Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cryptocurrencies, seperti Bitcoin, telah mendapatkan pengakuan dan pentingnya yang
signifikan di era digital saat ini. Perubahan paradigma dalam sistem keuangan ini telah
menarik minat dari individu, bisnis, dan bahkan pemerintah di seluruh dunia. Pentingnya
cryptocurrencies terletak pada kemampuannya untuk menawarkan berbagai keunggulan
dibandingkan dengan sistem moneter tradisional. Cryptocurrencies menurut Phillip et al
(2018), memberikan keamanan dan privasi yang lebih baik. Teknologi blockchain, kerangka
dasar dari sebagian besar cryptocurrencies, memastikan bahwa transaksi tercatat secara
terdesentralisasi dan transparan, sehingga sangat sulit untuk diretas dan dipalsukan. Selain
itu, pengguna dapat menjaga privasi keuangan mereka karena transaksi cryptocurrencies
tidak memerlukan pengungkapan informasi pribadi. Cryptocurrencies jga menawarkan cara
yang lebih cepat dan efisien dalam melakukan transaksi lintas negara. Metode tradisional
untuk mentransfer dana secara internasional dapat memakan waktu dan mahal, melibatkan
banyak perantara. Cryptocurrencies memungkinkan transaksi peer-to-peer yang
menghilangkan kebutuhan akan perantara, sehingga transfer dapat dilakukan hampir instan
dengan biaya yang lebih rendah. Aspek ini sangat penting bagi bisnis global dan individu
yang ingin menyederhanakan operasi keuangan internasional mereka (Sabry et al., 2020).
Cryptocurrencies memberdayakan individu dengan memberikan inklusi keuangan. Di
banyak bagian dunia, layanan perbankan tradisional tidak dapat diakses oleh sebagian besar
penduduk. Cryptocurrencies memungkinkan individu yang tidak memiliki akses ke sistem
perbankan formal untuk terlibat dalam aktivitas keuangan, membuka peluang untuk
partisipasi dan pemberdayaan ekonomi (Bunjaku et al., 2017). Selain itu, cryptocurrencies
memungkinkan transaksi mikro, yang dapat sangat bermanfaat di negara-negara
berkembang, memfasilitasi pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Selain itu,
cryptocurrencies memiliki potensi besar untuk inovasi dan perubahan di berbagai industri.
Teknologi blockchain yang mendasarinya dapat dimanfaatkan untuk menciptakan kontrak
pintar, aplikasi terdesentralisasi, dan platform keuangan terdesentralisasi (DeFi) (Trimborn
& Härdle, 2018). Inovasi-inovasi ini memiliki potensi untuk merevolusi sektor-sektor seperti
manajemen rantai pasok, kesehatan, sistem pemilihan, dan lainnya. Dengan menghilangkan
perantara, mengurangi biaya, dan meningkatkan keamanan, cryptocurrencies dan teknologi
blockchain menciptakan lingkungan yang mendukung inovasi dan efisiensi.
Penerapan cryptocurrencies dalam dunia perbankan Indonesia dapat memberikan
sejumlah manfaat penting (Dierksmeier & Seele, 2018). Pertama-tama, penggunaan
cryptocurrencies dapat meningkatkan efisiensi dalam transaksi perbankan, terutama dalam
hal transfer dana lintas negara. Dengan menggunakan cryptocurrencies, proses transfer dapat
dilakukan secara instan dan dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan metode
tradisional. Hal ini akan memudahkan bisnis di Indonesia yang melakukan transaksi
internasional dan mengurangi biaya yang terkait (White, 2015). Selain itu, cryptocurrencies
juga dapat membantu meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia. Masih banyak
masyarakat yang tidak memiliki akses ke layanan perbankan formal di Indonesia. Dengan
adanya cryptocurrencies, individu-individu tersebut dapat terlibat dalam aktivitas keuangan
secara mudah dan aman, tanpa harus memiliki rekening bank tradisional. Hal ini dapat
membuka peluang ekonomi bagi mereka yang sebelumnya tidak terjangkau oleh sistem
perbankan konvensional (Bech & Garratt, 2017).
Penerapan cryptocurrencies dalam perbankan Indonesia dapat mendorong inovasi
dalam layanan keuangan. Teknologi blockchain yang mendasari cryptocurrencies dapat
digunakan untuk menciptakan produk dan layanan baru, seperti platform pinjaman peer-to-
peer, asuransi berbasis blockchain, atau layanan pembayaran yang efisien (DuPont, 2019).
Inovasi-inovasi ini dapat meningkatkan pengalaman nasabah dan memberikan solusi yang
lebih baik dalam pemenuhan kebutuhan finansial mereka. Namun, penting untuk mengakui
bahwa penerapan cryptocurrencies dalam dunia perbankan Indonesia juga memunculkan
sejumlah tantangan. Salah satunya adalah kekhawatiran terkait regulasi dan perlindungan
konsumen. Dalam mengadopsi cryptocurrencies, perlu ada kerangka regulasi yang jelas
untuk melindungi konsumen dan mencegah penyalahgunaan. Selain itu, kekhawatiran terkait
volatilitas harga dan risiko investasi juga perlu diperhatikan dengan baik (Härdle et al.,
2020).
Penerapan cryptocurrencies dalam dunia perbankan Indonesia dapat memberikan
keunggulan kompetitif bagi lembaga keuangan yang mengadopsinya dengan baik. Konsep
competitive advantage atau keunggulan kompetitif dalam teori bisnis mengacu pada faktor-
faktor yang membuat suatu perusahaan atau sektor unggul dibandingkan dengan pesaingnya.
Dalam konteks ini, perbankan yang berhasil menerapkan cryptocurrencies dapat memiliki
keunggulan kompetitif dalam beberapa aspek (Sockin & Xiong, 2023). Pertama, mereka
dapat memberikan layanan transfer dana lintas negara yang lebih cepat, murah, dan efisien.
Dalam bisnis internasional, kemampuan untuk melakukan transaksi lintas negara dengan
biaya rendah dapat menjadi daya tarik bagi nasabah yang membutuhkan layanan tersebut.
Hal ini dapat meningkatkan kinerja perbankan dengan menarik nasabah baru dan
mempertahankan nasabah yang sudah ada. Kedua, penerapan cryptocurrencies dapat
meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia. Dengan memberikan akses ke layanan
keuangan kepada individu-individu yang sebelumnya tidak terjangkau oleh perbankan
tradisional, lembaga keuangan dapat mencapai pangsa pasar yang lebih luas. Dalam hal ini,
keunggulan kompetitif terletak pada kemampuan untuk menjangkau segmen pasar yang
belum tersentuh, sehingga meningkatkan kinerja perbankan secara keseluruhan (Bech &
Garratt, 2017).
Penerapan cryptocurrencies dalam dunia perbankan Indonesia dapat memiliki dampak
signifikan pada kinerja lembaga keuangan. Secara umum, cryptocurrencies dapat
memberikan kontribusi positif terhadap kinerja perbankan melalui beberapa mekanisme
(DuPont, 2019). Pertama, penggunaan cryptocurrencies dapat meningkatkan efisiensi
operasional. Dalam transaksi menggunakan cryptocurrencies, proses transfer dana dapat
dilakukan secara instan dan dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan metode
tradisional. Hal ini dapat mengurangi biaya transaksi dan waktu pemrosesan, yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi operasional perbankan. Dengan pengurangan biaya
dan waktu, perbankan dapat mengalokasikan sumber daya yang lebih baik untuk kegiatan
bisnis lainnya dan meningkatkan kinerja keseluruhan. Kedua, penerapan cryptocurrencies
dapat membantu meningkatkan pendapatan perbankan. Dalam konteks ini, perbankan dapat
menawarkan layanan transfer dana lintas negara yang lebih cepat dan dengan biaya yang
lebih rendah kepada nasabahnya. Hal ini dapat menarik nasabah baru, terutama dari segmen
bisnis internasional, yang menginginkan transaksi yang efisien dan murah (Dierksmeier &
Seele, 2018). Dengan demikian, penggunaan cryptocurrencies dapat memberikan kontribusi
positif terhadap pendapatan perbankan dan secara langsung meningkatkan kinerja keuangan.
Inovasi teknologi yang melibatkan cryptocurrencies dapat menciptakan layanan
keuangan baru dan mengubah cara bisnis dijalankan. Teknologi blockchain, yang
merupakan dasar dari cryptocurrencies, memungkinkan pengembangan kontrak pintar,
platform terdesentralisasi, dan layanan keuangan inovatif lainnya. Dengan menggunakan
teknologi ini, lembaga keuangan dapat menyediakan solusi yang lebih efisien, transparan,
dan aman bagi nasabah mereka (DuPont, 2019). Inovasi ini memberikan keunggulan
kompetitif melalui diferensiasi produk dan layanan, meningkatkan daya saing dan kinerja
perbankan. Namun, untuk mencapai keunggulan kompetitif melalui inovasi teknologi dalam
penerapan cryptocurrencies, lembaga keuangan perlu mempertimbangkan beberapa faktor.
Pertama, mereka harus memiliki kemampuan teknis yang memadai untuk mengadopsi dan
mengelola teknologi ini dengan baik. Kedua, manajemen risiko yang tepat diperlukan untuk
mengatasi volatilitas harga cryptocurrencies dan risiko keamanan yang terkait. Terakhir,
kebijakan regulasi yang jelas dan mendukung juga penting agar inovasi teknologi dapat
berkembang dengan baik dan memberikan keuntungan yang berkelanjutan (Bunjaku et al.,
2017).
Melalui penggunaan cryptocurrencies, perbankan dapat mempercepat dan
menyederhanakan proses transaksi, meningkatkan efisiensi operasional, dan mengurangi
biaya yang terkait (Sihombing et al., 2020). Selain itu, cryptocurrencies juga dapat
membantu meningkatkan inklusi keuangan dengan memberikan akses ke layanan keuangan
kepada mereka yang sebelumnya tidak terjangkau oleh perbankan tradisional. Penggunaan
teknologi blockchain yang melandasi cryptocurrencies juga dapat mendorong inovasi dalam
layanan keuangan, menciptakan peluang baru, dan memberikan keunggulan kompetitif bagi
lembaga keuangan yang mengadopsinya dengan baik . Namun, dalam
mengimplementasikan cryptocurrencies dalam dunia perbankan Indonesia, perlu diingat
bahwa manajemen risiko yang tepat dan regulasi yang mendukung diperlukan untuk
menjaga stabilitas dan keamanan. Volatilitas harga cryptocurrencies dan risiko keamanan
menjadi faktor yang harus dikelola dengan hati-hati. Berdasarkan pemaparan tersebut,
tulisan ini mengambil judul “PENERAPAN CRYPTOCURRENCIES DALAM DUNIA
PERBANKAN INDONESIA”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya, maka rumusan
masalah yang diambil dalam tulisan ini adalah “Bagaimana Penerapan CryptoCurrencies
dalam Dunia Perbankan di Indonesia”
1.3. Tujuan
Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijabarkan
sebelumnya, maka tujuan yang diambil dalam tulisan ini adalah “Untuk Memahami
Penerapan CryptoCurrencies dalam Dunia Perbankan di Indonesia”.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Cryptocurrency
A. Pengertian Cryptocurrency
Cryptocurrency adalah bentuk mata uang digital yang menggunakan kriptografi
untuk mengamankan transaksi, mengontrol penciptaan unit baru, dan memverifikasi
transfer aset. Berbeda dengan mata uang konvensional yang diterbitkan oleh bank sentral,
cryptocurrency beroperasi secara terdesentralisasi menggunakan teknologi blockchain.
Salah satu ciri khas cryptocurrency adalah ketiadaan otoritas sentral yang mengontrolnya,
seperti bank atau pemerintah. Sebagai gantinya, transaksi cryptocurrency direkam dalam
blockchain, yaitu buku besar publik yang terdistribusi di seluruh jaringan komputer yang
menjalankan cryptocurrency tersebut. Dengan menggunakan kriptografi, transaksi dalam
blockchain dapat diverifikasi, disahkan, dan diamankan secara efisien.
Keberadaan cryptocurrency telah mengubah lanskap keuangan global dan
memunculkan berbagai implikasi ekonomi dan teknologi. Salah satu keuntungan utama
dari cryptocurrency adalah kemampuannya untuk menyediakan transaksi yang cepat dan
murah, terutama dalam hal transfer dana internasional. Sebagai alternatif terhadap metode
tradisional yang melibatkan lembaga keuangan pihak ketiga, cryptocurrency
memungkinkan pengguna untuk melakukan transaksi langsung tanpa keterlibatan
perantara, mengurangi biaya dan waktu yang dibutuhkan. Selain itu, cryptocurrency juga
dapat meningkatkan inklusi keuangan dengan memberikan akses kepada individu yang
tidak memiliki akses ke layanan perbankan konvensional. Dalam banyak negara, terdapat
populasi yang tidak terbankar atau terbatas aksesnya terhadap sistem perbankan.
Cryptocurrency dapat menjadi solusi dengan memungkinkan individu untuk mengirim,
menyimpan, dan menggunakan aset digital tanpa memerlukan rekening bank tradisional.
B. Macam-Macam Cryptocurrency
Cryptocurrency adalah pasar yang beragam, dengan banyak bentuk mata uang
digital yang tersedia. Berikut adalah beberapa bentuk cryptocurrency yang kerap
dijumpai dan penjelasan detail tentang masing-masing:
a. Bitcoin (BTC)
Bitcoin adalah cryptocurrency pertama yang diperkenalkan pada tahun 2009
oleh seseorang atau sekelompok orang yang menggunakan nama samaran "Satoshi
Nakamoto". Bitcoin menggunakan teknologi blockchain untuk mencatat transaksi dan
mengontrol penciptaan baru. Bitcoin memiliki kapitalisasi pasar terbesar di antara
semua cryptocurrency dan dianggap sebagai yang paling terkenal dan terpercaya.
Setelah krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 2008, seorang tokoh yang disebut
dengan nama Satoshi Nakamoto menciptakan sistem elektronik P2P yang disebut
dengan Bitcoin. Bitcoin adalah aset digital yang terdesentralisasi dan dikenalkan
kepada dunia pada tahun 2008 dan diluncurkan pada awal tahun 2009. Menurut para
ahli, terciptanya Bitcoin adalah dibutuhkannya suatu sistem keuangan dimana
seseorang dapat melakukan suatu transaksi yang aman dan cepat tanpa adanya pihak
ketiga seperti bank, suatu lembaga institusi yang memonopoli uang rakyat. Sejak
diluncurkannya Bitcoin, terdapat lebih dari 11.000 mata uang kripto yang tersebar
didunia. Mata uang kripto kini dapat digunakan untuk membeli barang dan jasa
contohnya seperti negara El Savador yang telah mengadopsi bitcoin sebagai alat ukar
yang sah untuk membeli barang dan jasa. Bitcoin dipercaya sebagai alternatif pada
sistem keungan dunia yang nilainya semakin menurun yang diakibatkan oleh inflasi,
Bitcoin juga dapat digunakan sebagai alat untuk investasi yang akan berguna dimasa
depan.
b. Ethereum (ETH)
Ethereum adalah platform blockchain terdesentralisasi yang memungkinkan
pengembangan aplikasi terdesentralisasi (dApps) dan kontrak pintar (smart contracts).
Ether (ETH) adalah mata uang digital yang digunakan dalam ekosistem Ethereum.
Selain sebagai mata uang, Ether juga berfungsi sebagai pembayaran untuk
menjalankan transaksi dan layanan di platform Ethereum.
Mmenurut Dannen (2017), Ethereum adalah suatu blockchain yang dapat
deprogram dengan koin aslinya sendiri yang disebut dengan Ether. Ethereum adalah
mata uang kripto yang terdesentralisasi dengan kode lambang ETH. Ether tidak
dikendalikan oleh suatu lembaga pemerintah maupun suatu organisasi dan dapat
digunakan untuk investasi dan melakukan suatu pembayaran. Ethereum adalah mata
uang kripto terbesar kedua setelah Bitcoin. Blockhain Ethereum adalah platform
komputasi terdistribusi open source yang menyoroti kegunaan Smart Contract
(scripting). Seseorang dapat dengan mudah menulis aplikasi terdesentralisasi pada
tingkat yang signifikan dan keuntungan dari distribusi yang diperoleh dari teknologi
Blockchain.
c. Binance Coin (BNB)
Binance Coin (BNB) adalah cryptocurrency yang dikeluarkan oleh Binance,
salah satu bursa kripto terbesar di dunia. Awalnya, BNB dirilis pada tahun 2017
sebagai token ERC-20 yang berbasis di platform Ethereum. Namun, sejak
diluncurkannya blockchain Binance sendiri, BNB telah bermigrasi menjadi token
native di dalam ekosistem Binance Chain. BNB memiliki beberapa kegunaan di dalam
ekosistem Binance. Pertama, BNB dapat digunakan sebagai alat pembayaran untuk
membayar biaya transaksi di bursa Binance. Dengan menggunakan BNB untuk
membayar biaya transaksi, pengguna dapat memperoleh diskon dan insentif lainnya.
BNB digunakan sebagai aset dalam peluncuran token baru melalui platform
Binance Launchpad. Proyek-proyek yang meluncurkan token mereka melalui Binance
Launchpad seringkali mengadakan penjualan token yang hanya dapat dibeli dengan
menggunakan BNB. Selanjutnya, BNB juga digunakan dalam ekosistem Binance
untuk berbagai tujuan seperti pembayaran layanan dan produk, partisipasi dalam
program hadiah, dan staking untuk mendapatkan imbal hasil. Binance juga telah
mengembangkan ekosistem yang luas di sekitar BNB, termasuk Binance DEX
(Binance Decentralized Exchange) yang berbasis pada teknologi Binance Chain.
2.2. Competitive Advantage
A. Pengertian Competitive Advantage
Competitive advantage adalah konsep dalam ekonomi yang mengacu pada
keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu perusahaan atau entitas ekonomi
dibandingkan dengan pesaingnya dalam pasar yang sama. Keunggulan kompetitif ini
memungkinkan perusahaan untuk mencapai posisi yang lebih kuat dan memenangkan
persaingan dalam industri tertentu.
Menurut Porter dalam Arianty (2017), strategi bersaing adalah pencarian akan
posisi bersaing yang menguntungkan dalam suatu industri, arena fundamental tempat
persaingan terjadi, dan competitive advantage adalah kemampuan perusahaan yang
diperoleh melalui karakteristik dan sumber dayanya untuk memiliki kinerja yang lebih
tinggi dibandingkan perusahaan lain pada industri atau pasar yang sama. Keunggulan
bersaing dapat diperoleh melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki perusahaan
serta bagaimana perusahaan mampu merumuskan dan melakukan strategi-strategi dalam
pemasarannya. Menurut Kotler dan Amstrong (2012) keunggulan bersaing adalah sebuah
keunggulan atas pesaing yang didapatkan dengan menawarkan konsumen nilai lebih.
Keunggulan bersaing seperti prestasi yang diperoleh dalam sebuah perlombaan, itu
mengapa perusahaan harus terus merumuskan dan melakukan berbagai strategi guna
mencapai keunggulan bersaing. Ketika perusahaan mampu menciptakan nilai unggul
dalam persaingan maka perusahaan akan mendapat banyak keuntungan, mulai dari
pandangan baik konsumen terhadap produknya sampai pada meningkatnya keuntungan
perusahaan, dimana tujuan dari sebuah bisnis adalah mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya. Strategi keunggulan bersaing bisa dijadikan landasan menuju kemajuan
perusahaan Strategi competitive advantage adalah hal yang paling penting dalam
pemasaran. Membangun competitive advantage berarti sedang membangun benteng yang
kuat di dalam kompetisi pasar sehingga kompetitor akan sulit dalam merebut pasar dan
pelanggan. Competitive advantage adalah keunggulan atas kompetisi yang ada yang tidak
dapat dilakukan oleh kompetitor dan dapat diterapkan dalam jangka waktu yang lama
(Pakpahan et al., 2022). Keunggulan bersaing akan menciptakan nilai baik bagi
perusahaan dalam waktu yang lama, hal tersebut juga akan mampu meningkatkan income
bagi perusahaan.
B. Jenis Competitive Advantage
Competitive advantage adalah konsep yang dikembangkan oleh Michael Porter,
seorang ahli strategi bisnis ternama. Menurut Porter, competitive advantage adalah
keunggulan yang dimiliki oleh suatu perusahaan dalam menghasilkan nilai yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pesaingnya dalam industri yang sama. Porter
mengidentifikasi dua jenis competitive advantage utama, yaitu cost leadership
(keunggulan biaya) dan differentiation (diferensiasi), sebagai berikut:
1) Cost Leadership (Keunggulan Biaya)
Cost leadership adalah strategi di mana perusahaan berupaya menghasilkan
produk atau layanan dengan biaya yang lebih rendah daripada pesaingnya. Hal ini
dapat dicapai melalui skala ekonomi, efisiensi operasional, pengendalian biaya yang
ketat, atau akses ke sumber daya yang murah. Dengan memiliki biaya produksi yang
lebih rendah, perusahaan dapat menawarkan harga yang lebih kompetitif kepada
pelanggan. Keunggulan biaya dapat memberikan perusahaan posisi yang kuat di pasar,
memungkinkan mereka untuk menarik pelanggan dengan harga yang lebih murah dan
menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi.
2) Differentiation (Diferensiasi)
Differentiation adalah strategi di mana perusahaan berusaha menciptakan produk
atau layanan yang unik atau memiliki keunggulan khusus yang diakui oleh pelanggan.
Diferensiasi dapat diperoleh melalui inovasi produk, kualitas yang unggul, desain yang
menarik, pelayanan pelanggan yang luar biasa, atau fitur-fitur tambahan yang bernilai
bagi pelanggan. Dengan memiliki diferensiasi yang jelas, perusahaan dapat menarik
pelanggan yang cenderung lebih bersedia membayar harga yang lebih tinggi karena
nilai tambahan yang mereka terima. Diferensiasi juga dapat memberikan perlindungan
terhadap persaingan harga yang ketat.
Porter juga menekankan pentingnya fokus dalam mencapai competitive advantage.
Perusahaan harus memilih target pasar yang tepat dan fokus pada segmen pelanggan yang
dapat memberikan keuntungan yang lebih besar. Dengan memahami kebutuhan dan
preferensi pelanggan dengan baik, perusahaan dapat menyusun strategi yang difokuskan
untuk memberikan nilai yang unggul dan memenuhi kebutuhan tersebut. Penting untuk
dicatat bahwa competitive advantage bukanlah sesuatu yang bisa dicapai dengan mudah
dan juga bukan keunggulan yang abadi. Persaingan di pasar selalu berubah dan
perusahaan perlu terus beradaptasi dan mengembangkan strategi baru untuk
mempertahankan dan meningkatkan competitive advantage mereka. Keberhasilan dalam
mencapai competitive advantage membutuhkan analisis yang mendalam tentang industri,
pesaing, dan pasar yang bersangkutan.
C. Faktor Competitive Advantage
Menurut Distanont dan Khongmalai (2020), ada beberapa faktor yang dapat
memberikan competitive advantage kepada suatu perusahaan:
1) Diferensiasi Produk
Keunggulan kompetitif dapat diperoleh melalui diferensiasi produk atau layanan
yang ditawarkan. Ketika perusahaan mampu memberikan nilai tambah yang unik dan
diakui oleh pelanggan, mereka dapat membedakan diri dari pesaing mereka. Faktor-
faktor yang dapat mendukung diferensiasi termasuk kualitas produk, fitur unik, desain
inovatif, keunggulan merek, dan pelayanan pelanggan yang superior.
2) Efisiensi Operasional
Efisiensi operasional yang tinggi dapat memberikan keunggulan kompetitif
kepada perusahaan. Dengan mengoptimalkan proses produksi, pengendalian biaya,
manajemen rantai pasokan yang efektif, dan penggunaan teknologi yang canggih,
perusahaan dapat menghasilkan produk dengan biaya yang lebih rendah atau dengan
kecepatan yang lebih tinggi daripada pesaingnya. Efisiensi operasional juga dapat
membantu perusahaan dalam memberikan harga yang lebih kompetitif kepada
pelanggan.
3) Akses ke Sumber Daya yang Langka
Perusahaan yang memiliki akses ke sumber daya langka atau sulit untuk ditiru
juga dapat memiliki competitive advantage. Sumber daya ini bisa berupa kekayaan
intelektual seperti paten atau merek dagang, hubungan jaringan yang kuat, teknologi
yang unggul, atau keahlian khusus yang sulit ditiru oleh pesaing. Keunggulan ini
memungkinkan perusahaan untuk menghasilkan produk atau layanan yang unik dan
sulit ditandingi oleh pesaing.
4) Skala Ekonomi
Keunggulan skala ekonomi terjadi ketika perusahaan dapat memproduksi barang
atau layanan dengan biaya unit yang lebih rendah seiring dengan peningkatan volume
produksi. Dengan menghasilkan produk dalam jumlah besar, perusahaan dapat
mengurangi biaya produksi rata-rata dan memperoleh keuntungan kompetitif melalui
harga yang lebih rendah atau keuntungan yang lebih tinggi.
5) Inovasi
Kemampuan perusahaan untuk terus-menerus berinovasi dan mengembangkan
produk, proses, atau model bisnis baru juga dapat memberikan competitive advantage.
Inovasi dapat menciptakan diferensiasi produk baru, meningkatkan efisiensi
operasional, memenuhi kebutuhan pasar yang baru, atau mengubah dinamika industri.
Perusahaan yang berorientasi pada inovasi memiliki peluang yang lebih besar untuk
mencapai pertumbuhan jangka panjang dan memenangkan persaingan.
() juga menjelaskan bahwa penting bagi perusahaan untuk memahami sumber daya
dan kemampuan yang dimiliki serta mengembangkan strategi yang tepat untuk
memperoleh competitive advantage. Namun, perlu diingat bahwa keunggulan kompetitif
tidaklah statis dan dapat berubah seiring dengan perkembangan industri dan perubahan
kondisi pasar.
2.3. Kinerja Perusahaan
A. Pengertian Kinerja Perusahaan
Kinerja perusahaan adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan
selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh
kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya-sumber daya yang
dimiliki. Kinerja merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian
atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode dengan
referensi pada jumlah standar seperti biayabiaya masa lalu atau yang diproyeksikan,
dengan dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan
semacamnya (Musfar, 2020).
Kinerja perusahaan merujuk pada hasil atau prestasi yang dicapai oleh perusahaan
dalam mencapai tujuan bisnisnya. Kinerja perusahaan dapat diukur dengan berbagai
indikator yang meliputi keuangan, operasional, strategis, dan pelanggan. Evaluasi kinerja
perusahaan sangat penting karena memberikan wawasan tentang sejauh mana perusahaan
berhasil mencapai targetnya, mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki, dan
memberikan dasar untuk pengambilan keputusan di masa depan.
Pengukuran kinerja menurut Hitt et al (2016), adalah proses di mana organisasi
menetapkan parameter hasil untuk dicapai oleh program, investasi, dan akusisi yang
dilakukan. Proses pengukuran kinerja seringkali membutuhkan penggunaan bukti statistik
untuk menentukan tingkat kemajuan suatu organisasi dalam meraih tujuannya. Tujuan
mendasar di balik dilakukannya pengukuran adalah untuk meningkatkan kinerja secara
umum. Pengukuran Kinerja juga merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik
dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator
masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak. Pengukuran kinerja digunakan sebagai
dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi.
Sistem pengukuran kinerja merupakan suatu mekanisme yang memperbaiki
kemungkinan untuk perushaan agar strategi yang dijalankan dapat berhasil (Anthony et
al., 2013). Menurut Mowen (2004), ada yang membedakan pengukuran kinerja secara
tradisional dan kontemporer. Pengukuran kinerja tradisional dilakukan dengan
membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang dianggarkan atau biaya standar
sesuai dengan karakteristik pertanggung jawabannya. Pengukuran kinerja kontemporer
menggunakan aktivitas sebagai pondasi. Ukuran kinerja dirancang untuk menilai
seberapa baik aktivitas dilakukan dan dapat mengidentifikasi apakah telah dilakukan
perbaikan yang berkesinambungan.
B. Faktor Kinerja Perusahaan
Menurut Hitt et al (2016), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja
perusahaan, terutama dalam perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, yakni:
1) Keuangan
Indikator keuangan seperti pendapatan, laba bersih, arus kas, margin
keuntungan, dan tingkat pengembalian modal adalah ukuran yang penting untuk
mengukur kinerja keuangan perusahaan. Pertumbuhan pendapatan yang stabil, margin
keuntungan yang meningkat, dan pengelolaan kas yang baik adalah tanda-tanda
kinerja keuangan yang kuat.
2) Operasional
Kinerja operasional mencakup efisiensi dan efektivitas dalam menjalankan
kegiatan bisnis sehari-hari. Faktor-faktor seperti produktivitas, biaya produksi, waktu
siklus, kualitas produk atau layanan, dan tingkat kepuasan pelanggan dapat digunakan
untuk mengukur kinerja operasional. Perusahaan yang efisien dan efektif dalam
penggunaan sumber daya, serta mampu memberikan produk atau layanan berkualitas
tinggi, cenderung memiliki kinerja operasional yang baik.
3) Strategis
Kinerja strategis mencerminkan sejauh mana perusahaan berhasil menerapkan
strategi jangka panjangnya. Ini melibatkan pencapaian tujuan jangka panjang,
pengembangan pasar baru, diversifikasi, pengenalan produk baru, dan kemampuan
perusahaan untuk beradaptasi dengan perubahan pasar. Perusahaan yang memiliki
strategi yang efektif dan mampu mengantisipasi tren pasar memiliki kinerja strategis
yang kuat.
4) Pelanggan
Kinerja perusahaan juga dapat diukur melalui tingkat kepuasan pelanggan,
loyalitas pelanggan, dan pangsa pasar yang dimiliki. Perusahaan yang berhasil
membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan, memberikan pengalaman
pelanggan yang positif, dan mampu mempertahankan pangsa pasar yang stabil atau
meningkat, menunjukkan kinerja yang baik dalam aspek pelanggan.
2.4. Inovasi
A. Pengertian Inovasi
Inovasi adalah proses atau hasil dari menciptakan sesuatu yang baru atau
memperkenalkan perubahan yang signifikan dalam produk, layanan, proses, atau model
bisnis yang ada. Hal ini melibatkan pengembangan dan penerapan gagasan baru,
penemuan teknologi, atau pendekatan baru untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan
masalah yang ada. Inovasi merupakan elemen kunci dalam pertumbuhan ekonomi,
perkembangan masyarakat, dan kemajuan teknologi.
Inovasi adalah salah satu pilihan korporasi dalam menghadapi persaingan pasar dan
pengelolaan yang berkelanjutan. Freeman (2004) menganggap inovasi sebagai upaya dari
perusahaan melalui penggunaan teknologi dan informasi untuk mengembangkan,
memproduksi dan memasarkan produk yang baru untuk industri. Dengan kata lain inovasi
adalah modifikasi atau penemuan ide untuk perbaikan secara terus-menerus serta
pengembangan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
Pervaiz K. Ahmed and Charles D. Shepherd (2010) dalam Hendrayati dan Gaffar
(2016) inovasi perusahaan dapat menghasilkan R&D (Research and Development),
produksi serta pendekatan pemasaran dan akhirnya mengarah kepada komersialisasi
inovasi tersebut. Dengan kata lain inovasi adalah proses mewujudkan ide baru, yang
berbeda dengan yang dulu, dengan cara produksi atau dengan membuatnya menjadi
nyata, dimana inovasi termasuk generasi evaluasi, konsep baru dan implementasi.
Dimana penggunaan metode baru dan berbeda serta teknologi untuk meningkatkan
kualitas biaya atau lebih rendah, untuk memenuhi atau melampaui target perusahaan.
Pervaiz K. Ahmed and Charles D. Shepherd (2010) dalam Hendrayati dan Gaffar
(2016) inovasi tidak hanya terbatas pada benda atau barang hasil produksi, tetapi juga
mencakup sikap hidup, perilaku, atau gerakan-gerakan menuju proses perubahan di dalam
segala bentuk tata kehidupan masyarakat. Jadi, secara umum, inovasi berarti suatu ide,
produk, informasi teknologi, kelembagaan, perilaku, nilai-nilai, dan praktik-praktik baru
yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan atau diterapkan oleh sebagian
besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau
mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi
terwujudnya perbaikan mutu setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang
bersangkutan.
Dalam konteks ilmiah, inovasi dilihat sebagai proses yang sistematis, terarah, dan
berbasis pengetahuan. Inovasi melibatkan identifikasi peluang baru, eksplorasi ide-ide
kreatif, pengujian konsep, pengembangan prototipe, dan implementasi solusi yang
berhasil. Inovasi juga melibatkan risiko, karena mencoba hal-hal baru tidak selalu
berhasil. Namun, potensi keberhasilan dan manfaat yang dihasilkan dari inovasi sering
kali jauh melebihi risikonya.
Salah satu bentuk inovasi yang penting adalah inovasi teknologi. Ini melibatkan
pengembangan dan penerapan teknologi baru atau perbaikan yang signifikan dalam
teknologi yang sudah ada. Inovasi teknologi dapat membawa perubahan besar dalam
berbagai sektor, termasuk industri, kesehatan, transportasi, komunikasi, dan energi.
Contoh-contoh inovasi teknologi termasuk penemuan komputer, internet, telepon seluler,
dan kecerdasan buatan. Inovasi teknologi juga dapat menghasilkan efisiensi yang lebih
tinggi, peningkatan kualitas, pengembangan produk baru, dan perubahan fundamental
dalam cara bisnis dijalankan. Selain inovasi teknologi, ada juga inovasi proses yang fokus
pada peningkatan efisiensi, pengurangan biaya, atau perbaikan operasional dalam suatu
proses bisnis. Inovasi proses dapat mengarah pada pengurangan waktu siklus,
peningkatan produktivitas, penghematan biaya, atau perbaikan kualitas produk atau
layanan. Melalui inovasi proses, perusahaan dapat mencapai daya saing yang lebih baik,
meningkatkan kepuasan pelanggan, atau menghasilkan nilai tambah yang lebih besar.
Pentingnya inovasi terletak pada kemampuannya untuk merangsang pertumbuhan
ekonomi, menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan kualitas hidup, dan
memecahkan masalah sosial dan lingkungan yang kompleks. Inovasi juga dapat
memberikan competitive advantage kepada perusahaan, memungkinkan mereka
membedakan diri dari pesaing dan meraih pangsa pasar yang lebih besar. Dalam era
global yang didorong oleh perubahan teknologi yang cepat, perusahaan yang tidak
mampu berinovasi berisiko tertinggal dan kehilangan daya saing.
B. Karakteristik Inovasi
Cepat atau lambat penerimaan inovasi oleh masyarakat sangan tergantung pada
karakteristik inovasi itu sendiri. Karakteristik inovasi yang mempengaruhi cepat lambat
penerimaan informasi Singhal dan Rogers (2003), sebagai berikut:
1) Keunggulan relatif (relative advantage)
Keunggulan relatif yaitu sejauh mana inovasi dianggap menguntungkan bagi
penerimanya. Tingkat keuntungan atau kemanfaatan suatu inovasi dapat di ukur
berdasarkan nilai ekonominya, atau dari faktor status sosial, kesenangan, kepuasan,
atau karena mempunyai komponen yang sangat penting. Makin menguntungkan bagi
penerima makin cepat tersebarnya inovasi.
2) Kompatibilitas (compatibility)
Kompatibel ialah tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai, pengalaman lalu, dan
kebutuhan dari penerima. Inovasi yang tidak sesuai dengan nilai atau norma yang
diyakini oleh penerima tidak akan diterima secepat inovasi yang sesuai dengan norma
yang ada di masyarakat.
3) Kerumitan (complexity)
Kompleksitas ialah, tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan
inovasi bagi penerima. Suatu inovasi yang mudah dimengerti dan mudah digunakan
oleh penerima akan cepat tersebar, sedangkan inovasi yang sukar dimengerti atau
sukar digunakan oleh penerima akan lambat proses penyebarannya.
4) Kemampuan diujicobakan (triability)
Kemampuan untuk diujicobakan adalah di mana suatu inovasi dapat dicoba atau
tidaknya suatu inovasi oleh penerima. Jadi agar dapat dengan cepat di adopsi, suatu
inovasi harus mampu mengemukakan keunggulanya.
5) Kemampuan untuk diamati (observability)
Maksud dari dapat diamati ialah mudah atau tidaknya pengamatan suatu hasil
inovasi. Suatu inovasi yang hasilnya mudah diamati akan makin cepat diterima oleh
masyarakat, dan sebaliknya bila sukar diamati hasilnya, akan lama diterima oleh
masyarakat.
C. Penunjuang Inovasi
Singhal dan Rogers (2003) Inovasi tidak hanya berurusan dengan pengetahuan baru
dan cara-cara baru, tetapi juga dengan nilai-nilai, karena harus bisa membawa hasil yang
lebih baik, jadi selain melibatkan iptek baru, inovasi juga melibatkan cara pandang dan
perubahan sosial. Inovasi dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut:
1) Peningkatan kualitas hidup manusia melalui penemuan-penemuan baru yang
membantu dalam proses pemenuhan kebutuhan hidup manusia.
2) Memungkinkan suatu perusahaan untuk meningkatkan penjualan dan keuntungan yang
dapat diperolehnya.
3) Adanya peningkatan dalam kemampuan mendistribusikan kreativitas kedalam wadah
penciptaan sesuatu hal yang baru.
4) Adanya keanekaragaman produk dan jenisnya didalam pasar,
Singhal dan Rogers (2003) juga menyatakan bahwa inovasi dapat ditunjang oleh
beberapa factor pendukung seperti:
1) Adanya keinginan untuk merubah perusahaan, dari tidak bisa menjadi bisa dan dari
tidak tahu menjadi tahu.
2) Adanya kebebasan untuk regulasi hukum.
3) Adanya problem yang memiliki potensi unik untuk diselesaikan
4) Adanya sarana dan prasarana.
5) Kondisi lingkungan bisanis yang harmonis, baik lingkungan dalam skala mikro
ataupun makro.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Sejarah Cryptocurrency (Awal MulaBTC)
Penulis menemukan bahwa telah ada banyak diskusi mengenai peran bank sentral
terkait mata uang kripto. Banyak publikasi yang dibuat oleh Bank for International
Settlement yang tampaknya mendesak bank sentral untuk menerbitkan mata uang digitalnya.
Sebagian besar dari mereka mendiskusikan penerbitan Mata Uang Digital Bank Sentral. Ada
juga yang membahas mengenai regulasi beberapa negara mengenai Cryptocurrency dan
aspek hukumnya (Hughes, 2017). Namun, peneliti tidak menemukan makalah yang
membahas bagaimana bank sentral mengatur cryptocurrency ketika bank sentral, baik
dengan menjadi bagian dari transaksi peer-to-peer cryptocurrency maupun dengan menjadi
pencipta Mata Uang Digital Bank Sentral. Bitcoin merupakan mata uang virtual dan sistem
pembayaran digital (Shcherbak, 2014). Bank Dunia (2017) menyebut mata uang kripto
sebagai mata uang digital. Financial Action Task Force (FATF) mengkategorikan Bitcoin
sebagai mata uang virtual, yang dapat berfungsi sebagai unit akun yang menyimpan nilai
atau media pertukaran. Mata uang ini harus dibedakan dari uang elektronik. Uang elektronik
adalah representasi digital dari uang sungguhan. Shcherbak (2014) menambahkan bahwa
Bitcoin juga dapat dilihat sebagai komoditas. Hansen dan Boehm (2017) memperlakukan
Bitcoin sebagai properti.
Bitcoin, seperti yang diperkenalkan oleh Nakamoto (2008), dimaksudkan sebagai
alternatif pembayaran tunai, yang dapat dibayarkan secara langsung dari satu orang ke orang
lain tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai perantara. Perantara ini akan menjadi otoritas
yang akan memastikan bahwa semua pembayaran telah dilakukan dan akan dikirimkan
dengan benar. Bitcoin menjadi uang digital tanpa bentuk fisik. Seperti yang dilakukan
melalui kriptografi, di mana data file dikirim secara langsung, Bitcoin memungkinkan data
file uang dikirim dari pembeli ke penjual dan langsung diterima oleh penjual tanpa
keterlibatan regulator/otoritas yang akan memastikan pembayaran akan diterima oleh
penjual dengan benar (Berentsen & Schär, 2018).
Keamanan mata uang digital sangat bergantung pada keamanan kriptografi (Richards
& Briefing, 2018). Kriptografi adalah ilmu yang menggunakan matematika untuk
mengenkripsi dan mendekripsi data. Kriptografi memungkinkan orang untuk menyimpan
data atau mengirimkannya melalui jaringan yang tidak aman sehingga tidak dapat dibaca
oleh siapa pun dalam jaringan kecuali kepada penerima yang dituju. Kriptografi juga dikenal
sebagai bidang ilmu komputer dan matematika yang berfokus pada teknik komunikasi yang
aman antara dua pihak (Alice dan Bob) ketika ada pihak ketiga (Eve dan Mallory) (Barakat
et al., 2018).
Bitcoin, sebagai koin elektronik, merupakan rantai tanda tangan digital yang
menggunakan kriptografi (Nakamoto, 2008). Dalam kriptografi, data file dapat disalin dan
dikirim ulang, sementara itu, bitcoin tidak pernah dimaksudkan untuk disalin dan dikirim
ulang. Hanya akan ada satu transaksi dengan menggunakan bitcoin. Dalam transfer uang
elektronik normal, akan ada otoritas keuangan yang akan memastikan bahwa tidak akan ada
pengeluaran ganda, seperti bank sentral. Dalam transaksi Bitcoin, di mana tidak ada otoritas
keuangan, penerbitan bitcoin dan cara sistem pembayaran diatur dalam protokol Bitcoin itu
sendiri. Protokol ini akan memberikan aturan mengenai bagaimana jaringan akan beroperasi
(Shcherbak, 2014). Untuk menghindari pengeluaran ganda dalam transaksi Bitcoin, semua
transaksi dalam jaringan harus dipublikasikan, sehingga semua orang dalam jaringan hanya
akan mengenali satu transaksi. Semua pengguna dalam jaringan dapat melihat transaksi
tersebut dengan menggunakan public key. Jika transaksi dimodifikasi di tengah jalan, maka
private key dari transaksi yang dimodifikasi akan berbeda. Selain itu, jika transaksi tersebut
divalidasi oleh salah satu pengguna, maka validasi yang terakhir tidak akan dihitung, yang
berarti tidak akan ada pengeluaran ganda (penghitungan) untuk satu transaksi (Nakamoto,
2008).
Untuk membuat transaksi menjadi publik, setiap transaksi harus diberi stempel waktu.
Stempel waktu akan menyertakan setiap stempel waktu sebelumnya dalam sebuah rantai.
Karena stempel waktu dibuat di atas blok item, maka akan menghasilkan blockchain. Setiap
kali sebuah transaksi divalidasi, server akan membuat sebuah koin (digital) baru di dalam
blok tersebut sebagai bukti kerja. Kreasi baru ini tidak dapat diubah kecuali dengan
mengulang seluruh blok. Proof-of-work adalah hasil dari konsensus di antara pengguna
dalam jaringan, yang juga memastikan bahwa tidak akan ada pembelanjaan ganda. Setiap
node (komputer) dalam jaringan akan mewakili satu suara. Hal ini dikenal sebagai
mekanisme konsensus, yang akan memberikan dasar bagi setiap orang dalam jaringan untuk
memvalidasi transaksi tertentu dalam jaringan dan menghindari duplikasi. Berdasarkan
mekanisme konsensus, setiap transaksi tertentu hanya dapat diterima jika transaksi tersebut
valid dan belum dibelanjakan (dihitung sebelumnya). Sebagai hasilnya, penerimaan akan
muncul dalam bentuk pembuatan blok baru dalam blockchain (Shcherbak, 2014).
Blockchain Bitcoin akan berisi sebuah file data besar yang berisi semua transaksi yang telah
terjadi sebelumnya, termasuk pembuatan Bitcoin baru. Pengguna jaringan yang pertama kali
mengonfirmasi transaksi bisa mendapatkan Bitcoin gratis. Proses konfirmasi dan
mendapatkan Bitcoin baru secara gratis dikenal dengan istilah mining. Orang yang
melakukan penambangan disebut penambang. Mekanisme penambangan disebut dengan
mekanisme konsensus (Berentsen & Schär, 2018).
Keabsahan transaksi itu sendiri dijamin dengan menggunakan kunci pribadi dalam
kriptografi asimetris. Kunci privat akan menjadi tanda tangan dari data file uang yang
dienkripsi, meskipun data file tersebut dapat dienkripsi oleh semua orang dengan
menggunakan kunci publik. Penerima data file uang yang terenkripsi dapat mengetahui siapa
yang telah mengenkripsi data file uang tersebut, dan hanya penerima yang dapat
mendekripsi data file uang yang dikirim melalui jaringan dengan menggunakan kunci privat.
Akan tetapi, semua orang dalam jaringan dapat mendapatkan akses ke informasi transaksi
yang baru melalui public key. Oleh karena itu, semua orang dalam jaringan dapat
berpartisipasi untuk menambang Bitcoin dari setiap transaksi yang dilakukan dalam
jaringan. Setiap informasi dalam jaringan yang dibuat oleh private key memiliki sidik jari
yang memungkinkannya untuk berbeda dengan yang lain. Jika ada yang melakukan
perubahan pada informasi tersebut, maka informasi tersebut tidak akan dikenali oleh semua
orang dalam jaringan (Berentsen & Schär, 2018). Inilah mengapa transaksi yang telah
disetujui tidak dapat disetujui lagi oleh siapa pun dalam jaringan. Hanya satu transaksi yang
tidak dapat diduplikasi (Nakamoto, 2008).
Informasi transaksi itu sendiri didistribusikan ke seluruh jaringan tanpa terkecuali,
disimpan, dijaga, dan dicatat dalam jaringan. Informasi tersebut dikirim dalam jaringan
dalam bentuk blok (kandidat blok). Setiap penambang yang dapat menemukan kandidat blok
yang valid dapat menambahkan kandidat blok tersebut ke dalam bloknya, yang membuatnya
menjadi sebuah blockchain (Berentsen & Schär, 2018). Karena semua blok membentuk
sebuah blockchain yang terlihat seperti sebuah buku besar, blockchain ini juga dikenal
sebagai teknologi buku besar terdistribusi (Deshpande et al., 2017). Fanti dan Viswanath
(2019) menyatakan bahwa bitcoin memiliki banyak lapisan. Lapisan pertama adalah
teknologi yang membuat bitcoin tersedia dan ada saat ini dan di masa depan, yang berisi
konsensus, penyimpanan, dan perhitungan yang memungkinkannya sebagai jaringan saluran
pembayaran. Jaringan saluran pembayaran menjadi lapisan kedua dari bitcoin.
3.2. Permasalahan Cryptocurrency
Setelah Bitcoin, pasar diramaikan oleh Altcoin, Ethereum, Ripple, NEM dan Litecoin,
dan masih banyak lagi. Semua ini kemudian disebut sebagai mata uang kripto karena
semuanya memiliki karakteristik yang sama, yaitu terdesentralisasi dan terdistribusi. Seperti
yang didefinisikan oleh Financial Action Task Force (Financial Action Task Force, 2014),
mata uang kripto adalah mata uang virtual yang dapat dikonversikan dan terdesentralisasi
yang dilindungi oleh kriptografi untuk mengimplementasikan informasi yang terdistribusi,
terdesentralisasi, aman, menggunakan kunci publik dan privat untuk mentransfer nilai.
Mengenai blockchain, blockchain bukanlah satu-satunya teknologi buku besar terdistribusi
yang pernah dikenal. Masih banyak lagi struktur data buku besar yang dapat ditemukan.
Banyak mata uang digital yang dibangun tidak berdasarkan blockchain, akan tetapi
menggunakan teknologi buku besar terdistribusi yang lain (World Bank, 2017). Contohnya
adalah graf asiklik berarah (Benčić & Žarko, 2018). Saat ini, ada dua jenis teknologi buku
besar terdistribusi. Mereka adalah buku besar terdistribusi terbuka/tanpa izin dan buku besar
terdistribusi berizin. Pada buku besar terdistribusi terbuka yang digunakan oleh Bitcoin,
tidak ada pemilik atau administrator pusat yang dapat memilih partisipannya di dalam
jaringan, semua orang dapat masuk dan keluar tanpa harus disetujui terlebih dahulu.
Sementara itu dalam buku besar terdistribusi yang terizin, untuk masuk ke dalam jaringan
untuk dapat bertransaksi di dalam jaringan, orang yang dituju harus mendapat persetujuan
terlebih dahulu dari pemilik atau administrator. Perbedaan utama ini membuat buku besar
terdistribusi terbuka lebih transparan kepada publik, sementara yang lain mengurangi
keterbukaan. Akan tetapi, ketika berada di dalam buku besar terdistribusi terbuka, transaksi
tetap anonim; di dalam buku besar terdistribusi terijinkan, verifikasi identitas akan
dibutuhkan sebelum transaksi dapat diselesaikan. Bitcoin dan Etherium menggunakan buku
besar terdistribusi terbuka, sementara itu, Ripple menggunakan buku besar terdistribusi
berizin (Bank Dunia, 2017). Setidaknya ada empat aktor yang terlibat dalam aktivitas mata
uang kripto. Mereka adalah (Shcherbak, 2014):
1) Pengguna, seseorang yang menggunakan Bitcoin atau mata uang digital untuk membeli
barang atau jasa nyata atau virtual dan mentransfer pembayaran ke penjual (merchant)
atau yang memegang mata uang virtual untuk investasi saja;
2) Penambang, seseorang yang berpartisipasi dalam mata uang virtual terdesentralisasi
dengan menggunakan sistem komputernya untuk memvalidasi transaksi, yang mana jika
validasi tersebut berhasil, maka ia akan mendapatkan mata uang virtual yang baru.
3) Penukar, orang yang menyediakan platform perdagangan online untuk menukar mata
uang virtual dengan mata uang riil dengan biaya tertentu;
4) Merchant, bisnis yang menerima mata uang virtual sebagai pembayaran untuk barang dan
jasa yang mereka jual atau sediakan.
Penambang dapat menjadi pengguna dan pengguna juga dapat menjadi penambang.
Pengguna juga dapat menjadi merchant dan merchant juga dapat berperan sebagai pengguna.
Berdasarkan uraian mengenai konsep mata uang digital, khususnya Bitcoin, terdapat
beberapa isu hukum (dan isu non-hukum) yang perlu diperhatikan. Isu-isu tersebut adalah:
1) Keamanan siber (cybersecurity)
Dapat dikatakan bahwa keamanan mata uang digital, khususnya bitcoin, meniru
keamanan email sebagaimana email itu dibuat dan sangat bergantung pada penerapan
kunci privat-kunci publik dalam kriptografi. Berbicara mengenai kejahatan siber, selalu
ada ancaman yang mungkin terjadi, namun, untuk menyerang buku besar yang
terdistribusi secara terbuka dengan mekanisme konsensus "serangan 51%" harus ada. Ini
berarti serangan tersebut hanya dapat berhasil jika penyerang dapat mengambil alih 51%
daya komputasi jaringan untuk memanipulasi konsensus. Untuk menghindari manipulasi
semacam ini, sistem harus dijaga dan dipantau setiap saat (World Bank, 2017).
2) Tata kelola
Dalam sebuah ledger terdistribusi terbuka di mana tidak ada administrator yang akan
selalu memastikan kepatuhan setiap orang dalam jaringan, selalu ada beberapa orang
dalam jaringan yang mencoba untuk mengubah atau mengubah konsensus. Etherium fork
dan proposal untuk mengubah protokol Bitcoin merupakan dua contoh terbaru (World
Bank, 2017).
3) Crash
Teknologi ledger terdistribusi dianggap sebagai teknologi baru, yang masih dalam
tahap pengembangan. Dengan melihat transaksi keuangan di masa depan, beberapa orang
mungkin khawatir apakah teknologi buku besar terdistribusi dapat berkembang lebih
cepat dari kebutuhan. Jika teknologi ledger terdistribusi tidak dapat mengimbangi,
kemungkinan crash dapat terjadi kapan saja. Namun, mengingat bank, regulator, dan
asosiasi perdagangan telah terlibat dalam R3 CEV Consortium, konsorsium R&D
blockchain terbesar; dan bursa saham di seluruh dunia sedang menguji teknologi ledger
terdistribusi yang akan digunakan dalam platform perdagangan saham, kekhawatiran
akan crash penggunaan Bitcoin dan teknologi ledger terdistribusi dapat diminimalkan.
3.3. Regulasi Hukum Cryptocurrency
Pada dasarnya Cryptocurrency termasuk dalam bentuk Virtual currency, yaitu uang
digital yang dikeluarkan oleh pihak selain otoritas moneter. Definisi mata uang Kripto tidak
diatur secara eksplisit berdasarkan aturan di Indonesia, namun dikenal dengan sebutan Aset
Kripto. Pasal 1 angka 7 Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi
("BAPPEBTI") Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar
Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka ("Peraturan BAPPEBTI 8/2021") mendefinisikan
bahwa Aset Kripto adalah komoditi tidak berwujud yang berbentuk digital, dengan
menggunakan kriptografi, jaringan teknologi informasi, dan pembukuan yang terdistribusi,
untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi, dan mengamankan transaksi
tanpa campur tangan pihak lain. Melalui Aset Kriptografis, terdapat berbagai jenis Aset
Kriptografis yang beredar secara digital.
Menurut Pasal 202 Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/6/PBI/2021 tentang
Penyelenggara Jasa Pembayaran ("PBI 23/2021"), jenis-jenis Cryptocurrency yang
berkembang saat ini antara lain Bitcoin, BlackCoin, Dash, Dogecoin, Litecoin, Namecoin,
Nxt, Peercoin, Primecoin, Ripple, dan Ven. Berbagai jenis Cryptocurrency tersebut saat ini
menjadi sorotan dalam perdagangan internasional yang digunakan sebagai alat pembayaran
jual beli secara online. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan pertanyaan apakah
Cryptocurrency dapat digunakan sebagai alat pembayaran, khususnya menurut hukum
Indonesia. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata
Uang ("UU 7/2011") definisi uang adalah alat pembayaran yang sah. Sedangkan mata uang
adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu rupiah.
Sehingga dapat diartikan bahwa uang adalah alat pembayaran dan ketika uang dikeluarkan
oleh pemerintah atau otoritas yang berwenang maka uang tersebut menjadi mata uang. Mata
uang yang diakui di Indonesia menurut UU No. 7 Tahun 2011 adalah Rupiah. Sehingga pada
prinsipnya, berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UU 7/2011, Rupiah wajib digunakan dalam setiap
transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran; penyelesaian kewajiban lain yang harus
dipenuhi dengan uang; dan/atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hal ini kemudian dipertegas dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia ("PBI 17/2015") yang mengatur tentang penggunaan Rupiah sebagai
mata uang Indonesia dalam setiap transaksi, baik secara tunai maupun nontunai. Pasal 20
ayat (2) PBI 17/2015 mengatur bahwa pelanggaran terhadap hal tersebut akan dikenakan
sanksi administratif antara lain berupa peringatan;
1) penghentian sementara sebagian atau seluruh penyelenggaraan dan;
2) pencabutan izin sebagai Penyelenggara Jasa Pembayaran ("PJP").
3) Selain itu, sanksi pidana akan dikenakan berupa pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta Rupiah).
Jauh sebelum fenomena Cryptocurrency ramai diperbincangkan akhir-akhir ini, telah
terbit Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. S-302/M.EKON/09/2018
("Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian") yang menyatakan bahwa aset Kripto
dilarang sebagai alat pembayaran namun dapat digunakan sebagai instrumen investasi.
Sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka, perdagangan aset Kripto
di Indonesia harus mendapat persetujuan dan diawasi oleh BAPPEBTI. Melalui surat
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, BAPPEBTI menerbitkan Peraturan BAPPEBTI
Nomor 7 Tahun 2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang dapat Diperdagangkan di
Pasar Fisik Aset Kripto ("Peraturan BAPPEBTI 7/2020") yang mengatur bahwa Aset Kripto
tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, tetapi hanya berfungsi sebagai aset yang dapat diperdagangkan di Pasar Fisik
Aset Kripto.
Menurut Pasal 3 ayat (2) Peraturan BAPPEBTI 8/2021, Aset Kripto dapat
diperdagangkan di Indonesia dengan persyaratan sebagai berikut:
1) Aset Kripto yang diperdagangkan harus merupakan Aset Kripto utilitas atau Aset Kripto
yang didukung aset;
2) Kegiatan perdagangan dilakukan berdasarkan teknologi ledger terdistribusi; Dan
3) Aset Kripto yang diperdagangkan telah lulus penilaian melalui metode Analytical
Hierarchy Process yang ditetapkan oleh BAPPEBTI dengan memperhatikan ketentuan
sebagai berikut:
a. Nilai kapitalisasi pasar (kapitalisasi pasar) Aset Kripto (kapitalisasi pasar koin);
b. Perdagangan tersebut merupakan bagian dari transaksi Aset Kripto di dunia;
c. Perdagangan memiliki manfaat ekonomi, seperti perpajakan, pertumbuhan ekonomi
digital, industri teknologi informasi, dan kompetensi tenaga ahli di bidang informatika
(digital talent); Dan
d. Aset Kripto telah lulus penilaian risiko, yang meliputi risiko pencucian uang,
pendanaan terorisme, dan penyebaran senjata pemusnah massal.
3.4. Peluang Penerapan Cryptocurrency Sebagai Media Pembayaran
Mata uang kripto adalah representasi digital dari nilai atau hak kontraktual yang
menggunakan teknologi register terdistribusi dan dapat ditransfer, disimpan, atau
diperdagangkan secara elektronik (Стойка, 2021). Mata uang kripto dengan penggunaan
struktur blockchain dapat mengubah ekonomi dan merevolusi metode pembayaran. Proses
transisi akan memakan waktu yang lama, meskipun ada peluang yang sangat baik untuk
implementasi (Schipor, 2019). Peluang untuk mengimplementasikan mata uang kripto
sebagai media pembayaran antara lain:
1) Peningkatan transaksi e-commerce dan pertumbuhan basis pelanggan. Cryptocurrency
bertindak sebagai metode pembayaran alternatif, sehingga berkontribusi pada
peningkatan penjualan e-commerce dan omset penjualan bagi para pemain e-commerce
dan menumbuhkan basis pelanggan;
2) Penerapan sistem terdesentralisasi sehingga lembaga/otoritas mana pun tidak dapat
mengontrol cryptocurrency. Penerapan sistem tersebut membuat cryptocurrency menjadi
demokratis dan meminimalisir pencucian uang atau penutupan sistem akibat campur
tangan pihak luar (Srivastava, 2021);
3) Sistem dengan tingkat keamanan yang tinggi. Dana yang disimpan dalam mata uang
kripto diamankan oleh sistem kriptografi berdasarkan kunci publik. Namun, untuk
melakukan transaksi dengan mata uang kripto membutuhkan kunci pribadi (kata sandi)
yang hanya dimiliki oleh pemiliknya. Kombinasi yang kuat antara teknik kriptografi dan
angka yang panjang meminimalisir terjadinya peretasan digital (hacking). Dibandingkan
dengan metode pembayaran lain seperti melalui institusi perbankan, transaksi diproses
melalui berbagai tahapan. Hal ini berpotensi menjadi celah untuk dieksploitasi oleh
pihak-pihak yang tidak berkepentingan sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi
masyarakat (Fauzi et al., 2020);
4) Sistem dengan tingkat kerahasiaan yang tinggi. Transaksi Cryptocurrency menjamin
kerahasiaan data pribadi sehingga identitas penjual tetap anonim (tidak diketahui)
sehingga terlindungi dari eksploitasi oleh pihak yang tidak berwenang;
5) Peningkatan efisiensi transfer dan kecepatan transaksi dalam skala global. Penerapan
metode transfer yang cepat, tepat, dan berbiaya rendah, sehingga bermanfaat bagi
masyarakat. Selain itu, transaksi dapat dilakukan di mana saja, beroperasi penuh selama
24 jam, dan diaplikasikan dalam berbagai mata uang global;
6) Penerapan mata uang kripto sebagai alternatif layanan perbankan seperti deposito,
penukaran mata uang, pengiriman uang dan lain-lain (Стойка, 2021). Hal ini dapat
berperan sebagai dana cadangan dan alat transaksi alternatif pada saat terjadi krisis
keuangan/moneter di masa depan (Fauzi et al., 2020);
7) Pembayaran menggunakan mata uang kripto memiliki biaya operasional dan transaksi
yang lebih rendah dibandingkan dengan pembayaran melalui pihak ketiga sebagai
perantara. Misalnya, lembaga keuangan yang memiliki biaya transaksi yang relatif lebih
tinggi, terutama jika bertransaksi ke negara yang berbeda. Interaksi langsung antar
pengguna tanpa perantara lembaga keuangan ini menyebabkan biaya transaksi yang
rendah;
8) Nilai mata uang kripto tidak terpengaruh oleh inflasi, melainkan oleh banyaknya
permintaan dan penawaran di pasar. Berdasarkan situasi ini, mata uang kripto dapat
memberikan banyak keuntungan dalam satu waktu. Namun, dapat menimbulkan kerugian
karena tidak ada penjelasan mengenai fluktuasi mata uang kripto (Sajidin, 2021);
9) Efektivitas dan efisiensi metode pembayaran lainnya. Metode lain harus bersaing dengan
cryptocurrency dalam hal keuntungan. Mereka harus melakukan inovasi dalam metode
pembayaran agar lebih efektif dan efisien di masyarakat;
10) Meningkatkan integritas metode pembayaran. Mata uang kripto tidak dapat dipalsukan,
disalin, atau diperdagangkan lebih dari satu kali;
11) Perkembangan blockchain dan struktur mata uang kripto membawa peluang karir di
industri digital. Kemudian, dapat berperan dalam meningkatkan peluang kerja suatu
negara (Okeke et al., 2021).
Mata uang kripto menghadirkan berbagai peluang sebagai metode pembayaran karena
dapat memudahkan generasi muda untuk berbisnis dan bekerja kapan saja sesuai dengan
zona waktu masing-masing pemilik bisnis tanpa harus terikat dengan jam kerja
konvensional. Pembayaran dengan cryptocurrency menjadi pilihan yang tepat di era
globalisasi, tanpa perlu khawatir dengan berbagai biaya tambahan pada metode pembayaran
lain seperti lembaga perbankan (Fauzi et al., 2020). Selain itu, generasi muda dapat
menggunakan cryptocurrency sebagai media untuk menabung, berinvestasi, dan mengirim
uang ke berbagai belahan dunia. Dengan demikian, hal tersebut dapat mereformasi praktik
bisnis dalam perekonomian negara, mendatangkan berbagai peluang, dan mengembangkan
perekonomian negara (Okeke et al., 2021).
3.5. Cryptocurrency Sebagai Media Pembayaran Dalam Tinjauan Teori Hukum Responsif
Hukum responsif dibentuk untuk mengatur masyarakat umum. Pembentukan hukum
responsif dianggap sebagai fasilitator atau sarana untuk merespon kebutuhan dan aspirasi
masyarakat (Haliim, 2016). Konsep hukum responsif adalah adaptasi selektif terhadap
tuntutan & tekanan, yang ditandai dengan pergeseran penekanan dari aturan ke asas dan
tujuan serta karakter kerakyatan baik sebagai tujuan hukum maupun cara mencapainya.
Hukum responsif mengasumsikan bahwa tujuan dapat bersifat objektif dan mengontrol
pembuatan aturan yang adaptif (Utomo, 2020). Tujuan dari hukum responsif adalah untuk
melibatkan masyarakat luas dalam proses perumusannya (partisipatif). Cerminan produk
hukum haruslah merupakan keinginan/kebutuhan sosial masyarakat (aspiratif). Bahasa
hukum disesuaikan untuk menyelesaikan masalah, tidak menimbulkan interpretasi yang
ambigu terhadap aturan (tepat) (Haliim, 2016).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menciptakan kemudahan dalam
aktivitas dan kebutuhan masyarakat, termasuk dalam metode pembayaran. Salah satunya
adalah penerapan cryptocurrency sebagai media pembayaran untuk memudahkan
masyarakat dalam melakukan transaksi untuk mendapatkan barang atau jasa. Penerapan
cryptocurrency sebagai media pembayaran berperan sebagai bentuk respon terhadap
kebutuhan masyarakat di tengah pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
digital. Penerapan cryptocurrency sebagai media pembayaran menunjukkan adanya
kebutuhan untuk mengembangkan metode transaksi yang mudah, cepat, efektif, dan
berbiaya rendah. Namun demikian, penerapan cryptocurrency sebagai alat pembayaran yang
sah belum diatur dalam konstitusi hukum/peraturan perundang-undangan. Konstitusi hukum
Indonesia hanya mengakui cryptocurrency sebagai komoditas yang dapat digunakan dalam
bursa perdagangan berjangka. Namun demikian, cryptocurrency sebagai media pembayaran
memungkinkan masyarakat untuk melakukan transaksi digital dengan berbagai kelebihan.
Keuntungan tersebut antara lain pembayaran yang cepat, tepat, murah dengan sistem
kerahasiaan dan keamanan yang tinggi, terdesentralisasi, demokratis, efektif dan efisien.
Selain itu, mata uang kripto tidak tunduk pada inflasi dan cenderung bernilai lebih tinggi di
masa depan seiring dengan perkembangan teknologi digital. Senada dengan Nonet dan
Selznick, Satjipto Raharjo juga menyatakan bahwa hukum yang responsif dapat ditegakkan
dengan semangat progresif (Ridwan, 2021). Penerapan mata uang kripto sebagai media
pembayaran dapat membawa berbagai peluang. Negara perlu mengkaji lebih lanjut untuk
mengembangkan, mengadopsi, atau bahkan mengesahkan mata uang kripto sebagai alat
pembayaran yang sah di Indonesia.
BAB IV
PENUTUP
3.6. Kesimpulan
Mata uang kripto adalah representasi digital dari nilai atau hak kontraktual dengan
menggunakan teknologi register terdistribusi dan dapat ditransfer, disimpan, atau
diperdagangkan secara elektronik. Karena beberapa faktor, Indonesia belum mengakui mata
uang kripto sebagai alat pembayaran yang sah. Faktor-faktor tersebut adalah: tidak ada
konstitusi hukum/regulasi yang berisiko menyebabkan ketidakstabilan sistem keuangan,
pelanggaran perlindungan konsumen, dan pencurian data pribadi. Namun, Indonesia masih
mengakui mata uang kripto sebagai komoditas yang diperdagangkan di bursa perdagangan
berjangka.
Penerapan mata uang kripto sebagai media pembayaran dapat membawa berbagai
peluang. Diantaranya adalah meningkatkan transaksi dan omzet ecommerce bagi para pelaku
usaha, mewujudkan metode pembayaran yang demokratis dengan sistem yang
terdesentralisasi, pembayaran yang aman dengan tingkat kerahasiaan yang tinggi, serta
transaksi yang cepat, tepat, dan murah. Penerapan cryptocurrency dapat mendorong metode
pembayaran lain untuk lebih inovatif dalam mengembangkan produknya dan meningkatkan
integritas pembayaran di Indonesia. Selain itu, mata uang kripto juga dapat menjadi
alternatif pembayaran dan investasi karena nilainya yang tidak terpengaruh oleh inflasi dan
memiliki potensi yang sangat baik untuk terus meningkat di era ekonomi digital.
Bank sentral Indonesia dapat menciptakan perannya dalam mengawasi mata uang
kripto, alih-alih menciptakan Bank Sentral Mata Uang Digital sendiri. Fungsi pengawasan
harus dibuat bersamaan dengan peraturan untuk mendaftarkan mata uang digital dan
aktivitasnya, pendaftaran penukaran dan pedagang yang terlibat dalam aktivitas mata uang
digital, kewajiban untuk terikat dengan peraturan "KYC", dan kewajiban untuk melaporkan
transaksi yang mencurigakan. Peraturan-peraturan ini akan mencegah pencucian uang dan
juga menjaga tata kelola yang baik dalam mata uang kripto. Selain itu, penerbitan Peraturan
Perlindungan Data Umum (GDPR) menjadi wajib.
DAFTAR PUSTAKA
Anthony, R., Govindarajan, V., Hartmann, F., Kraus, K., & Nilsson, G. (2013). EBOOK:
Management Control Systems: European Edition. McGraw Hill.
Arianty, N. (2017). Porter Generic Model Strategy for micro dan medium Enterprices (MSMs) in
Dealing With ASEAN Economic Community (AEC)•(Case Study Deli Serdang Regency,
North Sumatera-Indonesia). KUMPULAN JURNAL DOSEN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA, 8(10).
Barakat, M., Eder, C., & Hanke, T. (2018). An introduction to cryptography. Timo Hanke at
RWTH Aachen University, 1–145.
Bech, M. L., & Garratt, R. (2017). Central bank cryptocurrencies. BIS Quarterly Review
September.
Benčić, F. M., & Žarko, I. P. (2018). Distributed ledger technology: Blockchain compared to
directed acyclic graph. 2018 IEEE 38th International Conference on Distributed
Computing Systems (ICDCS), 1569–1570.
Berentsen, A., & Schär, F. (2018). A short introduction to the world of cryptocurrencies. FRB of
St. Louis Working Review.
Bunjaku, F., Gjorgieva-Trajkovska, O., & Miteva-Kacarski, E. (2017). Cryptocurrencies–
advantages and disadvantages. Journal of Economics, 2(1), 31–39.
Dannen, C. (2017). Introducing Ethereum and solidity (Vol. 1). Springer.
Deshpande, A., Stewart, K., Lepetit, L., & Gunashekar, S. (2017). Distributed Ledger
Technologies/Blockchain: Challenges, opportunities and the prospects for standards.
Overview Report The British Standards Institution (BSI), 40, 40.
Dierksmeier, C., & Seele, P. (2018). Cryptocurrencies and business ethics. Journal of Business
Ethics, 152, 1–14.
Distanont, A., & Khongmalai, O. (2020). The role of innovation in creating a competitive
advantage. Kasetsart Journal of Social Sciences, 41(1), 15–21.
DuPont, Q. (2019). Cryptocurrencies and blockchains. John Wiley & Sons.
Fanti, G., & Viswanath, P. (2019). Decentralized Payment Systems: Principles and Design. The
Distributed Technology Research Foundation.
Fauzi, M. A., Paiman, N., & Othman, Z. (2020). Bitcoin and Cryptocurrency: Challenges,
Opportunities and Future Works. The Journal of Asian Finance, Economics and Business,
7(8), 695–704. https://doi.org/10.13106/jafeb.2020.vol7.no8.695
Haliim, W. (2016). Demokrasi Deliberatif Indonesia: Konsep Partisipasi Masyarakat Dalam
Membentuk Demokrasi Dan Hukum Yang Responsif. Masyarakat Indonesia, 42(1), 19–30.
Hansen, J. D., & Boehm, J. L. (2017). Treatment of Bitcoin Under US Property Law. Perkins
Coie LLP, 24.
Härdle, W. K., Harvey, C. R., & Reule, R. C. G. (2020). Understanding cryptocurrencies. In
Journal of Financial Econometrics (Vol. 18, Issue 2, pp. 181–208). Oxford University
Press.
Hendrayati, H., & Gaffar, V. (2016). Innovation and marketing performance of womenpreneur in
fashion industry in Indonesia. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 219, 299–306.
Hitt, M. A., Xu, K., & Carnes, C. M. (2016). Resource based theory in operations management
research. Journal of Operations Management, 41, 77–94.
https://doi.org/10.1016/j.jom.2015.11.002
Hughes, S. D. (2017). Cryptocurrency Regulations and Enforcement in the US. W. St. UL Rev.,
45, 1.
Kotler, P., & Amstrong, G. (2012). Prinsip-Prinsip Pemasaran, Jilid 1. In Manajemen
Pemasaran (Vol. 7, p. 35).
Musfar, T. F. (2020). Buku Ajar Manajemen Pemasaran : Bauran Pemasaran sebagai Materi
Pokok dalam... - Google Books. In Media Sains Indonesia (p. 203).
Nakamoto, S. (2008). Bitcoin: A peer-to-peer electronic cash system. Decentralized Business
Review, 21260.
Okeke, U., Bans-Akutey, A., & Sassah-Ayensu, M. (2021). Benefits and risks associated with
the use of blockchain and cryptocurrency as a form of payment in Ghana: A Case Study of
Selected Bitcoin Trading Companies. IJICTM.
Pakpahan, A. E., Lubis, A. N., Rini, E. S., & Sembiring, B. K. F. (2022). Modeling Concept:
Performance of Business Unit Management at PT Perkebunan Nusantara II Medan-North
Sumatra. Proceedings of the 1st International Conference on Social, Science, and
Technology, ICSST 2021, 25 November 2021, Tangerang, Indonesia.
Phillip, A., Chan, J. S. K., & Peiris, S. (2018). A new look at cryptocurrencies. Economics
Letters, 163, 6–9.
Richards, T., & Briefing, A. B. E. (2018). Cryptocurrencies and distributed ledger technology.
Australian Business Economists Briefing, Sydney, 26.
Sabry, F., Labda, W., Erbad, A., & Malluhi, Q. (2020). Cryptocurrencies and artificial
intelligence: Challenges and opportunities. IEEE Access, 8, 175840–175858.
Sajidin, S. (2021). Legalitas Penggunaan Cryptocurrency Sebagai Alat Pembayaran Di
Indonesia. Arena Hukum, 14(2), 245–267.
Schipor, G.-L. (2019). Risks and Opportunities in the Cryptocurrency Market. Ovidius
University Annals, Series Economic Sciences, 19(2), 879–883.
Shcherbak, S. (2014). How should Bitcoin be regulated. Eur. J. Legal Stud., 7, 41.
Sihombing, M. S. P., Nawir, J., & Mulyantini, S. (2020). Cryptocurrency, Nilai Tukar dan Real
Asset Terhadap Harga Saham Pada Perbankan Indonesia yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Ekonomi Dan Bisnis, 7(2), 171–196.
Singhal, A., & Rogers, E. M. (2003). The status of entertainment-education worldwide. In
Entertainment-education and social change (pp. 25–42). Routledge.
Sockin, M., & Xiong, W. (2023). A model of cryptocurrencies. Management Science.
Srivastava, A. (2021). A Study on the Impact and Potential of Cryptocurrency. ScienceOpen
Preprints.
Trimborn, S., & Härdle, W. K. (2018). CRIX an Index for cryptocurrencies. Journal of
Empirical Finance, 49, 107–122.
Utomo, P. (2020). Omnibus Law : Dalam Perspektif Hukum Responsif. Nurani Hukum, 2(1), 33.
https://doi.org/10.51825/nhk.v2i1.8168
White, L. H. (2015). The market for cryptocurrencies. Cato J., 35, 383.
Стойка, М. (2021). CRYPTOCURRENCY – DEFİNİTİON, FUNCTİONS, ADVANTAGES
AND RİSKS. Підприємництво і Торгівля, 30, 5–10. https://doi.org/10.36477/2522-1256-
2021-30-01

Anda mungkin juga menyukai