Anda di halaman 1dari 4

1.

Jelaskan makna partisipasi publik dalam pembentukan peraturan perundangan-


undangan yang ideal menurut Anda! Bagaimanakah perkembangan pengaturan
mengenai partisipasi publik dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di
Indonesia dan kondisinya menurut Anda sekarang?
Menurut saya, dalam pembentukan pertauran perundang-undangan yang ideal
dibutuhkan aspirasi masyarakat. Aspirasi masyarakat adalah serangkaian kegiatan
berupa tuntutan ataupun “perlawanan” terhadap suatu kebijakan yang dilakukan
secara sistematis dan terorganisir. Tujuannya untuk memengaruhi pembentukan atau
perubahan kebijakan sebagai upaya penyampaian kepentingan masyarakat. Aspirasi
ini sejalan dengan partisipasi publik, dimana partisipasi publik dimaknai dengan ikut
andilnya masyarakat yang bertujuan memberikan aspirasi masyarakat.
Bila di era otoritarinisme didominasi oleh pemerintahm makan dalam era demokrasi
ini proses pembentukan kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh aspirasi elemen di
luar pemerintah terutama dari kelompok kepentingan di tengah masyarakat. Selain
parlemen sebagai representasi suara rakyat, organisasi masyarakat sipil juga berperan
memengaruhi DPR dan pemerintah. Dikarenakan rakyat dalam suatu negara modern
jumlahnya sangat banyak dan tidak mungkin berkumpul dalam suatu tempat untuk
bersama-sama membuat peraturan, maka kewenangannya dilimpahkan kepada
lembaga legislatif. Melalui lembaga legislatif yang otonom, rakyat memperoleh
representasi partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang bukanlah sekedar
formalitas, sehingga harus dilaksanakan oleh DPR dan Presiden.
Pelaksanaan partisipasi publik dalam pembentukan peraturan perundang-undangan,
pada saat ini sudah mulai dikembangkan. Partisipasi yang dilakukan masyarakat
sebagai stakeholders (pemangku kepentingan), dapat dilakukan dengan memberikan
masukan secara lisan dan tertulis dalam rangka perencanaan, penyusunan dan
pembahasan rancangan peraturan perundang-undangan sesuai dengan tata cara Tata
Tertib DPR. Partisipasi publik dalam pembahasan rancangan undang-undang juga
merupakan wujud penyelenggaraan pemerintahan yang baik sesuai dengan prinsip-
prinsip goos governance, diantaranya: keterlibatan masyarakat, akuntabilitas, dan
transparansi.
2. Pasal 7 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 sebagaimana terakhir diubah dengan UU
No. 13 Tahun 2022 telah mengatur Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan
yang ada di Indonesia. Peraturan Menteri saat ini tidak termasuk disebut dalam Pasal
7 tersebut. Namun pada Pasal 8 diatur kemudian bahwa “Jenis Peraturan Perundang-
Undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan
yang ditetapkan oleh Majelis Permusyaaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konsistusi, Badan
Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga,
atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah
atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/ Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa
atau yang setingkat.
a. Bagaimanakah kedudukan peraturan lembaga negara seperti Peraturan
DPR, Peraturan MPR, Peraturan MK sebagai peraturan perundang-
undangan menurut Anda?
Berdasarkan kedudukan, selaras dengan Prof Maria Farida yang pernah
mengungkapkan bahwa peraturan tersebut hanya bisa untuk mengikat
lembaga itu sendiri. Contohnya, Peraturan MK yang dibuat untuk
mengatur hukum beracara di MK. Sama halnya jika DPR dan MPR
membuat peraturan, maka lebih bersifat untuk mengatur ke dalam. DPR,
MPR dan MK merupakan Internal Regulation yang mana atas tugas dan
wewenangnya ketiga lembaga tersebut bertugas sebagai pengawas dalma
hal ini reviewer.
b. Bagaimana pula pandangan Anda terhadap pendapat yang menyatakan
bahwa Peraturan Menteri letaknya di bahwa Peraturan Daerah, karena
Peraturan Menteri tidak disebutkan pada Pasal 7 Undang-Undang tersebut.
Jelaskan dengan teori hukum perundang-undangan!
Menurut pandangan saya, Peraturan Menteri berada di atas Peraturan
Daerah karena Peraturan Menteri menjadi dasar hukum (landasan yuridis)
Peratruan Daerah, memperlihatkan Peraturan Menteri masuk kriteria
hierarki karena merupakan peraturan yang menjadi landasan yuridis untuk
Peraturan Daerah selain itu Peraturan Menteri mencakup isi, ruang lingkup
yang lebih umum dan Peraturan Menteri berskala nasional tidak regional
seperti Peraturan Daerah. Maka, kedudukan Peraturan Menteri dalam
hierarki perundang-undangan berada di bawah Peraturan Presiden dan
berada di atas Peraturan Daerah.

3. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 menunjukkan ada beberapa lembaga negara


baru dan letak susunan serta hubungan antara lembaga negara satu dengan satu
berubah. Salah satu perubahannya adalah fungsi dan letak serta susunan organisasi
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
a. Jelaskan perbandingan struktur, fungsi dan tugas MPR antara UUD 1945
yang asli dengan UUD 1945 yang telah diubah!
UUD 1945 setelah amandemen tidak menempatkan MPR sebagai lembaga
negara tertinggi, tetapi sejajar atau sederajat dengan lembaga-lembaga
negara lainnya. MPR juga bukan lagi sebagai pelaku penuh kedaulatan
rakyat, dan kewenangannya sangat terbatas. Perubahan lembaga MPR
terjadi pula pada keanggotaannya. Sebelum UUD 1945 diamandemen,
anggota MPR terdiri dari anggota DPR ditambah utusan daerah dan utusan
golongan. Komposisi MPR yang demikian itu menurut Penjelasan Pasal 2
UndangUndang Dasar 1945 dimaksudkan supaya seluruh rakyat, seluruh
golongan, seluruh daerah akan mempunyai wakil dalam majelis, sehingga
Majelis itu akan betul-betul dapat dianggap sebagai penjelmaan rakyat.
UUD 1945 setelah amandemen mengubah keanggotaan MPR. Berdasarkan
UUD NRI Tahun 1945, anggota MPR terdiri dari anggota DPR dan
anggota DPD. Tidak ada lagi anggota MPR yang berasal dari utusan
golongan. Keanggotaan MPR saat sekarang ini belum mewakili seluruh
elemen masyarakat, karena meskipun anggota MPR terdiri dari anggota
DPR dan anggota DPD, dalam kenyataannya mereka yang mewakili
daerah dengan menjadi anggota DPD sebagian dari mereka sebelumnya
aktif di partai politik dan pernah menjadi anggota DPR yang diusung oleh
partai politik tertentu. Masih terdapat golongan masyarakat yang belum
terwakili dalam keanggotaan MPR. Golongan tersebut misalnya golongan
masyarakat dari unsur keagamaan, kesatuan masyarakat hukum adat, dan
masyarakat yang mempunyai aspirasi tertentu.
Selain keanggotaannya yang berubah, cara MPR dalam mengambil
keputusan juga berubah. MPR sebagai lembaga permusyawaratan,
seharusnya melakukan musyawarah dalam setiap pengambilan
keputusannya. Pengambilan keputusan dengan cara musyawarah saat
sekarang ini sudah tidak terlihat lagi pada lembaga MPR. Setiap keputusan
selalu dilakulan dengan cara voting atau pemungutan suara. Hal ini juga
tidak sesuai dengan semangat sila ke empat Pancasila yaitu
permusyawaratan/perwakilan. Oleh karena itu, perlu dilakukan
rekonstruksi kelembagaan MPR agar selaras dengan semangat para pendiri
bangsa ketika menggagas adanya lembaga MPR dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia.
b. Bagaimana pandangan anda terhadap keinginan membentuk Pokok-Pokok
Haluan Negara (PPHN) saat ini?
Hadirnya PPHN saat ini merupakan suatu kemajuan dibandingkan dengan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang hanya
berbasis kepada visi presiden terpilih. Karenanya, rencana adanya PPHN
yang sudah merupakan konsensus Parpol-Parpol dalam beberapa tahun
terakhir sangat perlu didukung. Negara seperti Amerika Serikat dan juga
beberapa negara Eropa tidak memiliki perencanaan jangka panjang dalam
pembangunannya karena mereka bermazhab market oriented. Namun
harus diingat, Amerika kini sudah akan disalip oleh Tiongkok, Korea
Selatan, dan juga Jepang, yang merupakan negara-negara yang memiliki
perencanaan pembangunan jangka panjang.

Anda mungkin juga menyukai