Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH TENTANG LEMBAGA NEGARA DAN

LEMBAGA ANTAR NEGARA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH


(DPD)
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini
sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
penyempurnaan makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga
penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT, dan kekurangan pasti
milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semuanya.

Jakarta, 17 Agustus 1945


Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian DPD..................................................................................... 3
B. Sejarah DPD.......................................................................................... 3
C. Susunan dan Keanggotaan DPD............................................................ 4
D. Kedudukan dan Fungsi DPD................................................................. 4
E. Tugas dan Wewenang DPD................................................................... 5
F. Hak DPD................................................................................................ 6
G. DPD Selama Masa Kampanye............................................................... 6
H. DPD Pasca Pemilihan Umum................................................................ 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................ 9
B. Saran...................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lembaga legislatif yang baru belakangan muncul ini merupakan amanat
dari perubahan ketiga UUD 1945, yaitu dalam Pasal 22C, 22D dan 22E UUD
1945. Selanjutnya, dalam perubahan keempat UUD, posisi DPR ini diatur
lebih lanjut dalam konteksnya sebagai bagian dari Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR). Dalam Pasal 2 ayat (1) dikatakan bahwa MPR terdiri atas
anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota DPD yang dipilih
melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
Konsep lembaga perwakilan rakyat di Indonesia semula bersifat unik
karena adanya MPR yang punya fungsi “super” namun tidak bekerja sehari-
hari dan ada pula DPR yang memegang fungsi legislatif rutin (Susanti dkk,
2000). Sejak perubahan keempat UUD 1945 tersebut, konsep lembaga
perwakilan rakyat Indonesia berubah menjadi serupa dengan parlemen
bikameral (dua kamar), di mana selain DPR dikenal pula DPD sebagai
lembaga legislatif. Namun masih saja ada keunikan, yaitu dengan tetap
diakuinya MPR sebagai lembaga tersendiri, sehingga seakan-akan ada tiga
lembaga perwakilan (Susanti, 2003).
Berbeda dengan DPR yang merupakan representasi jumlah penduduk,
DPD merupakan representasi wilayah provinsi. Banyaknya anggota DPD dari
setiap provinsi ditentukan sebanyak empat orang. Dengan demikian, setiap
provinsi, tanpa memandang luas dan kepadatan penduduknya akan mendapat
jatah kursi DPD sebanyak empat orang.
Perbedaan lainnya, jika DPR merupakan orang-orang yang muncul dari
partai, DPD adalah individu-individu non-partisan yang akan menyuarakan
suara provinsinya. Ini berarti, idealnya seorang anggota DPD akan lebih
independen daripada anggota DPR yang sedikit banyak akan mendapat
intervensi dari partai dari mana ia berasal.

1
2

Konsep baru ini merupakan reaksi terhadap konsep perwakilan yang


semu yang dianut negara ini selama 32 tahun selama masa Orde Baru. Dengan
konsep ini, diharapkan bisa terbentuk mekanisme checks and balances antar-
lembaga-lembaga negara secara lebih baik.
Meski begitu, pergeseran konsep keseimbangan tersebut kembali
timpang ketika UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Susduk) yang
disahkan oleh Presiden Megawati pada tanggal 31 Juli 2003 banyak mereduksi
kewenangan ideal yang seharusnya dimiliki oleh kamar pertama dalam sebuah
sistem bikameral.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian DPD?
2. Bagaimana sejarah DPD?
3. Bagaimana susunan dan keanggotaan DPD?
4. Apa kedudukan dan fungsi DPD?
5. Apa saja tugas dan wewenang DPD?
6. Apa saja hak DPD?
7. Bagaimana DPD selama masa kampanye?
8. Bagaimana DPD pasca pemilihan umum?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian DPD
Dewan Perwakilan Daerah merupakan lembaga kedaulatan rakyat yang
terdiri atas wakil-wakil daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum.
Anggota DPD dari setiap provinsi ditetapkan sebanyak empat orang. Jumlah
seluruh anggota DPD tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR.
Keanggotaan DPD diresmikan dengan keputusan presiden. Masa jabatan
anggota DPD adalah lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota
DPD baru mengucapkan sumpah/janji. Sebelum memangku jabatannya,
anggota DPD mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu
oleh ketua Mahkamah Agung dalam Sidang Paripurna DPD.

B. Sejarah DPD
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) lahir pada tanggal 1 Oktober 2004,
ketika 128 anggota DPD yang terpilih untuk pertama kalinya dilantik dan
diambil sumpahnya. Pada awal pembentukannya, masih banyak tantangan
yang dihadapi oleh DPD. Tantangan tersebut mulai dari wewenangnya yang
dianggap jauh dari memadai untuk menjadi kamar kedua yang efektif dalam
sebuah parlemen bikameral, sampai dengan persoalan kelembagaannya yang
juga jauh dari memadai. Tantangan-tantangan tersebut timbul terutama karena
tidak banyak dukungan politik yang diberikan kepada lembaga baru ini.
Keberadaan lembaga seperti DPD, yang mewakili daerah di parlemen
nasional, sesungguhnya sudah terpikirkan dan dapat dilacak sejak sebelum
masa kemerdekaan. Gagsan tersebut dikemukakan oleh Moh. Yamin dalam
rapat perumusan UUD 1945 oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Gagasan-gagasan akan pentingnya keberadaan perwakilan daerah di
parlemen, pada awalnya diakomodasi dalam konstitusi pertama Indonesia,
UUD 1945, dengan konsep “utusan daerah” di dalam Majelis

3
4

Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang bersanding dengan “utusan golongan”


dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal tersebut diatur dalam
Pasal 2 UUD 1945, yang menyatakan bahwa “MPR terdiri atas anggota DPR
ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan,
menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.” Pengaturan yang
longgar dalam UUD 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam
berbagai peraturan perundang-undangan. Dalam periode konstitusi berikutnya,
UUD Republik Indonesia Serikat (RIS), gagasan tersebut diwujudkan dalam
bentuk Senat Republik Indonesia Serikat yang mewakili negara bagian dan
bekerja bersisian dengan DPR-RIS.

C. Susunan dan Keanggotaan DPD


Berdasarkan Pasal 221 UU No.27 Tahun 2009 tentang MPR DPR DPD
dan DPRD, DPD terdiri atas wakil-wakil Daerah Provinsi yang dipilih melalui
pemilihan umum . Anggota DPD dari setiap provinsi ditetapkan sebanyak
empat orang. Jumlah seluru anggota DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota
dari DPR. Keanggotaan dari DPD diresmikan oleh keputusan dari presiden.
Anggota DPD berdomisili pada daerah yang pemilihannya dan selama sidang
bertempat tinggal di ibu kota negara Republik Indonesia. Masa jabatan dari
anggota DPD ialah lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPD
baru mengucapkan sumpah/janji. Sebelum memangku jabatannya, anggota
DPD mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh
ketua Mahkamah Agung dalam Sidang Paripurna DPD.

D. Kedudukan dan Fungsi DPD


DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai
lembaga negara. DPD mempunyai fungsi, antara lain sebagai berikut:
1. Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan
yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu.
2. Pengawasan atas pelaksanaan dalam undang-undang tertentu.
5

E. Tugas dan Wewenang DPD


1. DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah;
pembentukan dan pemekaran, penggabungan daerah; pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; serta yang berkaitan dengan
pertimbangan keuangan pusat dan daerah.
2. DPD ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran,
dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya; serta yang berkaitan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah yang diajukan, baik oleh DPR maupun oleh
pemerintah.
3. DPD memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-
undang APBN, rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan, dan agama. Pertimbangan tersebut diberikan dalam bentuk
tertulis sebelum memasuki tahapan pembahasan antara DPR dan
pemerintah sehingga menjadi bahan bagi DPR dalam melakukan
pembahasan dengan pemerintah.
4. DPD memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota
Badan Pemeriksa Keuangan. Pertimbangan tersebut disampaikan secara
tertulis sebelum pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
5. DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang
mengenai otonomi daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
daerah; hubungan pusat dan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya; pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan
agama. Pengawasan tersebut merupakan pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang yang hasilnya disampaikan kepada DPR sebagai bahan
pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
6. DPD menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari Badan Pemeriksa
Keuangan untuk dijadikan bahan membuat pertimbangan bagi DPR
tentang rancangan undang-undang yang berkaitan dengan APBN.
6

F. Hak DPD
Sebagai sebuah lembaga negara, DPD memiliki hak, antara lain
mengajukan rancangan undang-undang, dan ikut membahas rancangan
undang-undang. Sebaliknya, setiap anggota DPD juga memiliki hak, antara
lain menyampaikan usul dan pendapat; memilih dan dipilih; dan membela diri.

G. DPD Selama Masa Kampanye


Karena masih sangat awam di telinga dan kepala masyarakat, sosialisasi
terhadap lembaga baru ini bisa dibilang sangat mendesak, jika tidak ingin
mengatakan terlambat, apalagi kurang dari tiga minggu rakyat sudah
diharuskan memilih wakil mereka yang akan duduk di lembaga ini. Sosialisasi
mengenai akan dibentuknya DPD memang bisa dibilang minim, tak banyak
rakyat yang tahu dan mengerti keberadaan lembaga baru ini. Demikian pula,
tak terlihat niat dari para calon anggota DPD untuk mencoba menjelaskan
lembaganya kepada masyarakat. Lihat saja misalnya spanduk-spanduk di
musim kampanye yang saat ini marak disekitar kota Jakarta, isinya hanya foto
calon legislatif (caleg) tanpa diiringi penjelasan akan lembaga DPD-nya
sendiri maupun penjelasan visi dan misi pribadi sebagai caleg untuk
ditawarkan ke masyarakat. Semuanya berjalan seolah-olah DPD sudah
dimengerti oleh semua lapisan masyarakat.
Memang, bisa dibilang bahwa secara legal formal para calon DPD tidak
diperintahkan untuk memperkenalkan lembaga mereka nantinya. Namun,
ketika mereka berkampanye untuk dipilih tanpa menjelaskan kenapa mereka
patut dipilih dengan membawa embel-embel DPD, mengakibatkan
kebingungan dari masyarakat. Kampanye calon DPD, dengan spanduk-
spanduk dan poster, seakan tidak terlihat berbeda dengan kampanye anggota
DPR yang dengan sistem pemilihan daftar setengah terbuka saat ini yang juga
dapat dipilih namanya, tidak partainya saja. Situasi ini menempatkan mereka,
seolah-olah, hanya menjadi salah satu caleg dari partai politik yang ada dan
7

menenggelamkan kampanye calon anggota DPD di bawah riuhnya kampanye


partai politik.
Dampak lanjutan dari cara berkampanye dan minimnya sosialisasi
seperti ini adalah terpilihnya mereka yang selama ini memang sudah dikenal
masyarakat, entah karena ia seorang pengusaha terkenal, mantan pejabat
terkenal, atau bahkan koruptor terkenal tanpa melihat kompetensi personal
setiap calon. Sehingga, alih-alih sebuah lembaga independen yang berisikan
orang-orang yang berkompeten, DPD hanya akan menjadi sarang
berkumpulnya para mantan/pensiunan pejabat yang sudah tidak energik,
pengusaha kotor, atau bahkan para koruptor. Meskipun demikian, tidak bisa
dinafikan pula bahwa di beberapa daerah, dapat ditemukan para calon anggota
DPD yang berkampanye secara “menarik” untuk memperkenalkan dirinya
maupun calon lembaganya (DPD) ketimbang kampanye yang dilakukan oleh
partai politik ataupun caleg dari partai politik. Diskusi langsung dengan
masyarakat dilakukan dengan tentu saja memperkenalkan apa itu lembaga
DPD sebelumnya.

H. DPD Pasca Pemilihan Umum


Ada beberapa isu yang muncul berkaitan dengan kerja para anggota
DPD nantinya setelah terpilih, yang jika dilaksanakan diharapkan mampu
memberdayakan DPD lebih baik lagi. Pertama, masalah kesekretariatan yang
mandiri. Isu ini muncul mengingat kekawatiran akan digabungnya
kesekretariatan DPD ini nantinya dengan DPR. Jika keadaan ini sungguh
terjadi ditakutkan posisi DPD yang lagi-lagi akan berada “di bawah” DPR.
Tanpa kemandirian manajerial dan operasional, akan sulit untuk memperoleh
kemandirian institusional.
Kedua, mekanisme konsultasi publik secara reguler ke daerah pemilihan
untuk berdialog dengan para konstituen sangat perlu dikembangkan. Sebab,
perbedaan yang cukup signifikan antara DPD dan DPR adalah kejelasan
konstituennya. Jika DPR sering kali rancu dengan konstituennya karena belum
tentu dipilih langsung, DPD memiliki batas wilayah dan konstituen yang
8

sangat jelas. Untuk itu penjadwalan kunjungan ke daerah pemilihan guna


memperoleh aspirasi rakyat perlu mendapat prioritas utama pada saat mulai
bekerja.
Ketiga, perlu ada usaha dari para anggota DPD untuk merevisi UU
Susduk mengingat UU ini dapat dibilang mengebiri kewenangan ideal sebuah
lembaga DPD. Pada saat UU Susduk dibuat, pembahasnya adalah DPR yang
notabene sebuah lembaga yang bisa dibilang sedang tidak dalam keadaan
obyektif dalam membuat keputusan karena isu pembentukan DPD merupakan
“ancaman” bagi kewenangan yang mereka miliki. Hasilnya, tentu saja,
keputusan-keputusan yang memberikan kewenangan sedikit mungkin
kewenangan terhadap lembaga saingannya tersebut. Jika terjadi revisi di mana
para anggota DPD terlibat di dalamnya, maka diharapkan distribusi
kewenangan ketatanegaraan yang ideal dapat terwujud. DPD yang kuat,
mandiri, aspiratif dan dekat dengan rakyat menjadi mimpi yang tidak mustahil
diwujudkan jika ada keinginan dari orang-orang yang ada di dalamnya untuk
melakukan perubahan bagi negara ini.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
DPD (Dewan Perwakilan Daerah) memiliki fungsi, tugas dan wewenang
yang sesuai dengan susunan dari keanggotaan DPD. Apa itu DPD ?.. DPD
adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
anggotanya dipilih melalui pemilihan umum dari perwakilan setiap provinsi.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi yang jumlahnya sama
dan jumlah dari seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah tidak lebih dari
sepertiga dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. DPD (Dewan
Perwakilan Daerah) paling sedikit bersidang sekali dalam satu tahun. Dalam
Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) diatur dalam
undang-undang pada Pasal 22C Ayat (1), (2), (3), dan (4) UUD Negara RI
Tahun 1945.
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) lahir pada tanggal 1 Oktober 2004,
ketika 128 anggota DPD yang terpilih untuk pertama kalinya dilantik dan
diambil sumpahnya. Pada awal pembentukannya, masih banyak tantangan
yang dihadapi oleh DPD. Tantangan tersebut mulai dari wewenangnya yang
dianggap jauh dari memadai untuk menjadi kamar kedua yang efektif dalam
sebuah parlemen bikameral, sampai dengan persoalan kelembagaannya yang
juga jauh dari memadai. Tantangan-tantangan tersebut timbul terutama karena
tidak banyak dukungan politik yang diberikan kepada lembaga baru ini.

B. Saran
Dengan adanya DPD di dalam suatu negara, diharapkan pemerintahan
Negara tersebut bisa lebih teratur dan bisa mencapai tujuan negara tersebut.

9
DAFTAR PUSTAKA

http://parlemen.net/2004/03/29/dewan-perwakilan-daerah-lembaga-baru-dalam-
proses-legislasi
http://www.artikelsiana.com/2015/03/dpd-pengertian-fungsi-tugas-wewenang-
dpd.html
http://www.lintasjari.com/533/fungsi-tugas-dan-wewenang-dewan-perwakilan-
daerah-dpd
https://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Perwakilan_Daerah_Republik_Indonesia

Anda mungkin juga menyukai