DISUSUN OLEH
DOSEN
KELAS B
Kata Pengantar
Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karenaNya telah
memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup
untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
BAB I
PENDAHULUAN
Negara Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi supermasi dan kepastian
hukum , sehingga perbuatan dan kewenangan lembaga-lembaga negaranya diatur
dalam peraturan perundang-undangan.Negara Indonesia juga merupakan Negara
Demokrasi yang berarti bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan negara sebagai
upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk
dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip
trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan
legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas
(independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan
independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara
ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and
balances.
Demokrasi menuntut adanya partisipasi rakyat yang luas dan partisipasi rakyat akan
terwadahi oleh Lembaga negara yang khusus dijadikan sebagai media penyampaian
aspirasi rakyat.Di Indonesia , Lembaga itu adalah DPR dan DPD yang keduanya
merupakan Lembaga tinggi negara dimana representasi aspirasi dan kepentingan rakyat
diakomodasi oleh DPR dan DPD.
BAB 2
PEMBAHASAN
Di sisi lain, DPD memiliki Tugas dan Wewenang yang diatur didalam Pasal 224 ayat
(1) dan (2) UU No. 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, yang berbunyi
sebagai berikut:2
1
Huda, Ni’Matul. (2005). Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, p. 181.
2
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, p. 162-163.
3) Ikut membahas bersama DPR dan Presiden rancangan undang-undang yang
diajukan oleh Presiden atau DPR, yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud
dalam huruf a;
7) Menerima hasil pemeriksaan atas keuangan negara dari BPK sebagai bahan
membuat pertimbangan kepada DPR tentang rancangan undangundang yang berkaitan
dengan APBN;
9) Ikut serta dalam penyusunan program legislasi nasional yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
b. Dalam menjalankan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
e, anggota DPD dapat melakukan rapat dengan pemerintah daerah, DPRD, dan unsur
masyarakat di daerah pemilihannya.
Dari ketentuan Pasal 224 ayat (1) dan (2) UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR,
DPD, dan DPRD, dapat dikatakan DPD tidak mempunyai hak inisiatif dan mandiri
dalam bentuk undang-undang, sekalipun berkaitan dengan masalah daerah. Menurut
Ni’Matul Huda,3
bahwasanya DPD sama sekali tidak memiliki original power dalam pembentukan
undang-undang atau kekuasaan legislatif. Menurut Jimly Asshiddiqie,4 harus
dibedakan antara fungsi DPD dalam bidang Legislasi dan bidang pengawasan,
meskipun dalam bidang pengawasan, keberadaan DPD itu bersifat utama (main
constitutional organ) yang sederajat dan sama penting dengan DPR, tetapi dalam
bidang legislasi, fungsi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu hanyalah sebagai co-
legislator di samping Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
3
Huda, Ni’Matul. Hukum..... Op. Cit., p. 185.
4
Asshiddiqie, Jimly. (2010). Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Jakarta:
Sinar Grafika, p. 121.
anggota DPD itu sama sekali tidak diimbangi secara sepadan oleh kualitas
kewenangannya sebagai wakil rakyat daerah (regional representatives).5
Dalam pasal 22C ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Anggota Dewan
Perwakilan Daerah dipilih setiap provinsi melalui pemilihan umum”. Kemudian dalam
pasal 22C ayat (2) berisi tentang “Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap
provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih
dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat”.
5
Asshiddiqie, Jimly. (2006). Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara. Jakarta:
Konstitusi Press, p. 83.
6
Hernadi Affandi Perbandingan Tugas dan Wewenang Lembaga Negara (bandung, 2014)Hal 1
setiap provinsi melalui pemilu (pasal 22C ayat 1), anggota DPD dari tiap provinsi
jumlahnya sama dan seluruh anggota DPD tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota
DPR (ayat 2). Jika ditentukan bahwa dari setiap provinsi jumlahnya 4 orang, maka
seseorang yang ingin menduduki kursi DPD harus bersaing ditingkat propinsi untuk
memperebutkan 4 kursi. Misalnya saja, di Jawa Timur, satu kursi anggota DPD
membutuhkan dukungan suara sekitar 5,5 juta pemilih, sedangkan untuk menjadi
anggota DPR cukup dibutuhkan sekitar 550 ribu suara pemilih.
Disamping itu, peserta pemilu yang menjadi anggota DPD adalah perorangan.
Hal ini seseuai dengan ketentuan pasal 22E ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi “
Peserta pemilihan umum untuk memilih Dewan Perwakilan Daerah adalah
perseorangan.” dan pasal 181 Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu
yang berbunyi “Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPD adalah
perseorangan.”Artinya, dapat terjadi tokoh perorangan yang akan tampil sebagai calon
anggota DPD menghadapi kesulitan yang luar biasa dalam menggalang dukungan bagi
dirinya, sedangkan calon anggota DPR cukup memanfaatkan struktur partai politiknya
sebagai mesin penghimpun dukungan suara dalam pemilihan umum. Dengan perkataan
lain, sudah sulit untuk menjadi anggota perwakilan di tingkat pusat dan yang kemudian
kewenangannya juga sangat terbatas. Dalam Pimpinan DPD terdiri atas seorang ketua
dan dua wakil ketua. Selain bertugas memimpin sidang, pimpinan DPD juga sebagai
juru bicara DPD.
a. Warga Negara Indonesia yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun
atau lebih;
Adapula ketentuan dalam Pasal 183 ayat (1) UU No.7 tahun 2017 tentang Pemilu
mengatur mengenai persyaratan dukungan minimal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 182 huruf p yang meliputi:
a. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih
tetap sampai dengan 1.000.000 (satu juta) orang harus mendapatkan
dukungan paling sedikit 1.000 (seribu) Pemilih;
b. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih
tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai dengan 5.000.000 (lima juta)
orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 2.000 (dua ribu)
Pemilih;
c. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih
tetap lebih dan 5.000.000 (lima juta) sampai dengan 10.000.000 (sepuluh
juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 3.000 (tiga ribu)
Pemilih;
d. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih
tetap lebih dari 10.000.000 (sepuluh juta) sampai dengan 15.000.000 (lima
belas juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 4.000 (empat
ribu) Pemilih;
e. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih
tetap lebih dari 15.000.000 (lima belas juta) orang harus mendapatkan
dukungan paling sedikit 5.000 (lima ribu) Pemilih.
Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal 183 tersebar di paling
sedikit 50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota di provinsi yang
bersangkutan. Dan ayat (3) pasal 183 UU No.7 tahun 2017, Persyaratan diatas
dibuktikan dengan daftar dukungan yang dibubuhi tanda tangan atau cap jempol
jari tangan dan dilengkapi fotokopi kartu tanda penduduk setiap pendukung.
Pasal 183 ayat (4), yang berbunyi “seorang pendukung tidak dibolehkan
memberikan dukungan kepada lebih dari 1 (satu) orang calon anggota DPD serta
melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang dengan memaksa,
dengan menjanjikan atau dengan memberikan uang atau materi lainnya untuk
memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu.”
Dukungan yang diberikan kepada lebih dari 1 (satu) orang-calon anggota DPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan batal (pasal 183 ayat 5). Dan
terakhir dalam pasal 183 ayat (6) yang berbunyi “ditetapkan untuk jadwal waktu
pendaftaran Peserta Pemilu anggota DPD ditetapkan oleh KPU.”
Jadi, Salah satu sorotan yang penting dari perkembangan lembaga Negara yang
ada adalah mekanisme pengisian jabatan pada lembaga Negara tersebut. pada
dasarnya, pengisian jabatan dalam lembaga negara berkaitan erat dengan hak
setiap orang, yang merupakan impementasi hak politik sebagai bagian dari hak
asasi manusia yang harus diakui dan dilindungi oleh negara. Demikian halnya di
Indonesia, yang mengatur hak tersebut dalam Pasal 28D Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi :
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.**)
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja.**)
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.**)
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.** )
yang secara jelas pada intinya mengatakan bahwa setiap warga negara memiliki
kesempatan yang sama untuk turut serta dalam pemerintahan.
1. UUD 1945 pasal 22D ayat 1 yang berbunyi “Dewan Perwakilan Daerah dapat
mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan Undang-Undang
yang berkaitan dengan Otonomi Daerah, hubungan pusat dan daerah,
pengelolaan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah”
2. UUD 1945 pasal 22D ayat 2 yang berbunyi, “Dewan Perwakilan Daerah ikut
membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah;
hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran
pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan pajak, pendidikan, dan agama.”
3. UUD 1945 pasal 22D ayat 3 yang berbunyi, “Dewan Perwakilan Daerah dapat
melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai : otonomi
daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat
dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan
agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan
Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.”
4. UUD 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi, “Rancangan undang-undang
anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas
bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Daerah.”
5. UUD 1945 pasal 23E ayat 2 yang berbunyi, “Hasil pemeriksa keuangan negara
diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.”
6. UUD 1945 pasal 23F ayat 1 yang berbunyi, “Anggota Badan Pemeriksa
Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.”
Hubungan antara DPD dengan Presiden
Utusan Daerah ada pada masa sebelum perubahan Undang-Undang Dasar 1945
(UUD 1945). Utusan Daerah merupakan perutusan yang dianggap dapat membawakan
kepentingan rakyat yang ada di daerah masing-masing disamping dianggap mengetahui
dan mempunyai tinjauan yang menyeluruh mengenai persoalan negara pada umumnya.
Utusan Daerah sebagai representasi dari suatu daerah dibentuk dalam rangka
memperjuangkan kepentingan dan aspirasi daerah di tingkat nasional. Sesudah
perubahan UUD 1945, Utusan Daerah ditiadakan dalam konstitusi. Untuk menjamin
tetap adanya wakil daerah dalam lembaga perwakilan rakyat, maka dibentuklah Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) yang keberadaannya ditentukan dalam konstitusi. DPD
merupakan peningkatan terhadap Utusan Daerah yang bertujuan untuk
memperjuangkan kepentingan dan aspirasi daerah di tingkat nasional.
7
https://media.neliti.com/media/publications/84114-ID-kedudukan-dan-kewenangan-
dewan-perwakila.pdf
Perwakilan Rakyat (DPR) tidak dapat dilepaskan dan merupakan tuntutan dari
terselenggaranya sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih
mengedepankan asas otonomi dan tugas pembantuan. Hal ini dapat dilihat dalam
Perubahan Kedua UUD 1945 pada Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B yang
memberikan penekanan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan hubungan pusat
dan daerah dilaksanakan dengan sistem otonomi luas.8 Untuk menjaga dan
menindaklanjuti kepentingan daerah dalam pengambilan kebijakan di pusat, maka
diperlukan lembaga yang memiliki eksistensi dan kedudukan serta fungsi yang dapat
menjembatani kepentingan daerah.9 Dengan didasarkan pada pengalaman dalam
perjalanan sistem ketatanegaraan Indonesia, dapat dilihat bahwa putusan daerah
sebagai perwakilan daerah di MPR pun tidak dapat melakukan fungsi tersebut, dan
melalui tuntutan adanya restrukturisasi kelembagaan MPR, maka diperlukan lembaga
perwakilan yang berkaitan denga kepentingan daerah yang dirumuskan sebagai DPD.
Secara umum, perubahan UUD 1945 dengan kehadiran DPD telah mewujudkan
sistem perwakilan dua kamar (bikameral) dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Terhadap hal tersebut, maka menimbulkan ketidakpastian secara yuridis berkaitan
10
dengan sistem perwakilan dua kamar (bikameral). Padahal gagasan pembentukan
DPD sebagai upaya restrukturisasi parlemen di Indonesia dengan sistem bikameral.
8
https://brainly.co.id/tugas/244778
9
https://www.google.com/amp/limc4u.com/blog/penjelasan-pasal-22c-dan-22d-uud-
1945/amp/
10
http://lib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-20270990.pdf
Hal ini pula yang menimbulkan pertanyaan secara berkaitan dengan kedudukan DPD
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia berdasarkan UUD 1945.
11
Efriza, Studi parlemen dan lanskap politik Indonesia, setara press, Malang 2014, hlm.167-
168
perwakilan seharusnya tidak hanya dijalankan oleh satu badan saja tetapi
dimungkinkan untuk lebih, demi mengakomodir seluruh kebutuhan rakyat.
12
M.yusuf, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (Arsitektur Histori, Peran Dan
Fungsi DPD RI Terhadap Daerah Di Era Otonomi Daerah) ,Graha Ilmu, Yogyakarta 2013,
hlm.35.
rumitnya masalah kenegaraan,maka keinginan Rosseau tersebut tidak mungkin
terealisir, maka muncullah sebagai gantinya demokrasi tidak langsung melalui
lembagalembaga perwakilan yang sebutan dan jenisnya tidak sama disemua negara
yang biasa disebut parlemen, atau kadang-kadang disebut dewan perwakilan rakyat.
Parlemen ini lahir bukan karena ide demokrasi itu, akan tetapi sebagai suatukelicikan
dari suatu sistem feodal. Parlemen diciptakan dengan tujuan tertentu antara lain
untuk menghubungkan masyarakat luas dengan raja atau pimpinan pemerintahan.
Selain itu di
dalam perwakilan terdapat teori klasik tentang akomodasi yang berkenaan dengan hu
bungan antarawakil dan terwakil, dikenal dengan teori mandat. Di dalam teori ini pada
dasarnya berasumsi bahwa subtansi yang diwakili oleh seorang wakil terbatas
pada mandate yang disampaikan oleh orang-orang yang memberikan mandat. Hal
demikian mengharuskan segala tindakan, bahkantermasuk sikap dan perilaku dari
wakil harus senantiasa bersesuaian dengan kehendak dariorang-orang yang
memberikan mandat. Sesuai dengan perkembangan dari teori mandat
ini, berkembang atas dasar asumsi tentang kualitas mandat yang menjadi dasar hubun
gan antaraseorang wakil dengan orang-orang yang diwakilinya13. Hambatan
Pelaksanaan Tugas DPD Dari pembahasan mengenai fungsi, tugas dankewenangan
DPD tersebut diatas kita bisa melihat adanya perbedaan tugas dan kewenanganyang
dimiliki oleh DPD dibandingkan dengan DPR yang sama-sama sebagai
lembaga perwakilan. DPD seakan-
akan hanya pelengkap dari keberadaan DPR karena kewenangan yangdiberikan DPD
yang tidak sebesar yang dimiliki DPR. Jika DPR mempunyai tugas danwewenang
untuk membentuk UU yang dibahas dengan presiden, maka DPD hanya
berwenanguntuk mengusulkan rancangan UU untuk diajukan kepada DPR (Pasal 42
ayat (1) UU No 22 Tahun 2003).
13
Wahidin, 2007 : 40
Kewenangan pengajuan usul RUU itu pun hanya terbatas pada hal-hal
yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan
dan pemekaran
dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya sertayang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Sedangkan dalam hal RUUtentang APBN dan hal-hal yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan, dan agama berdasarkan Pasal 44 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2003 DPD
hanya diberi kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada DPR, yang
dari hasil pertimbangan tersebut DPR melakukan pembahasandengan pemerintah (ayat
(3)). Selain mengajukan RUU kepada DPR, DPD juga mempunyai kewenangan untuk
ikut membahas RUU yang berkaitan dengan hal-hal sebagaimana disebutkandalam
Pasal 42 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2003. DPR akan mengundang DPD untuk
membahasRUU bersama pemerintah pada awal Pembicaraan Tingkat I sesuai dengan
tata tertib DPR. Hasil dari pandangan, pendapat, dan tanggapan masing-masing
lembaga tersebut dijadikan masukanuntuk pembahasan lebih lanjut antara DPR dan
pemerintah DPDtidak mempunyai peran dalam proses menentukan keputusan. Untuk
kewenangan DPD dalamhal pengawasan terhadap pelaksanaan UU juga terbatas pada
masalah-masalah tertentu dan hasildari pengawasan tersebut sekali lagi disampaikan
kepada DPR sebagai bahan pertimbanganuntuk ditindaklanjuti.
DPD tak ubahnya seperti warga masyarakat biasa yang memang berhak untuk
memberikan masukan dan menyampaikan aspirasinya kepada DPR sebagai wakil
rakyat. Demikian juga dalam hal pemilihan anggota BPK, DPD hanya berwenang
memberikan pertimbangan kepada DPR secara tertulis.
Selain kewenangan DPD tidak sebesar yang dimilikioleh DPR, DPD juga tidak
mempunyai beberapa kewenangan seperti yang dimiliki oleh DPR seperti membahas
dan memberikan persetujuan Perpu, melaksanakan pengawasan
terhadap pelaksanaan UU, APBN, dan kebijakan pemerintah, memberikan persetujua
n kepada presidenatas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial,
memberikan persetujuan calonhakim agung untuk ditetapkan sebagai hakim agung,
memilih tiga calon anggota hakim konstitusi, memberikan pertimbagan kepada
presiden untuk mengangkat duta,
menerima penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pembe
rian amnesti danabolisi, memberikan persetujuan kepada presiden untuk menyatakan
perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Mengenai mekanisme pengisian jabatan anggota DPD , pasal 22C ayat 1 mengatakan
anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilu dengan pemilu yang diatur
dalam pasal 22E ayat 4 yang berbunyi “ peserta pemilihan umum untuk Dewan
Perwakilan daerah adalah perseorangan” kemudian pasal 22C ayat 2 mengatakan
anggota DPD dari tiap provinsi jumlahnya sama dan seluruh anggota DPD tidak lebih
dari sepertiga jumlah anggota DPR .
Sebelum perubahan UUD 1945 , terdapat utusan daerah yang merupakan representasi
dari suatu daerah dalam memperjuangkan kepentingan dan aspirasi daerah di tingkat
nasional.Sesudah perubahan UUD 1945 , utusan daerah ditiadakan dalam konstitusi
dan untuk menjamin tetap adanya wakil daerah dalam Lembaga perwakilan rakyat ,
maka dibentuklah Dewan Perwakilan Daerah atau DPD yang diatur dalam pasal 22C
dan pasal 22D .
SARAN
Melalui DPD ini diharapkan hubungan dengan otonomi daerah dan pusat dan
daerah,pembentukan,dan pemekaran serta penggabungan daerah ,pengelolaan sumber
daya alam,dan sumber daya ekonomi lainnya,serta yang berkaitan dengan
pertimbangan keuangan pusat dan daerah bisa berjalan dengan baik.
Daftar Pustaka