Anda di halaman 1dari 24

TUGAS MATA KULIAH HUKUM TENTANG LEMBAGA NEGARA

PEMBAHASAN MENGENAI DPD

DISUSUN OLEH

Navishya Qinthar – 2017200032 Nabila Natasya - 2017200107

teuku akmal juansyah – 2017200130 Ryano Rahadian - 2016200071

Vanessa Viviane 2017200146 Shanita Reginne – 2016200108

Khansa Daiva – 2017200192 Seline Dian – 2016200109

Reynaldy Dwiputra – 2016200003 Fitra Januari - 2016200125

DOSEN

Dr. W. M. Herry Susilowati S.H., M.Hum.

KELAS B
Kata Pengantar

Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karenaNya telah
memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup
untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Negara Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi supermasi dan kepastian
hukum , sehingga perbuatan dan kewenangan lembaga-lembaga negaranya diatur
dalam peraturan perundang-undangan.Negara Indonesia juga merupakan Negara
Demokrasi yang berarti bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan negara sebagai
upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk
dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip
trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan
legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas
(independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan
independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara
ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and
balances.

Demokrasi menuntut adanya partisipasi rakyat yang luas dan partisipasi rakyat akan
terwadahi oleh Lembaga negara yang khusus dijadikan sebagai media penyampaian
aspirasi rakyat.Di Indonesia , Lembaga itu adalah DPR dan DPD yang keduanya
merupakan Lembaga tinggi negara dimana representasi aspirasi dan kepentingan rakyat
diakomodasi oleh DPR dan DPD.

Sejalan dengan tuntutan demokrasi guna memenuhi rasa keadilan masyarakat di


daerah, memperluas serta meningkatkan semangat dan kapasitas partisipasi daerah
dalam kehidupan nasional; serta untuk memperkuat Negara Kesatuan Republik
Indonesia, maka dalam rangka pembaharuan konstitusi, MPR RI membentuk sebuah
lembaga perwakilan baru, yakni Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD
RI). Pembentukan DPD RI ini dilakukan melalui perubahan ketiga Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada bulan November
2001.Dengan dibentuknya DPD , berarti sistem perwakilan dan parlemen berubah dari
sistem satu kamar ( unikameral ) menjadi dua kamar ( bikameral ) dan Indonesia
mengawali babak baru demokratisasi.

Gagasan dasar pembentukan DPD RI adalah keinginan untuk lebih mengakomodasi


aspirasi daerah dan sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada daerah dalam
proses pengambilan keputusan politik untuk hal-hal terutama yang berkaitan langsung
dengan kepentingan daerah. Keinginan tersebut berangkat dari indikasi yang
nyata bahwa pengambilan keputusan yang bersifat sentralistik pada masa lalu ternyata
telah mengakibatkan ketimpangan dan rasa ketidakadilan, dan diantaranya juga
memberi indikasi ancaman keutuhan wilayah negara dan persatuan nasional.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana kedudukan Dewan Perwakilan Daerah sebagai salah satu
Lembaga negara ?
2. Bagaimana mekanisme pengisian jabatan anggota Dewan Perwakilan Daerah
sebagai salah satu Lembaga negara ?
3. Bagaimana hubungan Lembaga Dewan Perwakilan Daerah dengan Lembaga
negara lainnya ?
4. Bagaimana konstitusi mengatur keberadaan Dewan Perwakilan Daerah dalam
masa sebelum dan sesudah amandemen Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 ?

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Kedudukan DPD sebagai salah satu Lembaga Negara

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga perwakilan daerah yang


berkedudukan sebagai lembaga negara dan mempunyai fungsi: (a) pengajuan usul, ikut
dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang
legislasi tertentu; (b) pengawasan atas pelaksanaan undang-undang tertentu.1

Di sisi lain, DPD memiliki Tugas dan Wewenang yang diatur didalam Pasal 224 ayat
(1) dan (2) UU No. 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, yang berbunyi
sebagai berikut:2

a. DPD mempunyai tugas dan wewenang:

1) Dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan


otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;

2) Ikut membahas bersama DPR dan Presiden rancangan undang-undang yang


berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a;

1
Huda, Ni’Matul. (2005). Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, p. 181.
2
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, p. 162-163.
3) Ikut membahas bersama DPR dan Presiden rancangan undang-undang yang
diajukan oleh Presiden atau DPR, yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud
dalam huruf a;

4) Memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang


APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan
agama;

5) Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi


daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan
daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya,
pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;

6) Menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai


otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat
dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
pelaksanaan undangundang APBN, pajak, pendidikan, dan agama kepada DPR sebagai
bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti;

7) Menerima hasil pemeriksaan atas keuangan negara dari BPK sebagai bahan
membuat pertimbangan kepada DPR tentang rancangan undangundang yang berkaitan
dengan APBN;

8) Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK; dan

9) Ikut serta dalam penyusunan program legislasi nasional yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
b. Dalam menjalankan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
e, anggota DPD dapat melakukan rapat dengan pemerintah daerah, DPRD, dan unsur
masyarakat di daerah pemilihannya.

Dari ketentuan Pasal 224 ayat (1) dan (2) UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR,
DPD, dan DPRD, dapat dikatakan DPD tidak mempunyai hak inisiatif dan mandiri
dalam bentuk undang-undang, sekalipun berkaitan dengan masalah daerah. Menurut
Ni’Matul Huda,3

bahwasanya DPD sama sekali tidak memiliki original power dalam pembentukan
undang-undang atau kekuasaan legislatif. Menurut Jimly Asshiddiqie,4 harus
dibedakan antara fungsi DPD dalam bidang Legislasi dan bidang pengawasan,
meskipun dalam bidang pengawasan, keberadaan DPD itu bersifat utama (main
constitutional organ) yang sederajat dan sama penting dengan DPR, tetapi dalam
bidang legislasi, fungsi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu hanyalah sebagai co-
legislator di samping Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Sifat tugasnya di bidang legislasi hanya menunjang (auxiliary agency) tugas


konstitusional DPR. Masih menurut Jimly Asshiddiqie, bahwasanya dalam proses
pembentukan suatu undang-undang atau legislasi, DPD tidak mempunyai kekuasaan
untukmemutuskan atau berperan dalam proses pengambilan keputusan sama sekali.
Padahal, persyaratan dukungan untuk menjadi anggota DPD jauh lebih berat daripada
persyaratan dukungan untuk menjadi anggota DPR. Artinya, kualitas legitimasi

3
Huda, Ni’Matul. Hukum..... Op. Cit., p. 185.
4
Asshiddiqie, Jimly. (2010). Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Jakarta:
Sinar Grafika, p. 121.
anggota DPD itu sama sekali tidak diimbangi secara sepadan oleh kualitas
kewenangannya sebagai wakil rakyat daerah (regional representatives).5

2.2 Mekanisme Pengisian Jabatan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

Negara adalah kumpulan lingkungan jabatan sebagai unsur penyelenggara


organisasi Negara; merupakan alat-alat kelengkapan yang menjalankan Negara (state
organs); organ-organ Negara “baku” (di bidang legislatif, eksekutif, dan yudikatif) atau
badan konstitusional. Lembaga Negara adalah alat kelengkapan Negara yang bersifat
vital dan fundamental yang diperlukan dalam penyelenggaraan Negara dan
keberadaannya diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Vital maksudnya, lembaga
Negara tersebut sangat penting bagi penyelenggaraan Negara dan jika tidak ada
lembaga Negara tersebut maka akan menyebabkan penyelenggaraan Negara tersebut
tidak dapat berjalan dengan baik6. Sehingga, dapat dikatakan bahwa lembaga Negara
dalam sebuah Negara sangatlah penting keberadaannya. Dalam UUD 1945 telah diatur
sedikitnya 21 lembaga Negara salah satunya DPD yang diatur dalam BAB VIIA UUD
1945.

Dalam pasal 22C ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Anggota Dewan
Perwakilan Daerah dipilih setiap provinsi melalui pemilihan umum”. Kemudian dalam
pasal 22C ayat (2) berisi tentang “Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap
provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih
dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat”.

Mekanisme pengisian jabatan keanggotaan DPD lebih berat bila dibandingkan


dengan mekanisme pengisian keanggotaan DPR. Karena anggota DPD dipilih dari

5
Asshiddiqie, Jimly. (2006). Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara. Jakarta:
Konstitusi Press, p. 83.
6
Hernadi Affandi Perbandingan Tugas dan Wewenang Lembaga Negara (bandung, 2014)Hal 1
setiap provinsi melalui pemilu (pasal 22C ayat 1), anggota DPD dari tiap provinsi
jumlahnya sama dan seluruh anggota DPD tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota
DPR (ayat 2). Jika ditentukan bahwa dari setiap provinsi jumlahnya 4 orang, maka
seseorang yang ingin menduduki kursi DPD harus bersaing ditingkat propinsi untuk
memperebutkan 4 kursi. Misalnya saja, di Jawa Timur, satu kursi anggota DPD
membutuhkan dukungan suara sekitar 5,5 juta pemilih, sedangkan untuk menjadi
anggota DPR cukup dibutuhkan sekitar 550 ribu suara pemilih.

Disamping itu, peserta pemilu yang menjadi anggota DPD adalah perorangan.
Hal ini seseuai dengan ketentuan pasal 22E ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi “
Peserta pemilihan umum untuk memilih Dewan Perwakilan Daerah adalah
perseorangan.” dan pasal 181 Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu
yang berbunyi “Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPD adalah
perseorangan.”Artinya, dapat terjadi tokoh perorangan yang akan tampil sebagai calon
anggota DPD menghadapi kesulitan yang luar biasa dalam menggalang dukungan bagi
dirinya, sedangkan calon anggota DPR cukup memanfaatkan struktur partai politiknya
sebagai mesin penghimpun dukungan suara dalam pemilihan umum. Dengan perkataan
lain, sudah sulit untuk menjadi anggota perwakilan di tingkat pusat dan yang kemudian
kewenangannya juga sangat terbatas. Dalam Pimpinan DPD terdiri atas seorang ketua
dan dua wakil ketua. Selain bertugas memimpin sidang, pimpinan DPD juga sebagai
juru bicara DPD.

Untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan daerah, menurut pasal 182


Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu ini, pesertanya adalah
perseorangan yang telah memenuhi persyaratan :

a. Warga Negara Indonesia yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun
atau lebih;

b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;


d. dapat berbicara, membaca, dan/atau menulis dalam bahasa Indonesia;
e. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah
aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau
sekolah lain yang sederajat;
f. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal
Ika;
g. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara
terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan
mantan terpidana;
h. sehat jasmani dan rohani, dan bebas dari penyalahgunaan narkotika;
i. terdaftar sebagai Pemilih;
j. bersedia bekerja penuh waktu;
k. mengundurkan diri sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, Kepala
Desa dan perangkat desa, Badan Permusyawaratan Desa, aparatur sipil
negara, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan
pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah dan/atau
badan usaha milik desa, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari
keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang
tidak dapat ditarik kembali;
l. bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris,
pejabat pembuat akta tanah, dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia
barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta
pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan
tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
m. bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya,
direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik
negara dan/atau badan usaha milik daerah serta badan lain yang
anggarannya bersumber dari keuangan negara;
n. mencalonkan hanya untuk 1 (satu) lembaga perwakilan;
o. mencalonkan hanya untuk 1 (satu) daerah pemilihan; dan
p. mendapatkan dukungan minimal dari Pemilih di daerah pemilihan yang
bersangkutan.

Adapula ketentuan dalam Pasal 183 ayat (1) UU No.7 tahun 2017 tentang Pemilu
mengatur mengenai persyaratan dukungan minimal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 182 huruf p yang meliputi:
a. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih
tetap sampai dengan 1.000.000 (satu juta) orang harus mendapatkan
dukungan paling sedikit 1.000 (seribu) Pemilih;
b. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih
tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai dengan 5.000.000 (lima juta)
orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 2.000 (dua ribu)
Pemilih;
c. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih
tetap lebih dan 5.000.000 (lima juta) sampai dengan 10.000.000 (sepuluh
juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 3.000 (tiga ribu)
Pemilih;
d. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih
tetap lebih dari 10.000.000 (sepuluh juta) sampai dengan 15.000.000 (lima
belas juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 4.000 (empat
ribu) Pemilih;
e. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih
tetap lebih dari 15.000.000 (lima belas juta) orang harus mendapatkan
dukungan paling sedikit 5.000 (lima ribu) Pemilih.

Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal 183 tersebar di paling
sedikit 50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota di provinsi yang
bersangkutan. Dan ayat (3) pasal 183 UU No.7 tahun 2017, Persyaratan diatas
dibuktikan dengan daftar dukungan yang dibubuhi tanda tangan atau cap jempol
jari tangan dan dilengkapi fotokopi kartu tanda penduduk setiap pendukung.

Pasal 183 ayat (4), yang berbunyi “seorang pendukung tidak dibolehkan
memberikan dukungan kepada lebih dari 1 (satu) orang calon anggota DPD serta
melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang dengan memaksa,
dengan menjanjikan atau dengan memberikan uang atau materi lainnya untuk
memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu.”
Dukungan yang diberikan kepada lebih dari 1 (satu) orang-calon anggota DPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan batal (pasal 183 ayat 5). Dan
terakhir dalam pasal 183 ayat (6) yang berbunyi “ditetapkan untuk jadwal waktu
pendaftaran Peserta Pemilu anggota DPD ditetapkan oleh KPU.”

Jadi, Salah satu sorotan yang penting dari perkembangan lembaga Negara yang
ada adalah mekanisme pengisian jabatan pada lembaga Negara tersebut. pada
dasarnya, pengisian jabatan dalam lembaga negara berkaitan erat dengan hak
setiap orang, yang merupakan impementasi hak politik sebagai bagian dari hak
asasi manusia yang harus diakui dan dilindungi oleh negara. Demikian halnya di
Indonesia, yang mengatur hak tersebut dalam Pasal 28D Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi :
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.**)
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja.**)
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.**)
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.** )

yang secara jelas pada intinya mengatakan bahwa setiap warga negara memiliki
kesempatan yang sama untuk turut serta dalam pemerintahan.

2.3 Hubungan DPD dengan Lembaga lain

Dimana hubungan ini terdapat dalam UUD 1945

 Hubungan antara MPR dengan DPD


Hubungan antara MPR dan DPD diatur didalam UUD 1945 pasal 2 ayat 1 yang
berbunyi, “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur
lebih lanjut dengan Undang-Undang”

 Hubungan antara DPR dengan DPD

Hubungan antara DPR dengan DPD di atur di dalam :

1. UUD 1945 pasal 22D ayat 1 yang berbunyi “Dewan Perwakilan Daerah dapat
mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan Undang-Undang
yang berkaitan dengan Otonomi Daerah, hubungan pusat dan daerah,
pengelolaan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah”
2. UUD 1945 pasal 22D ayat 2 yang berbunyi, “Dewan Perwakilan Daerah ikut
membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah;
hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran
pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan pajak, pendidikan, dan agama.”
3. UUD 1945 pasal 22D ayat 3 yang berbunyi, “Dewan Perwakilan Daerah dapat
melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai : otonomi
daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat
dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan
agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan
Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.”
4. UUD 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi, “Rancangan undang-undang
anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas
bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Daerah.”
5. UUD 1945 pasal 23E ayat 2 yang berbunyi, “Hasil pemeriksa keuangan negara
diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.”
6. UUD 1945 pasal 23F ayat 1 yang berbunyi, “Anggota Badan Pemeriksa
Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.”
 Hubungan antara DPD dengan Presiden

Hubungan antara DPD dengan Presiden di atur dalam :

1. UUD 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi, “Rancangan undang-undang


anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas
bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Daerah.”
2. UUD 1945 pasal 23 ayat 3 yang berbunyi, “Apabila Dewan Perwakilan Rakyat
tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang
diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara tahun yang lalu.”
3. UUD 1945 pasal 23F ayat 1 yang berbunyi, “Anggota Badan Pemeriksa
Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.”
4. UU no 27 tahun 2009 pasal 227 ayat 3 yang berbunyi, “Keanggotaan DPD
diresmikan dengan keputusan Presiden.”
5. UU no 27 tahun 2009 pasal 240 ayat 2 yang berbunyi, “Tugas panitia kerja
dalam pembahasan rancangan undang-undang yang berasal dari DPR atau
Presiden adalah melakukan pembahasan serta menyusun pandangan dan
pendapat DPD.”

 Hubungan antara DPD dengan BPK

Hubungan antara DPD dengan BPK di atur dalam :

1. UUD 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi, “Rancangan undang-undang


anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas
bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Daerah.”
2. UU no 15 tahun 2006 pasal 7 ayat 1 yang berbunyi, “BPK menyerahkan hasil
pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara kepada
DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.”
3. UU no 15 tahun 2006 pasal 7 ayat 3 yang berbunyi, “Penyerahan hasil
pemeriksaan BPK kepada DPRD dilakukan oleh Anggota BPK atau pejabat
yang ditunjuk.”
4. UU no 15 tahun 2006 pasal 7 ayat 4 yang berbunyi, “Tata cara penyerahan hasil
pemeriksaan BPK kepada DPR, DPD, dan DPRD diatur bersama oleh BPK
dengan masing-masing lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.”
5. UU no 15 tahun 2006 pasal 14 ayat 1 yang berbunyi, “Anggota BPK dipilih
oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.

2.4 Kedudukan DPD Sebelum dan Setelah Amandemen UUD 1945

Utusan Daerah ada pada masa sebelum perubahan Undang-Undang Dasar 1945
(UUD 1945). Utusan Daerah merupakan perutusan yang dianggap dapat membawakan
kepentingan rakyat yang ada di daerah masing-masing disamping dianggap mengetahui
dan mempunyai tinjauan yang menyeluruh mengenai persoalan negara pada umumnya.
Utusan Daerah sebagai representasi dari suatu daerah dibentuk dalam rangka
memperjuangkan kepentingan dan aspirasi daerah di tingkat nasional. Sesudah
perubahan UUD 1945, Utusan Daerah ditiadakan dalam konstitusi. Untuk menjamin
tetap adanya wakil daerah dalam lembaga perwakilan rakyat, maka dibentuklah Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) yang keberadaannya ditentukan dalam konstitusi. DPD
merupakan peningkatan terhadap Utusan Daerah yang bertujuan untuk
memperjuangkan kepentingan dan aspirasi daerah di tingkat nasional.

DPD selaku lembaga perwakilan daerah yang memiliki karakter keterwakilan


berdasarkan daerah- daerah pada hakikatnya memiliki karakter keterwakilan yang lebih
luas dari DPR, karena dimensi keterwakilannya berdasarkan seluruh rakyat yang
terdapat pada daerah-daerah tersebut.
Tuntutan reformasi melalui perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah
mengakibatkan terjadinya perubahan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah
satu perubahan tersebut terjadi dalam kelembagaan negara dengan bertambahnya
lembaga Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar
1945 yang dilaksanakan pada tahun 2001 dalam Sidang Tahunan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, secara yuridis sebagai dasar kehadiran
lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia yaitu Dewan Perwakilan
Daerah Republik Indonesia yang diatur dalam Pasal 22C dan Pasal 22D. Sebagai
tindaklanjut dari Pasal 22C dan Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, pengaturan dalam peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan DPD diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.7

Kehadiran DPD sebagai lembaga baru hasil perubahan Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) merupakan
konsekuensi dari perubahan Pasal 1 ayat (2) sebagai upaya untuk mengoptimalkan dan
meneguhkan paham kedaulatan rakyat. Perubahan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 ini pun
dengan sendirinya menegaskan bahwa MPR bukan satu-satunya yang melaksanakan
kedaulatan rakyat, rumusan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa:
“Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar”.
Dengan kata lain, pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak diserahkan kepada
badan/lembaga mana pun, tetapi langsung dilaksanakan oleh rakyat itu sendiri melalui
pemilu. Implementasi dari prinsip kedaulatan rakyat di atas, maka dilakukan dalam
bentuk pemilihan langsung DPD sebagai salah satu lembaga perwakilan selain Dewan

7
https://media.neliti.com/media/publications/84114-ID-kedudukan-dan-kewenangan-
dewan-perwakila.pdf
Perwakilan Rakyat (DPR) tidak dapat dilepaskan dan merupakan tuntutan dari
terselenggaranya sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih
mengedepankan asas otonomi dan tugas pembantuan. Hal ini dapat dilihat dalam
Perubahan Kedua UUD 1945 pada Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B yang
memberikan penekanan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan hubungan pusat
dan daerah dilaksanakan dengan sistem otonomi luas.8 Untuk menjaga dan
menindaklanjuti kepentingan daerah dalam pengambilan kebijakan di pusat, maka
diperlukan lembaga yang memiliki eksistensi dan kedudukan serta fungsi yang dapat
menjembatani kepentingan daerah.9 Dengan didasarkan pada pengalaman dalam
perjalanan sistem ketatanegaraan Indonesia, dapat dilihat bahwa putusan daerah
sebagai perwakilan daerah di MPR pun tidak dapat melakukan fungsi tersebut, dan
melalui tuntutan adanya restrukturisasi kelembagaan MPR, maka diperlukan lembaga
perwakilan yang berkaitan denga kepentingan daerah yang dirumuskan sebagai DPD.

Secara umum, perubahan UUD 1945 dengan kehadiran DPD telah mewujudkan
sistem perwakilan dua kamar (bikameral) dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Terhadap hal tersebut, maka menimbulkan ketidakpastian secara yuridis berkaitan
10
dengan sistem perwakilan dua kamar (bikameral). Padahal gagasan pembentukan
DPD sebagai upaya restrukturisasi parlemen di Indonesia dengan sistem bikameral.

8
https://brainly.co.id/tugas/244778

9
https://www.google.com/amp/limc4u.com/blog/penjelasan-pasal-22c-dan-22d-uud-
1945/amp/

10
http://lib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-20270990.pdf
Hal ini pula yang menimbulkan pertanyaan secara berkaitan dengan kedudukan DPD
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia berdasarkan UUD 1945.

Pada dasarnya keberadaan Dewan Perwakilan Daerah melalui amandemen


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilatarbelakangi akan
adanya 2 (dua) faktor yaitu demokratisasi dan upaya mengakomodasi daerah dalam
pengambilan kebijakan nasional, secara teoritis keberadaan Dewan Perewakilan
Daerah dimasudkan untuk menerapkan prinsip Cheks and balances antar lembaga
negara, yaitu adanya proses saling mengawasi dan mengimbangi antar lembaga
Negara. Hal tersebut dilakukan untuk memperkuat hubungan pusat dan daerah demi
menjaga keutuhan dan kesatuan Negara kesatuan republik Indonesia. Namun,
berdasarkan hasil amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 tersebut kewenangan Dewan Perwakilan Daerah untuk menjalankan
fungsinya sebagai perwakilan daerah masih belum memadai, sehingga keinginan untuk
menerapkan prinsip Cheks and balances antar lembaga Negara masih belum dapat
terwujud.

1945 telah mendudukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai lembaga


legislatif. DPD bersanding dengan lembaga Dewan Perwakilan rakyat (DPR) dalam
komposisi keanggotaan MPR. Montesquieu sendiri berpendapat bahwa badan
perwakilan rakyat atau lembaga legislatif harus dijalankan oleh badan yang terdiri atas
kaum bangsawan dan orang-orang yang dipilih untuk mewakili rakyat, yang masing-
masing memiliki majelis dan pertimbangan mereka sendiri-sendiri, juga pandangan
dan kepentingan sendiri-sendiri11. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa badan

11
Efriza, Studi parlemen dan lanskap politik Indonesia, setara press, Malang 2014, hlm.167-
168
perwakilan seharusnya tidak hanya dijalankan oleh satu badan saja tetapi
dimungkinkan untuk lebih, demi mengakomodir seluruh kebutuhan rakyat.

Dibentuknya lembaga DPD sejalan dengan semangat untuk mengakomodasi


keterlibatan daerah dalam pengambilan kebijakan nasional dan juga sesuai dengan
prinsip check and balances yang ingin di terapkan oleh pemerintah pada waktu itu.12.

Permasalahan Kelahiran DPD telah membangkitkan harapan masyarakat daerah


dimana kepentingan daerah dan masalah-masalah yang dihadapi daerah dapat diangkat
dandiperjuangkan di tingkat nasional. Di samping itu kebijakan-kebijakan publik baik
di tingkat nasional maupun daerah tidak akan merugikan dan akan dapat senantiasa
sejalan dengankepentingan daerah dan kepentingan rakyat di seluruh tanah air.
Kepentingan daerah merupakan bagian yang serasi dari kepentingan nasional, dan
kepentingan nasional secara serasi merangkumkepentingan daerah. Kepentingan
daerah dan kepentingan nasional tidak bertentangan dan tidak dipertentangkan. Namun
menjadi pertanyaan selanjutnya bahwa: sejauh mana peran DPD dalamLembaga
Perwakila.Teori Perwakilan Dalam sistem pemerintahan demokrasi yang dilaksanakan
dengansistem perwakilan, keberadaan lembaga perwakilan rakyat dipandang sebagai
suatu keniscayaandalam penyelenggaraan suatu sistem pemerintahan. Lembaga negara
ini merupakan badan yang
berwenang sebagai pelaksana kekuasaan negara dalam hal yang menentukan kebijaka
n umumyang mengikat seluruh rakyat. Lahirnya lembaga perwakilan dimulai zaman
yunani kuno,dimana Rosseau menginginkan tetap berlangsungnya demokrasi, tetapi
karena luasnya wilayahsuatu negara, bertambahnya jumlah penduduk dan bertambah

12
M.yusuf, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (Arsitektur Histori, Peran Dan
Fungsi DPD RI Terhadap Daerah Di Era Otonomi Daerah) ,Graha Ilmu, Yogyakarta 2013,
hlm.35.
rumitnya masalah kenegaraan,maka keinginan Rosseau tersebut tidak mungkin
terealisir, maka muncullah sebagai gantinya demokrasi tidak langsung melalui
lembagalembaga perwakilan yang sebutan dan jenisnya tidak sama disemua negara
yang biasa disebut parlemen, atau kadang-kadang disebut dewan perwakilan rakyat.
Parlemen ini lahir bukan karena ide demokrasi itu, akan tetapi sebagai suatukelicikan
dari suatu sistem feodal. Parlemen diciptakan dengan tujuan tertentu antara lain
untuk menghubungkan masyarakat luas dengan raja atau pimpinan pemerintahan.
Selain itu di
dalam perwakilan terdapat teori klasik tentang akomodasi yang berkenaan dengan hu
bungan antarawakil dan terwakil, dikenal dengan teori mandat. Di dalam teori ini pada
dasarnya berasumsi bahwa subtansi yang diwakili oleh seorang wakil terbatas
pada mandate yang disampaikan oleh orang-orang yang memberikan mandat. Hal
demikian mengharuskan segala tindakan, bahkantermasuk sikap dan perilaku dari
wakil harus senantiasa bersesuaian dengan kehendak dariorang-orang yang
memberikan mandat. Sesuai dengan perkembangan dari teori mandat
ini, berkembang atas dasar asumsi tentang kualitas mandat yang menjadi dasar hubun
gan antaraseorang wakil dengan orang-orang yang diwakilinya13. Hambatan
Pelaksanaan Tugas DPD Dari pembahasan mengenai fungsi, tugas dankewenangan
DPD tersebut diatas kita bisa melihat adanya perbedaan tugas dan kewenanganyang
dimiliki oleh DPD dibandingkan dengan DPR yang sama-sama sebagai
lembaga perwakilan. DPD seakan-
akan hanya pelengkap dari keberadaan DPR karena kewenangan yangdiberikan DPD
yang tidak sebesar yang dimiliki DPR. Jika DPR mempunyai tugas danwewenang
untuk membentuk UU yang dibahas dengan presiden, maka DPD hanya
berwenanguntuk mengusulkan rancangan UU untuk diajukan kepada DPR (Pasal 42
ayat (1) UU No 22 Tahun 2003).

13
Wahidin, 2007 : 40
Kewenangan pengajuan usul RUU itu pun hanya terbatas pada hal-hal
yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan
dan pemekaran
dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya sertayang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Sedangkan dalam hal RUUtentang APBN dan hal-hal yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan, dan agama berdasarkan Pasal 44 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2003 DPD
hanya diberi kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada DPR, yang
dari hasil pertimbangan tersebut DPR melakukan pembahasandengan pemerintah (ayat
(3)). Selain mengajukan RUU kepada DPR, DPD juga mempunyai kewenangan untuk
ikut membahas RUU yang berkaitan dengan hal-hal sebagaimana disebutkandalam
Pasal 42 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2003. DPR akan mengundang DPD untuk
membahasRUU bersama pemerintah pada awal Pembicaraan Tingkat I sesuai dengan
tata tertib DPR. Hasil dari pandangan, pendapat, dan tanggapan masing-masing
lembaga tersebut dijadikan masukanuntuk pembahasan lebih lanjut antara DPR dan
pemerintah DPDtidak mempunyai peran dalam proses menentukan keputusan. Untuk
kewenangan DPD dalamhal pengawasan terhadap pelaksanaan UU juga terbatas pada
masalah-masalah tertentu dan hasildari pengawasan tersebut sekali lagi disampaikan
kepada DPR sebagai bahan pertimbanganuntuk ditindaklanjuti.

DPD tak ubahnya seperti warga masyarakat biasa yang memang berhak untuk
memberikan masukan dan menyampaikan aspirasinya kepada DPR sebagai wakil
rakyat. Demikian juga dalam hal pemilihan anggota BPK, DPD hanya berwenang
memberikan pertimbangan kepada DPR secara tertulis.
Selain kewenangan DPD tidak sebesar yang dimilikioleh DPR, DPD juga tidak
mempunyai beberapa kewenangan seperti yang dimiliki oleh DPR seperti membahas
dan memberikan persetujuan Perpu, melaksanakan pengawasan
terhadap pelaksanaan UU, APBN, dan kebijakan pemerintah, memberikan persetujua
n kepada presidenatas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial,
memberikan persetujuan calonhakim agung untuk ditetapkan sebagai hakim agung,
memilih tiga calon anggota hakim konstitusi, memberikan pertimbagan kepada
presiden untuk mengangkat duta,
menerima penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pembe
rian amnesti danabolisi, memberikan persetujuan kepada presiden untuk menyatakan
perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga perwakilan daerah yang


berkedudukan sebagai lembaga negara dan mempunyai fungsi pengajuan usul atau
aspirasi rakyat, berpartisipasi dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang
berkaitan dengan bidang legislasi tertentu dan pengawasan atas pelaksanaan undang-
undang tertentu.DPD tidak memiliki hak inisiatif serta mandiri dalam bentuk undang-
undang dan tidak memiliki original power dalam pembentukan Undang-Undang atau
kekuasaan legislatif.Dalam bidang legislasi , fungsi DPD hanyalah sebagai co-
legislator di samping DPR.

Mengenai mekanisme pengisian jabatan anggota DPD , pasal 22C ayat 1 mengatakan
anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilu dengan pemilu yang diatur
dalam pasal 22E ayat 4 yang berbunyi “ peserta pemilihan umum untuk Dewan
Perwakilan daerah adalah perseorangan” kemudian pasal 22C ayat 2 mengatakan
anggota DPD dari tiap provinsi jumlahnya sama dan seluruh anggota DPD tidak lebih
dari sepertiga jumlah anggota DPR .

Meskipun kedudukan DPD sebagai lembaga yang mengusulkan atau memberikan


aspirasi rakyat kepada DPR dan tidak memiliki hak membentuk Undang-Undang ,
DPD tetap berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang berhubungan dengan Lembaga
tinggi negara lainnya.Contohnya dalam bidang keuangan , RUU APBN diajukan oleh
presiden untuk dibahas Bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPR dan
Tugas panitia kerja dalam pembahasan rancangan undang-undang yang berasal dari
DPR atau Presiden adalah melakukan pembahasan serta menyusun pandangan dan
pendapat DPD.

Sebelum perubahan UUD 1945 , terdapat utusan daerah yang merupakan representasi
dari suatu daerah dalam memperjuangkan kepentingan dan aspirasi daerah di tingkat
nasional.Sesudah perubahan UUD 1945 , utusan daerah ditiadakan dalam konstitusi
dan untuk menjamin tetap adanya wakil daerah dalam Lembaga perwakilan rakyat ,
maka dibentuklah Dewan Perwakilan Daerah atau DPD yang diatur dalam pasal 22C
dan pasal 22D .

SARAN

Melalui DPD ini diharapkan hubungan dengan otonomi daerah dan pusat dan
daerah,pembentukan,dan pemekaran serta penggabungan daerah ,pengelolaan sumber
daya alam,dan sumber daya ekonomi lainnya,serta yang berkaitan dengan
pertimbangan keuangan pusat dan daerah bisa berjalan dengan baik.
Daftar Pustaka

1) Huda, Ni’Matul. (2005). Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT.


RajaGrafindo Persada
2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD
3) Asshiddiqie, Jimly. (2010). Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara
Pasca Reformasi. Jakarta: Sinar Grafika,
4) Asshiddiqie, Jimly. (2006). Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga
Negara. Jakarta: Konstitusi Press
5) Hernadi Affandi Perbandingan Tugas dan Wewenang Lembaga Negara
(bandung, 2014)
6) Efriza, Studi parlemen dan lanskap politik Indonesia, setara press, Malang
2014
7) M.yusuf, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (Arsitektur Histori,
Peran Dan Fungsi DPD RI Terhadap Daerah Di Era Otonomi Daerah) ,Graha
Ilmu, Yogyakarta 2013
8) Wahidin, 2007

Anda mungkin juga menyukai