DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II
MAHBUB PANAWAN ( 20156123008 )
AMANDA PUTRI ANGRIENI ( 20156123002 )
MUH .SAHRULLOH SYUYADI ( 20156123015 )
MUH. HAFIZ ALGIFARI ( 20156123002 )
RAHMAT ( 20156123006 )
1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas izinNyalah penulis
masih diberikan kesempatan untuk menyusun makalah Hukum Tata Negara tentang
Kewenangan Lembaga-Lembaga Negara sebagai tambahan ilmu,tugas,dan pedoman. Dalam
penyusunan makalah ini penulis mengumpulkan dari berbagai sumber terutama dari beberapa
buku yang memudahkan penulis dalam menyelesaikan makalah ini.Penulis menyadari bahwa
makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan walaupun kita menginginkan kesempurnaan
Dalam hal pembangunan dan penyempurnaan makalah ini penulis mengharapkan kritik,
masukan,dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.
Kelompok 2
2
DAFTAR ISI
JUDUL.......................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................................4
a. Latar Belakang............................................................................................................4
b. Rumusan Permasalahan..............................................................................................4
c. Tujuan Penulisan........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................5
a. Kewenangan Lembaga Negara Sebelum dan Sesudah Amandemen .........................5
b. Hubungan Antar Lembaga Negara...........................................................................14
c. Perkembangan Lembaga Negara Independent dalam Sistem Tata Negara..............16
BAB III PENUTUP.................................................................................................................18
a. Kesimpulan............................................................................................................18
DAFTAR REFRENSI.............................................................................................................20
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Secara terminologis, Lembaga negara menggunakan istilah “ political institution “
dalam kepustakaan inggris, “staatorganen” dalam kepustakaan Belanda, dan “Lembaga
negara,badan negara, atau organ negara” dalam Bahasa Indonesia. Dalam konteks lain,
Lembaga Negara juga sering kali menggunakan istilah organ negara,dimana lembaga
negara juga merupakan bagian negara yang menjalankan fungsi atau kewenangan. Oleh
sebab itu,menurut Hans Kelsen, “ Whoever Fulfills a function determined by the legal
order is an organ”. Siapa saja yang menjalankan suatu fungsi yang ditentukan oleh suatu
tata hukum (legal order) adalah suatu organ.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
4
2. Untuk mengetahui hubungan antar lembaga-lembaga tinggi negara
BAB II
PEMBAHASAN
Institusi-institusi negara atau lembaga-lembaga negara yang secara langsung diatur atau
memiliki kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945 sebelum amandemen terdiri atas:
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
(DPR), Lembaga Kepresidenan (Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia),
Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI), Dewan Pertimbangan Agung Republik
Indonesia (DPA-RI), dan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI).
Sebelum amandemen, MPR merupakan lembaga tertinggi negara yang diberi kekuasaan
tak terbatas (super power) karena "kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR". MPR merupakan "penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia"
yang berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden.
Susunan keanggotaan MPR terdiri dari anggota DPR dan utusan daerah serta utusan-
utusan golongan yang diangkat termasuk didalamnya TNI/Polri. Wewenang MPR sebelum
amandemen yaitu:
a. Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara yang lain.
5
d. Meminta pertanggungjawaban dari Presiden sebagai mandataris mengenai pelaksanaan
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan menilai pertanggungjawaban tersebut.
6
pemerintahan dan sekaligus sebagai kepala negara. Sebelum adanya amandemen UUD
1945, presiden dan wakil presiden diangkat dan diberhentikan oleh MPR dan bertanggung
jawab kepada MPR. Wewenang Presiden antara lain:
e. Tidak ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat menjabat sebagai presiden
serta mekanisme pemberhentian presiden dalam masa jabatannya.
7
Disamping lembaga-lembaga tinggi negara di atas terdapat lembaga tinggi Negara yang
lain yang wewenangnya cukup minim, yaitu BPK dan DPA. tanggung jawab tentang
keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang peraturannya
ditetapkan dengan undang- undang. Adapun wewenang dari Dewan Pertimbangan Agung
(DPA), yaitu berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak
memajukan usul kepada pemerintah.
Setelah dilakukan amandemen terhadap UUD 1945, maka ada lembaga negara yang
kemudian ditiadakan yaitu Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Sedangkan lembaga
negara yang baru diadakan setelah amandemen, adalah Mahkamah Konstitusi (MK) dan
Komisi Yudisial (KY). Fungsi masing-masing lembaga tersebut adalah sebagai berikut.
Setelah amandemen, maka bunyi Pasal 3 ayat (2) UUD 1945 berubah menjadi
"Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Wewenang MPR setelah amandemen yaitu:
e. Memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi
kekosongan jabatan Wakil Presiden dan masa jabatannya; dan
8
secarabersamaan, dari 2 (dua) pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan
oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil
Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum
sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.
Anggota DPR berjumlah 560 (lima ratus enam puluh) orang, berdomisili di Ibu Kota
Negara Republik Indonesia. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan
tugas dengan penuh waktu. Masa jabatan anggota DPR adalah 5 (lima) tahun dan berakhir
pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji. Keanggotaannya diresmikan
dengan Keputusan Presiden (Kepres). Wewenang DPR setelah amandemen, antara lain:
c. Menerima dan membahas usulan rancangan undang-undang yang diajukan DPD yang
berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan;
9
f. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, anggaran pendapatan
dan belanja Negara serta kebijakan pemerintah.
a. Hak interplasi, yaitu hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai
kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
b. Hak angket, yaitu hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu
undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting,
strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
c. Hak imunitas, yaitu kekebalan hukum dimana setiap anggota DPR tidak dapat dituntut
di hadapan dan di luar pengadilan karena pernyataan, pertanyaan/pendapat yang
dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPR, sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik.
d. Hak menyatakan pendapat, yaitu hak DPR untuk menyatakan pendapat atas:
(1) Kebijakan Pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air
atau di dunia internasional.
(3) Dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum
baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Lembaga baru yang muncul melalui perubahan ketiga UUD 1945 antara lain adalah
Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Hadirnya DPD dalam struktur ketatanegaraan
Indonesia diatur dalam Pasal 22C dan 22D UUD 1945.
10
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terdiri atas wakil daerah provinsi yang dipilih melalui
pemilihan umum, yang berkedudukan sebagai lembaga negara. DPD mempunyai fungsi
yaitu:
c. Pemberian pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang- undang tentang anggaran
pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
pajak, pendidikan, dan agama; dan
Anggota Dewan Perwakilan Daerah ditetapkan sebanyak 4 (empat) orang dari setiap
provinsi yang keanggotaannya diresmikan dengan Keputusan Presiden. Dan secara
keseluruhan jumlah anggota DPD tidak lebih dari 1/3 (satu pertiga) dari jumlah anggota
Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam menjalankan tugasnya, anggota DPD berdomisili di
daerah pemilihannya dan mempunyai kantor di ibu kota provinsi daerah pemilihannya,
dengan masa jabatannya 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota DPD baru
mengucapkan sumpah/janji.
11
presiden dipilih oleh MPR. Sedangkan setelah amandemen UUD 1945, maka Presiden dan
Wakil Presiden dipilih satu paket secara langsung oleh rakyat.
Setelah amandemen UUD 1945 beberapa wewenang Presiden sudah banyak dikurangi,
antara lain sebagai berikut:
a. Hakim Agung tidak lagi diangkat oleh Presiden, melainkan diajukan oleh Komisi
Yudisial untuk dimintakan persetujuan DPR, selanjutkan ditetapkan oleh Presiden (Pasal 24
A ayat (3) perubahan ketiga UUD 1945).
b. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak lagi diangkat oleh Presiden, tetapi
dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan dengan
Keputusan Presiden (Pasal 23 F ayat (1) perubahan ketig a UUD 1945).
b. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas angkatan darat, angkatan laut dan angkatan
udara (Pasal 10 UUD 1945);
g. Mengangkat Panglima TNI dan Kapolri dengan persetujuan DPR (Pasal 4 ayat 1 UUD
1945);
12
i. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan
persetujuan DPR (Pasal 11 ayat 1 UUD 1945);
1. Mengangkat duta dan konsul dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 ayat
1 UUD 1945);
r. Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan disetujui
DPR (Pasal 24 A ayat 3 UUD 1945);
s. Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, dan Mahkamah
Agung (Pasal 24 C ayat 3 UUD 1945);
5. Mahkamah Agung
6. Mahkamah Konstitusi
13
Mahkamah Agung. Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the
guardian of the constitution). Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan:
g. Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 14 ayat
2 UUD 1945);
h. Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur dengan UU (Pasal
15 UUD 1945);
i. Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih oleh DPR dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (Pasal 23 F ayat 2 UUD 1945);
j. Memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden
dan atau wakil presiden menurut UUD.
Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing Oleh Mahkamah
Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan
perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
7. Komisi Yudisial
a. Komposisi keanggotaan Komisi Yudisial terdiri atas dua mantan hakim, dua orang
praktisi hukum, dua orang akademisi hukum, dan satu anggota masyarakat.
14
b. Anggota Komisi Yudisial adalah pejabat negara, terdiri dari 7 orang, termasuk ketua dan
wakil ketua yang merangkap anggota.
c. Anggota Komisi Yudisial memegang jabatan selama masa 5 (lima) tahun dan
sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
d. Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim
(KEPPH).
BPK adalah lembaga tinggi Negara yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara. menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang
bebas dan mandiri. Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh Presiden.
BPK Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan
daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan
ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki
perwakilan di setiap provinsi. Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas
internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.
Sebelum perubahan UUD 1945, Indonesia menganut prinsip supremasi MPR sebagai
salah satu bentuk varian sistem supremasi MPR parlemen yang dikenal di dunia. Maka
paham kedaulatan rakyat diorganisasikan melalui pelembagaan MPR sebagai lembaga
penjelmaan rakyat Indonesia yang berdaulat yang disalurkan melalui prosedur perwakilan
politik (political representation) melalui DPR, perwakilan daerah (regional representation)
melalui utusan daerah, dan perwakilan fungsional (fungcional representation) melalui
utusan golongan.
15
Ketiga bentuk kedaulatan tersebut dimaksudkan untuk menjamin agar kepentingan
seluruh rakyat yang berdaulat benar-benar tercermin dalam keanggotaan MPR, sehingga
menjadi lembaga tertinggi sebagai penjelmaan rakyat. Sebagaimana dalam pasal I ayat (2)
UUD 1945 "kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat".
Setelah amandemen ketiga UUD 1945 sebagaimana Pasal 1 ayat (2) bahwa "kedaulatan
1
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar.
Banyaknya lembaga-lembaga negara baru yang terbentuk pasca amandement UUD 1945,
secara otomatis telah mengubah hubungan antar lembaga negara. Jika mengacu pada
pengaturan Lembaga lembaga negara yang terdapat dalam UUD 1945, maka hubungan
antar kelembagaan dapat dijabarkan berdasarkan hubungan fungsional, hubungan
pengawasan, hubungan yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa, dan hubungan
pelaporan atau pertanggungjawaban.27
1. Hubungan Fungsional.
Adalah merupakan hubungan antar lembaga negara dengan melihat pada fungsi dari
lembagalembaga negara tersebut. Secara fungsional hubungan antar lembaga nampak
antara :
a. Hubungan antara DPR/DPD dan Presiden dalam membuat UU dan APBN dan juga
untuk menyampaikan usul, pendapat, serta imunitas.
Dalam hal pembuatan UU dapat dilihat dari ketentuan Pasal 5 ayat (1) jo Pasal 20 dan
Pasal 22D UUD 1945. Hubungan pembentukan UU hanya terjadi antara DPR dengan
Presiden, sedangkan DPD hanya mempunyai hubungan dengan DPR. Hubungan antara
DPR dengan DPD sifatnya juga terbatas, yakni dalam pembuatan UU yang berkaitan
dengan otonomi daerah. Hubungan antara DPR dan DPD juga tampak dalam hal
pemberian pertimbangan terhadap RUU yang berkaitan
dengan APBN, Pajak, Agama dan Pendidikan serta pengangkatan anggota BPK.
Hubungan lainnya antara Presiden dengan DPR, yakni dalam kaitan pemberian
“persetujuan” oleh DPR berkaitan dengan Pernyataan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain (Ps.11 UUD 1945); pemberian “pertimbangan” oleh DPR
1
Abdul Rahman Kanang, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia ( Polewali Mandar: MAMMESA,2020)
hal. 105-117
16
menyangkut pengangkatan dan penerimaan duta (Ps.13 ayat 2 &3), member Amnesti dan
Abolisi (Ps.14 ayat 2), serta hubungan dalam kerangka pembentukan Perpu (Ps.22).
b. Hubungan antara Komisi Yudisial, DPR dan Presiden dalam hal pengangkatan hakim
agung. Hubungan disini dalam konteks memberikan rekomendasi, dimana KY
mempunyai kewenangan dalam mengusulkan calon hakim agung, DPR memberikan
persetujuan dan Presiden dalam konteks mengangkat dan memberhentikan hakim agung
(Ps.24B). UU yang mengatur tentang KY adalah UU No.22 Tahun 2004.
c. Hubungan antara BPK dengan Presiden dan menteri-menterinya, adalah dalam kerangka
penyelenggaraan keuangan negara. Sedangkan hubungan BPK dengan DPR adalah dalam
rangka pemilihan anggota BPK oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD serta
pengesahannya oleh Presiden (Ps.23F ayat 1).
d. Hubungan antara MA dengan Presiden adalah dalam kerangka pemberian
“pertimbangan” berkaitan dengan Grasi dan Rehabilitasi (Ps.14 ayat.1).
e. Hubungan antara MA dengan MK, yakni bahwa kedua-duanya adalah merupakan
pelaksana dari kekuasaan kehakiman di Indonesia (Ps.24 Ayat.2). Kedua lembaga tersebut
mempunyai tugas dan wewenang masing-masing. Memurut Jimly Assidiqie jika MA lebih
merupakan pengadilan keadilan (court of justice), sedangkan MK lebih merupakan
Lembaga pengadilan hokum (court of law). Meskipun pembedaan itu tidak 100 %, karena
MA tetap diberi kewenangan sebagi “court of law” disamping fungsi utamanya sebagai
“court of justice”. Demikan pula halnya dengan MK.28
f. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan pemerintah adalah dalam menyelenggarakan
Pemilu. Sedangkan hubungan antara KPU dengan DPR , DPD, dan Presiden adalah bahwa
KPU diserahi tugas untuk menyelenggarakan pemilu guna memilih anggota DPR, DPD
serta Presiden dan Wakil Presiden dan memilih anggota DPRD (Ps.22E).
g. Komisi Hukum Nasional dengan Presiden untuk memberikan pendapat tentang kebijakan
hukum dan masalah-masalah hukum serta membantu Presiden sebagai panitia pengarah
dalam mendisain pembaharuan hukum.
h. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian dan Kejaksaan Agung
(pemerintah) dalam melakukan penyelidikan atas dugaan kasus korupsi.
2.Hubungan Pengawasan.
Hubungan pengawasan antara lembaga negara tampak dalam:
a. Hubungan antara DPR dengan Presiden dalam melaksanakan pemerintahan. Hal tersebut
ditentukan dalam Pasal 20A ayat 1 UUD 1945.
17
b. Hubungan antara DPD dengan Pemerintah Pusat dan daerah khususnya dalam
pelaksanaan otonomi. Dalam UUD 1945 ditentukan bahwa kewenangan DPD adalah
berkaitan dengan otonomi daerah baik dalam kerangka pembentukan UU maupun
pengawasannya.
c. Hubungan pengawasan juga terjadi antara MA dengan Presiden, yakni untuk menguji
peraturan perundang-undangan dibawah UU (Ps.24A Ayat 1).
d. Hubungan antara MK dengan badan pembentuk UU (DPR, DPD, dan Presiden), dalam
rangka untuk menguji konstitusionalitas UU (Ps.24C Ayat 1).
e. KPK dengan Pemerintah, yakni dalam rangka melakukan monitor terhadap
penyelenggaraan pemerintahan negara (Ps. 6 UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemeberantasan Tindak Pidana Korupsi). Status hokum KPK adalah sebagai lembaga
negara (Ps. 3), yang bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam melaksanakan tugasnya KPK
bertanggungjawab kepada public dan menyampaikan pelaporannya
kepada Presiden, DPR, dan BPK.
f. Komisi Ombudsman Nasional dengan Pemerintah dan aparatur pemerintah , aparat
lembaga negara, serta lembaga penegak hukum dan peradilan dalam pelaksanaan pelayanan
umum agar sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (good governance).2
18
Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), dan lain sebagainya.
Komisi-komisi atau lembaga-lembaga semacam ini selalu diidealkan bersifat
independen dan sering kali memiliki fungsi-fungsi yang bersifat campursari, yaitu semi
legislatif, regulatif, semi administratif, bahkan semi judikatif. Bahkan, dalam kaitan itu
muncul pula istilah 'independent and self regulatory bodies' yang juga berkembang di
banyak negara. Di Amerika Serikat, lembaga-lembaga seperti ini tercatat lebih dari 30-an
jumlahnya dan pada umumnya jalur pertanggungjawabannya secara fungsional dikaitkan
dengan Kongres Amerika Serikat. Yang dapat dijadikan contoh dalam hal ini, misalnya,
adalah Federal Trade Commission (FTC), Federal Communication Commission (FCC),
dan sebagainya. Kedudukan lembaga-lembaga ini di Amerika Serikat, meskipun secara
administratif tetap berada di lingkungan pemerintahan eksekutif, tetapi pengangkatan dan
pemberhentian para anggota komisi itu ditentukan dengan pemilihan oleh kongres. Oleh
karena itu, keberadaan lembaga-lembaga seperti ini di Indonesia dewasa ini, betapa pun
juga, perlu didudukkan pengaturannya dalam kerangka sistem ketatanegaraan Indonesia
modern, dan sekaligus dalam kerangka pengembangan sistem hukum nasional yang lebih
menjamin keadilan dan demokrasi di masa yang akan datang.
Dalam sistem ketatanegaraan, keberadaan lembaga- lembaga independen tersebut
pelembagaannya harus disertai dengan kedudukan dan peranan (role) serta mekanisme
yang jelas, sehingga menurut Purnadi dan Soerjono Soekanto, perlu adanya status atau
kedudukan yang menjadi subjek dalam negara mencakup lembaga atau badan atau
organisasi, pejabat, dan warga negara. Sementara itu, peranan (role) mencakup
kekuasaan, public service, kebebasan/hak-hak asasi, dan kewajiban terhadap kepentingan
umum.
Menurut Soerjono Soekanto, suatu kedudukan atau Status merupakan suatu posisi
dalam sistem sosial dan biasanya senantiasa menunjuk pada tempat-tempat secara
vertikal. Namun, di dalam masyarakat diperlukan status yang ajeg (regelmatig) karena
status yang ajeg (regelma tig) akan menjamin stabilitas-stabilitas pada masyarakat
tiederhana. Dengan demikian, posisi yang pasti dan ajeg dari suatu lembaga akan
berpengaruh terhadap stabilitas. Mengenai perananannya (role), Soerjono Soekanto
mengategorikan pelbagai peranan dalam masyarakat menjadi tiga, yaitu:
a. peranan yang diharapkan dari masyarakat (ideal, expected, prescribed role);
b. peranan sebagaimana dianggap oleh masing-masing individu (perceived role);
C. peranan yang dijalankan di dalam kenyataan (performed, actual role).
19
Dalam praktik ketatanegaraan, kedudukan dan pera- nan yang dimiliki dan dijalankan
masing-masing lembaga dan pejabatnya akan berpijak dari konsepsi-konsepsi di atas.
Dengan demikian, yang dimiliki dan dijalankan oleh lembaga tersebut adalah sejauh
kedudukan dan peranan yang ada padanya.
Dalam bab ini hanya akan dibahas lembaga-lembaga independen yang dasar
pembentukannya disebutkan dalam UUD 1945, misalnya, KPU, Komnas HAM, TNI dan
POLRI, dan Bank Indonesia. Lembaga-lembaga independen yang tidak diatur atau tidak
disebutkan dalam UUD 1945 tidak dibahas dalam bab ini (misalnya Komisi
Ombudsman, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Komisi Pemeriksaan
Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), dan lain sebagainya.3
3
Ni’matul Huda,Hukum Tata Negara Indonesia (Depok:Rajawali Pers,2019) hal. 239-243
20
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kewenangan lembaga negara juga berkaitan dengan fungsi dan tanggung jawab yang
dimiliki oleh setiap lembaga dalam sistem pemerintahan suatu negara. Setiap lembaga
memiliki peran tersendiri yang diatur dalam konstitusi atau undang-undang, dan
kewenangan mereka harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan
aturan hukum.
Hubungan antar Lembaga Lembaga tinggi negara itu sangat berperang penting karena
bisa menciptakan Kerjasama, harmonisasi serta keseimbangan kekuasaan antara
lembaga-lembaga negara tersebut yang sangat penting untuk menjaga sistem dan
keberlanjutan pemerintahan. Hubungan yang baik antar lembaga negara dapat
memperkuat kendali dalam mengawasi, mencegah penyalahgunaan kekuasaan, dan
memastikan tercapainya tujuan bersama dalam pelayanan publik dan pembangunan
negara.
Dilain sisi perkembangan-perkembangan baru yang terjadi di Indonesia di tengah
keterbukaan yang muncul bersamaan dengan gelombang demokratisasi di era
reformasi empat tahun terakhir,oleh sebab itulah dalam sistem hukum tata negara itu
mencakup peningkatan kapasitas, independensi, dan efektivitas mereka dalam
menjalankan fungsi-fungsi konstitusionalnya.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
23