Anda di halaman 1dari 11

Optimalisasi Peran Legislasi Dewan Perwakilan Daerah dalam Sistem Bikameral di Indonesia

Oleh: Danang Enggartyasto1

Abstrak

Dewan Perwakilan Daerah dalam sistem bikameral di Indonesia. Bikameral merupakan istilah sistem
perwakilan yang terdiri dari dua kamar di Indonesia dikenal dengan istilah DPR-RI dan DPD-RI yang
bertujuan untuk mencapai pemerintahan yang baik (good gavernment) serta tercapainya check and
balances pada lembaga legislatif di Indonesia. DPD-RI lahir pada tanggal 1 Oktober 2004, yakni ketika
128 anggota DPD-RI yang terpilih untuk pertama kalinya dilantik dan diambil sumpahnya. Adapun
anggota DPD-RI dari setiap provinsi adalah 4 orang. Sehingga jika dijumlahkan anggota DPD-RI saat ini
berjumlah 136 orang dan masa jabatan anggota DPD adalah 5 tahun. Amanat UUD NRI 1945 tentang
DPD-RI dapat dilihat dalam BAB VIIA Dewan Perwakilan Daerah Pasal 22 C dan Pasal 22 D. Penelitian
mengenai DPD-RI dalam hal ini lebih di fokuskan mengenai keterkaitan antara jumlah anggota DPD-RI
yang disamaratakan tiap provinsi adalah 4 (empat) orang dengan ekvektifitasnya dalam menjalankan
fungsi legislasi, perwakilan, pertimbangan. Tulisan ini menyimpulkan bahwa jumlah anggota DPD-RI
yang sama rata disetiap provinsi belum berjalan dengan optimal karena setiap daerah memiliki kondisi
sosial, ekonomi, budaya dan kondisi geografis yang berbeda, sehingga diperlukan penormaan ulang
melalui amandemen konstitusi. Dan kedepan perlu adanya penyesuaian jumlah anggota DPD-RI dengan
daerah yang diwakilinya.

Kata Kunci: Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Amandemen dan Konstitusi

A. Pendahuluan
Dewan Perwakilan Daerah sejatinya merupakan lembaga Negara baru yang lahir pasca
reformasi melalui amandemen konstitusi saat itu. DPD merupakan lembaga yang
merepresentasikan kepentingan rakyat dengan basis wilayah provinsi. Perubahan ketiga Undang-
Undang Dasar 1945 mengatur tentang pendirian serta kewenangan yang dimiliki oleh DPD-RI
sebagai bagian dari lembaga perwakilan di Indonesia. Setelah adanya perubahan konstitusi
tersebut seakan Indonesia mengadopsi struktur bikameral, dimana DPR dijadikan lembaga

1
Penulis adalah Peneliti Pusat Studi Hukum Konstitusi ( PSHK ) Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia

1
perwakilan dengan basis nasional sedangkan DPD menjadi lembaga perwakilan dengan basis
daerah provinsi.
Untuk melegitimasi politik pemerintah, dilaksanakan pemilu 1999 yang tercatat sebagai
pemilu demokratis. Berdasarkan hasil pemilu 1999 terbentuk lembaga permusyawaratan
perwakilan, yaitu MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Salah satu agenda yang dilakukan MPR periode
1999-2004 adalah melakukan perubahan UUD 1945 untuk memberikan kerangka konstitusional
ketatanegaraan Indonesia baru, sesuai tuntutan reformasi. 2
Keberadaan DPD tidak terlepas dari latar belakang persoalan lembaga-lembaga Negara di
Indonesia. Hal ini tentunya dimaksudkan untuk mendapatkan sistem kelembagaan politik yang
pas dan sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. 3 Sebagai negara kepulauan dengan
komposisi etnis yang beragam, suku yang berdeda, dan agama yang berbeda serta persebaran
penduduk di berbagai pulau rasanya mustahil satu sistem kelembagaan politik saja akan mampu
untuk menampung seluruh perbedaan yang ada. Pengelompokan dan penumpukan kekuasaan
politik hanya pada satu lembaga politik saja akan langsung memunculkan reduksi peranan
lembaga politik yang lainnya.4
DPD merupakan lembaga negara yang menyeimbangkan dan membangun serta
memberdayakan segala bentuk partisipasi politik dalam suatu daerah, DPD menjabat selama 5
tahun. DPD sangat berperan penting dalam mewadahi segala bentuk permasalahan-permasalahan
yang ada di daerah. Kelahiran DPD sangat di dasari oleh keinginan semua pihak termasuk
pemerintahan pusat dan daerah untuk memperbaiki hubungan kerja dan penyaluran kepentingan
antara kedua level pemerintahan tersebut. Dalam hal ini DPD juga diharapkan hadir sebagai
lembaga yang mampu membantu dan mengatasi segala bentuk kesenjangan antara pusat dan
daerah sesuai dengan otonomi daerah yang menjamin keadilan dan demokrasi.
Seperti yang kita ketahui misi dari DPD itu sendiri Memperjuangkan aspirasi rakyat dan
daerah untuk mewujudkan pemerataan pembangunan kesejahteraan rakyat dalam rangka
memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara berkesinambungan,
mendorong perhatian yang lebih besar dari pemerintah pusat terhadap isu-isu penting di daerah
dan yang selanjutnya, memperjuangkan penguatan status DPD sebagai salah satu badan legislatif
dengan fungsi dan kewenangan penuh untuk mengajukan usul, ikut membahas, memberikan
pertimbangan, dan melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang, terutama yang

2
Ruliah, Penataan Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam Sistem Ketatanegaraan di
Indonesia, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo, Vol. 2 issue 1, Maret 2018.
3
Kelompok DPD MPR RI, Indra J. Piliang, Bivitri Susanti, Untuk Apa DPD RI, Cet.2, MPR RI, Jakarta, 2006,
Hlm 3.
4
Indra j Piliang, Op.Cit, Hlm 4.

2
menyangkut kepentingan daerah. 5 Meskipun mempunyai misi seperti itu, tapi pada kenyataannya
peran dan kedudukan DPD dalam penyelenggaraan hubungan pemerintahan pusat dan daerah
belum mampu menjawab dan menjalani tugasnya secara maksimal, fakta yang ada dalam setiap
menjalani tugasnya anggota DPD tersebut lebih kurang hanya menyandang statusnya saja sebagai
pejabat daerah, tidak terlalu berperan dalam misi-misi dari DPD itu sendiri.
Melihat latar belakang diatas maka penulis hendak membahas permasalahan
ketatanegaraan mengenia lembaga DPD melalui tulisan yang berjudul “Optimalisasi Peran
Legislasi Dewan Perwakilan Daerah Dalam Sistem Bikameral di Indonesia”, dengan 2 (dua)
rumusan masalah: Pertama, bagaimana kewenangan DPD dalam proses legislasi di Indonesia ? ,
Kedua, bagaimna upaya normatif untuk meningkatkan kewenangan dan fungsi DPD dalam proses
legislasi?.

B. Pembahasan

1. Kewenangan DPD dalam Proses Legislasi

DPD adalah sebuah lembaga perwakilan seperti halnya DPR yang mewakili masyarakat
pada wilayah tertentu. DPD merupakan alternatif baru bagi bentuk “utusan daerah” di MPR, yang
lebih merepresentasikan kepentingan daerah. Menurut sistem lama MPR anggota utusan daerah
merupakan hasil pemilihan eksklusif anggota DPRD Provinsi. Saat ini anggota DPD dipilih
melalui Pemilu melalui sistem distrik berwakil banyak. Sistem ini menghendaki bahwa,
masyarakat langsung memilih nama kandidat yang memang disyaratkan untuk independen. 6
Harapan besar adanya “utusan daerah” model baru yang diwujudkan dalam lembaga
DPD dengan sistem rekruitmen yang merupakan hasil pilihan rakyat melalui pemilu ini, dapat
menjadi jembatan bagi aspirasi masyarakat daerah dalam pembuatan kebijakan pada tingkat
nasional dan Anggota DPD dari setiap Propinsi ditetapkan sebanyak 4 (empat) orang. Jumlah
anggota DPD tidak lebih dari 1/3 (sepertiga) jumlah anggota DPR.
Pembentukan DPD sebagai salah satu institusi negara yang baru bertujuan memberikan
kesempatan orang-orang daerah untuk ikut mengambil kebijakan dalam tingkat nasional,
khususnya yang terkait kepentingan daerah. Berdasarkan Ketentuan Pasal 22D ayat (1) dan ayat

5
Firman Manan, Dewan Perwakilan Daerah Indonesia dalam Sistem Pemerintahan Republik Indonesia,
Jurnal Unpad Ilmu Pemerintahan, Vol. 1 No. 1, April 2015, ISSN 2442-5958, Hlm 51.
6
Yulia Neta, Upaya Peningkatan Peran Dewan Perwakilan Daerah di Indonesia, Fiat Justisia Jurnal Ilmu
Hukum Vol. 5 No. 1, Januari-AprilL 2011, ISSN 1978-5186, Hlm 98.

3
(2) UUD NRI 1945, DPD memiliki kewenangan dalam hal pembuatan Undang-Undang dan
Pembahasan Rancangan Undang-Undang. Keberadaan DPD dalam sistem ketatanegaraan.
Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pelembagaan fungsi representasi dalam rangka
pelembagaan fungsi representasi itu dikenal adanya 3 (tiga) sistem perwakilan yang dipraktikkan
di berbagai negara demokrasi yaitu;7
a. Sistem perwakilan politik (political representative)
b. Sistem perwakilan teritorial (teritorial representative);
c. Sistem perwakilan fungsional (fungsional representative).
Susunan dan kedudukan DPD harus dikembalikan ke asalnya sesuai pasal 22 D Undang-
undang Dasar 1945. Berdasarkan pasal tersebut, DPD memiliki fungsi dan tugas terkait legislasi,
transfer keuangan pusat dan daerah, pemekaran dan penggabungan daerah, serta berkantor di
daerah. Berdasarkan Pasal 249 Ayat 1 (j) Undang-Undang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(UU MD3), juga disebutkan DPD juga ikut serta dalam kewenangan legislasi, kewenangan
pengawasan, dan pemantauan serta evaluasi peraturan-peraturan daerah. 8
Namun berdasarkan pasal 22 D dalam konstitusi, dapat dikatakan bahwa peran dan
kewenangan DPD hanya sebatas pengusulan RUU yang terkait dengan otonomi daerah, menurut
saya kewenangan DPD ini hanya sebatas pengusulan, bisa saja pengusulan itu tidak diterima oleh
DPR dan keterbatasan fungsi legislatif DPD juga nampak dalam Pasal 44 dan 45 UU No 22
Tahun 2003, dimana kewenangan DPD dalam memberikan masukan yang berkaitan dengan
RUU, APBN, pajak, pendidikan dan agama. Masukan itu tidak bisa dibahas dalam forum sidang,
tetapi cukup memberi masukan dalam bentuk tulisan saja, tidak dapat langsung di akses dalam
UU, jadi peran DPD dalam pembentukan UU hanyalah pembantu khusus DPR dan
pemerintah.Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sebenarnya secara kelembagaan DPD belum
sepenuhnya sebagai lembaga legislatif. Keberadaannya hanya bersifat penunjang terhadap fungsi
DPR.9
Secara konstitusional, DPD hadir sebagai salah satu lembaga negara dalam cabang
kekuasaan legislatif dalam sistem ketatanegaraan Indonesia namun fungsi dan kewenangan
sebgaimana lazimnya sebuah lembaga legislatif tidak sepenuhnya dimiliki. Pelaksanaan fungsi
dan wewenangnya masih harus melalui pintu DPR, oleh karena itu keberadaan DPD menurut
berbagai kalangan hanya disebut sebgai ”pajangan demokrasi”. Dikatakan demikian karena

7
Jimly Assidiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II, Rajawali Press, Depok, 2009, Hlm 34.
8
Ibid.
9
https://www.saldiisra.web.id/index.php/buku-jurnal/jurnal/19-jurnalnasional/361-penguatan-fungsi-
legislasi-dewan-perwakilan-daerah.html diakses pada 01/10/2019, pukul 12.23.

4
pengisisan keanggotaannya dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilu tetapi kemudian
tidak memiliki wewenang memadai dan kekuataan pemutus sebagai salah satu cabang kekuasaan
negara di bidang legislatif. Adapun kewenangan DPD dalam Pasal 249 berbunyi sebagai
berikut;10
A. DPD mempunyai wewenang dan tugas;
a. Mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan
dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada DPR;
b. Ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan hal sebagaimana
dimaksud dalam huruf a;
c. Menyusun dan menyampaikan daftar inventaris masalah rancangan undang- undang yang
berasal dari DPR atau Presiden yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam
huruf a;
d. Memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang APBN
dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;
e. Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi
daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan
daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan
APBN, pajak, pendidikan, dan agama;
f. Menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi
daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan
undang-undang APBN, pajak, pendidikan, dan agama kepada DPR sebagai bahan
pertimbangan untuk ditindaklanjuti;
g. Menerima hasil pemeriksaan atas keuangan negara dari BPK sebagai bahan membuat
pertimbangan kepada DPR tentang rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
APBN;
h. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK;
i. Menyusun program legislasi nasional yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah; dan
j. Melakukan pemantauan dan evaluasi atas rancangan peraturan daerah dan peraturan
daerah.

B. Dalam menjalankan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e,
anggota DPD dapat melakukan rapat dengan Pemerintah Daerah, DPRD, dan unsur
masyarakat di daerah pemilihannya.

DPD tidak mempunyai kekuasaan untuk memutuskan atau berperan dalam proses
pengambilan keputusan sama sekali. Terkait dengan itu, ada beberapa alasan yang dapat
dikemukakan. Pertama, DPD pada dasarnya tidak memegang kekuasaan membentuk undang-
undang. Kedua, DPD hanya berwenang merancang undang-undang tertentu yang berkaitan
10
Pasal 249 Undang-Undang No. 2 Tahun 2018 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

5
dengan pemerintahan daerah. Ketiga, DPD tidak mandiri dalam membentuk undang-undang,
karena adanya frasa ”ikut membahas rancangan undang-undang” pada Pasal 249 huruf b,
menunjukkan bahwa DPR-lah yang memiliki kekuasaan membentuk undang-undang. Padahal,
persyaratan dukungan untuk menjadi anggota DPD jauh lebih berat daripada persyaratan
dukungan untuk menjadi anggota DPR, artinya kualitas legitimasi anggota DPD itu sama sekali
tidak diimbangi secara sepadan oleh kualitas kewenangannya sebagai wakil rakyat daerah
(regional representatives).

Jika DPR mempunyai kewenangan legislasi undang-undang, DPD hanya diberi


kesempatan untuk dapat mengusulkan atau membahas beberapa jenis rancangan undang-undang
tanpa ikut proses pengambilan keputusan. Kedudukannya hanya bersifat penunjang atau auxiliary
terhadap fungsi DPD di bidang legislasi, sehingga DPD hanyalah sebagai co-legislator di
samping DPR. Sifat tugasnya di bidang legislasi hanya menunjang (auxiliary agency) tugas
konstitusional DPR. Dengan kewenangan yang begitu terbatas, DPD tidak dapat dikatakan
mempunyai fungsi legislasi.11 Dengan diberikan kekuasaan seperti yang terdapat dalam konstitusi
Indonesia saat ini, DPD sebagai lembaga yang mewakili rakyat daerah dalam menyuarakan
aspirasi kepentingannya belum memenuhi tujuan dibentuknya lembaga ini.

Jika kita bandingkan dengan sistem bikameral di Amerika Serikat dimana Senat memiliki
kewenangan yang sangat besar dan setara kewenangannya kewenangan legislasi House of
Representative. Kewenangan legislasi yang dimiliki oleh Senat Amerika Serikat tidak terbatas
sebagaimana yang dimiliki oleh lembaga DPD Indonesia. Ketentuan Pasal 1 Ayat (7) UUD
Amerika Serikat yang mengatur kewenangan legislasi Senat pada intinya dapat eksplanasikan
sebagai berikut;12

a. Pembahasan atas setiap RUU yang diajukan, harus melalui dua kamar yakni
House of Representative dan Senat, sebelum RUU itu disampaikan kepada
Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang;
b. Senat berwenang mengajukan usul suatu RUU kepada House of Representative
untuk dibahas bersama tanpa ada pengkhususan bidang seperti yang dipunyai
oleh DPD Indonesia;
c. House of Representative dapat menerima, menolak, dan memberi tambahan-
tambahan atas RUU yang diajukan oleh Senat kepadanya;
d. Apabila House of Representative menerima, maka RUU itu diteruskan ke
Presiden untuk dimintai persetujuan atau pengesahan. Namun jika House of
Representative menolak, maka dibentuk panitia bersama antara Senat dengan
House of Representative guna mencapai kesepakatan bersama;
11
Subardjo, Dewan Perwakilan Daerah Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
dan Penerapan Sistem Bikameral di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2012, Hlm 140.
12
King Faisal Sulaiman, Sistem Bikameral dalam Spektrum Lembaga Parlemen Indonesia, UII Press,
Yogyakarta, 2013, Hlm 175.

6
e. Jika tidak tercapai kesepakatan sebagaimana maksud point e, maka RUU tidak
dapat diajukan lagi dalam persidangan masa itu;
f. Jika sebuah RUU yang telah disetujui bersama oleh dua kamar lalu disampaikan
kepada Presiden untuk dimintai persetujuan/pengesahan namun ditolak/diveto
oleh Presiden, maka Senat berwenang melawan atau menolak kembali veto
Presiden itu atas melalui suatu pernyataan yang disetujui oleh minimal 2/3
anggota Senat dan anggota House of Representativemoleh minimal 2/3;
g. Penolakan legislatif masih bias di veto oleh lembaga eksekutif (Presiden) alias
veto diam-diam dengan cara tidak menandatangani undang-undang tersebut.
Namun demikian undang-undang tetap berlaku karena telah disetujui oleh
mayoritas anggota parlemen ( Senat dan House of Representative);
h. Jika RUU tidak dikembalikan oleh Presiden dalam waktu sepuluh hari (kecuali
hari minggu) setelah disampaikan kepadanya, RUU akan menjadi UU seperti
halnya bila ia menandatanganinya, kecuali jika Kongres dengan penundaan
sidangnya mencegah pengembianya, dalam hal mana rancangan itu tidak akan
menjadi UU.
i. Senat menolak, menyetujui , atau memberi tambahan atas setiap RUU yang
diajukan oleh House of Representative kepadanya;
j. Jika Senat menolak, maka dibentuk panitia bersama antara Senat dengan House
of Representative guna mencapai kesepakatan;
k. Jika tidak tercapai kesepakatan sebagaimana dimaksud poin j, maka RUU
tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan masa itu.
Melihat uraian diatas Senat Amerika Serikat memiliki kekuasaan dibidang legislasi yang
sangat kuat. Senat tidak hnya terlibat dalam proses pengajuan sebuah RUU, akan tetapi turut
mempertimbangkan dan melakukan pembahasan RUU sekaligus memberi persetujuan menjadi
undang-undang bersama House of Representative.13 Amerika telah berhasil menerapkan strong
bicameral yang efektif dalam sistem presidensil yang dipraktekannya. Berbeda dengan DPD di
Indonesia yang dalam proses legilasi tidak memiliki power yang kuat, lemahnya pengaruh DPD
dalam proses legislasi ini menurut saya memiliki imbas pada kurang efektifnya penerapan prinsip
check and balances karena power yang tidak seimbang antara DPR dengan DPD.

Lord Action, dengan dalilnya mengatakan, Power tends to corrupt, but asolute power
corrupts absolutely, yang kemudian diterjemahkan oleh Miriam Budiarjo menjadi manusia yang
mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan itu, tetapi manusai yang
mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas pasti akan menyalahgunakannya. Intinya adalah agar
kekuasaan tidak bertumpuk pada satu tangan atau organ maka kekuasaan itu harus dipisahkan
atau dibagi-bagikan kedalam cabang kekuasaan lain untuk mencapai tujuan keseimbangan
paripurna.14

13
King Faisal Sulaiman, Op.Cit, Hlm 177.
14
Nelman Kusuma, Sistem Parlemen dalam Perspektif Ketatanegaraan di Indonesia (Membangun check
and balances dalam parlemen dengan model Strong Bicameral), Cet 1, Genta Publishing, 2014, Yogyakarta, Hlm
161.

7
2. Optimalisasi Fungsi dan Kewenangan DPD dalam Konstitusi

Fungsi legislasi adalah fungsi untuk membentuk undang-undang. Fungsi ini merupakan
fungsi utama lembaga perwakilan rakyat berupa fungsi pengaturan (regelende function). Fungsi
pengaturan merupakan kewenangan untuk menetukan peraturan yang mengikat warga Negara
dengan norma-norma hukum yang mengikat dan membatasi. 15 Penguatan kelembagaan DPD
bertujuan mengembalikan derajat keterwakilan politik (political representative) daerah, sehingga
terjadi check and balances di dalam lembaga perwakilan. Selain itu membuka peluang
pembahasan berlapis (redundancy) atas RUU dan kebijakan politik yang terkait dengan
kepentingan masyarakat di daerah. Hal itu hanya dapat diwujudkan jika DPD kuat secara
kelembagaan.16

Bila mengacu kepada esensi bikameral kuat dan efektif, serta mengacu kepada sistem
ketatanegaraan kita, maka DPD idealnya memainkan empat peran, yakni; (1) mempertegas
posisinya sebagai "penyambung lidah rakyat" di daerah; (2) berperan sebagai lembaga
penyeimbang DPR agar fungsi checks and balances di parlemen dapat berjalan; (3) membantu
meringankan beban dan tugas yang diemban oleh DPR. Dengan berbagai produk yang harus
dihasilkan maka dibutuhkan lembaga mitra untuk membahas setiap RUU ataupun permasalahan
yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab dari Parlemen; (4) mengambil inisiatif dalam
berbagai hal terkait dengan masalah kebangsaan, baik yang bersifat lokal maupun nasional. 17

Saya memiliki usulan mengenai penguatan fungsi dan kewenangan DPD dalam proses
legislasi sebagai berikut;

Tabel 1

Ius Constitutum Ius Constituendum


Pasal 20 ayat (2) Setiap rancangan undang- Pasal 20 ayat (2) Setiap rancangan undang-
undang dibahas oleh Dewan Perwakilan undang dibahas oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dan Presiden untuk mendapat Rakyat, Presiden dan Dewan Perwakilan
persetujuan bersama. Daerah untuk mendapat persetujuan bersama.
Pasal 22 D Ayat (1) Dewan Perwakilan Pasal 22 D Ayat (1) Dewan Perwakilan
15
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, PT Bhuana Ilmu
Populer, Jakarta, 2007, Hlm 161.
16
https://nasional.sindonews.com/read/1427120/18/penguatan-fungsi-dpd-ri-jadi-keniscayaan-
1565046912 diakses pada 01/10/2019, pukul 17.00.
17
Ibid.

8
Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Daerah memegang kekuasaan membentuk
Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang undang undang bersama Dewan Perwakilan
yang berkaitan dengan otonomi daerah, Rakyat yang berkaitan dengan otonomi
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan daerah, hubungan pusat dan daerah,
pemekaran serta penggabungan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
pengelolaan sumber daya alam dan sumber penggabungan daerah, pengelolaan sumber
daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
dengan perimbangan keuangan pusat dan serta yang berkaitan dengan perimbangan
daerah. keuangan pusat dan daerah.
Pasal 22 D Ayat (2) Dewan Perwakilan Pasal 22 D Ayat (2) Dewan Perwakilan
Daerah ikut membahas rancangan undang- Daerah ikut membahas serta memberikan
undang yang berkaitan dengan otonomi pertimbangan kepada Dewan Perwalikan
daerah; hubungan pusat dan daerah; Rakyat mengenai rancangan undang-undang
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan yang berkaitan dengan otonomi daerah;
daerah; pengelolaan sumber daya alam dan hubungan pusat dan daerah; pembentukan,
sumber daya ekonomi lainnya, serta pemekaran, dan penggabungan daerah;
perimbangan keuangan pusat dan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber
serta memberikan pertimbangan kepada daya ekonomi lainnya, serta perimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan
undang-undang anggaran pendapatan dan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan
belanja negara dan rancangan undang-undang Rakyat atas rancangan undang-undang
yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan anggaran pendapatan dan belanja negara dan
agama. rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan pajak, pendidikan, dan agama.

C. Penutup

Berdasarkan kajian dan analisis diatas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut;

9
Pertama, Jika dilihat secara konstitusional, ada 2 (dua) aspek kelemahan wewenang Dewan
Perwakilan Daerah. Pertama, ruang lingkup bidang yang menjadi wilayah kekuasan Dewan Perwakilan
Daerah sangat terbatas. Dewan Perwakilan Daerah hanya mempunyai wewenang yang berkaitan dengan
persoalan daerah saja. Kedua, Dewan Perwakilan Daerah tidak memiliki wewenang untuk turut dalam
proses pengesahan sebuah rancangan Undang-Undang menjadi Undang-Undang melainkan sekadar
mengusulkan dan memiliki kewenangan terbatas dalam proses pembahasan. Jadi, pada hakikatnya Dewan
Perwakilan Daerah tidak memiliki kekuasaan legislasi sepenuhnya.

Kedua, kedudukan DPD sangat penting untuk diperhatikan untuk menjamin stabilitas sistem
ketatanegaraan Indonesia dalam era reformasi ini karena sebagai fungsi perwakilan daerah dalam era
otonomi daerah menjadi penting untuk melakukan penguatan dan mengefektifkan fungsi dan wewenang
DPD meskipun fungsinya terbatas pada hal-hal tertentu namun DPD tetap penting untuk dipertahankan
melalui amandemen terhadap UUD 1945 khususnya pada pasal yang terkait dengan fungsi dan wewenang
DPD

DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Kelompok DPD MPR RI, Indra J. Piliang, Bivitri Susanti, Untuk Apa DPD RI, Cet.2,
MPR RI, Jakarta, 2006
Jimly Assidiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II, Rajawali Press, Depok,
2009
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, PT
Bhuana Ilmu
Populer, Jakarta, 2007
Subardjo, Dewan Perwakilan Daerah Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 dan Penerapan Sistem Bikameral di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2012
King Faisal Sulaiman, Sistem Bikameral dalam Spektrum Lembaga Parlemen Indonesia,
UII Press,Yogyakarta, 2013
Nelman Kusuma, Sistem Parlemen dalam Perspektif Ketatanegaraan di Indonesia
(Membangun check and balances dalam parlemen dengan model Strong Bicameral), Cet 1,
Genta Publishing, Yogyakarta, 2014

Jurnal:

Ruliah, Penataan Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam Sistem Ketatanegaraan
di Indonesia, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo, Vol. 2 issue 1

10
Firman Manan, Dewan Perwakilan Daerah Indonesia dalam Sistem Pemerintahan Republik
Indonesia, Jurnal Unpad Ilmu Pemerintahan, Vol. 1 No. 1, April 2015, ISSN 2442-5958

Yulia Neta, Upaya Peningkatan Peran Dewan Perwakilan Daerah di Indonesia, Fiat Justisia
Jurnal Ilmu Hukum Vol. 5 No. 1, Januari-AprilL 2011, ISSN 1978-5186

Internet:

https://www.saldiisra.web.id/index.php/buku-jurnal/jurnal/19-jurnalnasional/361-penguatan-
fungsi-legislasi-dewan-perwakilan-daerah.html

https://nasional.sindonews.com/read/1427120/18/penguatan-fungsi-dpd-ri-jadi-keniscayaan-
1565046912

Undang- Undang:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Undang-Undang No. 2 Tahun 2018 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan


Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

11

Anda mungkin juga menyukai