DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4 :
MATA KULIAH :
HUKUM TATA NEGARA
PRODI HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
Makalah ini telah kami susun sebaik mungkin dan tak lupa kami ucapkan terima kasih
kepada pihak yang telah memperlancar kami dalam pembuatan Makalah ini. Terlepas dari
semua ini, kami menyadari bahwasannya kami masih memiliki banyak kekurangan dalam
menyusun Makalah ini. Maka dari itu, kami dengan terbuka menerima kritik dan saran dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki kesalahan dalam makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga Makalah tentang “Lembaga Negara MPR” yang
telah kami susun dapat bermanfaat dan menginspirasi para pembaca sekalian
kelompok 4
i
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Undang Undang Dasar 1945 (sebelum perubahan) mengkonstruksi lembaga
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai wadah penjelmaan seluruh rakyat
yang berdaulat, tempat kemana Presiden harus tunduk dan mempertanggungjawabkan
segala pelaksanaan tugas-tugas konstitusionalnya. Konstruksi ini termuat dalam Pasal
1 Ayat (2), bahwa “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat” dan pada Penjelasan UUD 1945 (sebelum
perubahan), bahwa “Presiden bertunduk dan bertanggungjawab kepada MPR”.
Ketentuan tersebut, menempatkan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai
lembaga negara dimana kedaulatan seluruh rakyat Indonesia terjelma. Oleh karena itu,
segala ketetapan yang dikeluarkan MPR mempunyai kedudukan lebih tinggi dari
produk hukum yang ditetapkan oleh lembaga-lembaga tinggi negara yang lain, seperti
Presiden, DPR ataupun Mahkamah Agung.
Dari latar belakang tersebut maka Penulisan makalah ini memiliki beberapa tujuan
yaitu:
A. Pengertian MPR
B. Sejarah MPR
Sejak 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memulai sejarahnya sebagai sebuah
bangsa yang masih muda dalam menyusun pemerintahan, politik, dan administrasi
negaranya. Landasan berpijaknya adalah ideologi Pancasila yang diciptakan oleh
bangsa Indonesia sendiri beberapa minggu sebelumnya dari penggalian serta
perkembangan budaya masyarakat Indonesia dan sebuah Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pra Amendemen yang baru ditetapkan
keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia.
Sidang Istimewa MPR yang diminta DPR-GR itu sesuai dengan Penjelasan
UUD 1945 yang menyatakan, "Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat adalah kuat.
Dewan ini tidak bisa dibubarkan oleh Presiden (berlainan dengan sistem parlementer).
Kecuali itu, anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat semuanya merangkap menjadi
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Rakyat
dapat senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden dan jika Dewan menganggap
bahwa Presiden sungguh melanggar haluan negara yang telah ditetapkan oleh Undang-
Undang Dasar atau oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka Majelis itu dapat
diundang untuk persidangan istimewa agar supaya bisa minta pertanggungan jawab
kepada Presiden."
Sidang Istimewa MPR yang kedua berlangsung di penghujung abad 20, yang
dilaksanakan guna memenuhi tuntutan reformasi yang menghendaki
diselenggarakannya pemilu yang dipercepat, setelah Presiden Soeharto mengundurkan
diri dari jabatannya pada tanggal 21 Mei 1998.
Namun, untuk melakukan percepatan pemilu ada kendala, yaitu GBHN 1998
menetapkan pemilu diselenggarakan pada tahun 2002. Dengan ketentuan yang
ditetapkan GBHN tersebut maka bilamana pemilu akan dipercepat, ketentuan tersebut
harus diubah. Untuk itu tidak ada jalan lain bagi MPR kecuali mengadakan persidangan
istimewa guna mencabut/meninjau/mengubah Ketetapan-ketetapan MPR yang terkait
dengan pemilu, karena Ketetapan MPR hanya dapat dicabut/ditinjau/ diubah oleh MPR
itu sendiri.
Selanjutnya, dalam rapat paripurna DPR tanggal 29 Juni 1998, akhirnya DPR
secara resmi meminta MPR melaksanakan sidang istimewa. Permintaan ini dituangkan
dalam Keputusan DPR Nomor 20/DPR-RI/1998.
Jika kita teliti, Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1978, khususnya pada Pasal 7,
merupakan penjabaran lebih lanjut dari Penjelasan UUD 1945 sebagaimana dikutip di
atas Pasal 7 Ketetapan tersebut menyebutkan
Adakah kesimpulan yang dapat ditarik dari aturan tersebut? Ada dalam
kerangka pemberian memorandum sebagaimana telah dilakukan DPR kepada Presiden
beberapa waktu yang lalu-walaupun dalam banyak hal penyampaian memorandum itu
masih bisa diperdebatkan-tentunya mesti mengikuti tahapan-tahapan sebagaimana
diatur dalam Ketetapan MPR tersebut.
Namun, ada beberapa catatan penting yang perlu dikemukakan di sini, yakni
tidak semua penyelenggaraan persidangan istimewa diawali dengan pemberian
memorandum. Dalam hal sidang istimewa diselenggarakan tidak dimaksudkan untuk
meminta pertanggungjawaban Presiden karena Presiden dianggap telah sungguh-
sungguh melanggar haluan negara yang ditetapkan UUD 1945 atau oleh MPR, DPR
dapat langsung meminta MPR untuk mengadakan persidangan istimewa. Contoh yang
pernah dilaksanakan adalah penyelenggaraan sidang istimewa untuk mempercepat
pelaksanaan pemilu. Contoh lain, tetapi belum pernah dilaksanakan adalah apabila
Presiden dan/atau Wakil Presiden berhalangan tetap.
Jika demikian halnya, tanpa ada pelanggaran terhadap haluan negara, tetapi
keadaan semakin tidak menentu yang tidak hanya menyangkut
kondisi masyarakat dalam segala bidang kehidupannya (ekonomi, sosial politik,
keamanan, integrasi sosial, dan nasional yang buruk dan semakin memburuk), tetapi
juga menyangkut posisi kepresidenan, pemerintah, dan pemimpin sentral dalam sistem
pemerintahan kita, mestinya DPR dapat mengambil inisiatif meminta persidangan
istimewa MPR.
Jika kalangan DPR mencari landasan hukum agar dapat meminta persidangan
istimewa MPR atas keadaan semacam ini tentu tidak akan ditemukan, karena memang
ada kekosongan hukum. Mengenai sidang istimewa, Peraturan Tata Tertib hanya
menyebutkan tiga hal, Pasal 50 Ayat (3) Peraturan Tata Tertib MPR menyebutkan,
Sidang Istimewa Majelis adalah:
a. sidang yang diselenggarakan Majelis selain Sidang Umum dan Sidang Tahunan
Majelis;
b. sidang yang diselenggarakan Majelis atas permintaan Dewan Perwakilan Rakyat
untuk meminta pertanggungjawaban Presiden atas pelaksanaan putusan Majelis;
c. sidang yang diselenggarakan Majelis untuk mengisi lowongan jabatan Presiden
dan/ atau Wakil Presiden apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden berhalangan
tetap.
Ayat (3) butir a hanya menjelaskan pengertian sidang istimewa (definisi),
Ayat (3) butir b hanya mengutip ketentuan Penjelasan UUD 1945 dan
Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1978, sedangkan
Ayat (3) butir c hanya mengutip Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/1973
tentang Keadaan Presiden dan/atau Wakil Presiden Berhalangan, yang
merupakan penjabaran lebih lanjut dari ketentuan UUD 1945 Pasal 8 yang
menyebutkan, "Jika Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai
habis waktunya."
Benarkah penafsiran bahwa sakit yang permanen atau tidak cakap memimpin
bangsa dan negara dikategorikan sebagai "tidak dapat melakukan kewajibannya dalam
masa jabatannya", dan karenanya disebut berhalangan tetap?
Pasal 2, ayat :
1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan
umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun
di ibu kota negara.
3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara
terbanyak.
Pasal 3
1) Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan
garis-garis besar daripada haluan negara.
Dari kedua pasal tersebut, kita bisa saksikan dengan jelas landasan
konstitusional lembaga ini. Anggotanya terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
berjumlah 560 orang dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) berjumlah 132 orang.
Seluruh anggota tersebut bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun.
Ingat kembali bahwa pasal yang dipaparkan di atas adalah naskah asli UUD
1945. Amandemen dilakukan terhadap kedua pasal tersebut. Pasal 2 yang berubah
hanya pada ayat 1. Sedangkan pasal 3 ditambah menjadi 3 ayat.
Pasal 2, ayat:
1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan
umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun
di ibu kota negara.
3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara
terbanyak.
Pasal 3, ayat:
1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan
Undang-Undang Dasar.
2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang
Dasar.
Dengan perubahan di atas, kita melihat kewenangan MPR diatur secara lebih detail.
Sebenarnya, perubahan diatas mencerminkan perubahan dalam sistem ketatanegaraan kita.
MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara. MPR tetap menjadi lembaga tinggi negara
namun setara dengan lembaga eksekutif dan yudikatif. Ketiganya saling mengevaluasi dan
mengontrol.
2. Melantik presiden dan wakil presiden berdasarkan hasil pemilihan umum dalam
sidang paripurna MPR;
Tugas MPR yakni dapat menunjuk dalam sebuah presiden dan wakil presiden
dari hasil pemilihan. Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden berlangsung pada
sidang paripurna MPR. Pelantikan ini didasarkan pada hasil pemilihan presiden
sebelumnya. Presiden dan wakil presiden terpilih ditunjuk terhadap ketua MPR.
Dapat menunjuk dalam seorang Wakil Presiden sebagai Presiden jika Presiden
meninggalkan posisinya saat ini. Ini terjadi ketika presiden memutuskan untuk
mengundurkan diri atau dibebaskan, atau tidak dapat terus melayani sebagai
presiden, terlepas dari kenyataan bahwa itu mungkin karena sakit atau bahkan
kematian.
5. Memilih wakil presiden dari dua calon yang diajukan presiden apabila terjadi
kekosongan jabatan wakil presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya
dalam waktu enam puluh hari;
6. Memilih presiden dan wakil presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan
dalam masa jabatannya, dari dua paket calon presiden dan wakil presiden yang
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon presiden
dan wakil presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan
sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga
puluh hari;
1. Memilih serta Dipilih, anggota MPR ini diberikan hak oleh Negara untuk memilih
siapapun yang sudah memenuhi syarat untuk dapat menjadi pimpinan MPR. Hak
untuk dipilih menjadi pimpinan ini juga terdapat pada anggota MPR.
2. Menentukan sikap serta pilihan, hak ini merupakan hak dasar yang terdapat pada
anggota MPR. Mereka itu memiliki hak untuk menentukan sendiri mengenai sikap
sertajuga pilihan mereka, dengan tetap tidak melanggar aturan yang berlaku.
3. Mengajukan sebuah usul untuk pengubahan UUD 1945, seperti yang sudah
dipaparkan di atas, bahwa usulan pengubahan pada UUD 1945 ini hanya bisa/dapat
diusulkan oleh anggota MPR dengan alasan yang kuat.
4. Membela diri, hak membela diri yakni hak yang diberikan agar para anggota MPR
di dalam menjalankan tugas yang penuh dengan aturan Hukum.
5. Imunitas serta protokoler, merupakan hak yang diberikan dengan tujuan
bisa langsung berpengaruh pada rakyat.
6. Keuangan serta administrative, merupakan hak mendasar yang diberikan berupa
tunjangan-tunjangan bagi tiap-tiap anggota MPR.
A. Kesimpulan
Sebelum adanya perubahan UUD 1945, MPR mengatasi semua lembaga negara
yang ada, seperti DPR, MA, hingga presiden. Sehingga MPR dapat mengatur
kedudukan dan kewenangan lembaga tinggi Negara yang ada di bawahnya. Namun,
setelah reformasi terjadi perubahan mendasar pada sistem ketatanegaraan di Indonesia.
MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan
umum. Keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan Presiden. Sebelum reformasi,
MPR terdiri atas anggota DPR, utusan daerah, dan utusan golongan, menurut aturan
yang ditetapkan undang-undang. Jumlah anggota MPR periode 2009–2014 adalah 692
orang yang terdiri atas 560 Anggota DPR dan 132 anggota DPD. Masa jabatan anggota
MPR adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru
mengucapkan sumpah/janji.
DAFTAR PUSTAKA
https://pendidikan.co.id/pengertian-mpr-susunan-tugas-wewenang-hak-dan-kewajibannya/
https://berkas.dpr.go.id › kamus › file › kamus-44
https://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Permusyawaratan_Rakyat_Republik_Indonesia
https://www.mpr.go.id/tentang-mpr/Kedudukan,-Tugas,-dan-Wewenang
https://ardra.biz/topik/hak-kewajiban-mpr-ri/
https://guruakuntansi.co.id/tugas-mpr/
https://sosiologis.com/dasar-hukum-mpr
https://www.academia.edu/35449121/MAKALAH_LEMBAGA_NEGARA
https://www.merdeka.com/jateng/7-fungsi-mpr-beserta-tugasnya-yang-perlu-diketahui-kln.html
Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Dalam UUD NRI Tahun 1945 (Sebelum dan
Sesudah Perubahan)Oleh: Dr. Didik Sukriono, SH., M.Hum