Anda di halaman 1dari 8

UJIAN AKHIR SEMESTER

(Disusun untuk memenuhi penilaian akhir semester 119 mata kuliah Financial Technology)

Disusun Oleh :
Nama : Michelle Natalie Susanto
NIM : 1705621031
Prodi : Manajemen Kelas C

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Umi Widyastuti, SE, M.E. dan Destria Kurnianti, SE, M.Sc

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2023
Tulisan Opini

“P2P lending bagi UMKM dan investor: Apakah Layak Dicoba?”

Keberadaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan hal yang tidak bisa
dipisahkan dari dinamika perekonomian. UMKM dianggap memiliki potensi yang sangat besar
dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi suatu negara. Berdasarkan data Kementerian
Keuangan (2023), UMKM memiliki kapasitas untuk menciptakan lapangan kerja yang
signifikan. Dengan jumlah UMKM mencapai 65,4 juta pada tahun 2019 di Indonesia, sekitar
123,3 ribu pekerja dapat terserap di sektor ini. Fakta ini menjadi aspek positif karena dapat
mengurangi tingkat pengangguran, meningkatkan kesejahteraan, serta memiliki dampak positif
terhadap peningkatan daya beli yang pada akhirnya menciptakan lingkaran ekonomi yang baik.

Tak hanya itu, kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional
mencapai 60,5%, suatu angka yang sangat signifikan. Oleh karena itu, tidak mengherankan
bahwa pemerintah sangat memperhatikan dan mengupayakan pengembangan UMKM ini
dengan berbagai program.

Namun, tantangan utama yang dihadapi oleh UMKM ini adalah dalam aspek
permodalan (Hartono & Hartomo 2014). Salah satu kendala mendasar yang dihadapi oleh
UMKM adalah keterbatasan dalam mengakses pembiayaan, terutama melalui lembaga
keuangan konvensional seperti bank. Persyaratan kredit yang ketat, proses aplikasi yang rumit,
dan keharusan menyediakan jaminan yang cukup sulit untuk dipenuhi menjadi hambatan besar
bagi UMKM dalam mendapatkan dukungan finansial yang mereka perlukan. Bank cenderung
lebih memilih memberikan pinjaman kepada bisnis besar yang dianggap memiliki risiko lebih
rendah, sehingga membuat UMKM berada dalam situasi yang sulit.

Kemudian di sisi lain, jumlah investor di Indonesia menunjukan angka yang terus
meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data dari (Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI),
2023) per di tahun ini, jumlah investor Indonesia berada di angka 11,58 juta atau meningkat
21,38% dari tahun sebelumnya. Fakta tersebut menunjukan bahwa adanya perubahan perilaku
masyarakat Indonesia yang mulai sadar bahwa kegiatan investasi bisa menjadi pilihan yang
lebih baik daripada hanya melakukan kegiatan menabung. Selain itu, data tersebut juga
mencerminkan minat dan kebutuhan besar dari para investor untuk mengalokasikan dana
mereka ke sektor-sektor yang memiliki potensi pertumbuhan.

Setelah melihat adanya keterkaitan dari kedua sisi tersebut, yaitu dari pihak UMKM
dan investor, tantangan lainnya yaitu mengenai cara mempertemukan keduanya. Mengingat
UMKM cenderung memiliki kapasitas bisnis yang kecil dan tentunya sangat sulit untuk
mengakses pasar finansial, misalnya penerbitan saham. Hal ini diperparah dengan masalah
sulitnya peminjaman modal di bank bagi beberapa UMKM, membuat keduanya menjadi sulit
untuk dihubungkan.

Perkembangan dunia digital bisa menjadi solusi

Saat ini, perkembangan teknologi sudah sangat maju. Disrupsi digital telah masuk ke
berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam bidang jasa keuangan. Disrupsi keuangan digital
menggambarkan perubahan paradigma dalam dunia keuangan saat ini. Disrupsi keuangan
digital merujuk pada revolusi atau inovasi di mana adanya pergantian dari tata cara lama
menuju pembaruan teknologi, dalam konteks di industri keuangan.
Dari sisi penawaran, faktor pendorong disrupsi keuangan digital adalah karena
maraknya kemajuan teknologi digital, seperti kecerdasan buatan (AI), teknologi rantai blok
(blockchain), analisis big data, dan pengalaman pengguna yang lebih baik melalui aplikasi dan
platform digital. Dalam lingkup global, Disrupsi digital bisa terbilang sudah lebih maju lagi.
Di beberapa negara maju, disrupsi digital telah mencapai generasi 5.0 (era super smart society).
Perubahan tren dan sosial budaya dinilai juga mempengaruhi perubahan dalam dunia
digitalisasi ini. Pola hidup yang mana ingin serba cepat dan instan membuat penggunaan
teknologi menjadi pilihan yang sulit untuk dihindari.

Dari sisi pasar dan permintaan, disrupsi keuangan digital juga didorong oleh beberapa
faktor, yaitu karena melihat fakta bahwa adanya jumlah penduduk Indonesia yang besar dimana
berada di angka 276,4 juta jiwa, pengguna perangkat mobile sebanyak 353,8 juta atau sekitar
128% dari jumlah penduduk yang ada, pengguna internet aktif sebanyak 212,9 juta jiwa atau
sekitar 77% dari penduduk, dan rata-rata dari jumlah penduduk tersebut mengakses internet
lebih dari 7 jam sehari (Hootsuite (We Are Social): Indonesian Digital Report 2023).

Hadirnya P2P lending dalam industri jasa keuangan

Dengan inovasi teknologi ini, tentunya bukan menjadi hal yang sulit lagi bagi UMKM
dan investor untuk bertemu dan bekerja sama, dimana saat ini telah ada inovasi keuangan baru
yaitu fintech peer to peer lending (peer-to-peer Lending) atau yang lebih akrab disebut dengan
pinjol (pinjaman online), yang menjadi salah satu platform keuangan yang memungkinkan
individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembiayaan. Hadirnya peer-to-peer bagi UMKM
sangat didukung oleh pemerintah, Dimana pada tahun 2023, OJK menargetkan pemanfaatan
peer-to-peer ini dapat berkontribusi sebesar 70% untuk sektor UMKM (CNBC Indonesia,
2023).

Menurut Bank Indonesia (2022) Fintech atau financial technology merujuk pada
penggabungan jasa keuangan dengan teknologi digital yang memungkinkan adanya perubahan
dari transaksi tatap muka menjadi transaksi online jarak jauh tanpa pertemuan secara fisik juga
dengan proses yang cepat bahkan dalam hitungan detik saja. Dengan adanya Fintech
permasalahan dalam melakukan transaksi keuangan menjadi lebih efektif dan efisien dari segi
waktu, biaya, serta tenaga.

Dalam konteks peer-to-peer lending, Fintech menjadi wadah untuk mempertemukan


pihak yang memiliki dana berlebih dengan pihak yang membutuhkan dana. Dengan platform
online ini, peminjam dan pemberi pinjaman dapat bertemu dan melakukan transaksi pinjaman
secara langsung, tanpa perlu melibatkan lembaga keuangan tradisional, seperti bank. Pihak
yang membutuhkan dana dapat mengajukan pinjaman dengan menampilkan kampanye dari
bisnisnya, sementara pihak yang memiliki dana berlebih dapat memberikan pinjaman dengan
harapan mendapatkan pengembalian investasi berupa pokok pinjaman dan pembagian bunga
yang menguntungkan.

Selain itu, pembiayaan dalam Peer to peer lending juga dinilai sangat bermanfaat bukan
hanya bagi pelaku usaha yang membutuhkan modal saja tetapi juga adanya akses pinjaman
kepada pihak yang membutuhkan dana seperti untuk keperluan pendidikan dan perawatan
kesehatan yang tentunya dengan adanya syarat-syarat tertentu.

Di Indonesia sendiri, perkembangan peer-to-peer Lending dimulai pada tahun 2014


dengan munculnya beberapa platform. Namun pada awalnya, peer-to-peer lending di Indonesia
dihadapkan pada berbagai tantangan, termasuk kurangnya regulasi yang memadai dan
kekhawatiran terkait risiko keamanan dan integritas transaksi. Seiring berjalannya waktu,
pemerintah Indonesia mulai mengakui potensi peer-to-peer lending sebagai sarana pembiayaan
yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi. Pada akhirnya, di tahun 2016, Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) mengeluarkan peraturan yang mengatur mengenai Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) di Indonesia, yaitu Peraturan
terkait Lending tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor
77/POJK.01/2016 yang kemudian juga disempurnakan pada tahun 2022 dengan
dikeluarkannya POJK Nomor 10/POJK.05/2022. Kedua regulasi tersebut, secara garis besar
memiliki tujuan untuk melindungi konsumen, memitigasi risiko, dan mengembangkan
ekosistem peer-to-peer lending yang berkelanjutan (OJK, 2022).

Per tahun 2023 ini, berdasarkan data yang dipublish oleh (OJK, 2023). Jumlah platform
legal (memiliki izin) yang telah menyelenggarakan peer-to-peer lending ada sebanyak 101
platform, di mana termasuk didalamnya 7 platform dengan sistem syariah. Akumulasi rekening
pengguna peer-to-peer lending dari pihak borrower dan lender masing-masing sebanyak
121,96 juta dan 1,10 juta. Fakta menarik juga didapatkan dari angka pengguna peer-to-peer
lending ini, dimana angka tertinggi dari borrower adalah mereka yang merupakan generasi x
dan y, yaitu berada di angka 58,66% dari total borrower yang ada. Adapun arus pendanaan
secara akumulasi menunjukan angka yang sangat fantastis yaitu sebesar Rp.696,87 triliun.
Kemudian dari sisi total aset yang dimiliki platform peer-to-peer lending berada di angka
Rp.7,41 triliun.

Kelebihan P2P Bagi UMKM

Bagi UMKM tentu saja menjadi inovasi teknologi yang sangat baik bagi berjalannya
bisnis mereka. Adapun keunggulan dari keberadaan peer-to-peer lending yaitu adanya
kemudahan akses ke dana bagi UMKM yang memiliki riwayat kredit yang terbatas. Sehingga
dengan adanya peer-to-peer lending bisa memberikan akses yang lebih mudah ke aliran dana
karena proses persetujuan seringkali lebih fleksibel dan kurang formal dibandingkan dengan
lembaga tradisional.

UMKM dapat mengajukan pinjaman dengan proses yang cepat dan tidak rumit jika
dibandingkan dengan pengajuan pada lembaga keuangan tradisional, dimana dengan platform
peer-to-peer lending pemohon dapat mengajukan permohonan secara online bahkan hanya
dengan di rumah saja. Peer-to-peer lending memungkinkan adanya keputusan yang cepat untuk
memenuhi kebutuhan mendesak dengan lebih efisien. Selain dari pinjaman bank, UMKM dapat
memanfaatkan sumber pembiayaan dari peer-to-peer lending ini untuk mendiversifikasikan
sumber pendanaan mereka yang diperoleh dari berbagai investor individu yang tertarik dengan
model bisnis atau proyek spesifik yang mereka jalankan.

Dalam transaksi pada peer-to-peer lending, bunga yang ditanggung lebih cenderung
kompetitif atau bahkan lebih rendah dibandingkan dengan beberapa pinjaman dari lembaga
keuangan tradisional. Hal ini bisa menjadi manfaat finansial yang signifikan bagi UMKM
karena mereka dapat memperoleh dana dengan biaya pinjaman yang lebih terjangkau. Dana
yang dipinjamkan pun dapat digunakan secara fleksibel sesuai dengan tujuan bisnis dari sang
pelaku usaha, misalnya untuk ekspansi, pembelian inventaris, proyek inovasi, dan lain
sebagainya.

Untuk program keberlanjutan usaha, pertumbuhan jaringan dan pelanggan didalam


sistem peer-to-peer lending terkadang juga memberikan dukungan lebih lanjut mengenai
kampanye bisnis yang pernah dibuat, misalnya berupa bantuan pemasaran atau promosi
melalui komunitas, yang tentu bisa membantu UMKM meningkatkan visibilitas mereka.

Kelebihan P2P Bagi sang pemberi dana

Kemudian dari sisi yang meminjamkan (investor), peer-to-peer lending ini juga dinilai
menjadi salah satu pilihan menarik untuk investasi mereka. Investor bisa melakukan
diversifikasi portofolio, karena peer-to-peer lending memungkinkan pemberi pinjaman untuk
menyebarkan dana investasi mereka ke berbagai proyek yang diinginkan. Dengan berinvestasi
dalam berbagai pinjaman, risiko default dapat dikurangi dan potensi kerugian dapat
diminimalkan. Tingkat pengembalian investasi juga dinilai lebih menarik, jika dibandingkan
dengan investasi di instrumen keuangan tradisional seperti tabungan atau deposito, karena
menawarkan tingkat pendapatan dari bunga atau return yang cenderung besar. Hal ini dapat
menjadi daya tarik bagi pemberi pinjaman yang mencari peluang investasi dengan imbal hasil
yang lebih baik.

Dengan peer-to-peer lending pula, akses investor ke segmen pasar menjadi lebih
beragam, karena dapat membuka pintu bagi pemberi pinjaman untuk berpartisipasi dalam
pembiayaan individu, bisnis kecil, maupun bisnis besar yang memang dinilai potensial atau
mungkin tidak memenuhi kriteria kredit lembaga keuangan tradisional. Sistem yang transparan
dan lebih terkendali mengenai profil peminjam, termasuk riwayat kredit, tujuan pinjaman, dan
suku bunga yang ditawarkan, serta adanya kendali penuh bagi pemberi pinjaman untuk
memilih pinjaman yang sesuai dengan toleransi risiko dan tujuan investasinya membuat peer-
to-peer lending semakin banyak digemari investor.

Sistem peer-to-peer lending yang merupakan penggabungan jasa keuangan dengan


teknologi, membuat sistem ini lebih fleksibel dan mudah digunakan, mulai dari proses
pendaftarannya, transaksinya, hingga pengembalian dana investasi. Seluruh proses dalam peer-
to-peer lending biasanya dilakukan secara online selama terhubung dengan akses internet
dengan proses yang tidak rumit dan sangat cepat, bahkan tanpa harus berkunjung ke kantor
bank.

Risiko P2P harus tetap diwaspadai

Di tengah banyaknya keunggulan yang ditawarkan tersebut, perlu diingat bahwa peer-
to-peer lending juga memiliki risiko yang harus dihadapi, sehingga baik UMKM maupun
investor harus melakukan evaluasi yang cermat sebelum memutuskan menggunakan layanan
ini. Adapun beberapa risiko dari pemanfaatan peer-to-peer lending ini, diantaranya adalah
adanya risiko kredit, dimana peminjam mungkin saja tidak mampu melunasi pinjamannya atau
berisiko gagal bayar. Hal ini bisa saja terjadi karena kegagalan pengelolaan bisnis,
ketidakstabilan ekonomi, perubahan kondisi bisnis, keadaan pribadi peminjam yang tidak
terduga, dan lain sebagainya. Hal ini tentu saja dapat mengakibatkan kerugian bagi pemberi
pinjaman (investor).

Sistem peer-to-peer lending juga tidak dijamin LPS (Lembaga penjamin simpanan)
(CNBC Indonesia, 2023.). Seperti yang kita tahu, dalam investasi ada istilah ”high risk, high
return”. Istilah tersebutlah yang menggambar investasi di peer-to-peer lending. Meskipun
menawarkan return yang menggiurkan, namun tidak seperti investasi pada SUN (surat utang
negara) maupun deposito di bank, modal dan imbal hasil tidak dijamin oleh LPS jika terjadi
likuiditas pada platform.
Kemudian, seperti platform berbasis teknologi pada umumnya, peer-to-peer lending
juga menghadapi risiko teknologi, seperti serangan siber, sistem yang down, atau kegagalan
teknis lainnya yang dapat mengakibatkan pencurian data, kelambatan operasional, dan
kerugian bagi pihak yang bertransaksi di dalamnya. Dalam jalannya transaksi, meskipun sudah
ada pemeriksaan profil bagi UMKM dan investor, risiko kecurangan seperti pemalsuan
identitas tidak dapat dihindari sepenuhnya. Pemalsuan kampanye proyek yang didaftarkan
untuk permodalan, mungkin merupakan salah satu yang sering terjadi.. Hal ini bisa berakibat
pada kerugian finansial bagi kedua pihak, terlebih bagi investor.

Perlu di ingat juga, imbal hasil yang didapatkan mungkin akan terkena pph. Bagi
investor atau lender yang merupakan wajib pajak dalam negeri setiap imbal hasil akan
dikenakan pajak penghasilan sebesar 15%, dan bagi lender asing akan terkena pajak
penghasilan sebesar 20%. Ketentuan ini diatur oleh pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri
keuangan no. 69 tahun 2022 (JDIH Kemenkeu, 2022).

Pinjol ilegal vs Fintech Peer-to-peer apakah sama?

Tak jarang, masih banyak dari kita memiliki persepsi yang salah mengenai perbedaan
pinjaman online ilegal dengan fintech peer-to peer. Meskipun keduanya sama-sama beroperasi
dalam ranah pinjaman online, perbedaan mendasarnya terletak pada sisi legalitas, regulasi, dan
persyaratannya (Sutra Disemadi et al., 2021). Pinjaman online ilegal seringkali beroperasi
tanpa izin resmi dari otoritas terkait, dalam hal ini OJK sebagai badan pengawas jasa keuangan
Indonesia. Mereka tidak tunduk kepada undang-undang perlindungan konsumen dan
menimbulkan bahaya signifikan terhadap keamanan data pribadi. Di sisi lain, Fintech Peer-to-
peer merupakan platform yang operasionalnya sah, memiliki izin, tunduk pada peraturan yang
ketat, menjamin transparansi dan melindungi kedua belah pihak, baik peminjam dan pemberi
pinjaman.

Dalam praktiknya, pinjol ilegal juga memiliki ciri-ciri yang bisa kita cermati. Menurut
(OJK,2023.), pinjol ilegal memiliki akses pengajuan yang lebih mudah daripada peer-to-peer
lending, dimana hanya dengan membutuhkan kartu identitas diri (KTP). Selain itu, biasanya
pinjol ilegal tidak memiliki identitas yang jelas, baik alamat kantor, pengurusnya, dan lain
sebagainya. Pinjol ilegal menawarkan iming-iming imbal hasil berupa bunga yang sangat
tinggi dan pembiayaan yang minim risiko. Tak jarang, pinjol ilegal juga melakukan
penyalahgunaan testimoni dari para toko terkenal sehingga banyak masyarakat yang tertipu
dan tergiur untuk melakukan transaksi disana.

Sering kita saksikan di media, bahwa masyarakat Indonesia banyak yang terkena pinjol
ilegal. Pinjol ilegal memang masih dianggap menjadi solusi saat membutuhkan pendanaan
yang mendesak. Namun, bunga yang tinggi dan tidak adanya pengawasan dari otoritas, justru
membuat masyarakat terlilit dengan hutang yang berantai. Hal ini terjadi karena paksaan
ekonomi dan juga kurangnya pengetahuan akibat tingkat literasi yang rendah.

Dari sisi otoritas pengawas, pinjol ilegal ini juga sulit untuk dideteksi secara menyeluruh
karena kebanyakan beberapa server dari pinjol ini menggunakan domain luar negeri. Selain itu,
sulitnya pengawasan membuat pinjol ilegal masih tidak bisa dihapuskan. Sampai tahun 2021,
pinjol ilegal yang telah diblokir situs web dan aplikasinya ada sebanyak 3.331 dengan angka
pengaduan yang masuk sepanjang tahun tersebut mencapai angka 8000 laporan
(Kominfo.go.id, 2021).
Mitigasi risiko dalam pemanfaatan fintech P2P

Melihat banyaknya permasalahan dan citra buruk peer-to-peer lending yang sering
disamakan dengan pinjol illegal, serta adanya risiko-risiko yang mungkin muncul seperti yang
telah dibahas sebelumnya. Fintech peer-to-peer lending tentu harus berbenah demi
mengembalikan dan menjaga reputasi baik mereka dimata masyarakat. Hal-hal yang mungkin
dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam fintech peer-to-peer lending guna
mencegah masalah tersebut.

Perlu adanya pengecekan NPL (non performing loan) rutin oleh otoritas terkait (OJK)
terhadap platform peer-to-peer lending yang beroperasi di Indonesia. Dengan menganalisis
NPL ini, OJK dapat melihat persentase kredit macet dan kesehatan asset yang dimiliki oleh
platform. Hal ini tentu sangat penting dilakukan untuk meminimalkan risiko likuiditas yang
mungkin terjadi yang akan merugikan pihak yang bertransaksi di dalam platform peer-to-peer
lending.

Dari sisi borrower, fintech peer-to-peer lending perlu melakukan BI Checking guna melihat
angka credit skor, sehingga dapat terlihat dan menilai mana UMKM yang layak atau tidak
untuk mendapatkan pinjaman. Hal ini dilakukan guna mengurangi risiko gagal bayar dari
UMKM yang dapat merugikan fintech peer-to-peer lending dan tentunya si pemberi dana.

Bagi UMKM, tentunya perlu di bekali dengan peningkatan pengetahuan mengenai peer-to-
peer lending ini, sehingga tak ada lagi dari UMKM yang terjebak dengan pinjaman ilegal
berbunga tinggi, dan masalah-masalah terkait pencurian data pribadi. Pihak penyelenggara
fintech peer-to peer bersama dengan OJK dapat bekerja sama untuk melakukan upaya-upaya
terkait, seperti peningkatan literasi digital masyarakat Indonesia. Dimana menurut data,
memang masih adanya gap yang cukup besar antara persentase pertumbuhan inklusi keuangan
(ketersediaan akses ke dunia keuangan digital) dengan literasi keuangan, yang mencakup
pengetahuan dan pemahaman mendalam terhadap produk atau jasa layanan di bidang keuangan
digital ini. Upaya yang dapat dilakukan antara lain, melakukan edukasi dan penyuluhan melalui
berbagai kanal, misalnya mengadakan seminar ataupun publikasi di berbagai media (TV, sosial
media, dll).

Hadirnya fintech peer-to-peer lending memang menjadi salah satu inovasi teknologi
keuangan dengan manfaat yang luar biasa. Pemanfaatan fintech peer-to-peer ini, memang layak
dicoba mengingat kehadirannya yang diharapkan bisa menjadi solusi untuk menghubungkan
UMKM dan investor. Dengan adanya sistem peer-to-peer lending ini, para UMKM bisa
mendapatkan pinjaman atas modal yang mereka butuhkan dalam menjalankan bisnis.
Begitupun bagi investor, peer-to-peer lending juga hadir sebagai alternatif investasi yang
menarik dengan tingkat pengembalian yang potensial. Namun, penting untuk memahami
bahwa P2P lending juga melibatkan risiko yang perlu dipertimbangkan dengan hati-hati.
Terlebih saat ini banyak fintech peer-to-peer ilegal yang beredar di masyarakat. Oleh sebab
itu, kedua belah pihak harus memiliki pengetahuan yang baik dan dengan cermat memahami
syarat dan ketentuan platform, serta memilih strategi pengelolaan risiko yang jelas. Serta pihak-
pihak terkait seperti OJK dan pemilik platform juga harus memastikan jalannya sistem peer-
to-peer lending ini bisa minim risiko dan aman digunakan demi perlindungan konsumen.
REFERENSI

69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas


Penyelenggaraan Teknologi Finansial. (n.d.). www.jdih.kemenkeu.go.id
AFPI | Perkembangan P2P Lending di Indonesia. (n.d.). Retrieved December 24, 2023, from
https://afpi.or.id/articles/detail/perkembangan-p2p-lending-di-indonesia
Fakultas, H., Dan Bisnis, E., & Hartomo, D. D. (2014). FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN UMKM DI SURAKARTA.
Hootsuite (We are Social): Indonesian Digital Report 2023 | Dosen, Praktisi, Konsultan,
Pembicara/Fasilitator Digital Marketing, Internet marketing, SEO, Technopreneur dan
Bisnis Digital. (n.d.). Retrieved December 23, 2023, from https://andi.link/hootsuite-we-
are-social-indonesian-digital-report-2023/
Kontribusi UMKM dalam Perekonomian Indonesia. (n.d.). Retrieved December 24, 2023, from
https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/lubuksikaping/id/data-publikasi/artikel/3134-
kontribusi-umkm-dalam-perekonomian-indonesia.html
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). (2023). Antusiasme Investor Muda Berinvestasi
Terus Meningkat.
Masih Terjerat Pinjol Ilegal? Kenali Lebih Jauh Ciri-Cirinya – Ditjen Aptika. (n.d.). Retrieved
December 24, 2023, from https://aptika.kominfo.go.id/2021/11/masih-terjerat-pinjol-
ilegal-kenali-lebih-jauh-ciri-cirinya/
Mengenal Financial Teknologi. (n.d.). Retrieved December 23, 2023, from
https://www.bi.go.id/id/edukasi/Pages/mengenal-Financial-Teknologi.aspx
OJK Targetkan P2P Lending Kasih Kontribusi 70% Ke UMKM. (n.d.). Retrieved December
24, 2023, from https://www.cnbcindonesia.com/market/20231130114827-17-
493313/ojk-targetkan-p2p-lending-kasih-kontribusi-70-ke-umkm
Penyelenggara Fintech Lending Berizin di OJK per 9 Oktober 2023. (n.d.). Retrieved
December 24, 2023, from https://ojk.go.id/id/kanal/iknb/financial-
technology/Pages/Penyelenggara-Fintech-Lending-Berizin-di-OJK-per-9-Oktober-
2023.aspx
Satgas Pemberantas Aktivitas Keuangan Ilegal Temukan 434 Tawaran Pinjol Ilegal. (n.d.).
Retrieved December 23, 2023, from https://ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/info-
terkini/Pages/Satgas-Pemberantas-Aktivitas-Keuangan-Ilegal-Temukan-434-Tawaran-
Pinjol-Ilegal.aspx
Sebelum Taruh Duit di Investree, Pelajari Ini Dulu Agar Paham. (n.d.). Retrieved December
24, 2023, from https://www.cnbcindonesia.com/mymoney/20230523124253-72-
439773/sebelum-taruh-duit-di-investree-pelajari-ini-dulu-agar-paham
Siaran Pers: OJK Perkuat Operasional Fintech Peer to Peer Lending. (n.d.). Retrieved
December 23, 2023, from https://ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/siaran-pers/Pages/OJK-
Perkuat-Operasional-Fintech-Peer-to-Peer-Lending-.aspx
Sutra Disemadi, H., Kata kunci, A., Komprehensif, K., & Konsumen, P. (2021). Urgensi Suatu
Regulasi yang Komprehensif Tentang Fintech Berbasis Pinjaman Online Sebagai Upaya
Perlindungan Konsumen di Indonesia. https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/jkh

Anda mungkin juga menyukai