Jelaskan makna partisipasi publik dalam pembentukan peraturan perundangan-
undangan yang ideal menurut Anda! Bagaimanakah perkembangan pengaturan mengenai partisipasi publik dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia dan kondisinya menurut Anda sekarang? Menurut saya, dalam pembentukan pertauran perundang-undangan yang ideal dibutuhkan aspirasi masyarakat. Aspirasi masyarakat adalah serangkaian kegiatan berupa tuntutan ataupun “perlawanan” terhadap suatu kebijakan yang dilakukan secara sistematis dan terorganisir. Tujuannya untuk memengaruhi pembentukan atau perubahan kebijakan sebagai upaya penyampaian kepentingan masyarakat. Aspirasi ini sejalan dengan partisipasi publik, dimana partisipasi publik dimaknai dengan ikut andilnya masyarakat yang bertujuan memberikan aspirasi masyarakat. Bila di era otoritarinisme didominasi oleh pemerintahm makan dalam era demokrasi ini proses pembentukan kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh aspirasi elemen di luar pemerintah terutama dari kelompok kepentingan di tengah masyarakat. Selain parlemen sebagai representasi suara rakyat, organisasi masyarakat sipil juga berperan memengaruhi DPR dan pemerintah. Dikarenakan rakyat dalam suatu negara modern jumlahnya sangat banyak dan tidak mungkin berkumpul dalam suatu tempat untuk bersama-sama membuat peraturan, maka kewenangannya dilimpahkan kepada lembaga legislatif. Melalui lembaga legislatif yang otonom, rakyat memperoleh representasi partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang bukanlah sekedar formalitas, sehingga harus dilaksanakan oleh DPR dan Presiden. Pelaksanaan partisipasi publik dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, pada saat ini sudah mulai dikembangkan. Partisipasi yang dilakukan masyarakat sebagai stakeholders (pemangku kepentingan), dapat dilakukan dengan memberikan masukan secara lisan dan tertulis dalam rangka perencanaan, penyusunan dan pembahasan rancangan peraturan perundang-undangan sesuai dengan tata cara Tata Tertib DPR. Partisipasi publik dalam pembahasan rancangan undang-undang juga merupakan wujud penyelenggaraan pemerintahan yang baik sesuai dengan prinsip- prinsip goos governance, diantaranya: keterlibatan masyarakat, akuntabilitas, dan transparansi. 2. Pasal 7 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 sebagaimana terakhir diubah dengan UU No. 13 Tahun 2022 telah mengatur Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan yang ada di Indonesia. Peraturan Menteri saat ini tidak termasuk disebut dalam Pasal 7 tersebut. Namun pada Pasal 8 diatur kemudian bahwa “Jenis Peraturan Perundang- Undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyaaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konsistusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/ Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. a. Bagaimanakah kedudukan peraturan lembaga negara seperti Peraturan DPR, Peraturan MPR, Peraturan MK sebagai peraturan perundang- undangan menurut Anda? Berdasarkan kedudukan, selaras dengan Prof Maria Farida yang pernah mengungkapkan bahwa peraturan tersebut hanya bisa untuk mengikat lembaga itu sendiri. Contohnya, Peraturan MK yang dibuat untuk mengatur hukum beracara di MK. Sama halnya jika DPR dan MPR membuat peraturan, maka lebih bersifat untuk mengatur ke dalam. DPR, MPR dan MK merupakan Internal Regulation yang mana atas tugas dan wewenangnya ketiga lembaga tersebut bertugas sebagai pengawas dalma hal ini reviewer. b. Bagaimana pula pandangan Anda terhadap pendapat yang menyatakan bahwa Peraturan Menteri letaknya di bahwa Peraturan Daerah, karena Peraturan Menteri tidak disebutkan pada Pasal 7 Undang-Undang tersebut. Jelaskan dengan teori hukum perundang-undangan! Menurut pandangan saya, Peraturan Menteri berada di atas Peraturan Daerah karena Peraturan Menteri menjadi dasar hukum (landasan yuridis) Peratruan Daerah, memperlihatkan Peraturan Menteri masuk kriteria hierarki karena merupakan peraturan yang menjadi landasan yuridis untuk Peraturan Daerah selain itu Peraturan Menteri mencakup isi, ruang lingkup yang lebih umum dan Peraturan Menteri berskala nasional tidak regional seperti Peraturan Daerah. Maka, kedudukan Peraturan Menteri dalam hierarki perundang-undangan berada di bawah Peraturan Presiden dan berada di atas Peraturan Daerah.
3. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 menunjukkan ada beberapa lembaga negara
baru dan letak susunan serta hubungan antara lembaga negara satu dengan satu berubah. Salah satu perubahannya adalah fungsi dan letak serta susunan organisasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). a. Jelaskan perbandingan struktur, fungsi dan tugas MPR antara UUD 1945 yang asli dengan UUD 1945 yang telah diubah! UUD 1945 setelah amandemen tidak menempatkan MPR sebagai lembaga negara tertinggi, tetapi sejajar atau sederajat dengan lembaga-lembaga negara lainnya. MPR juga bukan lagi sebagai pelaku penuh kedaulatan rakyat, dan kewenangannya sangat terbatas. Perubahan lembaga MPR terjadi pula pada keanggotaannya. Sebelum UUD 1945 diamandemen, anggota MPR terdiri dari anggota DPR ditambah utusan daerah dan utusan golongan. Komposisi MPR yang demikian itu menurut Penjelasan Pasal 2 UndangUndang Dasar 1945 dimaksudkan supaya seluruh rakyat, seluruh golongan, seluruh daerah akan mempunyai wakil dalam majelis, sehingga Majelis itu akan betul-betul dapat dianggap sebagai penjelmaan rakyat. UUD 1945 setelah amandemen mengubah keanggotaan MPR. Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945, anggota MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD. Tidak ada lagi anggota MPR yang berasal dari utusan golongan. Keanggotaan MPR saat sekarang ini belum mewakili seluruh elemen masyarakat, karena meskipun anggota MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD, dalam kenyataannya mereka yang mewakili daerah dengan menjadi anggota DPD sebagian dari mereka sebelumnya aktif di partai politik dan pernah menjadi anggota DPR yang diusung oleh partai politik tertentu. Masih terdapat golongan masyarakat yang belum terwakili dalam keanggotaan MPR. Golongan tersebut misalnya golongan masyarakat dari unsur keagamaan, kesatuan masyarakat hukum adat, dan masyarakat yang mempunyai aspirasi tertentu. Selain keanggotaannya yang berubah, cara MPR dalam mengambil keputusan juga berubah. MPR sebagai lembaga permusyawaratan, seharusnya melakukan musyawarah dalam setiap pengambilan keputusannya. Pengambilan keputusan dengan cara musyawarah saat sekarang ini sudah tidak terlihat lagi pada lembaga MPR. Setiap keputusan selalu dilakulan dengan cara voting atau pemungutan suara. Hal ini juga tidak sesuai dengan semangat sila ke empat Pancasila yaitu permusyawaratan/perwakilan. Oleh karena itu, perlu dilakukan rekonstruksi kelembagaan MPR agar selaras dengan semangat para pendiri bangsa ketika menggagas adanya lembaga MPR dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. b. Bagaimana pandangan anda terhadap keinginan membentuk Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) saat ini? Hadirnya PPHN saat ini merupakan suatu kemajuan dibandingkan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang hanya berbasis kepada visi presiden terpilih. Karenanya, rencana adanya PPHN yang sudah merupakan konsensus Parpol-Parpol dalam beberapa tahun terakhir sangat perlu didukung. Negara seperti Amerika Serikat dan juga beberapa negara Eropa tidak memiliki perencanaan jangka panjang dalam pembangunannya karena mereka bermazhab market oriented. Namun harus diingat, Amerika kini sudah akan disalip oleh Tiongkok, Korea Selatan, dan juga Jepang, yang merupakan negara-negara yang memiliki perencanaan pembangunan jangka panjang.