: Perhitungan Penulis berdasarkan data sekunder. Berdasarkan data tabel 4.6 dan 4.7 di atas dapat diketahui bahwa melalui strukturisasi Organisasi Perangkat Daerah pada lingkup

Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur dari 1.088 jabatan eselon menjadi 1.013 jabatan maka terjadi penghematan dana setiap bulan sebesar Rp 43.230.000 atau dalam setahun sebesar Rp 518.760.000. Penghematan dana sebesar Rp 518.760.000 setahun dapat digunakan untuk membangun sarana prasaraan yang dapat dimanfaat secara langsung oleh masyarakat. Pada lingkup Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur penghematan anggaran sebagai Penghematan akibat dari juga terjadi

restrukturisasi diperoleh dari

kelembagaan/organisasi.

tersebut

pengurangan biro, bagian dan sub bagian sehingga anggaran yang harus disiapkan untuk membayar tunjangan pejabat eselon di lingkup Setda juga menjadi lebih kecil. Hal ini diakui pula oleh Setda Provinsi NTT (Frans Salem, Maret 2011); bahwa melihat efisiensi dalam kaitannya dengan anggaran, lebih jelasnya terjadi pada tunjangan jabatan struktural walaupun kurang signifikan. Dan untuk anggaran pembangunan lainnya justru meningkat, dan salah satu usaha untuk meningkatkan anggaran pembangunan adalah mengurangi anggaran belanja SKPD seperti perjanlanan dinas. Sejak implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dan Perda Nomor 8 Tahun 2008 pejabat eselon pada lingkup Setda menyusut dari 228 menjadi 178 jabatan sehingga terjadi penghematan 119

anggaran dari pos tunjangan jabatan struktural. Perbandingan anggaran tunjangan jabatan pejabat eselon adalah: Tabel 4.8 Perbandingan Anggaran Pembiayaan Pejabat Sebelum dan Sesudah Restrukturisasi pada Setda Provinsi NTT Ese No -lon Selisih (L/K) Sebelum PP 41 Sesudah PP 41 Tunjangan org Rp org Rp Org Rp 4.350. 1 IB 4,350,000 1 000 1 4.350.000 0 0 26.000. 26.000.00 2 IIA 3,250,000 8 000 8 0 0 0 26.650.0 20.500.00 3 IIB 2,050,000 13 00 10 0 -3 6.150.000 66.780. 50.400.00 16.380.00 4 IIIA 1,260,000 53 000 41 0 -12 0 82.620. 11 63.180.00 19.440.00 5 IVA 540.000 153 000 8 0 -35 0 41.350.00 Jumlah 228 206.400.000 178 164.430.000 50 0 Sumber: Perhitungan Penulis Berdasarkan Data Sekunder.

Anggaran yang dapat dihemat dari keputusan restrukturisasi di lingkup setda per bulan sebesar Rp 41.350.000 atau selama satu tahun sebesar Rp 497.160.000. Dana tersebut dapat digunakan untuk program atau pembangunan lainnya termasuk peningkatan mutu SDM melalui studi lanjut atau memberdayakan kurang lebih 22 orang perempuan pelaku usaha mikro dan usaha kecil sehingga dapat memperluas lapangan kerja. Dengan demikian, kendala anggaran daerah menjadi salah satu faktor pertimbangan untuk melakukan restrukturisasi, walaupun pada satu sisi terbuka peluang untuk membentuk badan/lembaga daerah lainnya

120

yang merupakan tindakan nyata untuk mengamankan kebijakan nasional, seperti Badan Narkotika dan Penanggulangan Bencana Alam. Menurut Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur kadangkadang pemerintah daerah dibingkai untuk mengikuti pemikiran pusat (Frans Salem,Maret 2011).

8.3.2. Sikap Staf Pelaksana terhadap penataan Organisasi Perangkat Daerah Penilaian staf terhadap implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pegawai yang mengalami mutasi atau non jabatan akibat restrukturisasi, dan kelompok kedua adalah pegawai yang saat ini menempati posisi atau jabatan pada biro maupun dinas dan badan lingkup pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. 8.3.2.1. Sikap pegawai yang mutasi dan non jabatan.

Sesuai dengan variabel besaran Organisasi Perangkat Daerah maka pada lingkup Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur paling banyak 3 asisten yang mengkordinir 3 biro dan masing-masing biro paling banyak 4 bagian dan setiap bagian paling banyak 3 sub bagian. Atas ketentuan ini 90% responden menyatakan setuju dan hanya 10% yang menyatakan sangat tidak setuju. Kemudian 60% berpendapat bahwa Organisasi Perangkat Daerah Provinsi NusaTenggara Timur saat ini sudah sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 121

2007, 10% tidak berpendapat, 20% menyatakan tidak setuju, dan 10% responden menyatakan sangat tidak setuju dengan alasan bahwa NusaTenggara Timur memiliki tipologi kepulauan sehingga mestinya variabel tersebut menjadi pertimbangan pula. Data Pejabat Struktural Eselon III Dan IV yang terkena dampak saat diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 pada dilingkup Setda Provinsi NTT NO 1 I 1. 1 2 3 4 5 2. 6 7 3. 8 9 10 4. 11 5. 12 13 NAMA PANGKAT, GOL/ RUANGAN 3 JABATAN 4 Kabag Administrasi Kasubag Keamanan dan Ketertiban Kasubag Prasarana Fisik Kasubag Tata Pemerintahan Desa Kasubag Tata Usaha Biro Kasubag tata Usaha Kasubag Layanan Perpustakaan Kabag Kesehatan Kasubag Pemuda dan Olahraga Kasubag Urusan Haji Kasubag Tata Usaha Kasubag Tata Usaha Kasubag Rumah Tangga Pimpinan

2 SEKRETARIS DAERAH BIRO PEMERINTAHAN DESA Drs. Abraham Kalik Pembina Tk I/IVb M. Dorothea Sakuera, BA Penata Tk I/IIId Karel Meller Saadilah Abdulah Ana Hermanus Penata Tk I/IIId Penata Tk I/IIId Penata Tk I/IIId

BIRO HUBUNGAN MASYARAKAT Daniel Ratu Lado Penata/IIIc Ruth Sukka Penata Tk I/IIId BIRO BINA SOSIAL Drs. Oktovianus H.D. Talu Johnni Erasmus Mohdar Moh. Hasan, BA Pembina Tk I/ IVb Penata Tk I/IIId Pembina/IVa

BIROPEMBERDAYAAN PEREMPUAN Maria Chiristia E. Taek, Penata Tk I/IIId BA BIRO UMUM Josina Lintie Malelak Penata Tk I/IIId Jonathan Andreas Bella Penata Tk I/IIId 122

14 15 16 17 18 19 6. 20 21 22 7. 23 8. 24 25 9. 26

Ries A. Sereh Agustina Amelia Nau Stefanus Fatin Simon Sesfao Nicasisus Djoko Pitono Yeane Diana Lico BIRO KEUANGAN Anwar Gemar, S.Sos Asuat Agustinus Oni, BA Katharina Salima BIRO ORGANISASI Elfia Herawati, B.Sc

Penata Tk I/IIId Penata Tk I/IIId Penata Tk I/IIId Penata Tk I/IIId Penata Tk I/IIId Penata/IIIc Pembina/IVa Penata Tk I/IIId Penata Tk I/IIId Penata Tk I/IIId

Kasubag Urusan Dalam Kasubag Tata Usaha Pimpinan Kasubag Sarana Telekomunikasi Kasubag Pemeliharaan Kasubag Belanja Pegawai Kasubag Belanja Rutin Pj. Kabag Bina Anggaran Kab/Kota Kasubag Anggaran Rutin Kasubag Pemegang Kas Daerah Kasubag Pengembangan Kinerja Kabag Pengadaan Kasubag Pembelian Kasubag Tata Usaha

BIRO PERLENGKAPAN Drs. Agustinus Hallan, Pembina Tk I/IVb SH Kalikit Bara Kilimandu, Penata Tk I/IIId SM BIRO TATA PEMERINTAHAN Yane Sinlae,SH Penata Tk I/IIId

Dalam kaitannya dengan mutasi dan pemberhentian dari jabatan sebagai konsekuensi dari restrukturisasi melalui Perda Nomor 8 Tahun 2008, 70% bersikap menerima (setuju), 10% tidak berpendapat dan 20% menyatakan sangat tidak setuju dimutasikan dan non jabatan akibat implementasi peraturan pemerintah tersebut. Pegawai yang dimutasikan dan non jabatan selain faktor usia dan pendidikan, faktor 123

lain yang menjadi pertimbangan adalah anggaran namun hanya 50% saja responden yang bersikap menerima, 30% tidak berpendapat atau ragu-ragu sedangkan 2% menyatakan tidak setuju anggaran sebagai alasan untuk memberhentikan Pegawai Negeri Sipil dari jabatannya. Walaupun dimutasikan dan diberhentikan dari jabatan tetapi 80% responden setuju bahwa sebagai abdi negara, abdi masyarakat dan loyal pada keputusan atasan sehingga mereka menerima tindakan tersebut dan menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut, dan hanya 20% yang tidak setuju menerima dan menyesuaikan dengan dengan perubahan OrganisasiI Perangkat Daerah tersebut. Tindakan nyata dari 80% pegawai yang menerima perubahan Organisasi Perangkat Daerah tersebut di atas adalah melaksanakan tugas sesuai penempatan dan penugasan yang baru (60%), sedangkan 20% tidak berpendapat sedangkan yang bersikap menolak perubahan Organisasi Perangkat Daerah sebanyak 20% sangat tidak untuk melaksanakan tugas sesuai dengan penempatan dan penugasan yang baru. Sehubungan dengan pelaksanana tugas pada unit yang baru oleh Pegawai Negeri Sipil yang dimutasikan dan non jabatan, ternyata 30% menyatakan bahwa suasana di tempat kerja yang baru sangat kondusif, dan 40% menyatakan bahwa suasana kerja sama saja baik sebelum maupun sesudah mutasi, tetapi pada sisi lain sebanyak 30% yang menyatakan bahwa suasana kerja tidak kondusif. Untuk kelompok yang 124

terakhir ini tentunya Pegawai Negeri Sipil yang menolak dimutasikan apa lagi non jabatan sehingga selalu berpikir negatif dengan rekan kerja sekitarnya. Dari sisi penghasilan tambahan Pegawai Negeri Sipil yang termutasi, ternyata 70% menyatakan bahwa penghasilannya sebelum dan sesudah mutasi sama saja, berarti dimutasikan dan tidak berjabatan tidak berdampak pada penghasilan Pegawai Negeri Sipil, tetapi 30% responden menyatakan bahwa penghasilan pasca mutasi tidak memadai, artinya terjadi penurunan penghasilan tambahan karena hilangnya jabatan struktural. Efektivitas pelaksanaan tugas pasca restrukturisasi oleh Pegawai Negeri Sipil yang dimutasikan sebanyak 50% menyatakan berjalan sesuai tugas pokok dan fungsi yang baru, sebanyak 40% responden yang tidak melaksanakannya, dan 10% responden tidak berpendapat. Sebanyak 70% diantaranya melaksanakan tugas sesuai target hasil yang ditetapkan sedangkan 30% bekerja tanpa target hasil. Perampingan Organisasi Perangkat Daerah dan mutasi ternyata 70% sangat mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsi, sedangkan 30% sisanya merasakan dan mengalami bahwa perampingan dan mutasi tidak mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsi. Dengan demikian, kinerja karyawan yang dimutasi dalam pelaksanaan tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat tidak mengalami perubahan bahkan 125 ditingkatkan, 10% responden

menyatakan sangat setuju, 50% menyatakan setuju, sebanyak 20% menyatakan cukup setuju dan sisanya 20% menyatakan tidak setuju.

8.3.2.2.

Sikap pegawai yang memiliki jabatan pasca Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007.

penerapan

Sesuai dengan variabel besaran Organisasi Perangkat Daerah, maka pada lingkup Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur paling banyak 3 asisten yang mengkordinir 3 biro dan masing-masing biro paling banyak 4 bagian dan setiap bagian paling banyak 3 sub bagian. Tanggapan dari adalah sebanyak 60% dan 30% sangat setuju dan setuju dan hanya 10% saja yang tidak setuju. Konsekuensi dari amanat peraturan pemerintah tersebut adalah restruktutrisasi Organisasi Perangkat Daerah di lingkup Pemerintah Daerah Provinsi

NusaTenggara Timur, sebanyak 60% menyatakan sangat setuju dan 40% menyatakan setuju. Amanat Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 memberikan membentuk kewenangan kepada pemerintah daerah dapat

biro/lembaga daerah sesuai dengan kebutuhan dan

kondisi riil daerah. Atas pernyataan ini sebanyak 50% responden yang menyatakan sangat setuju, 40% lainnya menyatakan setuju dan hanya 20% yang menyatakan menolak pembentukan lembaga baru. Akibat dari restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah adalah mutasi atau member-hentikan pejabat Kepala Biro, Lembaga dan 126

Bagian, atas fakta ini terdapat beragam pandangan dari responden. Sebanyak 70% menyatakan sangat tidak setuju jika pejabat dibebas tugaskan, 20% sangat tidak setuju dan hanya 10% yang tidak berpendapat. Sebaliknya sebanyak 60% responden setuju jika pejabat tersebut diangkat menjadi kepala Biro/Lembaga/bagian pada lembaga yang baru dibentuk. Walaupun demikian, pada sisi lain sebanyak responden 60% menyatakan tidak setuju dan 10% responden sangat tidak setuju apabila lembaga baru dijabat oleh pejabat baru, artinya lembaga baru dipimpin oleh pejabat yang mengalami penggabungan biro atau bagian. Jika pejabat yang unit kerjanya mengalami penggabungan dengan unit lain maka diangkat menjadi staf ahli gubernur, ternyata 40% responden setuju, sebanyak 30% tidak setuju, 20% sangat tidak setuju dan sebanyak 10% tidak memberikan pendapat. Perampingan Organisasi Perangkat Daerah pada lingkup Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur saat ini, anggaran merupakan salah satu alasan mendasar karena terbatasnya APBN dan APBD untuk membiayai tunjangan jabatan struktural. Restrukturisasi dengan alasan anggaran ternyata sebanyak 30% responden tidak menyetujui alasan ini, sebanyak 30% responden yang dapat

menerimanya, dan 40 % responden tidak dapat memberi-kan pendapat yang tegas.

127

Walaupun beragam pendangan tentang restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah namun sebanyak 80% responden sependapat bahwa struktur Organisasi Perangkat Daerah yang baru sudah memperhatikan efektivitas dan efisiensi layanan kepada masyarakat, pemerintahan. pelaksanaan Dengan pembangunan sebanyak dan 90% administrasi responden

demikian,

sependapat untuk bersikap menerima perubahan Organisasi Perangkat Daerah dan menyesuaikan diri dalam melaksanakan tugas dan fungsi sesuai unit kerja yang baru pasca restrukturisasi melalui peningkatan kemampuan dan kompetensi diri dalam bekerja, dan berkerja sesuai target hasil berdasarkan SOP atau POS. Sumber daya manusia merupakan faktor penentu keberhasilan organisasi secara efektif sebagaimana yang dikemukakan oleh Sekda Nusa Tenggara Timur (Maret 2011) bahwa sebaik-baiknya organisasi, salah satu hal yang mandasar dari perkembangan organisasi itu sendiri adalah Sumber Daya Manusia, dispilin harus ditegakan melalui perbaikan sarana prasrana dan SOP serta uraian tugas baik itu lini pejabat maupun staf.

4.4

Faktor-faktor

yang

mempengaruhi

penerapan

Peraturan

Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 di lingkup Setda Provinsi NusaTenggara Timur 4.4.1. Faktor Pendukung Efektivitas penerapan Penataan Kelembagaan

128

Efektivitas penerapan Organisasi Perangkat Daerah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dan Perda Nomor 8 Tahun 2008 di Provinsi Nusa Tenggara Timur khususnya di lingkup Sekretariat Daerah, dan Dinas Daerah dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Hasil wawancara peneliti dengan sejumlah pegawai dan Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dikemukakan bahwa faktor faktor yang menjadi pendukung pelaksanaan Organisasi Perangkat Daerah di lingkup Setda dan dinas daerah adalah: 1. Sebagian besar Sumber Daya Manusia (PNS) menerima

perubahan dan berupaya untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan organisasi dan struktur. Salah satu cara yang ditempuh adalah perbaikan atau meningkatkan mutu SDM melalui program Tugas Belajar dan Ijin Belajar bagi Pegawai Negeri Sipil. 2. Disiplin pegawai semakin meningkat (baik) sejak

diterapkannya absensi sidik jari dan apel setiap hari senin serta apel kesadaran setiap awal bulan. 3. Dukungan dana yang cukup dalam memperlancar

pelaksanaan tugas-tugas operasional pada masing-masing unit kerja atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). 4. Pembagian tugas dan pemahaman bidang tugas menjadi

lebih jelas sehingga tidak adanya tumpang tindih pekerjaan, program dan kegiatan.

129

5.

Semangat kebersamaan, kekompakan, dan komitmen yang

kuat dari pegawai pada semua lini untuk melaksanakan tugas dan fungsi sesuai regulasi yang telah ditetapkan karena suasana kerjanya kondusif. 6. Struktur organisasi yang ramping, rentang kendali yang

semakin pendek sehingga lebih mudah menerima dan memberi informasi disamping koordinasi lebih mudah. 7. Komitmen yang kuat untuk menjaga integritas diri, pejabat

dan korps dalam menjalankan tugas dan didukung pula dengan Perda, Peraturan Gubernur yang berkaitan dengan uraian tugas dan Prosedur Tetap (Protap), sistem kerja, standar operasional dan prosedur dan pengawasan melekat yang baku. 8. Penempatan staf sebagian besar sesuai dengan

kemampuan dan ke-ahlian staf, atau adanya kecocokan antara kemampuan staf dengan tugas dan fungsi yang diembannnya (orang yang tepat untuk tugas yang tepat). 9. Ketersediaan sarana, prasarana yang memadai dan

dukungan dana yang cukup untuk setiap unit kerja. 10. Adanya perangkat elektornik/web site mempermudah

pelayanan kepada masyarakat, dan aparatur daerah lebih disiplin dengan adanya presensi elektronik.

130

11.

Motivasi kerja yang semakin kompetitif untuk menunjukkan

kinerja yang tinggi sehingga berpeluang untuk dipertahankan dalam jabatan bahkan dipromosikan. 12. Kesejahteraan (tunjangan kesejahteraan) untuk pegawai

telah ditingkatkan mencapai tingkat kelayakan.

4.4.2. Faktor Penghambat Efektivitas penerapan Penataan Kelembagaan Selain faktor pendukung efektivitas penerapan penataan

kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah sebagaimana penulis kemukakan di atas, dalam pelaksanaan operasional tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan layanan kemasyarakatan masih ditemui sejumlah faktor yang menghambat efektivitas penataan

kelembagaan di lingkup Setda dan dinas-dinas daerah.

Faktor yang

terindenfikasi menjadi penghambat implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dan Perda Nomor 8 Tahun 2008 adalah: 3.Pola pikir dan budaya sejumlah Pegawai Negeri Sipil belum sejalan dengan tuntutan perubahan organisasi dan struktur organisasi Organisasi Perangkat Daerah yang baru. 4.Sumber daya manusia baik intelektual maupun karakter. Hal yang paling penting dalam mencapai tujuan organisasi adalah apabila tugas dan tanggung jawab dilaksanakan dengan sepenuh hati. Aparatur yang memiliki kemampuan intelektual yan memadai namun 131

tidak diimbang dengan akrakter diri yang baik juga menjadi kendala dalam penyelenggaraan pemerintahan. Untuk itu, salah satu cara adalah Pemda berusaha untuk terus melakukan perbaikan karakter aparatur Pegawai Negeri Sipil melalui pembinaan rohani setiap hari Jumad yang wajib diikuti oleh semua pegawai lingkup Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. 5.Terjadinya kelebihan Pegawai Negeri Sipil pada unit-unit yang digabung atau dimerger sehingga mempengaruhi semangat kerja karyawan yang lain. 6.Rendahnya disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil yang non jabatan mempengaruhi efektivitas kerja unit yang bersangkutan. 7. Kurangnya kerjasama antara pegawai yang dimutasikan

dengan pegawai yang lainnya pada unit kerja yang baru. 8. SKPD. 9. Staf yang baru dimutasikan pada SKPD yang baru belum Pendistribusian staf/pegawai yan belum merata di semua

memahami bidang tugasdan fungsi yang baru. 10. Makin luasnya tugas untuk suatu bagian/bidang sehingga

cukup terkendala dalam waktu dan tenaga untuk menyelesaikan suatu tugas/pekerjaan. 11. Sarana-prasarana dan kesejateraan juga menjadi kendala

dalam pelaksanan tugas.

132

12.

Adanya trauma kehilangan jabatan, tunjangan dan fasilitas, SDM aparatur belum semuanya siap menerima perubahan.

13.

Penempatan sejumlah pejabat struktural tidak sesuai kompetensi, Ketersediaan tenaga/PNS yang non struktur yang tidak ditunjang dengan kualitas SDM yang memadai untuk mengemban tugas tertentu.

14.

Kesadaran aparatur tentang jabatan struktural dan fungsional yang telah dimerger dengan unit lain sedikit mengalami psikologis. gangguan

15.

Penggabungan Biro Humas kedalam Biro Umum menyebabkan pelaksanaan tugas dan fungsi kehumasan terutama dalam

mengekspose kegiatan gubernur dan pembangunan kurang berjalan secara efektif. Dari semua faktor penghambat implementasi Organisasi Perangkat Daerah di lingkup Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagaimana dikemukakan di atas ternyata yang dominan adalah hambatan Individu. Adanya prasangka buruk terhadap perubahan, pengangkatan dan mutasi pejabat pasca restrukturisasi dapat mempengaruhi persepsi individu para pegawai terhadap suatu situasi yang dapat menyebabkan mereka menginterprestasikan perubahan sesuai dengan keinginan mereka untuk mendapatkan keuntungan sendiri. Alasan lain adalah adanya stress dan ketidaknyamanan dalam bekerja dalam unit yang digabungkan, baik untuk pejabat maupun pegawai terutama mereka yang dimutasikan dan non 133

jabatan. Pegawai mengembangkan kebiasaan-kebiasaan rutin yang dapat mempermudah mereka untuk mengendalikan situasi dan membuat keputusan- keputusan yang sudah terprogram. Ketika rutinitas terganggu maka pegawai mengalami stress sehingga pegawai cenderung kembali pada kebiasaan-kebiasaan lama dan tidak fokus pada pekerjaan dan target hasil yang ditetapkan.

4.3. Profil Responden Dalam rangka mewujudkan visi dan misinya, instansi Setda dan Biro ditunjang oleh sumber daya manusia sebagai pelaksana

pemerintahan. Sumber daya manusia pelaksana pemerintahan tersebut berjumlah 740 orang yang dapat diklasifikasikan berdasarkan golongan, gender, dan pendidikan sebagaimana dikemukakan pada bab III, namun pada sub bagian ini penulis akan kedepankan profil responden khusus pegawai (20) yang dimintai tanggapan dan sikapnya berkaitan dengan restrukturisasi Organisasi Pemerintah Daerah (OPD).

4.1.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Karakteristik responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.1. Krakteristik Responden Berdasarkan Usia No 1 2 3 Usia (tahun) 18-28 29-39 40-50 Jumlah (orang) 0 3 8 134 Persentase (%) 0% 15 % 40 %

51-61 Jumlah Sumber: Data primer, Maret 2011

9 20

45 % 100%

Tabel di atas menunjukkan usia dominan adalah 40-61 tahun sebanyak 85% yang menandakan bahwa pegawai yang menjadi responden adalah relatif berusia tua. Data ini juga menjadi representase dari komposisi usia pegawai di lingkup Setda dan Biro-biro Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur dimana sebanyak 76%

merupakan kelompok usia 40 60 tahun. Informasi yang dapat dicermati dari data ini adalah bahwa organisasi/intansi Pemerintah Provinsi Nusa Tengara Timur membutuhkan para pegawai yang lebih matang, dewasa dan berpengalaman dalam pembangunan, administrasi, dan pengelolaan keuangan daerah. Dari segi jenis kelamin, responden yang diwawancarai atau dimintai informasi berkaitan dengan restukturisasi atau penataan kelembagaan adalah 90% berjenis laki-laki dan perempuan sebanyak 10%.

4.1.2. Pendidikan Responden Krakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat digambarkan bahwa 60% adalah sarjana, 10% pasca sarjana, dan diploma sebanyak 10% dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas sebanyak 20%. Dominasi responden yang berpendidikan sarjana (60%) juga merupakan representase dari komposisi PNS di lingkup Setda dan Biro 135

yang 45% adalah berpendidikan sarjana sedangkan yang berijazah SLTA sebesar 35%. Data yang disajikan pada tabel berikut ini menggambarkan tingkat pendidikan responden.

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan No 1 2 3 4 Tingkat Pendidikan SLTA Diploma Strata 1 Strata 2 Jumlah Sumber: data primer, Maret 2011 Jumlah (orang) 4 2 12 2 20 Persentase (%) 20 % 10 % 60 % 10% 100%

4.1.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja dan Golongan Karakteristik responden berdasarkan masa/lama kerja pada

Sekretariat Daerah atau Biro di lingkungan pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah: Tabel 4.3. Karakteristik Respoden Berdasarkan Masa Kerja No Lama Bekerja (tahun) 1 0-10 Tahun 2 11-20 Tahun 3 21-30 Tahun Sumber: Data primer, Maret 2011 Jumlah (orang) 1 5 14 Persentase (%) 5% 25 % 70 %

Data tabel diatas menunjukkan bahwa pegawai (responden) yang bekerja pada Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur yang memiliki usia

kerja masih rendah yaitu pegawai yang bekerja selama 0 hingga 10 tahun sebesar 5%, pegawai yang bekerja selama 11 hingga 20 tahun sebanyak 136

5 orang (25%) dan pegawai yang bekerja selama 21 hingga 30 tahun sebanyak 14 orang (70 %). Selanjutnya berdasarkan golongan/pangkat dari Pegawai Negeri Sipil (responden) dapat kemukakan bahwa 80% responden berada pada golongan III (III c III d) dan hanya 20% golongan IV ( IVa).

4.1.4. Karakteristik responden berdasarkan Jabatan dan Unit Kerja Karakteristik responden dan unit kerja dapat digambarkan melalui tabel berikut ini:

Tabel 4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jabatan dan Unit Kerja Unit Kerja Jabatan/ Posisi Respoden Kabag Kasubbag Kabid Sekretari Staf s Biro Hukum 2 Biro Organisasi 1 3 Biro Kepegawaian 2 Biro Pemerintahan 1 Biro Umum 1 Setwilda 1 BKPMD 1 Dinas Perindag 5 Badan Narkotika 1 Lainnya 1 1 Jumlah 1 8 1 1 9
Sumber : Data Primer

Krakteristik repsonden berdasarkan jabatan atau posisi yang miliki saat ini dapat dijelaskan bahwa 40% adalah Kepala Sub Bagian pada biro-biro di lingkungan Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan 45% staf baik ada ada pada setda Provinsi Nusa Tenggara Timur maupun 137

pada kantor dinas serta badan atau Satuan Kerja Perangkat Daerah lainnya. Sementara itu, Kepala Bagian, Kepala Bidang dan Sekretaris masing-masingnya sebesar 5%.

138

NO 1 I 1. 1 2 3 4 5 2. 6 7 3. 8 9 10 4. 11 5. 12 13 14 15 16

NAMA 2 SEKRETARIS DAERAH BIRO PEMERINTAHAN DESA Drs. Abraham Kalik M. Dorothea Sakuera, BA Karel Meller Saadilah Abdulah Ana Hermanus

PANGKAT/GOL/ RUANGAN 3

JABATAN 4 Kabag Administrasi Kasubag Keamanan dan Ketertiban Kasubag Prasarana Fisik Kasubag Tata Pemerintahan Desa Kasubag Tata Usaha Biro Kasubag tata Usaha Kasubag Layanan Perpustakaan Kabag Kesehatan Kasubag Pemuda dan Olahraga Kasubag Urusan Haji Kasubag Tata Usaha Kasubag Tata Usaha Kasubag Rumah Tangga Pimpinan Kasubag Urusan Dalam Kasubag Tata Usaha Pimpinan Kasubag Sarana

Penata Tk I/IIId Penata Tk I/IIId Penata Tk I/IIId Penata Tk I/IIId

BIRO HUBUNGAN MASYARAKAT Daniel Ratu Lado Penata/IIIc Ruth Sukka BIRO BINA SOSIAL Drs. Oktovianus H.D. Talu Johnni Erasmus Mohdar Moh. Hasan, BA Penata Tk I/IIId Pembina Tk I/ IVb Penata Tk I/IIId Pembina/IVa

BIROPEMBERDAYAAN PEREMPUAN Maria Chiristia E. Taek, BA Penata Tk I/IIId BIRO UMUM Josina Lintie Malelak Jonathan Andreas Bella Ries A. Sereh Agustina Amelia Nau Stefanus Fatin 139 Penata Tk I/IIId Penata Tk I/IIId Penata Tk I/IIId Penata Tk I/IIId Penata Tk I/IIId

Telekomunikasi NO 17 18 19 6. 20 21 22 7. 23 8. 24 25 9. 26 1 Simon Sesfao Nicasisus Djoko Pitono Yeane Diana Lico BIRO KEUANGAN Anwar Gemar, S.Sos Asuat Agustinus Oni, BA Katharina Salima BIRO ORGANISASI Elfia Herawati, B.Sc BIRO PERLENGKAPAN Drs. Agustinus Hallan, SH Kalikit Bara Kilimandu, SM 2 Penata Tk I/IIId Penata Tk I/IIId Penata/IIIc Pembina/IVa Penata Tk I/IIId Penata Tk I/IIId 3 Kasubag Pemeliharaan Kasubag Belanja Pegawai Kasubag Belanja Rutin Pj. Kabag Bina Anggaran Kab/Kota Kasubag Anggaran Rutin Kasubag Pemegang Kas Daerah Kasubag Pengembangan Kinerja Kabag Pengadaan Kasubag Pembelian Kasubag Tata Usaha

Penata Tk I/IIId

Pembina Tk I/IVb Penata Tk I/IIId

BIRO TATA PEMERINTAHAN Yane Sinlae,SH Penata Tk I/IIId

140

Anda mungkin juga menyukai