Anda di halaman 1dari 8

PRINSIP-PRINSIP FILSAFAT HUKUM DALAM PERBANKAN SYARIAH DIGITAL

Filsafat hukum dalam konteks digitalisasi perbankan syariah melibatkan pemahaman


dan penerapan prinsip-prinsip filsafat hukum yang relevan dalam ranah perbankan syariah
yang semakin berkembang pesat. Dasar-dasar filsafat hukum, khususnya prinsip keadilan
(Adalah), memainkan peran integral dalam merumuskan landasan hukum bagi perbankan
syariah digital yang sedang berkembang pesat. Keadilan, sebagai nilai mendasar, secara
konsisten menjadi pilar utama dalam merancang aturan dan regulasi yang mengatur
operasional perbankan syariah digital. Dalam konteks ini, penerapan teknologi di sektor
keuangan syariah diarahkan untuk memastikan distribusi keadilan yang merata, mencakup
aspek akses dan manfaat bagi semua pemangku kepentingan tanpa adanya diskriminasi. Oleh
karena itu, regulasi perbankan syariah digital harus memastikan bahwa inovasi teknologi
tidak hanya memajukan industri, tetapi juga memberikan manfaat yang setara bagi seluruh
masyarakat. Melalui pendekatan ini, perbankan syariah digital diharapkan tidak hanya
memenuhi tuntutan perkembangan teknologi, tetapi juga berlandaskan nilai-nilai keadilan
yang merupakan inti dari filsafat hukum.1

Dalam landasan filsafat hukum perbankan syariah digital, prinsip kemanfaatan


(Maslahah) menempati peran sentral. Dalam konteks ini, digitalisasi perbankan syariah
diarahkan pada penciptaan manfaat yang konkret dan berkelanjutan bagi masyarakat secara
keseluruhan. Prinsip ini mendorong inovasi teknologi untuk tidak hanya memenuhi
kebutuhan sekarang, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan umum. Dengan fokus pada
kemanfaatan, perbankan syariah digital diharapkan dapat menjadi agen perubahan yang
positif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Penerapan teknologi dalam perbankan syariah digital harus diarahkan untuk


memfasilitasi akses yang lebih luas terhadap layanan keuangan, terutama bagi mereka yang
sebelumnya sulit terjangkau. Inovasi ini seharusnya memberikan manfaat konkret dalam
bentuk penyederhanaan proses transaksi, peningkatan efisiensi, dan penekanan terhadap
biaya. Selain itu, prinsip kemanfaatan juga menekankan pentingnya pengembangan produk
dan layanan perbankan syariah digital yang dapat memenuhi kebutuhan riil masyarakat,
seperti pembiayaan mikro untuk usaha kecil dan menengah.2

1
Aisyah Abdul-Rahman, Zaleha Yazid. Developing a Framework of Islamic Bank Operational Risk Management:
‘People Risk’. (Malaysia: Jurnal Pengurusan, 2015). Hal. 130.
2
Ibid, hal. 131
Sejalan dengan prinsip maslahah, digitalisasi perbankan syariah diharapkan tidak
hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga menyumbang kepada maslahah sosial dan
keadilan. Oleh karena itu, regulasi dan kebijakan perbankan syariah digital harus secara aktif
mendorong inovasi yang berorientasi pada kemanfaatan umum dan mendorong terciptanya
sistem keuangan yang berdampak positif pada masyarakat dan ekonomi secara luas. Dengan
demikian, prinsip kemanfaatan menjadi panduan bagi perbankan syariah digital dalam
mencapai tujuan inklusivitas dan kesejahteraan yang diinginkan dalam kerangka hukum dan
filsafat syariah.3 Prinsip kemudahan (Yusr) dalam filsafat hukum menjadi fondasi utama
dalam merumuskan landasan hukum perbankan syariah digital. Fokus pada kemudahan
menyoroti pentingnya merancang sistem perbankan syariah digital agar memberikan akses,
pemahaman, dan penggunaan yang mudah bagi masyarakat, tanpa menimbulkan kesulitan
yang tidak perlu.4

Dalam konteks penerapan di perbankan syariah digital, aspek kemudahan berkaitan


dengan beberapa dimensi kritis. Pertama, sistem harus dirancang sedemikian rupa sehingga
mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Ini mencakup penggunaan antarmuka yang
intuitif dan platform yang dapat diakses dengan berbagai perangkat, sehingga tidak
membatasi aksesibilitas.

Selain itu, pemahaman terhadap produk dan layanan perbankan syariah digital juga
menjadi fokus dalam prinsip kemudahan. Informasi harus disajikan dengan cara yang jelas
dan mudah dipahami, mengingat kompleksitas konsep syariah dalam konteks keuangan.
Pendidikan dan literasi keuangan juga menjadi bagian integral dari upaya mencapai
kemudahan ini, memastikan bahwa masyarakat dapat membuat keputusan keuangan yang
terinformasi.5

Pentingnya penggunaan teknologi yang sederhana dan dapat diakses oleh semua juga
menekankan perlunya memastikan bahwa perbankan syariah digital tidak hanya menjadi hak
istimewa bagi mereka yang sudah mahir dalam teknologi. Oleh karena itu, regulasi harus
menggarisbawahi kewajiban industri untuk memastikan keberlanjutan kemudahan ini
sepanjang perubahan teknologi dan kebutuhan masyarakat.

3
Jaih Mubarok, Khotibul Umam, dkk. Ekonomi Syariah bagi Perguruan Tinggi Hukum Strata 1. (Jakarta,
Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah – Bank Indonesia, 2021).
4
Wahyudin Darmalaksana, Filsafat & Politik Hukum Islam Perbankan Syariah, (Bandung: CV. Sentra Publikasi
Indonesia, 2022).
5
Ibid.
Dalam keseluruhan, penerapan prinsip kemudahan dalam perbankan syariah digital
adalah suatu keharusan untuk memastikan bahwa inovasi teknologi mendukung kemudahan
akses dan penggunaan layanan perbankan syariah, sejalan dengan semangat filosofi hukum
yang menekankan pada kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh masyarakat.

Prinsip ketertiban (Nizam) dalam filsafat hukum memiliki dampak yang signifikan
dalam merancang kerangka hukum untuk perbankan syariah digital. Dalam konteks ini,
penerapan teknologi di sektor keuangan harus mengikuti tata kelola yang baik untuk
memastikan ketertiban yang optimal.6

Pertama-tama, penting untuk menerapkan regulasi yang jelas dan komprehensif yang
mengatur operasional perbankan syariah digital. Regulasi ini seharusnya mencakup berbagai
aspek, mulai dari keberlanjutan teknologi, keamanan data, hingga transparansi dalam
penyajian informasi kepada nasabah. Regulasi ini bertujuan untuk menciptakan landasan
hukum yang kuat dan jelas yang mengarah pada ketertiban dalam industri.

Selain itu, tata kelola yang baik juga mencakup perlindungan konsumen. Ketertiban
dalam perbankan syariah digital memerlukan adanya mekanisme perlindungan yang efektif,
seperti penanganan keluhan nasabah dan kebijakan privasi yang ketat. Hal ini mencerminkan
kepedulian terhadap hak dan kepentingan konsumen sebagai bagian integral dari ketertiban
hukum.

Keamanan transaksi juga menjadi fokus utama dalam menerapkan prinsip ketertiban.
Teknologi keamanan yang canggih harus diterapkan untuk melindungi data dan transaksi
keuangan nasabah. Regulasi perbankan syariah digital perlu mengatur standar keamanan
yang tinggi dan memastikan bahwa lembaga keuangan mengikuti praktik terbaik dalam
perlindungan data.

Oleh karena itu, ketertiban dalam perbankan syariah digital tidak hanya melibatkan
pengaturan internal di lembaga keuangan, tetapi juga melibatkan keterlibatan otoritas
pengatur dalam membentuk regulasi yang mendukung dan melindungi para pemangku
kepentingan. Dengan demikian, prinsip ketertiban berfungsi sebagai panduan dalam
mengembangkan lingkungan perbankan syariah digital yang stabil, aman, dan terpercaya bagi
masyarakat.

6
Abdul Qoyum dkk, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah – Bank
Indonesia, 2021
Dalam konteks perbankan syariah digital, pemanfaatan teknologi blockchain
memegang peran krusial dalam memastikan keabsahan transaksi syariah. Blockchain
merupakan suatu sistem distribusi transaksi yang terekam secara terdesentralisasi dan
terenkripsi, memungkinkan setiap transaksi dapat diverifikasi dan diakses secara transparan
oleh semua pihak yang berkepentingan. Kaitan teknologi ini dengan perbankan syariah dapat
diuraikan sebagai berikut:7

1. Keabsahan Transaksi Syariah:

 Mekanisme Smart Contracts: Teknologi blockchain memungkinkan


penggunaan smart contracts, yaitu protokol otomatis yang menjalankan,
menegosiasikan, atau mengamankan suatu kesepakatan tanpa perlu intervensi
pihak ketiga. Dalam perbankan syariah, smart contracts dapat digunakan untuk
menegakkan kontrak dan transaksi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
tanpa adanya keraguan atau kebingungan.

 Meningkatkan Keterbukaan dan Transparansi: Setiap transaksi dicatat dalam


rantai blok yang dapat diakses oleh semua pihak yang berkepentingan. Hal ini
meningkatkan transparansi dan memungkinkan otoritas pengawas serta para
pemangku kepentingan untuk memverifikasi keabsahan setiap transaksi
dengan lebih mudah, meminimalkan risiko gharar (ketidakpastian) yang
mungkin timbul.

2. Minimalkan Risiko Riba:

 Kontrak Berbasis Syariah: Teknologi blockchain dapat mendukung pembuatan


kontrak berbasis syariah yang tegas dan transparan. Dengan menggunakan
smart contracts, aturan-aturan syariah dapat diotomatisasi, memastikan bahwa
setiap transaksi dijalankan tanpa melibatkan unsur riba (bunga) yang dilarang
dalam hukum syariah.

 Pelacakan Aset dan Transaksi: Blockchain memungkinkan pelacakan aset dan


transaksi dengan lebih akurat. Ini membantu mencegah adanya riba karena
memungkinkan para pihak untuk mengidentifikasi dengan jelas asal-usul dan
status setiap aset yang terlibat dalam transaksi.

7
Januariansyah Arfaizar, dkk. Inovasi dan Tantangan Perbankan Syariah pada Era Digital di Indonesia,
(Yogyakarta: Wadiah: Jurnal Perbankan Syariah, 2023).
Dengan menerapkan teknologi blockchain, perbankan syariah digital dapat
meningkatkan integritas dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah. Penggunaan
blockchain dapat menciptakan ekosistem keuangan yang lebih aman, transparan, dan sesuai
dengan nilai-nilai etika syariah, sehingga membantu mengatasi beberapa tantangan dan risiko
yang mungkin timbul dalam operasional perbankan syariah.

Aksesibilitas layanan perbankan syariah digital menjadi aspek kritis dalam


mengembangkan ekosistem keuangan yang inklusif dan merata. Peningkatan aksesibilitas ini
melibatkan berbagai upaya dan strategi agar layanan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat, termasuk mereka yang berada di daerah terpencil. Berikut adalah penguraian dan
pengembangan terkait:8

1. Penggunaan Teknologi Mudah Diakses:

 Aksesibilitas dimulai dengan pengembangan platform perbankan syariah


digital yang memiliki antarmuka pengguna yang sederhana dan ramah
pengguna. Aplikasi seluler, situs web, dan layanan pelanggan harus dirancang
agar mudah diakses dan dimengerti oleh pengguna dari berbagai latar
belakang, termasuk yang tidak terbiasa dengan teknologi tinggi.

 Memastikan kompatibilitas dengan berbagai perangkat dan tingkat


konektivitas yang berbeda, sehingga layanan tetap dapat diakses meskipun di
daerah-daerah dengan infrastruktur teknologi yang terbatas.

2. Edukasi dan Literasi Keuangan:

 Melibatkan program edukasi dan literasi keuangan yang intensif untuk


memastikan bahwa masyarakat dapat memahami dan memanfaatkan layanan
perbankan syariah digital. Pelatihan ini dapat membantu mengatasi hambatan
pemahaman atau ketidakpercayaan terhadap teknologi.

 Pemberian edukasi juga perlu mencakup cara menggunakan fitur-fitur layanan


perbankan syariah digital secara optimal, sehingga masyarakat dapat
merasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.

3. Pengembangan Jaringan Agen:

8
Setyaningrat, D., Mushlihin, I. A., & Zunaidi, A. (2023). "Strategi Digitalisasi untuk Mendorong Inklusi
Keuangan Nasabah Bank Syariah: Pendekatan Technology Acceptance Model (TAM)." Islamic Economics,
Business, and Philanthropy, 2(1), 53.
 Mendorong keberadaan agen perbankan syariah digital di daerah-daerah
terpencil. Agen-agen ini dapat berfungsi sebagai perpanjangan layanan
perbankan dan membantu dalam proses registrasi, penarikan tunai, dan
memberikan edukasi langsung kepada masyarakat setempat.

 Kolaborasi dengan mitra lokal, seperti toko-toko atau koperasi di daerah


terpencil, untuk menjadi agen perbankan syariah digital sehingga layanan
lebih mudah dijangkau oleh masyarakat yang mungkin sulit untuk mengakses
kantor bank fisik.

4. Tarif dan Biaya yang Terjangkau:

 Menetapkan kebijakan tarif dan biaya yang terjangkau atau bahkan


memberikan insentif khusus untuk penggunaan layanan perbankan syariah
digital. Ini akan mendorong partisipasi dan penerimaan dari segmen
masyarakat yang memiliki keterbatasan finansial.

 Memastikan bahwa biaya-biaya terkait, seperti biaya transaksi atau pemakaian


teknologi, tidak menjadi hambatan bagi masyarakat di daerah terpencil untuk
mengakses layanan perbankan syariah digital.

Melalui pendekatan holistik ini, aksesibilitas layanan perbankan syariah digital dapat
ditingkatkan secara signifikan, menjadikannya lebih merata dan inklusif. Dengan melibatkan
masyarakat dari berbagai lapisan dan lokasi, perbankan syariah digital dapat berperan sebagai
sarana inklusi keuangan yang mempercepat perkembangan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat secara luas.

Pentingnya ketertiban hukum dan perlindungan konsumen dalam perbankan syariah


digital menjadi dasar bagi pembentukan suatu sistem yang adil dan berkeadilan. Penetapan
kerangka kerja hukum yang jelas bertujuan untuk melindungi konsumen dari risiko yang
mungkin timbul selama penggunaan layanan perbankan syariah digital. Dengan adanya
regulasi yang ketat, konsumen dapat merasa yakin bahwa hak-hak mereka terlindungi, dan
sengketa yang mungkin muncul dapat diatasi dengan adil.

Regulasi tersebut mencakup aspek ketertiban operasional perbankan syariah digital,


yang harus mematuhi standar tertentu untuk menjaga integritas dan keamanan sistem.
Langkah-langkah pengamanan data, transparansi operasional, dan kepatuhan terhadap
prinsip-prinsip syariah adalah bagian integral dari ketertiban hukum yang harus diterapkan.
Selain itu, perlindungan konsumen melibatkan mekanisme yang efektif untuk
menanggapi dan menyelesaikan sengketa yang mungkin timbul antara konsumen dan
penyedia layanan perbankan syariah digital. Proses penyelesaian sengketa haruslah
transparan, cepat, dan adil, memberikan kepastian hukum kepada semua pihak terlibat.

Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip filsafat hukum ke dalam perbankan syariah


digital, termasuk nilai-nilai etika dan hukum syariah, diharapkan bahwa perkembangan
teknologi akan sejalan dengan landasan yang adil dan bermanfaat. Penerapan ketertiban
hukum dan perlindungan konsumen menjadi langkah kritis untuk menjaga kepercayaan
masyarakat dalam mengadopsi perbankan syariah digital. Sehingga, lingkungan perbankan
dapat menjadi lebih mudah diakses, aman, dan berlandaskan nilai-nilai keadilan yang
menjadi prinsip utama dalam filosofi hukum syariah.

Daftar Pustaka

Abdul Qoyum dkk, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Departemen Ekonomi dan Keuangan
Syariah – Bank Indonesia, 2021

Aisyah Abdul-Rahman, Zaleha Yazid. Developing a Framework of Islamic Bank Operational


Risk Management: ‘People Risk’. (Malaysia: Jurnal Pengurusan, 2015), Hal. 130.

Januariansyah Arfaizar, dkk. Inovasi dan Tantangan Perbankan Syariah pada Era Digital di
Indonesia. Yogyakarta: Wadiah: Jurnal Perbankan Syariah, 2023.

Jaih Mubarok, Khotibul Umam, dkk. Ekonomi Syariah bagi Perguruan Tinggi Hukum Strata
1. Jakarta: Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah – Bank Indonesia, 2021.

Musa Asy’ari. Filsafat Islam, Sunnah Nabi dalam Berpikir. Yogyakarta: LESFI, 2002.

Setyaningrat, D., Mushlihin, I. A., & Zunaidi, A. (2023). "Strategi Digitalisasi untuk
Mendorong Inklusi Keuangan Nasabah Bank Syariah: Pendekatan Technology
Acceptance Model (TAM)." Islamic Economics, Business, and Philanthropy, 2(1), 53.

Wahyudin Darmalaksana. Filsafat & Politik Hukum Islam Perbankan Syariah. Bandung: CV.
Sentra Publikasi Indonesia, 2022.

Anda mungkin juga menyukai