Anda di halaman 1dari 56

TUGAS FARMAKOLOGI

OLEH

Ansieta V. C. Bulu Olu


1408010010

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2015

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................ 2
A. PSIKOTROPIK.............................................................................................. 3
B. PARKINSON DISEASE.................................................................................. 17
C. OBAT PERANGSANG SSP............................................................................. 25
D. KELAINAN DEGENERATIF SSP.....................................................................32
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 46

A.

PSIKOTROPIK

Psikotropik ialah obat yang bekerja pada atau mempengaruhi fungsi psikis,
kelakuan atau pengalaman (WHO, 1966), Sebenarnya psikotropik baru
diperkenalkan sejak lahirnya suatu cabang ilmu farmakologi yakni
psikofarmakologi, yang khusus mempelajari psikofarmaka atau psikotropik.
Psikotropik hanya mengubah keadaan jiwa penderita sehingga lebih
kooperatif dan dapat menerima psikoterapi dengan lebih baik. Keuntungan
penggunaan obat ialah pemberiannya lebih mudah, dapat digunakan
untuk pengobatan masal, relatil murah (penderita tidak memerlukan
perawatan di rumah sakit) dan pemberiannya dapat dilaksanakan lebih
cepat pada penderita yang tidak kooperatif dengan psikoterapi.
Berdasarkan penggunaan klinik, psikotropik dibagi menjadi 4 golongan yaitu:
(1) antipsikosis (major tranquilizer, neuroleptik);
(2) antiansietas (antineurosis, minor tranq uilizer,);
(3) antidepresi
(4) antimanik (mood stabilizer)
(5) psikotogenik (psikotomimetik, psikodisleptik, halusinogenik).
A. ANTIPSIKOSIS
Istilah antipsikotik dan neuroleptik telah digunakan secara bergantian untuk
menyebut sekelompok obat yang terutama digunakan untuk terapi skizofrenia
tetapi juga efektif pada keadaan psikologis dan agitatif lain.
Neuroleptik bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik. Kegunaannya
pada psikoneurosis dan penyakit psikosomatik belum jelas. Ciri terpenting obat
neuroleptik ialah :
berefek antipsikosis, yaitu berguna mengatasi agresivitas, hiperaktivitas
dan labilitas emosional pada pasien psikosis. Efek ini tidak berhubungan
langsung dengan efek sedatif;
dosis besar tidak menyebabkan koma yang dalam ataupun anestesia;
dapat menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang reversibel atau
ireversibel; dan
tidak ada kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan psikik dan
lisik.
Berdasarkan struktur kimiawi, antipsikotik dapat digolongkan ke dalam beberapa
kelompok, yaitu:
Turunan fenotiazin
Tiga subfamili fenotiazin, didasarkan terutama pada rantai samping
molekul, dahulu merupakan antipsikotik yang paling banyak digunakan,
turunan alifatik (contoh: klorpromazin), dan turunan piperidin (contoh:
tioridazin) adalah yang paling lemah. Turunan piperazin adalah subfamili
fenotiazin yang lebih kuat (efektif dalam dosis kecil) tapi tidak berarti lebih
efektif. Efek farmakologi turunan piperazin juga lebih selektif.
Turunan tioksanten
Tiotiksen adalah contoh obat golongan ini. Umumnya tiotiksen sedikit
kurang kuat jika dibandingkan dengan fenotiazin
Turunan butirofenon

Golongan ini memiliki struktur yang sangat berbeda dari 2 golongan


sebelumnya. Haloperidol merupakan contoh obat golongan ini yang paling
banyak digunakan. Golongan ini terkait erat dengan senyawa
difenilbutilpiperidin. Golongan butirofenon dan kongenernya cenderung
lebih kuat dan lebih sedikit menimbulkan efek otonom, tapi efek
ekstrapiramidalnya besar.
Struktur lain/ Antipsikosis atipikal/Antipsikosis golongan 2
Obat-obat terbaru memiliki berbagai macam struktur yang berbeda. Yang
termasuk obat-obat terbaru adalah pimozoid, molindon, loksapin, klozapin,
olanzapin, quetiapin, risperidon, ziprasidon, dan aripiprazol.

Mekanisme kerja obat anti psikotik:


Dopamin merupakan salah satu neurotransmitter pada manusia yang sangat
berperan pada mekanisme terjadinya gangguan psikotik. Dopamin sendiri
diproduksi pada beberapa area di otak, termasuk subtantia nigra dan area
ventral tegmental. Dopamin jua merupakan neurohormon yang dihasilkan oleh
hipotalamus. Fungsi utama hormon ini adalah menghambat pembentukan
prolaktin dan lobus anterior kelenjer pituitary.
Dopamin memiliki banyak fungsi di otak, termasuk peran pentingnya pada
perilaku dan kognisi, pergerakan volunter, motivasi, penghambat produksi
prolaktin (berperan dalam masa menyusui), tidur, mood, perhatian, dan proses
belajar.
Dopaminergik neurom (neuron yang menggunakan dopamin sebagai
neurotransmitter utamanya terdapat pada area ventral tegmental (AVT) pada
midbrain, substantia nigra pars compacta dan nucleus arcuata pada
hipotalamus, jalur dopaminergik merupakan jalur neural pada otak yang
mengirimkan dopamin dari satu regio di otak ke regio lainnya. Ada 4 jalur
dopaminergik:

Jalur mesolimbic

Jalur mesolimbic mengirimkan dopamin dari area ventral tegmental (AVT) , ke


nucleus accumbens. AVT terletak pada daerah midbrain dan nucleus accumbens
pada sistem limbic

Jalur mesocortical

Jalur mesocortical mengirimkan dopamine dari AVT ke frontal korteks. Gangguan


pada jalur ini berhubungan dengan skizofrenia (psikosis)

Jalur Nigrostriatal

Jalur nigrostrialtal mengirimkan dopamin dari subtantia nigra ke striatum. Jalur


ini berhubungan dengan control motorik dan degenerasi pada jalur ini
berhubungan dengan penyaikit parkinson.

Jalur tuberoinfundibular

Jalur tuberoinfundibular mengirimkan dopamin dari hipotalamus ke kalenjer


pituitary. Jalur ini mempengaruhi hormon tertentu termasuk prolaktin.
Psikosis berhubungan dengan peningkatan aktifitas pada jalur mesolimbik dan
jalur mesocortical dopaminergik.
Dopamin memiliki reseptor yang berguna untuk menerima sinyal yang dikirmkan
dari satu bagian otak ke bagian yang lainnya. Reseptor dopamin sebenarnya
dibagi menjadi 2 tipe ( D1 dan D2 ). Saat ini terdapat 5 reseptor dopamin yang
digolongkan ke dalam 2 tipe ini. Reseptor yang menyerupai D1 termasuk D1 dan
D5. Sementara yang menyerupai D2 adalah D2,D3,D4 . Penelitian terbaru
menggunakan single photon emission computed tomography (SPECT)
menunjukkan bahwa pada gangguan psikosis terdapat lebih banyak reseptor D2
yang di tempati. Hal ini menunjukkan stimulasi dopaminergik yang lebih hebat.
Hal ini menyebabkan semua obat-obatan antipsikotik ditujukan untuk
memblokade reseptor ini. Efek antipsikotik dianggap terjadi karena
kemampuannya mengikat dopamin di sistem mesolimbik dan mesokortikal.
Berdasarkan mekanisme kerjanya obat antipsikotik dibagi menjadi 2, yaitu:
-

Obat psikosis tipikal. Obat ini hanya bekerja sebagai dopamine D2


receptor antagonis, yaitu memblokade dopamine pada reseptor pasca
sinaptik neuron di otak khususnya di sistem limbik dan sistem
ekstrapiramidal.
Obat psikosis atipikal bekerja memblokade pada dopamine D2 receptor
dan serotonin 5 HT2 receptor, histamin reseptor, muskarinik, dan alfa
adrenergik reseptor.

Perbedaan yang terjadi tersebut menyebabkan obat anti psikosis tipikal lebih
efektif untuk mengobati gejala positif saja dan obat anti psikosis atipikal efektif
mengobati gejala positif dan negatif karena pada atipikal selain bekerja pada
dopamine D2 receptor juga bekerja pada serotonini 5HT receptor, histamin
reseptor, muskarinik reseptor dan alfa adrenergik reseptor. Obat anti psikosis
tipikal adalah obat golongan Fenotiazine, Tioksanten, dan Butirofenon.
Sedangkan obat anti psikosis atipikal adalah obat dari golongan struktur lain
seperti Clozapine (Clozaril), Olanzapine (Zyprexa), Quentiapine (seroquel),
Zotepine (Ludopin), Risperidone (risperidal), dan Apiprazole (abilify).

Golonga Obat
n
kimiawi

Ra
sio
D5/
5HT

Pot
ens
i
klin
is

Toksisi
tas
ektrap
iramid
al

Efe
k
sed
atif

Fek
hipo
tens
if

Fenotiaz
in

Chlorp Tin Re Sedan Tin ting


romazi ggi nd g
ggi gi
Alipha ne
ah
Tin
Tinggi Re San
tic
Fluphe ggi Tin
nd gat
nazine
ggi
ah rend
Pipera
ah
zin

Tioxhant Thiothi Sa Tin Sedan Se


in
xene
ng ggi g
da
at
ng
tin
ggi

Sed
ang

Butirofe
non

San
gat
rend
ah

Halope Se
ridol
da
ng

Tin Sanga Re
ggi t
nd
tinggi ah

Dibenzo Clozap Sa Se
diazepin ine
ng da
at ng
ren
da
h
6

Sanga Re
t
nd
renda ah
h

Sed
ang

Benzisox Risperi Sa Tin Renda Re


asol
done
ng ggi h
nd
at
ah
ren
da
h

Ren
dah

Tienobe Olanza Re
nzodiaze pine
nd
pin
ah

Tin Sanga Se
ggi t
da
renda ng
h

Ren
dah

Dibenzot Quetia Re
iazepin pine
nd
ah

Re
nd
ah

Sanga Se
t
da
renda ng
h

Ren
dah
hing
ga
sed
ang

Dihidroi
ndolon

Se
da
ng

Sanga Re
t
nd
renda ah
h

San
gat
rend
ah

Ziprasi Re
done
nd
ah

dihidrok Aripipr Se
arbokstir azole
da
il
ng

Tin Sanga Sa
ggi t
ng
renda at
7

Ren
dah

ren
da
h

Efek samping obat anti psikotik:


Sejumlah efek samping yang telah diamati dalam kaitannya dengan obat-obatan
tertentu, termasuk penambahan berat badan, agranulocytosis, ekstrapiramidal
syndrome:
Sindrom parkinsonism :gerakan spontan yang menurun (bradikinesia),
meningkatkan tonus otot (muscular rigidity) dan resting tremor.
distonia (kontraksi otot yang singkat atau lama ),
tardive dyskinesia (berupa gerakan involunter yang berulang pada lidah,
wajah,mulut/rahang, anggota gerak seperti jari dan ibu jari, dan gerakan
tersebut hilang pada waktu tidur),
tardive akathisia(perasaan subyektif dan obyektif dari kegelisahan, seperti
adanya perasaan cemas, tidak mampu santai, gugup, langkah bolak-balik dan
gerakan mengguncang pada saat duduk).
Penemuan obat generasi yang lebih baru biasanya ditujukan untuk mengoreksi
kekurangan obat sebelumnya, atau untuk memperoleh obat yang lebih efektif
serta memiliki efek samping yang lebih kecil. Tujuan ini berhasil diraih oleh obat
antipsikotik generasi kedua. Menurut sebuah studi teranyar, dipublikasikan
dalam Journal of Clinical Psychiatry edisi Desember 2007, antipsikotik generasi
kedua yang diberikan secara intramuscular, ternyata efektif mengurangi agitasi
dan lebih minim efek ekstrapiramidal-nya dibanding dengan antipsikotik
generasi pertama.
Antipsikotik generasi I: golongan fenotiazin, tioksanten, dan butirofenon
Antipiskotik generasi II: golongan struktur lain
Tabel efek samping obat

Tipe
Sistem
saraf
otonom

Manifestasi
Kehilangan
akomodasi,
mulut kering,
kesulitan
berkemih,
konstipasi
Hipotensi
8

Mekanisme
Blokade
kolinoreseptor
muskarinik
Blokade
reseptor
adrenergik

Sistem
saraf
pusat

Sistem
endokrin

Lainnya

Sindroma
parkinson,
akatisia,
distonia
Diskinesia
tardif
Keadaan
kacau-toksi
Amenorea,
galaktorea,
infertilitas,
impotensi
Penambahan
berat badan

Blokade
reseptor
dopamin
Supersensitivita
s reseptor
dopamin
Blokade
muskarinik
Blokade
reseptor
dopamin yang
menyebabkan
hiperprolaktine
mia
Kemungkinan
kombinasi
blokade H1 dan
5-HT2

Dosis obat antipsikotik

Obat

Dosis
terapeutik
efektif
minimum
(mg)

Chlorpromazine 100

Kisaran
dosis
harian
biasa (mg)

100-1000
9

(thorazine)
Thioridazine
(mellaril)

100

100-800

Trifluoperazine
(stelazine)

5-60

Perphenazine
(trifalon)

10

8-64

Fluphenazine
(Permitil,
Prolixin)

2-60

Thiothixene
(Navane)

2-120

Haloperidol
(Haldol)

2-60

Loxapine
(Loxitane)

10

20-160

Molindone
10
(lidone, moban)

20-200
10

Clozapine
(clozaril)

50

300-600

Olanzapine
(zyprexa)

10-30

Quetlapine
(seroquel)

150

150-800

Risperidone
(risperdal)

4-16

Ziprasidone
(zeldox)

40

80-160

Aripiprazole
(abilify)

10

10-30

Obat antipsikotik sering diberikan dalam dosis harianterbagi, yang dititrasi ke


suatu dosis efektif. Batas bawah kisaran dosis dalam tabel diatas seyogianya
dicoba lebih dahulu selama beberapa minggu. Jika dosis harian efektif untuk
masing-masing pasien telah diketahui maka dosis dapat diberikan lebih jarang.
Dosis sekali sehari yang biasanya diberi pada malam hari cocok untuk banyak
pasien selama pengobatan jangka panjang. Penyederhanaan jadwal dosis
meningkatkan kepatuhan berobat.
Interaksi obat:
Antipsikotik menimbulkan lebih banyak interaksi farmakodinamik daripada
farmakokinetik karena efeknya yang bermacam-macam. Efek aditif terjadi jika
obat digabung dengan obat lain yang mempunyai efek sedatif, efek menyekat adrenoreseptor, efek antikolinergik. Pelbagai interaksi faramakokinetik telah
dilaporkan tetapi tidak ada yang penting secara klinis.
B. ANTIANSIETAS

11

Antiansietas terutama berguna untuk pengobatan simtomatik penyakit


psikoneurosis dan berguna sebagai obat tambahan pada terapi penyakit somatik
yang didasari ansietas (perasaan cemas) dan ketegangan mental. Penggunaan
antiansietas dosis tinggi jangka lama, dapat menimbulkan ketergantungan psikis
dan fisik. Obat yang digunakan untuk pengobatan ansietas ialah sedatif, atau
obat-obat yang secara umum memiliki sifat yang sama dengan sedatilf.
Antiansietas yang terutama ialah golongan benzodiazepin.
BENZODIAZEPIN
Benzodiazepin yang dianjurkan sebagai antiansietas ialah : klordiazepoksid,
diazepam, oksazepam, klorazepat, lorazepam, prazepam, alprazolam dan
halozepam. Sedangkan klorazepam dianiurkan untuk pengobatan panic disorder.
MEKANISME KERJA BENZODIAZEPIN.
Mekanismekerja benzodiazepin merupakan potensiasiinhibisi neuron dengan
GABA sebagai mediatornya. Klordiazepoksid tidak saja bekerja sentral, tapi juga
perifer pada susunan sarafkolinergik, adrenergik dan triptaminergik. Setelah
pemberian per oral, klordiazepoksid mencapai kadar tertinggi dalam 8 iam dan
tetap tinggi sampai 24 iam. Ekskresi benzodiazepin melalui ginjal lambat; setelah
pemberian satu dosis' obat ini masih ditemukan dalam urin selama beberapa
hari.
EFEK SAMPING DAN KONTRAINDIKASI.
Pada penggunaan dosis terapi jarang timbul kantuk; tetapi pada takar lajak
benzodiazepin menimbulkan depresi SSP. Elek samping akibat depresi susunan
saraf pusat berupa kantuk dan ataksia merupakan kelanjutan efek
farmakodinamik obat-obat ini. Efek antiansielas diazepam terjadi bila kadar
dalam darah mencapai 300-400 ng/ml; pada kadar yang sama terjadi pula efek
sedasi dan gangguan psikomotor. Lntoksikasi SSP yang menyeluruh dapat terjadi
pada kadar diatas 900-1.000 ng/ml. Kadar terapi klordiazepoksid mendekati 7501.000 ng/ml. Peningkatan hostilitas dan iritabilitas dan mimpi-mimpi hidup (vivid
dreams) dan mengganggu kadang-kadang dikaitkan dengan pemberian
benzodiazepin, mungkin dengan kekecualian oksazepam. Hal yang ganjil adalah
terjadinya peningkatan ansietas. Respons semacam ini rupa-rupanya terjadi
khusus pada penderitayang merasa ketakutan, terjadi penumpulan daya pikir
sebagai akibat efek samping sedasi obat antiansietas Dapat ditambahkan
bahwa salah satu penyebab yang paling sering dari keadaan bingung yang
reversibel pada orangorang tua adalah pemakaian yang berlebihan berbagai
jenis sedatif, termasuk apa yang biasanya disebut sebagai benzodiazepin dosis
kecil. Efek yang unik adalah perangsangan nafsu makan, yang mungkin
ditimbulkan oleh derivat benzodiazepin secara mental. Umumnya, toksisitas
klinik benzodiazepin rendah. Bertambahnya berat badan, yang mungkin
disebabkan karena perbaikan nafsu makan, terjadi pada beberapa penderita.
Banyak efek samping yang dilaporkan untuk obat ini tumpang tindih
dengangejala ansietas, oleh karena itu perlu anamnesis yang cermat untuk
mengetahui apakah yang dilaporkan adalah benar suatu efek samping atau
gejala ansietas. Diantara reaksi toksik klordiazepoksidyang dijumpai adalah rasa,
mual, nyeri kepala, gangguan lungsi seksual, vertigo dan kepala rasa ringan.
Agranulositosis dan reaksi hepatik telah dilaporkan, namun jarang. Telahdijumpai
ketidakteraturan menstruasi dan wanita yang sedang menggunakan
benzodiazepin dapatmengalami kegagalan ovulasi. Obat ini sering digunakan
untuk percobaan bunuh diri oleh penderita dengan mental yang labil, tetapi

12

intoksikasi benzodiazepin biasanya tidak berat dan tidak memerlukan terapi


khusus. Beberapa kematian pernah dilaporkan dengan dosis di atas 700 mg
klordiazepoksid atau diazepam. Tidak jelasapakah hanya karena obat ini,
kombinasi dengan depresan lain atau kondisi tertentu penderita.
INTERAKSI OBAT:
Derivat benzodiazepin sebaiknya jangan diberikanbersama alkohol, barbiturat
atau lenotiazin.Kombinasi ini mungkin menimbulkan elek depresi yang
berlebihan.
DOSIS OBAT:
Sebagai antiansietas, klordiazepoksid dapat diberikan secara oral atau suntikan
(dapat diulang 2-4 jaml dengan dosis 25-100 mg sehari dalam 2 alau 4
pemberian. Dosis diazepam adalah 2-20 mg sehari; pemberian suntikan dapat
diulang tiap 3-4 jam. Klorazepat diberikan secara oral 30 mg sehari dalam dosis
terbagi. Klordiazepoksid tersedia sebagai lablet 5 dan 10 mg. Diazepam
berbentuk tablet 2 dan 5 mg.
BUSPIRON
Buspiron merupakan contoh dari golongan azaspirodekandion yang potensial
berguna dalam pengobatan ansietas. Semula golongan obat ini dikembangkan
sebagai antipsikosis. Buspiron memperlihatkan farmakodinamik yang berbeda
dengan benzodiazepin, yaitu tidak memperlihatkan aktivitas GABA-nergik dan
antikonvulsi, interaksi dengan obat depresan susunan saral pusat minimal,
Buspiron merupakan antagonis selektil reseptor serotonin (5-HTls); potensi
antagonis dopaminergiknya rendah, sehingga risiko menimbulkan elek samping
ekstrapiramidal pada dosis pengobatan ansietas kecil. Studi klinik menunjukkan,
buspiron merupakan antiansietas efektif yang efek sedatifnya relatif ringan.
Diduga risiko timbulnya toleransi dan ketergantungan juga kecil. Obat ini tidak
efektif pada panic disorder. Efek antiansietas baru timbul setelah 10-1 5 hari dan
bukan antiansietas untuk penggunaan akut. Tidak ada toleransi silang antara
buspiron dengan benzodiazepin sehingga kedua obat tidak dapat saling
menggantikan.

C. ANTIDEPRESI
Antidepresi ialah obat untuk mengatasi depresi mental. Obat ini terbukti dapat
menghilangkan atau mengurangi depresi yang timbul pada beberapa jenis
skizofrenia. Perbaikan depresi ditandai dengan perbaikan alam perasaan,
bertambahnya akitivitas listrik dan kewaspadaan mental, nafsu makan dan pola
tidur yang lebih baik dan berkurangnya pikiran morbid.
Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI)
SSRI mencerminkan suatu golongan obat yang secara kimiawi beragam
dengan efek primer, mengahmbat pengangkut serotonin. Fluoksetin
diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1988 dan cepat menjadi
salah satu obat yang peling sering diresepkan dalam praktik kedokteran.
Pengembangan fluoksetin berasal dari penelitian untuk mencari bahan
kimia yang memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor monoamin tetapi
tidak memiliki afinitas terhadap adrenoreseptor , histamin, atau
asetilkolin yang dijumpai pada antidepressan trisiklik. Kepopuleran SSRI

13

terutama berasal dari kemudahan pemakaiannya, keamanannya pada


kelebihan dosis. Toleransibilitasnya yang relatif, biaya, dan spektrum
pemakaian yang luas.
Serotonin norepinephrine reuptake inhibitors
2 kelas antidepressan bekerja sebagai inhibitor penyerapan ulang
serotonin dan norepinephrine.
1. selective serotonin norepinephrine reuptake inhibitor.
SNRI mencakup vanlafaksin, metabolitnya desvenlafaksin dan duloksetin.
Selain pemakaian utamanya dalam depresi mayor aplikasi lain SNRI
adalah terapi gangguan nyeri termasuk neuropati dan fibromialga. SNRI
juga digunakan untuk mengobati easa cemas generalisata, stress urinary
incontinence, dan gejala vasomotorik menopause. Semua SNRI mengikat
pengangkut serotonin dan norepinefrin, demikian juga antidepresan
trisiklik. Namun tidak seperti antidepressan trisiklik (TCA), SNRI tidak
memiliki afinitas signifikan terhadap reseptot lain.
2. Antidepressan Trisiklik
TCA terutama digunakan dalam depresi yang tidak responsif terhadap
obat-obatan antidepresan yang umum digunakan misalnya SSRI atau
SNRI.
Antagonis 5-HT2
Dua antidepressn diduga terutama bekerja sebagai antagonis di reseptor
5-HT2; trazodon dan nefazodon. Trazodon dahulu adalah salah satu
antidepressan yang paling sering diresepkan sampai digantikan oleh SSRI
pada akhir tahun 1980-an. Pemakaian tersering trazodon dalam praktik
saat ini ialah sebagai hipnotik karena menimbulkan kantuk berat serta
tidak menyebabkan toleransi atau ketergantungan. Meskipun masih
tersedia dalam bentuk generik, nefazodon kini sudah jarang diresepkan.
Indikasi utama nefazodon dan razodon adalah depresi mayor meskipun
keduanya juga digunakan dalam pengobatan gangguan rasa cemas.
Antidepressan tetrasiklik dan unisiklik
Sejumlah antidepressan tidak benar-benar pas untuk dimasukkan ke
golongan lain. Diantaranya adalah bupropion, mirtazapin, amoksapin, dan
maprotilin.
Inhibitor monoamin oksidase (MOA inhibitor)
MOAI merupakan salah satu glongan antidepresan modern pertama
diperkenalkan tahun 1950-an tetapi kini jarang digunakan dalam prakatek
klinis karena toksisitas dan kemungkinan interaksi obat dan makanan
yang fatal. Pemakaian utamanya saat ini adalah untuk mengobati depresi
yang tidak responsif terhadap antideporessan lain. MAOI yang ada saat ini
adalah turunan hidrazin fenelzin dan isokarboksazid dan non hidrazin
tranilsipromin, selegilid, dan moklobemid.

Mekanisme Kerja
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor
SSRI secara alosteris menghambat pengangkut dengan mengikat reseptor
di tempat luar tempat pengikatan aktif untuk serotonin. Pada dosis
terapeutik, sekitar 80% aktivitas pengangkut terhambat. Terdapat
polimorfisme fungsional uuntuk pengangkut serotonin(SERT) yang
menentukan aktifitas pengangkut. SSRI memiliki efek paling ringan pada
neurotransmitter lain. Tidak seperti antidepressan trisiklik (TCA) dan SNRI,
tidak banyak bukti bahwa SSRI memiliki efek menonjol pada
adrenoreseptor atau pengangkut norepinefrin (NET). Pengikatan ke
pengangkut serotonin menyebabkan inhibisi tonik sistem dopamin,

14

meskipun efek ini memperlihatkan variabilitas antar individu yang


substansial, SSRI tidak berikatan secara agresif dengan reeptor histamin,
muskarinik, atau yang lain.
Obat yang menghambat pengangkut serotonin maupun norepinefrin.
1. Serotonin Norepinephrine reuptake Inhibitior
SNRI berikatan baik dengan pengangkut serotonin maupun pengangkut
norepinephrine. Venlafaksin merupakan inhibitor lemah NET, sementara
desvenlafaksin, duloksetin dan milnaspiran merupakan inhibitor yang lebih
seimbang terhadap SERT dan NET. Bagaimanapun afinitas sebagian besar
SNRI cenderung lebih besar untuk SERT daripada untuk NET. SNRI berbeda
dari TCA yaitu bahwa mereka tidak memiliki efek antihistamin,
menghambat adrenergik , dan antikolinergik poten seperti yang dimiliki
oleh TCA. Karennya SNRI cenderung lebih disukai daripada TCA dalam
mengobati MDD dan sindrom nyeri karena tolerabilitasnya yang lebih baik.
2. Antidepressan trisiklik
TCA berfungsi mirip SNRI dan aktivitas antidepressa mereka diperkirakan
berkaitan terutamadengan inhibisi terhadap penyerapan ulang
norepinephrine dan 5-HT. Dialam golongan TCA terdapat variabilitas yang
cukup besar dalam afinitas terhadap SERT dan NET. Contohnya,
klomipramin memiliki afinitas yang relatif rendah terhadap NET, tapi
berikatan kuat dengan SERT. Dipihak lain, TCA amin sekunder, despiramin,
dan nortriptilin, relatif lebih selektif untuk NET. Meskipun TCA amin tersier
imipiramin awalnya memiliki efek lebih besar daripada serotonin namun
metabolitnya desipramin, kemudian menyeimbangkan efek ini dengan
inhibisi NET yang lebih besar. TCA juga cenderung merupakan antagonis
kuat reseptor histamin H1.
Antagonis 5-HT2
Efek utama nefazodon dan trazodon tampaknya adalah blokade reseptor
5-HT2. Inhibisi reseptor ini pada hewan dan manusia berkaitan dengan efek
antiansietas, antipsikoti, dan antidepressan yang signifikan. Nefazodon
adalah inhibitor lemah SERT dan NET tapi antagonis kuat reseptor 5-HT 2A
pascasinaps. Trazodon juga merupakan inhibitor lemah tetapi selektif
untuk SRET dengan efek minimal pada NET. Metabolit utamanya m-cpp
merupakan antagonis poten 5-HT2 dan banyak dari manfaat trazodon
sebagai antidepressan mungkin berkaitan dengan efek ini. Trazodon juga
memiliki efek menghambat reseptor adrenergik prasinaps lemah sampai
sedang dan antagonis ringan reseptor H 1
Antidepressan tetrasiklik dan unisiklik
Efek bupropion masih belum diketahui pasti. Namun efek bupropion yang
lebih signifikan adalah pelepasan katekolamin prasinaps. Bupropion
hampir tidak memiliki efek langsung pada sistem serotonin. Mirtazapin
memiliki farmakologi yang kompleks. Obat ini adalah antagonis
autoreseptor 2prasinaps dan meningkatkan pelepasan norepinefrin dan 5HT. Selain itu mirtazapin juga merupakan antagonis reseptor 5-HT 2dan 5HT3. Terakhir mirtazapin adalah antagonis kuat H 1 yang berhubungan
dengan efek kantuk obat. Efek amoksapin dan maprotilin mirip dengan
yang ditimbulkan oleh TCA seperti despiramin. Keduanya adalah inhibitor
poten NET dan inhibitor yang lebih lemah, SERT. Selain itu, keduanya
memiliki sifat antikolinergik.
MAOI
MAOI bekerja dengan mengurangi kerja monoamin oksidase di neuron dan
meningkakan kandungan monoamin. Terdapat 2 bentuk monoamin
oksidase. MAO-A terdapat di neuron dopamin dan norepinefrin serta

15

terutama ditemukan di otak, usus, placenta, dan hati.; substar utamanya


adalah norepinefrin, epinefrin, dan serotonin. MAO-B ditemukan terutama
di neuron serotonergik dan histaminergik serta tersebar di otak , hati, dan
trombosit. MAO-B bekerja terutama pada tiramin, feniletilamin, dan
benzilamin. Baik MAO-A dan MAO-B memetabolisasi triptamin dan
dopamin. Fenelzin dan tranilsipromin d merupakan contoh MAOI non
selektif ireversibel. Moklobemid adalah inhibitor MAO-A yang reversibel
dan selektif. Sebaliknya selegilin adalah obat spesifik MAO-B ireversibel
pada dosis rendah. Selegilin berguna untuk mengobati penyakit parkinson
pada dosis rendah. Tetapi pada dosis yang lebih tinggi obat ini menjadi
MAOI non sleketif seperti obat-obat lainnya.
Dosis obat
Obat
SSRI
Sitalopram
Esitalopram
Fluoksetin
Fluvoksamin
Paroksetin
Sertralin
SNRI
Venlafaksin
Desvenlafaksin
Duloksetin
Milnaspiran
Trisiklik
Amitriptilin
Klomipramin
Desipramin
Doksepin
Imipramin
Nortriptilin
Protriptilin
Trimipramin maleat
Antagonis 5-HT2
Nefazodon
Trazodon
Tetrasiklik dan unisiklik
Amoksapin
Bupropion
Maprotilin
Mirtazapin
MAOI
Isokarboksazid
Fenelzin
Selegilin
Tranilsipramin

Dosis terapeutik (mg/hari)


20-60
10-30
20-60
100-300
20-60
50-200
73-373
50-100
40-120
100-200
150-300
100-250
150-300
150-300
150-300
50-150
15-60
150-300
300-500
150-300
150-400
200-450
150-225
15-45
30-60
45-90
20-30
30-60

Sediaan yang tersedia:


SSRI
Sitalopram (generik, Celexa)

16

Oral: tablet 10,20,40 mg. Larutan 10 mg/5 mL


Esitalopram (Lexapro)
Oral: tablet 5,10,20 mg. Larutan 5 mg/5 mL
Fluoksetin (generik, Prozac)
Oral: kapsul 10,20,40 mg. Tablet 10, 20 mg. Cairan 20 mg/5 mL
Oral lepas tunda (Prozac weekly): kapsul 90 mg
Fluvoksamin (generik dilabel hanya untuk gangguan obsesif kompulsif)
Oral: tablet 25, 50, 100 mg
Paroksetin (generik, Paxil)
Oral: tablet 10,20,30,40 mg. Suspensi 10 mg/5 mL;
tablet lepas terkontrol: 12,5 , 25 ,37,5 mg.
Sertralin ( generik, Zoloft)
Oral: tablet 25,50,100 mg. Konsentrat oral 20mg/mL
Vilazodon (vilbryd)
Oral: tablet 10,20,40 mg
Selective serotonin norepinefrine reuptake inhibitor
Desvenlafaksin (pristiq)
Oral: kapsul 50,100 mg
Duloksetin (Cymbalita)
Oral: kapsul 20, 30, 50 mg
Milnasipran (Savella; dilabel hany untuk fibromialgia)
Oral: tablet12,5 ,25, 50, 100 mg
Venlafaksin (Effexor)
Oral: tablet 15, 37,5 ,50, 75, 100 mg
Kapsul lepas panjang 37,5 ,75, 150 mg
Antagonis 5-HT2
Nefazodon (generik)
Oral: tablet 50, 500, 150, 200, 250 mg
Trazodon (generik, Desyrel)
Oral:tablet 50, 100, 150, 300 mg
Trisiklik
Amitriptilin (generik, Elavil)
Oral: tablet 10, 25, 50, 75, 100, 150 mg
Parenteral: 10mg/ml untuk injeksi IM
Amoksapin (generik)
Oral: tablet 25, 50, 100, 150 mg
Klomipramin (generik, Anafranil; dilabel hanya untuk gangguan obsesif
kompulsif)
Oral: kapsul 25,50,75 mg
Desipramin (generik, norpramin)
Oral: tablet 10, 25, 50, 75, 100, 150 mg
Doksepin (generik, Sinequan)
Oral: kapsul 10, 25, 50, 75, 100, 150 mg; konsentrat 10mg/ml
Imipramin ( generik, Tofranil)
Oral: tablet 10, 25, 50 mg ( sebagai hidroklorida)
Kapsul 75, 100, 125, 150 mg (sebagai pamoat)
Nortriptilin ( generik, Pametor)
Oral: kapsul 10, 25, 50, 75 mg; larutan 2 mg/ml
Protriptilin (generik, Vivactil)
Oral: tablet 5, 10 mg

17

Trimipramin (surmontil)
Oral: kapsul 25, 50, 100 mg
Tetrasiklik dan unisiklik
Amoksipin (generik)
Oral tablet 25, 50, 200, 250 mg
Bupropion (generik, Wellbutrin)
Oral: tablet 75,100 mg; tablet lepas tetap 12 jam 100, 150, 200 mg; tablet
lepas tetap 24 jam 150, 300 mg.
Oral: tablet 25, 50, 75 mg
Maprotilin (generik)
Oral: tablet 7,5 , 15, 30, 45 mg; tablet hancur mulut 15, 30, 45 mg
Mirtazapin (generik, Remeron)
Oral: tablet 7,5 ,15, 30, 45 mg ; tablet hancur mulut 15, 30, 45 mg
Inhibitor monoamin oksidase
Isokarbosazid (generik, Marplan)
Oral: tablet 10 mg
Fenelzin (generik, Nardil)
Oral: tablet 15 mg
Selegilin
Oral (generik, Eldepryl): tablet/kapsul 5 mg, tablet hancur mulut 1,25 mg
Tranilsipromin (generik, Parnate)
Oral: tablet 10 mg
Efek samping
Meskipun beberapa efek samping dapat terjadi pada semua obat antidepressan
namun sebagian besar efek samping mereka bersifat spesifik untuk subkelompok
obat dan untuk efek farmakodinamika mereka.
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor
Efek samping antidepressan SSRI dapat diperkirakan dari inhibisi kuat
mereka terhadap SERT.
-meningkatkan tonus serotonergik, tidak hanya di otak tapi di seluruh
tubuh
-meningkatnya aktivitas serotonergik di usus sering menyebabkan mual,
gangguan pencernaan, diare, dan gejala saluran cerna lainnya. Biasanya
muncul pada awal pengobatan dan cenderung membaik setelah minggu
pertama
-meningkatnya tonus serotonergik di tingkat korda spinalis dan di atasnya
menyebabkan penurunan fungsi dan minat seksual ( penurunan libido,
orgasme yang tertunda, atau berkurangnya gairah).
-peningkatan nyeri kepala dan insomnia atau hipersomnia.
-penambahan berat badan (terutama paroksetin)
-penghentian mendadak SSRi waktu paruh singkat misalnya paroksetin
dan sertralin berkaitan dengan sindrom diskontinuasi pada sebagian
pasien yang ditandai dengan pusing bergoyang, parestesia, dan gejala lain
yang dimulai 1 atau 2 hari setelah obat dihentikan dan menetap 1 minggu
atau lebih.
Serotonin norepinefrine reuptake inhibitor dan antidepresan trisiklik
SNRI mungkin menimbulkan efek samping serotonegrik seperti pada SSRI.
Selain itu SNRI juga dapat menimbulkan efek noradrenergik, termasuk
meningkatnya tekanan darah dan kecepatan jantung dan pengaktifan SSP
misalnya insomnia, rasa cemas, dan agitasi. Peningkatan tekanan darah
terkait dosis dilaporkan lebih sering terjadi pada bentuk venlafaksin lepas
cepat dibanding SNRI lain. Demikian juga banyak dijumpai laporan

18

toksisitas jantung oleh kelebihan dosis venlafaksin daripada SNRI lain atau
SSRI. Semua SNRI dilaporkan pernah menyebabkan sindrom diskontinuasi
mirip dengan yang dijumpai pada penghentian SSRI.
Efek antikolinergik mungkin merupakan yang tersering. Efek ini
menyebabkan mulut kering, konstipasi, retensi urin, pandangan kabur dan
kekacauan pikiran. Efek samping ini lebih sering pada pemberian TCA
amin tersier misalnya amitriptilin dan imipiramin daripada TCA amin
sekunder despiramin dan nortriptilin. Sifat TCA yang menghambat
adrenoreseptor sering menyebabkan hipotensi ortostatik. Anatagonisme
H1 oleh TCA dilaporkan berkaitan dengan penambahan berat dan
mengantuk. Sering pula terjadi efek pada fungsi seksual, terutama TCA
yang sangat serotonergik misalnya klomipramin. TCA juga memiliki
sindrom diskontinuitas menonjol yang ditandai oleh rebound kolinergeeik
dan gejala mirip flu.
Antagonis 5-HT2
Efek samping ersering adalah mengantuk dan gangguan pencernaan. Efek
sedatif terutama dengan trazodon dapat cukup berat. Tidak heran jika
pasien insomnia diobati dengan trazodon. Efek pencernaan berkaitan
dengan dosis dan lebih ringan daripada yang disebabkan SNRI atau SSRI.
Efek seksual jarang pada pemberian nefrazodon atau trazodon.
Nefrazodon dan trazodon juga dapat menyebabkan hipotensi ortostatik
yang bergantung dosis pada sebagian pasien. Nefrazodon juga pernah
dilaporkan menyebabkan hepatotoksisitas dan kasus gagal hati yang
menyebabkan transplantasi.
Tetrasiklik dan unisiklik
Amoksapin kadang menyebabkan sindrom parkinsonian karena efeknya
menghambat reseptor D2. Mirtazapin memiliki efek sedatif yang signifikan.
Maprotilin memiliki afinitas yang cukup tinggi terhadap NET dan dapat
menyebabkan efek samping mirip TCA dan meskipun jarang, kejang.
Bupropion kadang menyebabkan agitasi, insomnia, dan anoreksia.
Inhibitor monoamin oksidase
Efek samping MAOI yang tersering yang menyebabkan penghentian terapi
adalah hipotensi ortostatik dan pnambahan berat. Selain itu MAOI non
selektif ireversibel memiliki angka efek samping seksual paling tinggi di
antara semua anti depressan. Anorgasmia sering terjadi pada pemberian
MAOI dosis terpeutik. Sifat sebagian besar MAOI yang mirip amfetamin
ikut berperan menyababkan insomnia dan kegelisahan pada sebagian
pasien. Fenelzon cenderung lebih menyebabkan kantuk daripada selegiin
atau tranilsipromin. MAOI dosis tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan
pikiran. Karena menghambat metabolisme tiramin dan amin lain dalam
makanan, MAOI dapat berinteraksi dengan makanan tertentu dan dengan
obat serotonergik. MAOI juga dilaporkan dapat menyebabkan sindrom
diskontinuitas yang bermanifestasi sebagai keadaan mirip delirium disertai
psikosis, eksitasi, dan kekaucauan pikiran.
Interaksi obat
Selective serotonin reuptake inhibitor
Interaksi tersering dengan SSRI adalah interaksi farmakokinetik.
Contohnya, paroksetin dan fluoksetin merupakan inhibitor CYP26. Karena
itu pemberian dengan substrat 2D6 misalnya TCA dapat menyebabkan
penignkatan konsentrasi antidepresan trisiklin secara drastis dan kadang
tak terduga. Hasilnya mungkin berupa toksisitas akibat TCA. Demikian
juga fluvoksamin suatu inhibitor CYP3A4, dapat meningkatkan kadar

19

substrat-substrat untuk enzim ini yang diberikan secara bersama-sama


misalnmya diltiazem yang memicu bradikardia atau hipotensi. SSRI
lainnya , misalnya sitalopram dan esitalopram, relatif bebas dari interaksi
farmakokinetik. Interaksi yang palin serius dengan SSRI adalah interaksi
farmakodinamik dengan MAOI yang menimbulkan sindrom serotonin
Selective serotonin norepinefrin reuptake inhibitor dan antidepresan
trisiklik
Seperti semua antidepresan serotonergik, SNRI dikontraindikasikan untuk
dikombinasikan dengan MAOI. Peningkatan kadar TCA dapat terjadi jika
obat ini dikombinasikan dengan inhibitor CYP2D6 atau karena faktor
konstitusi. Kombinasi suatu inhibitor CYP2D6 dan suatu TCA pada
seseorang pasien yang lambat memetabolisasi obat ini dapat
menghasilkan efek aditif. Mungkin juga terdapat efek TCA aditif misalnya
efek antikolinergik atau antihistamin jika obat ini dikombinasikan dengan
obat yang juga memiliki sifat-sifat tersebut misalnya benztropin atau
difenhidramin. Demikian pula dengan obat anti hipertensi dapat
memperparah hipotensi ortostatik yang dipicu oleh TCA
Antagonis 5-HT2
Nefazodon adalah inhibitor isoenzim CYP3A4 sehingga obat ini dapat
meningkatkan kadar dan karenanya memperparah efek samping banyak
obat yang dependen CYP3A4. Contohnya kadar triazolam meningkat oleh
pemberian yag bersamaan dengan nefazodon sehingga dianjurkan
penurunan triazolam sebesar 75%. Demikian juga pemberian nefazodon
bersama simvastatin dilaporkan menyebabkan peningkatan 20 kali lipat
simvastatin plasma. Kombinasi trazodon dengan ritonavir atau
ketokonazole dapat menyebabkan peningkatan substansial kadar
trazodon.
Antidepressan tetrasiklik dan unisiklik
Bupropion sebaiknya jangan diberikan pada pasien yang mendapat MAOI.
Efek mengantuk mirtazapin mungkin diperkuat oleh berbagai depressan
SSP misalnya alkohol dan benzodiazepin. Amoksapin dan maprotilin juga
berinteraksi dengan obat lain seperti umumnya golongan TCA. Amoksapin
dan maprotilin perlu digunakan secara hati-hati jika dikombinasikan
dengan inhibitor seperti fluoksetin. Amoksapin dan maprotilin juga
memiliki sifat antikolinergik dan antihistamin yang mungkin aditif dengan
obat-obat yang memiliki profil serupa.
Inhibitor monoamin oksidase
MAOI berkaitan dengan 2 golongan interaksi obat serius. Pertama adalah
interaksi farmakodinamik MAOI dan obat serotonergik seperti SSRI, SNRI,
dan sebagian besar TCA serta beberapa obat analgesik misalnya
meperidin. Kombinasi MAOI dengan obat seerotonergik ini dapat
menyebabkan sindrom serotonin yang mengancam nyawa. Gejala
berkisar dari ringan sampai mematikan dan mencakup trias efek kognitif
(delirium, koma), otonom (hipertensi, takikardia, diaforesis), dan somatik
(mioklonus, hiperrefleksia, tremor). Sebagian besar antidepresan
serotonergik perlu dihentikan paling sedikit 2 minggu sebelum MAOI mulai
diberikan. Fluoksetin karena waktu paruhnya yang panjang perlu
dihentikan 4-5 minggu sebelum MAOI dimulai. Sebaliknya MAOI harus
dihentikan selama paling sedikit 2 minggu sebelum obat serotonergik
dimulai. Interaksi serius kedua terjadi jika suatu MAOI dikombinasikan
dengan tiramin dalam makanan atau dengan substrat simpatomimetik
MAO. MAOI mencegah penguraian tiramin di usus dan hal ini
menyebabkan kadar serum yang tinggi yang meningkatkan efek

20

noradrenergik perifer, termasuk peningkatan drastis tekanan darah. Pasien


yang mendapat MAOI dan mengkonsumsi tiramin dalam jumlah besar
dapat mengalami hipertensi maligna lalu stroke atau infark miokardium.
Karena itu pasien yang mendapat MAOI memerlukan diet rendah tiramin
dan perlu menghindari makanan seperti keju lama, bir, produk kedelai,
dan sosis kering yang mengandung banyak tiramin. Obat simpatomimetik
serupa juga dapat menyebabkan hipertensi signifikan jika dikombinasikan
dengan MAOI. Karena itu, obat flu tanpa resep yang mengandung
pseudoefedrin dan fenilpropanolamin dikontraindikasikan untuk pasien
yang mendapat MAOI.
D. Antimanik ( Mood stabilizer)
Litium
Litium karbonat dikenal sebagai antimania atau sebagai mood stabilizer
karena kerjanya terutama mencegah naik turunnya mood pada pasien
dengan gangguan bipolar (manik-depresi). Obat lain yang belakangan juga
diketahui efektif adalah karbamazepin, asam valproat, dan antipsikosis
atipikal olanzapin yang ternyata juga efektif sebagai antimania dan mood
stabilizer
Mekanisme Kerja:
Mekanisme kerja yang pasti dari litium sampai saat ini masih dalam penelitian
tetapi diperkirakan bekerja atas dasar:
-Efek pada elektrolit dan transpor ion yaitu litium dapat mengganti natrium dan
membantu suatu potensial aksi sel neuron, tetapi litium bukan merupakan
substrat yang adekuat untuk pompa Na.
-efek pada neurotransmitter diperkirakan litium menurunkan pengeluaran
norepinefrin dan dopamin, menghambat supersentivitas dopamin juga
meningkatkan sintesis asetilkolin
-efek pada second messengers yakni litium menghambatkonversi IP2 menjadi
IP1 (inositol monofsfat) dan koversi IP manjadi inositol
Efek samping:
Efek samping yang terjadi terutama pada saraf yaitu tremor, koreatetosis,
hiperaktivitas motorik, ataksia, disartria, dan afasia. Litium juga dapat
menuunkan fungsi tiroid tetapi biasanya efek ini bersifat reversibel. Dianjurkan
pemeriksaan kadar TSH tiap 6-12 bulan selama penggunaan. Pada ginjal, litium
dapat menyebabkan nefrogenik diabetes insipidus yang menyebabkan polidipsia
dan poliuria, selain itu juga dapat menyebabkan nefritis interstisial kronik dan
glomerulopati minimal. Pasien yang mendapat litium harus menghindari keadaan
dehidrasi yang dapat meningkatkan nefrotoksisitasnya.
Dosis:
Litium diberikan dalam dosis terbagi untuk mencapai kadar yang dianggap aman
yaitu berkisar antara 0,8 dan 1,25 mEq per liter. Ini dicapai dengan pemberian
900-1500 mg litium karbonat sehari pada pasien berobat jalan dan 1200-2400
mg sehari pada pasien yang dirawat.
Asam valproat dan karbamazepin
Asam valproat tenyata menunjukkan efek antimania. Efikasinya pada minggu
pertama pengobatan ,seperti litium tetapi asam valproat ternyata efektif untuk
pasien yang gagal dengan terapi litium. Efek samping tersering adalah mual.
Karabmazepin juga digunakan sebagai alternatif terapi gangguan bipolar

21

maupun untuk terapi profilaksis. Obat ini juga sering dikombinasi dengan litium.
Dosis yang digunakan sebagai mood stabilizer seperti dosis untuk antikonvulsi.
Sediaan lain
Disamping sediaan tersebut diatas beberapa antipsikotik dapat digunakan untuk
gangguan bipolar seperti quetiapin, olanzapin, aripriprazol, terutama untuk
mengatasi gejala psikotik yaitu halusinasi dan delusi pada fase manik.
Lamotrigin, suatu antikonvulsi juga digunakan untuk terapi alternatif gangguan
bipolar pada fase pemeliharaan baik sebagai sediaan tunggal atau dalam
kombinasi.
E. Psikotogenik (psikotomimetik, psikodisleptik, halusinogenik).
Psikotogenik ialah obat yang dapat menimbulkan kelainan tingkah laku, disertai
halusinasi, ilusi, gangguan cara berpikir dan perubahan- alam perasaan; jadi
dapat menimbulkan psikosi. lstilah psikotogenik ini mungkin paling cocok untuk
golongan obat yang dahulu disebut psikotomimetik, artinya obat yang
menimbulkan keadaan mirip psikosis, kadang-kadang obat ini disebut obat
halusinogenik yang berarti obat yang menimbulkan halusinasi. Psikosis toksik
memang dapat timbul setelah pemberian berbagai jenis obat.
MESKALIN
Meskalin, (3,4,5 trimetoksifeniletilamin), ialah suatu alkaloid yang berasal dari
tumbuhan kaktus diAmerika Utara dan Mexico dengan rumus menyerupai rumus
epinefrin. Meskalin digunakan olehorang lndian dalam ritus keagamaan untuk
mendatangkantrance. Dosis meskalin 5 mg pada orangnormal menimbulkan rasa
takut, halusinasi visual,tremor, hiperrelleksia dan peningkatan aktivitas simpatik.
Meskalin hanya digunakan dalam penelitian untuk menyelidiki keadaan yang
menyerupaipsikosis, tidak untuk terapi atau diagnostik.
DIETILAMID ASAM LISERGAT
Dietilamid asam lisergat (N,N-dietil lisergamidaatau LSD-25) mempunyai rumus
yang menyerupai ergonovin. Dosis 20-100 mikrogram yang diberikan pada orang
normal menimbulkan gejala mirip efek pemberian meskalin, ditambah dengan
euforia atau disforia, depersonalisasi, perasaan curiga dan silat agresif. LSD-25
mungkin menyebabkan perangsangan simpatis di daerah hipotalamus.
Bagaimana terjadinya halusinasi dan gejala lain belum dapat diterangkan,
demikian juga hubungannya dengan perubahan biokimia dan farmakologik yang
ditimbulkan oleh LSD-25. Seperti meskalin, LSD-25 tidak digunakan dalam terapi
dan diagnostik. Zat ini hanya digunakan dalam penelitian untuk menimbulkan
keadaan mirip psikosis.

B.
I.

II.

PARKINSON DISEASE
Defenisi
Parkinson merupakan suatu sindrom dengan gejala utama trias
gangguan neuromuskular yaitu rigiditas,bradikinesia, ,tremor disertai
kelainan postur tubuh dan gaya berjalan.
Penggunaan obat-obat parkinson
a. Levodopa
Dopamin tidak dapat menembus sawar darah otak dan jika
diberikan kedalam sirkulasi perifer tidak memiliki efek terapeuetik
pada parkinsonisme. Namun levodopa,prekursor metabolik terdekat
dopamin, dapat masuk ke otak melalui pengangkut asam Lamino,LAT. Tempat bahan ini didekarboksilasi menjadi dopamin.

22

Farmakokinetik
Levodopa secara cepat diserap dari usus halus, tetapi
penyerapannya bergantung pada laju pengosongan lambung
dan PH isi lambung. Ingesti makan memperlambat keunculan
levodopa dalam plasma. Selain itu,asam-asam amino
tertentu dari makanan yang masuk dapat bersaing dengan
obat untuk penyerapan dari usus dan untuk pengangkutan
dari darah ke otak. Konsentrasi plasma biasanya memuncak
antara 1 dan 2 jam setelah suatu dosis oral, dan waktu paruh
plasma biasanya antara 1 dan 3 jam, meskipun hal ini cukup
bervariasi diantara individu. Sekitar 2/3 dosis muncul diurin
sebagai metabolit dalam 8 jam setelah dosis oral, dengan
produk metabolik utama adalah asam 3-metoksi-4hidroksifenilasetat(asam homofanilat,HVA) dan asam
hidroksifenilasetat(DOPAC). Sayangnya, hanya sekitar 1-3%
levodopa yang diberikan benar-benar masuk ke otak tanpa
berubah;sisanya dimetabolisasi diluar otak, terutama melalui
dekarboksilasi menjadi dopamin,yang dapat menembus
sawar darah otak. Karena itu,levodopa harus diberikan dalam
jumlah besar jika digunakan tersendiri. Namun, jika diberikan
dalam kombinasi dengan suatu inhibitor dopa dekarboksilase
yang tidak menembus sawar darah otak maka metabolisme
perifer levodopa berkurang,kadar plasma levodopa
meningkat,waktu paruh plasma memanjang, dan lebih
banyak dopa yang tersedia untuk masuk ke otak. Memang
pemberian bersamaan suatu inhibitor dopa dekarboksilase
misalnya karbidopa dapat mengurangi kebutuhan harian
levodoa sekitar 75%.
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja levodopa pada gejala parkinsonisme diduga
berdasarkan pengisian kembali kekurangan dopamin korpus
striatum. Telah dibuktikan bahwa beratnya defisiensi dopamin
sejalan dengan beratnya 3 gejala utama parkinsonisme dan
konvensi levodopa menjadi dopamin terjadi pada manusia.
Selain itu pasca mati kadar dopamin di striatum yang
mendapat levodopa 5-8 kali lebih tinggi dibanding dengan
yang tidak diobati. Perubahan levopa menjadi dopamin
membutuhan adanya dekarboksilase asam L-amino aromatik.
Pada sebagian pasien parkinson aksivitas enzim ini menurun,
tetapi agaknya mencukupi untuk mengubah levodopa
menjadi dopamin. Kenyataan ini tidaklah menyingkirkan
kemungkinan lain mekanisme kerja levodopa sebagai obat
penyakit parkinson. Dalam hal ini yang perlu
dipertimbangkan dan diteliti lebih lanjut ialah peranan
noraporphine,yang mirip apomorfin; tetrahidroisokuinolin dan
tetrahidropapaveroin semuanya sebagai metabolit levodopa.
Kerja dopamin telah diteliti pada taraf molekular dan
reseptor,dengan teknik ikatan ligan. Kesimpulan yang didapat
ialah bahwa sekurang kurangnya terdapat 2 jenis reseptor
dopamin yaitu D1 dan D2. Reseptor D1 diperlihatkan
preverensi ikatan dengan tioksanten dan fenotiazin tertentu
dan umumnya menstimulasi aktivitas adelitat siklas,reseptor
D2 memperlihatkan preverensi terhadap butirovenon dan

23

dihubungkan dengan penurunan aktivitas adenilat siklase


atau tidak mempengaruhinya. Dopamin memperlihatkan
afinitas yang sama pada kedua reseptor. Reseptor D 1 lebih
terlokalisasi di badan sel dan terminal prasinaps akson
nigrostriatal yang doaminergik. Walaupun dopamin
meningkatkan aktivitas adenilat siklase homogenat ganglia
basal, kebanyakan peneliti berpendapat bahwa kerja
levodopa(dan bromakriptin) diperantarakan oleh reseptor D 2.
Selain itu kapasitas neuroleptik menimbulkan sindrom
parkinson juga dianggap terutama berdasarkan blokade
reseptor D2. Karena reseptor D1 dan D2 tersebar di prasinaps
dan pasca sinaps striatum,sulit membayangkan fungsi
dopaminergik pada taraf reseptor.walaupun terdapat
pertentangan kenyataan bahwa reseptor D1 yang bersifat
menghambat dan reseptor D2 yang bersifat merangsang
pada eksperimen elektrofisiologis,tetapi secara keseluruhan
efek dopamin agaknya menghambat letupan neuron di
sriatum.
Efek samping
Efek pada saluran cerna
Jika diberikan tanpa suatu inhibitor dekarboksilase perifer
maka levodopa dapat menyebabkan anoreksi sera mual dan
muntah pada sekitar 80% pasien. Efek samping ini dapat
dikurangi dengan memberikan obat dalam dosis terbagi,
dengan atau segera setelah makan, dan dengan
meningkatkan dosis total harian secara sangat perlahan.
Antarsid yang diminum 30-60 menit sebelum levodopa juga
bermanfaat. Muntah dilaporkan berkaitan dengan stimulasi
zona pemicu kemoreseptor yang terletak di batang otak
tetapi diluar sawar darah otak. Untungnya, pada banyak
pasien timbul toleransi terhadap efek emetik ini. Antiemetik
seperti fenotiazin seyogyanya dihindari karena obat ini dapat
mengurangi efek antiparkinsonisme levodopa serta dapat
memperparah penyakit. Jika levodopa diberikan dalam
kombinasi dengan karbidopa maka efek sampin pada saluran
cerna jauh lebih jarang dan ringan,terjadi pada kurang dari
20% pasien dapat menoleransi dosis yang lebih tinggi.
Efek cardiovaskular
Berbagai aritmia jantung pernah dilaporkan terjadi pada
pasien yang mendapat levodopa, termasuk
takikardia,ekstrasistol ventrikel dan, meskipun jarang fibrilasi
atrium. Efek ini diperkirakan berkaitan dengan meningkatnya
pembentukan katekolamin diperifer. Insiden aritmia ini
rendah,bahkan pada pasien penyakit jantung,dan mungkin
berkurang jika levodopa diberikan bersama dengan suatu
inhiitor dekarboksilase perifer. Hipotensi postural sering
terjadi,tetapi sering asimptomatik,dan cenderung menghilang
seiring dengan berlanjutnya pengobatan. Hipertensi juga
dapat terjadi,khususnya jika terdapat inhibitor monoamin
oksidase non-selektif atau simpatomimetika atau
padapemberian levodopa dosis besar.
Efek pada perilaku

24

Berbagai bentuk efek samping pada mental pernah


dilaporkan termasuk
depresi,rasacemas,agitasi,insomnia,somnolen,kebingungan,w
aham,halusinasi,mimpi buruk,euforia,dan perubahan lain dari
suasana hati dan kepribadian. Efek-efek samping ini lebih
sering pada pasien yang menggunakan levodopa dalam
kombinasi dengan suatu inhibitor dekarboksilase dari pada
levodopa saja, mungkin karena lebih tingginya kadar obat
yang mencapai otak. Efek efek ini dapat dipicu oleh penyakit
lain atau operasi. Obat mungkin perlu dikurangi atau
dientikan . beberapa obat antipsikotik atypikal yang memiliki
afinitas rendah terhadap reseptor D2 dopamin
(klozapin,olanzapin,kuetiapin,dan risperidone) kini tersedia
dan mungkin bermanfaat untuk mengatasi berbagai penyulit
perilaku tersebut.
Diskinesia dan fluktuasi respons
Diskinesia terjadi pada hampir 80% pasien yang mendapat
pengobatan levodopa selama lebih dari 10 tahun. Karakter
diskinesia levodopa bervariasi di antara pasien tetapi
cendrung konstan pada masing-masing pasien. Koreoatetosis
wajah dan ekstremitas distal merupakan gambaran yang
tersering. Timbulnya diskinesia berkaitan dengan dosis,tetapi
terdapat variasi individual yang besar dalam dosis yang
diperlukan untuk menimbulkannya. Fluktuasi tertentu dalam
respon klinis terhadap levodopa semakin sering terjadi
seiring dengan kontinuitas pengobatan. Pada sebagian
pasien,fluktuasi ini berkaitan dengan waktu minum levodopa
(reaksi wearing off atau end-of dose akinesia). Pada kasus
lain, fluktuasi keadaan klinis tidak berkaitan dengan saat
pemberian obat (fenomena-on-off). Pada fenomena onoff,masa off berupa kinesia bergantian selama beberapa jam
dengan masa on berupa perbaikan mobilitas tetapi sering
disertai diskinesia berat. Bagi pasien dengan periode off yang
parah dan tidak responsif terhadap tindakan lain,penyuntikan
apomorfin subkutis mungkin dapat memberi manfaat
sementara. Fenomena ini paling besar kemungkinannya
terjadi pada pasien yang pada awalnya berespon baik
terhadap pengobatan. Mekanisme pasti belum diketahui.
Diskinesia mungkin berkaitan dengan distribusi dopamin
yang tidak merata di striatum.
Efek samping lain
Dapat terjadi midriasis yang mungkin memicu serangan
glaukoma akut pada sebagian pasien. Efek samping lain yang
jarang dilaporkan adalah diskrasia darah.
Dosis
Jika digunakan,levodopa umumnya diberikan dalam
kombinasi dengan karbidopa,suatu inhibitor dopa
dekarboksilase perifer, yang mengurangi konversi perifer
menjadi dopamin. Terapi kombinasi ini dimulai dengan dosis
kecil, mis. Karbidopa 25 mg,levodopa 100 mg 3 x sehari, dan
secara bertahap ditingkatkan. Obat ini harus diminum 30-60
menit sebelum makan. Sebagian besar pasien akhirnya
memerlukan karbidopa 25 mg,levodopa 250mg 3 atau 4 x

25

sehari. Umumnya disarankan bahwa pengobatan dengan


obat ini diberikan dalam dosis rendah(mis.karbidopalevodopa 25/100 mg 3x sehari) bila mungkin,dengan
menggunakan agnonis dopamin,untuk mengurangi resiko
terjadinya fluktuasi respons. Tersedia karbidopa-levodopa
sediaan lepas sampai terkendali (kontrolled-release) yang
mungkin membantu pasien yang mengalami fluktuasi
respons atau sebagai cara untuk mengurangi frekuensi dosis.
Suatu sediaan karbidopa-levodopa (10/100,25/100,25/250)
yang terurai di mulut dan ditelan bersama liur (parcopa) kini
tersedia di pasaran dan paling baik digunakan sekitar 1 jam
sebelum makan. Kombinasi (stalevo)levodopa, karbidopa dan
suatu inhibitor katekol-O-metiltransverase (COMT)
(entakapon). Terakhir terapi dengan infus
intraduodenum,levodopa-karbidopa tampaknya aman dan
lebih baik dibandingkan sejumlah terapi oral kombinasi pada
pasien yang responsnya berfluktuasi.
Interaksi obat
Dosis metabolisme piridoksin (vitamin B6) meningkatkan
metabolisme levodopa diluar otak dan karenanya mungkin
menghambat efek terapeutik kecuali jika pasien juga diberi
inhibitor dekarboksilase perifer. Levodopa seyogyanya tidak
diberikan kepada pasien yang mendapat inhibitor monoamin
oksidase A atau dalam 2 minggu setelah penghentiannya
karena kombinasi kedua obat ini dapat menyebabkan krisis
hipertensi.
b. Agonis reseptor dopamin
Mekanisme kerja
Obat yang bekerja langsung pada reseptor dopamin mungkin
memberi manfaat tambahan selain dari yang dihasilkan oleh
levodopa. Tidak seperti levodopa, obat-obat ini tidak
memerlukan konversi enzimatik menjadi metabolik aktif,
tidak berpontesi menghasilkan metabolik toksis,dan tidak
bersaing dengan bahan lain untuk transpor aktif kedalam
darah dan menembus sawar darah otak. Selain itu, obat yang
secara selektif mengenai reseptor-reseptor dopamin tertentu
( tetapi tidak semua) mungkin lebih jarang menimbulkan efek
samping daripada levodopa. Sejumlah agonis dopamin
memiliki aktifitas antiparkinsonism. Agonis dopamin
lama(bromokroptin dan pergolid) adalah turunan
ergot(ergolin), dan jarang digunakan untuk mengobati
parkinsonism. Efek samping mereka lebih mengkhawatirkan
dibandingkan dengan yang ditimbulkan oleh obat-obat yang
lebih baru (pramipeksol dan ropinirol). Tidak terdapat bukti
bahwa 1 agonis lebih baik daripada yang lain; namun, pasien
mungkin berespons terhadap 1 agonis tetapi tidak terhadap
lainnya. Agonis dopamin memiliki peran penting sebagai
terapi lini pertama untuk penyakit parkinson, dan pemakain
mereka dilaporkan menurunkan insidens fluktuasi respon dan
diskinesia yang terjadi pada pemberian levodopa jangka
panjang.
Efek samping
Efek pada saluran cerna

26

Anoreksi serta mual dan muntah dapat terjadi pada


pemberian awal agonis dopamin dan hal ini dapat
dikurangi dengan meminum obat bersama makan.
Konstipasi, dispepsia,dan gejala esofagitis refluks juga
dapat terjadi. Pendarah akibat tukak peptik pernah
dilaporkan.
Efek kardiovaskular
Dapat terjadi hipotensi postural, terutama pada awal
terapi. Vasospasme jari tangan tak nyeri merupakan
penyulit terapi jangka panjang turunan ergot(bromokriptin
atau pergolid) yang bergantung dosis. Jika terjadi aritmia
jantung maka terapi sebaiknya dihentikan. Kadang timbul
masalah edema perifer. Pada pemberian pergolid dapat
terjadi valvulopati jantung.
Diskinesia
Kelainan gerakan serupa dengan yang ditimbulkan oleh
levodopa dapat terjadi dan dipulihkan dengan mengurangi
dosis total obat dopaminergiknya.
Gangguan mental
Kekacauan berpikir, halusinasi, waham dan reaksi psikiatri
lainnya dapat merupakan penyulit terapi dopaminergik
dan lebih sering serta lebih parah dengan agonis reseptor
dopamin dibandingkan dengan levodopa. Gangguan
kontrol inpuls dapat menyebabkan timbulkan kecanduan
berjudi,berbelanja,bertaruh,aktivitas seksual,dan perilaku
konpulsif lainya. Efek- efek ini mereda jika obat penyebab
dihentikan.
Efek lain-lain
Nyeri kepala,hidung tersumbat, peningkatan
kewaspadaan, infiltrat paru,fibrosis pleura dan
retroperitoneum,dan eritromelalgia merupakan efek
samping lain yang pernah dilaporkan akibat pemakaian
agonis dopamin turunanergot. Valvulopati jantung
pernahdilaporkan pada pemakaian pergolid. Eritromelalgia
adalah kemerahan yang nyeri dan membengkak pada kaki
dan, kadang tangan, kadang disertai atralgia; gejala dan
tanda mereda dalam beberapa hari setelah penghentian
obat penyebab.
Dosis
Bromokriptin adalah suatu agonis dopamin 2. Dosis harian
lazim bromokriptn untuk parkinsonisme bervariasi antara
7,5 dan 30 mg. Untuk memperkecil efek samping dosis
ditingkatkan secara perlahan dalam 2-3 bulan bergantung
pada respon/timbulnya reaksi samping.
Pergolid suatu turunan ergot lainnya secara langsung
merangsang reseptor D1 dan D2. Dosisnya 0,05 mg sehari
sekali.
Pramipeksol bukan suatu turunan ergot tetapi memiliki
afinitas terhadap fa mili D3 reseptor. Obat ini efektif
sebagai monoterapi untuk parkinsonisme ringan serta
juga berguna padapasien dengan penyakit tahap lanjut,
memungkinkan dosis levodopa dikurangi serta
mengurangi fluktuasi respons. Pramipeksol cepat diserap

27

c. Inhibitor

setelah pemberian oral, mencapai konsentrasi plasma


puncak dalam waktu sekitar 2 jam dan diekskresi
umumnya tanpa perubahan di urine. Obat ini mulai pada
dosis 0,125 mg 3 x sehari, dilipatduakan setelah 1
minggu, dan kembali diulangi seminggu sesudahnya.
Peningkatan selanjutnya dalam dosis harian adalah
sebesar 0,75 mg setiap minggunya bergantung pada
respons dan toleransi. Sebagian besar pasien memerlukan
dosis 0,5-1,5 mg 3 xsehari. Insufisiensi ginjal mungkin
mengharuskan penyesuaian dosis. Kini tersedia sediaan
lepas panjang dan diminum sekali sehari pada dosis yang
ekuivalen dan dosis harian total pramipeksol standar.
Ropinirol (kini tersedia dalam bentuk generik), suatu
turunan non-ergolin lainnya,merupakn agonis reseptor D2
relatif murni yang efektif sebagai monoterapi pada pasien
dengan penyakit ringan dan sebagai cara untuk
memperlancar respon pada levodopa pada pasien dengan
penyakit tahap lanjut dan fluktuasi respon. Obat ini
dimulai pada 0,25 mg 3 x sehari, dan dosis harian total
lalu ditingkatkan 0,75 mg setiap minggu sampai minggu
ke 4 dan kemudian dengan1,5 mg. Pada sebagian besar
kasus diperlukan dosis antara 2 dan 8 mg 3x sehari.
Rotigotin merupakan agonis dopamin yang diberikan
setiap hari melalui suatu tempelan kulit, diberi izin pada
tahun 2007 oleh Food and Drug Administration (FDA)
untuk mengobati penyakit parkinson stadium dini. Produk
ini ditarik dari peredaran di Amerika Serikat
padatahun2008 karena pembentukan kristal di tempelan,
yang mempengaruhi ketersediaan dan efikasi agonis ini.
Obat ini masih tersedia di Eropa.
Interaksi obat
Bromokriptin + Antibiotik Makrolide
Menghambat metabolism bromokriptin oleh hati sehingga
ekskresinya menurun dan konsentrasinya tinggi dalam
serum darah
penggunaan bersama bromokriptin dengan memantin dan
metildopa dapat menyebabkan penurunan efek
bromokriptin.
monoamin oksidase
Mekanisme kerja
Selegilin menghambat deaminasi dopamin sehingga kadar
dopamin diujung saraf dopaminergik lebih tinggi. Selain
itu ada hipotesis yang mengemukakan bahwa selegilin
mungkin mencegah pembentukkan neurotoksin endogen
yang membutuhkan aktivasi oleh MAO-B. Secara
eksperimental pada hewan selegilin mencegah
parkinsonism akibat MPTL. Mekanisme lain diduga
berdasarkan pengaruh metabolitnya yaitu N-desmetil
selegilin, L-metamfetamin dan L-amfetamin. Isomer ini 310 kurang poten dri bentuk D. Metamfetamin dan
amfetamin menghambat ambilan dopamin dan
meningkatkan pelepasan dopamin.
Efek samping

28

Pengguan selegilin belum begitu luas, tetapi data sampai


saat ini menyimpulkan bahwa selegili dengan dosis 10
mg/hari terterima baik. Efek samping berat tidak
dilaporkan terjadi,efek samping kardiovaskular jelas
kurang dari penghambat MAO-A.
Hipotensi,mual,kebingungan dan psikosis pernah
dilaporkan.
Dosis
Dosis baku selegilin adalah 5 mg saat sarapan dan 5 mg
saat makan siang. Selegilin dapat menyebabkan insomnia
jika diminum pada sore hari.
Rasagilin, inhibitor monoamin oksidase B lainnya, lebih
poten daripada selegilin dalam mencegah parkinsonism
imbas-MPTP dan saat ini digunakan untuk terapi
simptomatik dini. Dosis baku adalah 1 mg/hari. Rasagilin
juga digunakan sebagai terapi adjuvan dengan dosis 0,5-1
mg/hari untuk memperlama efek levodopa-karbidopa
pada pasien dengan penyakit stadium lanjut.
Interaksi obat
Baik selegilin maupun rasagilin jangan diberikan kepada
pasien yang sedang mendapat
meperidin,tramadol,metadon,propoksifen,siklobenzaprin,a
tau st. Jhons wort. Obat batuk dextrometorfan juga perlu
dihindari pada pasien yang mendapat inhibitor monoamin
oksidase B; memang,sebaiknya pasien dinasehati untuk
menghindari semua obat bebas untuk flu. Rasegilin atau
selegili perlu diberika dengan hati-hati pada pasien yang
sedang mendapat antidepresan trisiklik atau serotonin
reuptake inhibitor karena risiko teoritis interaksi toksis
akut jenis sindrom serotonin,tetapi hal ini jarang dijumpai
dalam praktek. Efek samping levodopa mungkin
meningkat oleh obat-obat ini. Pemberian kombinasi
levodopa dan inhibitor kedua bentuk MAO(yi.inhibitor nonselektif) harus dihindari karena hal ini dapat menimbulkan
krisis hipertensi,mungkin karena akumulasi norepinefrin di
perifer.

d. Inhibitor katekol-o-metiltransferase

Mekanisme kerja
Katekol-o-metiltransferase(COMT) memetabolisme
levodopa serta dopamin,mengahasilkan senyawa yang
tidak aktif secara farmakologis 3-O-metil DOPA (dari
levodopa) dan 3-metoksitiramin (dari dopamin). Hampir
99% dosis levodopa yang diberikan secara oral tidak
mencapai otak,tetapi didekarboksilasi menjadi dopamin
yang menyebabkan mual dan hipotensi. Penambahan
inhibitor AAD () contohnya karbidopa) mengurangi
pembentukan dopamin,tetapi meningkatkan
fraksilevodopa yang dimetilasi oleh COMT. Inhibitor COMT
akan memblok konversi perifer levodopa menjadi 3-O-

29

metil DOPA. Dua inhibitor COMT tersedia untuk


penggunaan ini,tolkapon(TASMAR) dan
entakapon(COMTAN).
Efek samping
Efek merugikan utama pada senyawa-senyawa ini mirip
dengan yang teramati pada pasien yang diobati dengan
levodopa/karbidopa saja dan mencakup mual,hipotendi
ortostatik,mimpi yang nyata,kebingungan dan halusinasi.
Efek merugikan yang berkaitan dengan tolkapon adalah
hepatotoksisitas.
Dosis
Tolkapon diminum dengan dosis standar 100 mg tiga kali
sehari; sebagian pasien memerlukan dosis harian dua kali
sehari.
Entekapon (200 mg) perlu diminum bersama setiap dosis
levodopa,hingga 5 x sehari.
Interaksi obat
Antidepresan disarankan untuk berhati-hati jika diberikan
bersama moklobemid,paroksetin,trisiklik,dan
venlafaksin.Hindari bersama penghambat MAO non
selektif.Dopaminergik :entekapon dapat meningkatkan
efek apomorfin,enterkapon dapat menurunkan kadar
plasma rasagilin.Memantin dapat menigkatkan efek
dopaminergik. Metildopa : entekapon dapat meningkatkan
efek metildopa,dimana metildopa memberikan efek
antagonis terhadap efek anti parkinson dopaminergik.
e. Amantadin
Mekanisme kerja
Amantadin, suatu antivirus secara kebetulan ditemukan
memiliki efek antiparkinson. Mekanisme kerjanya pada
parkinsonism belum jelas tetapi ini mungkin memperkuat
fungsi dopaminergik dengan mempengaruhi
sintesis,pelepasan,atau penyerapan kembali dopamin.
Obat ini dilaporkan mengantagonis efek adenosin
direseptor adenosin A2A, yaitu reseptor yang mungkin
menghambat fungsi reseptor D2. Pelepasan katekolamin
dari simpanan perifer juga telah dibuktikan.
Efek samping
Amantadin memiliki sejumlah efek merugikan pada ssp,
yang semuanya pulih jika obat dihentikan. Efek tersebut
adalah
kegelisahan,depresi,iritabilitasi,agitasi,insomnia,kegairaha
n,halusinasi,dan kekacauan pikiran. Kelebihan dosis dapat
menimbulkan psikosis toksis akut. Pada dosis beberapa
kali lipat dibanding dengan dosis anjuran,dapat terjadi
kejang. Livedo retikularis kadang terjadi pada pasien yeng
mendapat amantadin dan biasanya menghilang dalam I
bulan setelah obat dihentikan. Reaksi kulit lain juga
pernah dilaporkan. Edema perifer,penyulit lain yang telah
dikenal,tidak disertai dengan tanda-tanda kelainan
jantung,hati,atau ginjal dan berespon terhadap diuretik.
Efek samping lain adalah nyeri kepal,gagal hati,hipotensi
postural,retensi urin,dan gangguan saluran

30

f.

cerna(misalnya anoreksi,mual,konstipasi,dan mulut


kering). Hati-hati pada pasien dengan riwayat kejang dan
gagal jantung.
Dosis
Dosis baku 100 mg per oral dua atau tiga kali sehari.
Obat penghambat asetilkolin
Mekanisme kerja
Dasar biologis untuk kerja terapeutik antikolinergik tidak
sepenuhnya dipahami. Obat-obat ini kemungkinan bekerja
pada neostriatum melalui reseptor yang umumnya
memperantarai respon terhadap persarafan kolinergik
intrinsik struktur ini,yang timbul terutama dari
interneuron strial kolinergik. Senyawa yang bekerja
sebagai antagonis muskarinik yang saat ini digunakan
dalam pengobatan parkinsonism adalah benztropin
mesilat,biperiden,orfenadrin,prosiklidin,dan triheksifenidil.
Efek samping
Sifat antikolinergik(sedasi dan kebingungan mental tetapi
juga konstipasi,retensi urin,dan pandangan kabur melalui
sikloplegia)
Dosis

Obat
Benztropin mesilat
Biperiden
Orfenadrin
Prosiklidin
Triheksifenidil

Dosis harian
lazim(mg)
1-6
2-12
150-400
7,5-30
6-20

C.OBAT PERANGSANG SSP


Efek perangsangan susunan saral pusat (SSP) baik oleh obat yang berasal
dari alam atau sintetik dapat diperlihatkan pada hewan dan manusia.
Beberapa obat memperlihatkan efek perangsangan SSP yang nyata dalam
dosis toksik sedangkan obat lain memperlihatkan efek perangsangan SSP
sebagai efek samping.

31

Obat ini dapat dibedakan menurut derajat efek perangsang SPP yang
ditimbulkannya, yaitu :
Konvulsan, langsung memberikan efek konvulsi, termasuk striknin,
pikrotoksin, pentilentetrazol, bemegrid, niketamid, dan toksin tetanus.
Analpetik, menimbulkan ganggauan tidur, termasuk efedrin, amfetamin,
kokain, pipradol, dan kamfer.
Psychic energizer, memberikan rasa segar, termasuk kafein dan derifat
xantin lain, imipramin, amitriptilin, dan derivatnya.
Pada umumnya melalui dua mekanisme yaitu (1 ) mengadakan blokade sistem
penghambatan; (2) meninggikan perangsangan sinaps. Dalam SSP dikenal
sistem penghambatan pascasinaps dan penghambatan prasinaps.
1.Striknin
Indikasi
Striknin tidak bermanfaat untuk terapi, tetapi untuk menjelaskanfisiologi dan
farmakologi susunan saraf, obat ini menduduki tempat utamadiantara obat yang
bekerja secara sentral.Striknin juga digunakan sebagai perangsang nafsu makan
secara irasionalberdasarkan rasanya yang pahit.
Mekanisme Kerja
Striknin bekerja dengan cara mengadakan antagonisme kompetitifterhadap
transmiter penghambatan yaitu glisin di daerah penghambatanpascasinaps,
dimana glisin juga bertindak sebagai transmiter penghambatpascasinaps yang
terletak pada pusat yanng lebih tinggi di SSP.
Striknin menyebabkan perangsangan pada semua bagian SSP. Obat
inimerupakan obat konvulsan kuat dengan sifat kejang yang khas.
Efek Samping
Gambaran konvulsi oleh striknin ini berbeda dengan konvulsi oleh obat
yangmerangsang langsung neuron pusat. Sifat khas lainnya dari kejang
strikninialah kontraksi ekstensor yang simetris yang diperkuat oleh
rangsangansensorik yaitu pendengaran, penglihatan dan perabaan.
Strikninternyata juga merangsang medula spinalis secara langsung. Atas dasar
ini efekstriknin dianggap berdasarkan kerjanya pada medula spinalis dan
konvulsinyadisebut konvulsi spinal. Medula oblongota hanya dipengaruhi striknin
pada dosis yangmenimbulkan hipereksitabilitas seluruh SSP. Striknin tidak
langsungmempengaruhi sistem kardiovaskuler, tetapi bila terjadi konvulsi akan
terjadiperubahan tekanan darah berdasarkan efek sentral striknin pada
pusatvasomotor. Bertambahnya tonus otot rangka juga berdasarkan efek
sentralstriknin.
Keracunan Strikinin
Striknin merupakan penyebab keracunan tidak sengaja pada anak.
Perangsangan pada semua bagian SSP.Gejala keracunan stiknin yang mula-mula
timbul ialah kaku otot muka dan leher. Setiap rangsangan sensorik dapat
menimbulkan gerakan motorik hebat. Obat untuk mengatasi keracunan strikinin
ialah diazepam 10mg IV. Dapat pula diberikan obat golongan kuraiform untuk
mengurangi derajat kontraksi otot.

32

Dosis
i.p dosis 4 mg/kgBB.
Interaksi Obat
Pada percobaan tikus yang diberikan Fenobarbital dan striknin mulai kejang
cukup lama, hal ini terjadi karena efek Fenobarbital yang membatasi penjalaran
aktivitas dan bangkitan serta menaikan ambang rangsang sehingga Striknin
tidak memberi pengaruh besar pada tikus.
Pada percobaan tikus yang diberikan Diazepam dan Striknin. Seperti halnya
fenobarbita; Diazepam juga merupakan golongan antikonvulsan yang
menghambat penjalaran neurotransmitter kejang otak sehingga pemberian
Striknin tidak menimbulkan kejang berarti.
2. Toksin Tetanus
Hasil metabolisme Clostridium tetani ialah 3macam toksin : tetanospasmin yang
bersifat neurotoksik, non convulsive neurotoxin, dan tetanolisin yang bersifat
kardiotoksik dan menyebabkan hemolisis.Toksin tetanus umumnya diartikan
sama dengan tetanospsasmin, walaupun kedua jenis toksin lain ikut berperan
dalam gambaran klinik penyakit tetanus.
Mekanisme Kerja
Cara kerja obat ini dengan memblokade penghambatan pasca sinaps tetapi
degancara pelepasan glisin dar interneuron penghambat.
Efek Samping
Kekakuan otot dan kejang, ketidakmampuan untuk batuk dan menelan dengan
baik. Neuropati perifer.
3. Pikrotoksin
Diperoleh dari tanaman Anamirta cocculus yang dulunya digunakan untuk racun
ikat. Obat ini dapat terurai menjadi pikrotoksinin yang merupakan metabolit aktif
fan pikrotin (tidak aktif).
Mekanisme Kerja
Obat ini merupakan perangsang SSP yang kuat, merangsang semua bagian SSP
dan dapat menimbulkan kejangPikrotoksin mengadakan blokade terhadap sistem
penghambatan prasinaps.
Efek Samping
Pada dosis yang lebih besar, terjadi konvulsi tonik-klonik, flexi dulu baru extensi.
Disertai pula dengan kenaikan tensi salivasi stimulasi vasomotor dan emesis.
Stimulasi respirasi terjadi pada dosis yang mendekati dosis konvulsi.
Dosis
Pikrotoksin dapat menyebabkan toksik pada dosis 20 mg.

33

Interaksi Obat
Obat ini sudah ditinggalkan pemakaiannya secara medis. Namun secara
farmakologi obat ini sangat berguna dalam mendeterminasi mekanisme kerja
obat-obat sedatif-hipnotik dan antikonvulsan.
4.Pentilentetrazol
Indikasi
Sebagai analeptik pentilentetrazol tidak sekuat pikrotoksin. Dahulu
pentilentetrazol digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis epilepsi
yaitu sebagai EEG activator. Dengan dosis subkonvulsi yang disuntik lV terjadi
aktivasi lokus epilepsi.
Mekanisme kerja
Mekanisme kerja utama pentilentetrazol ialah penghambatan sistem GABA-ergik
dengan demikian akan meningkatkan eksitabilitas SSP; adanya efek perangsangan secara langsung masih belum dapat disingkirkan.
Efek Samping
Pasien dengan stimulus frekuensi tingi EEG disertai suntiakan IV pentilentetrazol
mengakibatkan suara serak, nyeri tenggorokan, batuk, dyspnea, paresthesia,
dan nyeri otot. Hanya suara serak terjadi secara signifikan lebih sering dengan
stimulasi tinggi dibandingkan dengan stimulasi rendah.
Pada kelompok-stimulasi tinggi, perubahan suara / suara serak, batuk, sakit
tenggorokan, nyeri spesifik, dyspnea, paresthesia, dispepsia, muntah, dan infeksi
yang meningkat secara signifikan dari baseline.
Dosis
Pentilentetrazol merupakan Kristal putih yang mudah larut dalam
air,diperdagangkan dalam bentuk tablet 100 mg, ampul 3 mL dan vial
berisilarutan 10%.
5. Doksapram dan Niketamid
Indikasi
Kedua obat ini secara selektif merangsang pusat pernapasan pada penderita
yang mengalami depresi pernapasan.
Mekanisme Kerja
Merangsang semua tingkat sumbu serebrospinal sehingga mudah timbul kejang
tonik klonik. Kedua obat ini bekerja dengan meningkatkan derajat perangsangan,
bukan dengan mengadakan blokade pada penghambat sentral.
Efek Samping
Pada dosis subkonvulsi, kedua obat ini dapat menimbulkan efek samping berupa
hipertensi, takikardi, aritmia, batuk, bersin, muntah, gatal, tremor, kaku otot,
berkeringat, kemerahan di wajah dan hiperpireksia, Untuk mengatasi
perangsangan SSP yang berlebihan atau terjadinya kejang, dapat
diberikandiazepam lV.

34

Kelemahannya karena:
Efek perangsangnya berlangsung singkat saja (5-10menit). Karena itu
pemberiannya harus berulang kali. Efek singkat disebabkan oleh adanya bolus
effect ke organ lain.
Batas keamanan obat ini sempit sehingga dosis untuk menimbulkan
perangsangan pusat napas tidak banyak berbeda dengan dosis yang
menimbulkan kejang.
Batas keamanan doksapram lebih luas dan efek sampingnya lebih sedikit
dibandingniketamid.
Dosis
Niketamid 1- 3 ml untuk perangsanan pernafasan. Doksapram 0,5- 1,5 mg / kgbb
secara iv.
Interaksi Obat
Antidepresan : penghambat MAO meningkatkan efek doksapram
Simpatomimetik : meningkatkan risiko hipertensi.
6.Metilfenidat

Indikasi
Bagian dari pengobatan komprehensif untuk attention-deficit hyperactivity
disorders(ADHD)
Mekanisme Kerja
Metilfenidat merupakan derivat piperidin. Berbeda dengan analeptik lainnya,
metilfenidat merupakan perangsang SSP ringan yang efeknya lebih menonjol
terhadap aktivitas mental dibandingkan terhadap aktivitas motorik. Namun pada
dosis besar, metilfenidat dapat menimbulkan perangsangan SSP secara umum
baik pada manusia maupun pada hewan. Sifat farmakologinya mirip amfetamin.
Metilfenidat dapat disalahgunakan seperti halnya amfetamin.
Efek Samping
Sakit perut, nausea, muntah, mulut kering, takikardi, palpitasi, aitmia, perubahan
tekanan darah, insomnia, gugup, anorexia, sakit kepala, mengantuk, pusing,
gangguan dalam pergerakan, atralgia, ruam kulit, pruritus, alopesia. Jarang
terjadi : arteritis cerebral, angina, hiperaktivitas, konvulsi, psikosis, tics termasuk
sindroma Tourette, Neuroleptic Malignant Syndrome, toleransi dan
ketergantungan, retardasi pertumbuhan, menurunkan berat badan, kelainan
darah termasuk leukopenia dan trombositopenia, keram otot, gangguan
penglihatan, eksfoliatif, dermatitis, eritema multiform.
Dosis
Anak-anak diatas 6 tahun, dosis awal 5 mg, 1-2 kali sehari, naikan dosis jika
perlu dengan interval tiap minggunya sebnyak 5-10 mg per hari hingga

35

maksimum 60 mg per hari dalam dosis terbagi. Hentikan pemakaian jika tidak
ada respon setelah 1 bulan, dan juga hentikan secara periodik untuk menilai
kondisi anak (Biasanya pada akhirnya dihentikan selama atau setelah pubertas),
untuk anak di bawah umur 6 tahun tidak direkomendasikan.
Dosis malam : Jika efek berkurang pada malam hari, pemberian 1 kali dosis pada
sesaat sebelum tidur dapat dilakukan.
Interaksi Obat
Adrenergik neuron blocker : metilfenidat memberikan efek antagonis terhadap
efek hipotensi
Antidepresan : risiko hipertensi krisis jika deksamfetamin, dopamin, dopeksamin,
efedrin, isomethepthan, metilfenidat, fenilefrin, fenilpropanolamin,
pseudoefedrin atau simpatomimetik diberikan bersama.;Moklobemid :
metilfenidat dapat menghambat metabolisme SSRI dan trisiklik
Antiepilepsi : metilfenidat meningkatkan kadar feitoin dalam plasma ;
metilfenidat dapat meningkatkan kadar primidon dalam plasma.
Antikoagulan : metilfenidat dapat meningkatkan efek anti koagulan kumarin
Barbiturat : metilfenidat dapat meningkatkan kadar fenobarbital dalam plasma.
Klonidin : dilaporkan efek samping serius karena penggunaan bersama
metilfenidat.
7.MODAFINIL
Indikasi
Obat ini berindikasi untuk mengobati rasa kantuk yang berlebihan antara
narkolepsi.
Mekanisme Kerja
Narkolepsi berhubungan dengan hilangnya sel hipokretin pada hipotalamus
lateral. Modafinil dapat meningkatkan aktivitas c-fos pada sel hipokretin dan
nucleus tuberomamilaris dan pada dosis yang lebih tinggi modafinil mempunyai
efek pada korteks striatum dan korteks kingulata. Obat ini meningkatkan kadar
glutamat dan menekan GABA di hipotalamus dan thalamus venteral yang dapat
meningkatkan kejagaan.
Efek Samping
Modafinil dapat ditoleransi oleh tubuh dengan baik. Efek samping yang sering
terjadi adalah sakit kepala dan mual. Pada dosis tinggi akan menimbulkan
takikardia dan hipertansi.
Interaksi Obat
Modafinil menginduksi sitokrom P450 3A4/5 sehingga obat ini dapat menurunkan
konsentrasi obat lain. Modafinil juga berpotensi berinteraksi dengan substrat
sitokrom P450 2C19 seperti diazepam, propanolol dan fenitoin.
8.MDMA (ECSTASY)
MDMA (N-metil-3,4-metilendiosi amfetamin atau 3,4metilendioksimetamfetamin) yang popular dengan nama ekstasi merupakan
senyawa feniletilamin yang memiliki efek stimulant terhadap SSP.
Mekanisme Kerja

36

Cara kerja obat ini adalah dengan meningkatkan pelepasan total


neurotransmitter monoamine (serotonin, noradrenalin dan dalam jumlah kecil
dopamin) dari ujung akson. MDMA tidak secara langsung melepaskan serotonin,
namun dengan berikatan dan kemudian menghambat transporter yang terlibat.
Efek akut yang diberikan dari obat ini berupa perasaan bertenaga, gangguan
dalam orientasi waktu, perasaan mendapatkan pengalaman yang
menyenangkan dengan meningkatkan presepsi.
Efek Samping
takikardia, mulutkering, rahangmencekramdannyeriotot.
Padadosistinggiakanterjadihalusinasi visual, agitasi,
hipertermiadanseranganpanik.
Kemampuan MDMA untuk meningkatkan konsentrasi serotonin secara besarbesaran di sinaps akan mengakibatkan gejala psikotik akut dan menyebabkan
kerusakan kimia pada sel yang melepaskanya. Gejala mental yang berhubungan
dengan toksisitas serotonin adalah gangguan ingatan, baik verbal dan visual,
gangguan dalam menganbil keputusan, sangat impulsive dan kurang control diri,
serangan panic paranoia, halusinasi dan depresi berat.
Dosis
Dosis oral yang umum digunakan adalah satu atau dua tablet 100mg dan
efeknya bertahan 3-6 jam.
8. Xantin
Derivat xantin terdiri dari kafein, teofilin dan teobromin ialah alkaloid yang
terdapat dalam tumbuhan. Sejak dahulu ekstrak tumbuh-tumbuhan ini
digunakan sebagai minuman. Kafein terdapat dalam kopi yang didapat dari biji
Colfea arabica. Teh, dari daun Ihea srnensis, mengandung kalein dan teofilin.
Cocoa, yang didapat dari biji Theobroma cacao mengandung kafein dan
teobromin. Ketiganya merupakan derivat xantin yang mengandung gugus metil.
Xantin sendiri ialah dioksipurin yang mempunyai struktur mirip dengan asam
urat. Kafein ialah 1, 3, 7-trimetilxantin; teofilin lalah 1,3-dimetilxantin; dan
teobromin ialah 3,7-dimetilxanlin.
Farmakodinamika
Obat-obat ini menyebabkan relaksasi otot polos, terutama otot polos bronkus,
merangsang SSP, otot jantung dan meningkatkan diuresis. Xantin merangsan
SSP, menimbulkan diuresis, merangsang otot jantung dan merelaksasi otot polos
terutama bronkus.
Kerja Obat pada sususan saraf pusat. Teofili memberikan rangsangan SSp yang
lebih dalam dan berbahaya dari pada kafein. Efek samping teofilin untuk asma
bronchial hamper sama dengan gejala perangsangan kafein pada SSP. Bila dosis
metilxantin di tinggikan akan menyebabkan gugup, gelisa, insomnia, tremor,
hiperestesia, kejang fokal atau kejang umum. Dosis rendah dari metilxantin
dapat merangsang SSP yang sedang mengalami depresi.
Kerja obat pada medulla oblongata. Metilxantin merangsang pusat nafas terlihat
pada keadaan tertentu misalnya pernafasan cheyne stokes, pada apnea bayi
prematur atau depresi nafas oleh obat opiod. Metilxantin meningkatkan
kepekaan pusat nafas terhadap perangsang CO 2. Kafein dan teofilin dapat
menimbulkan efek mual dan muntah mungkin melalui efek sentral maupun
perifer.

37

Kerja obat pada system kadiovaskular. Teofilin pernah digunakan untuk


pengobatan darurat payah jantungberdasarkan kemampuannya menurunkan
tahan perifer, merangsang jantung, meninggikan perfusi berbagai organ dan
menimbulkan dieresis. Pada orang normalkadar terapi teofilin antara 10-20g/mL
akan menyebabkan kenaikan moderat frekuensi denyut jantung. Kadar rendah
kafein dalam plasma darah akan menurunkan denyut jantung yang mungkin di
sebabkan oleh perangsangang nervus vagus di medulla oblongata. Kadar kafein
dan teofilin berlebih dalam plasma darah menyebabkan takikardi, bahkan pada
individu yang sensitif mungkin menyebabkan aritmia. Pada pembuluh dara,
kafein dan teofilin menyebabkan dilatasi pembuluh darah termasuk pembuluh
koronerdan pulmonal.
Efek terpenting xantin adalah relaksasi otot polos bronkus terutama jika otot
bronkus sedang dalam keadaan konstriksi secara eksperimenta akibat histamine
atau pada pasien asma bronchial. Sedangkan pada otot rangka, kafein dapat
meningkatkan kapasitas kerja otot. Dalam kadar terapi, lafein dan teofilin dapat
memperbaiki kontraktilitas dan mengurangi kelelahan otot diafragma pada orang
normal maupun pasien COPD. Selain itu, semua xantin juga meninggikan
produksi urin. Cara kerjanya diduga melalui penghambatan reabsorpsi elektrolit
di dalam tubulus proksimal maupun di segmen dilusi, tanpa disertai dengan
perubahan filtrasi glomeruli ataupun aliran darah ginjal.
Kadar terapi metilxantin dapat meningkatkan katekolamin dalam darah, enzim
dopamine-hidroksilase dan aktivitas rennin dalam plasma darah. Pemberian
teofilin dapat menyebabkan kenaikan kadar gastrin dan hormone paratiriod
dalam plasma darah. Pemberian kafein4-8mg/kgBB pada orang sehat ataupun
gemuk akan menyebabkan peningkatan kadar asam lemak bebas dalam plasma
dan juga meningkatkan metabolism basal. Xantin dapat menyababkan toleransi
terutama terhadap efek dieresis dan gangguan tidur.
Mekanisme kerjanya
Teofilin menghambat enzim fosfodiesterase (PDE) sehingga mencegah
pemisahan cAMP dan cGMP masing-masing menjadi 5-AMP dan 5- GMP.
Penghambatan ini menyebabkan relaksasi otot polos. Teofilin juga merupakan
antagonis kompetitif dari adenosine. Adenisin dapat menyebabkan
bronkokonstriksi pada penderita asma. Teofilin juga memiliki efek antiinflamasi
dan menghambat pelepasan mediator dari sel radang. Hal ini di sebabkan,
teofilin mengaktivasi deasetil histon di dalam nucleus. Deasetil histon ini dapat
menurunkan transkripsi beberapa gen proinflamasi dan memperkuat efek
kortikosteroid.
Indikasi
Indikasi dari Xantin adalah untuk asma bronkhial, penyakit paru obstruktif
kronik(COPD), apnea pada bayi premature dan sakit kepala ( menggunakan
kombinasi kafein dan alnalgetik contohnya aspirin).
Intoksikasi
Gejala yang paling mencolok pada penggunaan kafein dosis berlebih adalah
muntah dan kejang. Gejala permulaan berupa susah tidur, gelisa dan eksitasi
yang dapat berkembang menjadi derilium ringan. Gangguan sensoris berupa
tinnitus dan kilatan cahaya sering dijumpai. Otot rangka menjadi tegang dan
gemetar sering ditemukan takikardia ekstrasisto dan pernafasan menjadi lebih
cepat.

38

Penggunaan teofilin dapat menyababkan intoksitas fatal. Aminofilin IV harus


disuntikan perlahan-lahan selama 20-40 menit untuk menghindari gejala
keracunan akut seperti sakit kepala, palpitasi, pusing, mual, hipotensi dan nyeri
prekordinal. Suntikan 500mg IV dapat menyebabkan kematian akibat aritmia
jantung. Kejang karena keracunan metilxantin dapat diatasi dengan pemberian
diazepam IV, fenitonin dan fenobarbital. Bayi premature relative lebih tahan
terhadap keracunan teofilin.
Sediaan
Xantin merupakan alkaloid yang bersifat basa lemah, biasanya diberikan dalam
bentuk garam rangkap. Kafein (tein), sediaan yang tersedia dalam ampul 2mL
mengandung 500mg untuk suntikan IM, sedangkan kafein sitrat dalam bentuk
tablet 60mg dan 120mg untuk pemakaian oral. Teofilin tersedia dalam
kapsul/kapsul lunak 130mg, tablet 150mg, tablet salut lepas lambat
125mg,250mg, dan 300mg, sirup/eliksir 50mg/5mL,130mg/15mL,150mg/15mL.
teofilin juga dapat dikombinasikan dengan efedrin untuk asma bronkhial.
Aminofilin (garam teofilin) untuk pengunaan IV dalam ampul 10mL mengandung
24mg aminofilin/mL.
Minuman Xantin
Minuman Xantin yang paling popular adalah teh, kopi, coklat dan minuman kola.
Kopi, kola dan teh mengandung kafein sedangkan coklat mengandung
teobromin.

Efek Pada Organ


1.Rangsangan
pada SSP/ pusat
napas
2.Relaksasi otot
polos
3.Dilatasi Koroner
4.Aktivitas otot
rangka
5.Diuresi

Teofil Teobr Kafei


in
omin n
+
+
+++
+++ +

+++ +
+
+

+
+++

+++ ++

KELAINAN DEGENERATIF SSP


ALZHEIMER
Definisi gangguan neurodegeneratif yang sering kali berbentuk dimensia,
kehilangan memori secara progresif dan kemunduran kognitif.
Obat-obat yang digunakan, mekanisme, dosis dan efek samping.

39

D.
D.
D.
D.
D.
D.

Pendekatan utama pengobatan AD melibatkan usaha-usaha untuk meningkatkan


fungsi kolinergik otak (Johnston, 1992). Salah satunya adalah penggunaan
prekursor sintesis asetilkolin, seperti kolin klorida dan fosfatidil kolin (lesitin).
Selain itu dapat juga menggunakan inhibitor asetilkolinesterase (AchE), suatu
enzim katabolik untuk asetilkolin. Fisostigmin merupakan suatu inhibitor AChE
yang reversibel dan bekerja cepat, menghasilkan respon yang lebih baik pada
model-model pembelajaran pada hewan dan beberapa penelitian membuktikan
adanya perbaikan ringan sementara pada ingatan setelah pasien AD diobati
dengan fisostigmin. Namun penggunaan obat ini dibatasi karena waktu paruhnya
singkat dan cenderung menimbulkan gejala kelebihan kolnergik sistemik pada
dosis terapi. Berikut ada 4 inhibitor AchE yang kini telah mendapat persetujuan
United States Food and Drug Administration untuk penggobatan Alzheimer.
1. Takrin (1,2, 3, 4-tetrahidro-9-aminoakridin; COGNEX).
Takrin adalah suatu inhibitor AchE kuat yang bekerja di pusat
(Freeman and Dawsson, 1991). Penelitian terhadap pemberian
takrin secara oral dalam kombinasi dengan lesitin telah
menegaskan bahwa memang ada efek takrin pada beberapa
pengukuran kinerja ingatan, tetapi perbaikan maksimum yang
teramati pada kombinasi lesitin dan takrin besarnya sedang
(chatellier and Lacomblez, 1990). Pemberian takrin ini dapat
memperbaiki gejala perilaku pasien yaitu dalam hal; delusi,
halusinasi, agitasi/agresi, depresi/disforia, cemas, euforia, apatis,
disinhibisi, iritabilitas, dan perilaku motorik yang menyimpang.
Mekanisme kerja dari obat ini adalah mencengah kerusakan
asetilkolin pada korteks serebri, karena itu menaikkan kadar
asetilkolin dan meningkatkan fungsi kognitif. Takrin juga
memperbaiki reseptor kolinergik nikotimik di otak, sera
meningkatkan pemakaian glukose otak pada demensia ringan dan
sedang.
Dosis takarin: takarin tersedia dalam kemasan 10-40 mg kapsul.
Dosis awal 40 mg (diberikan 4 kali 10 mg). Dosis ini dipertahankan
dalam 6 minggu sebelum dinaikkan sebesar 40 mg dalam interval 6
minggu. Dosis puncak tercapai setelah mendapat obat oral 1-2 jam.
Obat ini diminum 1 jam sebelum makan, karena makanan akan
menurunkan ketersediaan hayati sebesar 30%-40%. Sejumlah 55%
takrin akan terikat protein plasma.
Efek samping takrin seringkali signifikan dan membatasi dosisnya,
E.S nya antara lain; kram abdomen, anoreksia, mual, muntah, nyeri
lambung, kehilangan nafsu makan, hilangnya koordinasi, ataksia
dan diare teramati pada hingga sepertiga pasien yang mendapat
dosis terapi, dan peningkatan transaminase serum teramati pada
hingga 50% pasien yang diobati. Karena profil efek samping yang
penting ini, takrin tidak digunakan secara luas dalam prakti klinis
Interaksi obat rivastigmine + takrin kedua obat ini menaikan efek
cholinergic/transmission.

40

2. Donepezil (ARICEPT) merupakan inhibitor selektif AchE di jaringan perifer.


Mekanisme obat
Obat ini menghasilkan perbaikan sedang pada skor kognitif pasien-pasien
penyakit alzheimer (Rogers and Friedhoff, 1988) dan memiliki waktu paruh
yang panjang, sehinga memungkinkan pemberian obat satu kali sehari.
Dan menghasilkan tingkat perbaikan kognitif yang sama. Pada sumber
yang lain mengatakan bahwa donezepil merupakan derivat iperidin yang
secara kimia berbeda dengan peyekat lain asetilkolinesterase dan
dikembangkan khusus untuk terapi AD.
Donepezil diabsorbsi dengan baik setelah pemberian obat per-oral , kadar
puncak plasma tercapai dalam 3-4 jam. Absorbsi tidak terpengaruh
makanan ataupun waktu. Konsentrasi steady state stabil dalam 15 hari,
volume distribusinya waktu itu 12L/Kg. Donepezil terikat protein plasma
96%. Waktu paru eliminasi sekitar 70 jam. Eksresi lewat urine, separuh
dosis utuh dan separuhnya dimetabolisir di hepar lewat sistem sitokrom
P450. Donepezil dapat menyebabkan bradikardi.
Dosis obat
Donepezil dikemas dalam tablet 5-10 mg, diberikan sekali sehari
menjelang tidur. Tetapi dimulai dengan dosis 5 mg, setelah 4-6 minggu
dosis dapat di naikkan bila perlu menjadi 10 mg. Donepezil, dalam suatu
study mutisenter, acak, butaganda, terkendali dengan dosis 5 mg sekali
sehari, dalam penggunaan 12 minggu ternyata dapat meningkatkan fungsi
kognitif secara bermakna pada pasien AD.
Tidak didapatkan efek samping kolinergik perifer dan
hepatotoksisitas (Rogers, et. al., 1996).
Keunggulan donepezil dibandingkan dengan takrin dan lainnya adalah:
1. Donepezil mempunyai efek samping yang lebih ringan (mual dan
muntah pada 10% pasien, sementara takrin pada 24% pasien),
2. Donepezil dapat diberikan sekali sehari,
3. Takrin menyebabkan kenaikkan enzim hepar pada sekitar separuh
pasien yang diobati.
Interaksi obat
Obat ini menaikan efek cholinergic/transmission.
3. Rivastigmin (EXCELON) dan Galantamin ( REMINYL) diberikan dua kali
sehari dan menghasilkan tingkat perbaikan kognitif yang sama.
Rivastigmin dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien dan terbukti efektif.
Mekanisme obat
Obat ini meningkatkan kognisi membantu aktivitas sehari-hari dan
meningkatkan angka evaluasi global pada pasien alzheimer derajat
ringan-sedang.

41

Dosis Obat
Rivastigmin pada dosis 6-12 mg/hari menghasilkan perbaikan yang
bermakna secara statistik dan klinis. Pengaruh rivastigmin tergantung
dosis (Rosler et. al., 1999)
Efek-efek merugikan yang disebakan oleh donepezil, rivastigmin,
dan galantimin memiliki ciri yang sama, tetapi umumnya tidak
sesering dan separah efek takrin; antara lain mual, diare, muntah,
dan insomnia. Ketiga obat ini tidak menimbulkan hepatotoksisitas
yang membatasi penggunaan takrin.
Interaksi obat, obat ini menaikan efek cholinergic/transmission.
SKLEROSIS LATERAL AMIOTROFIK
Definisi ALS merupakan gangguan neuron motorik pada tanduk ventral
sumsum tulang belakang dan neuron korterks yang memberikan masukan
aferennya. Penyakit ini ditandai oleh kondisi yang lemah yang memburuk
dengan cepat, atrofi dan fasikulasi otot, spastisitas, disartria, disfagia, dan
gangguan pernapasan yang membahayakan. Fungsi sensori umumnya
tidak terpengaruh, demikian juga aktivitas kognitif, otonimik, dan
okulomotor.
Pengobatan ALS dengan Riluzol.
Riluzol (2-amino-6-[trifluorometoksi]benzotiazol; RILUTEK) adalah obat
dengan kerja yang kompleks pada sistem saraf (Bryson et al., 1996;
Wagner and Landis, 1997). Strukturnya adalah sebagai berikut:

Riluzol diabsorbsi secara oral dan ikatannya dengan protein sangat tinggi.
Zat ini mengalami metabolisme ekstensif dihati dengan 2 jalan, yaitu
hidroksilasi yang diperantai P450 dan glukuronidasi. Waktu paruhnya
sekitar 12 jam. Penelitian in vitro menunjukkan bahwa riluzol memiliki
efek-efek prasinaptik maupun pascasinaptik.
Mekanisme kerja obat
Zat ini menghambat pelepasan glutamat, tetapi juga memblok
reseptor glutamat pascasinaptik tipe NMDA dan tipe kainat serta
menghambat saluran natrium tergantung-tegangan.
Dosis yang dianjurkan adalah 50mg setiap 12 jam, digunakan 1 jam
sebelum makan atau 2 jam setelah makan.
Efek samping

42

Riluzol biasanya ditoleransi dengan baik, walaupun dapat terjadi


mual atau diare. Riluzol terkadang dapat menimbulkan cedera hati
yang disertai dengan peningkatan transaminase serum, dan
dianjurkan untuk melakukan pemantauan kadar transaminase
serum secara periodik. Walaupun besarnya efek riluzol pada ALS
kecil, obat ini merupakan suatu tonggak sejarah penyakit yang
sebelumnya sulit disembuhkan dengan segala jenis pengobatan.
Interaksi obat dengan makanan akan menurunkan keefektifan dari
riluzol sebagai inhibisi dari GI absorption.
Terapi Simptomatik Spastisitas
Obat yang digunakan untuk terapi ini adalah:
1. Baklofen (LIORESAL), suatu agonis GABAB.
Dosis dan efek samping obat baklofen
Dosis awal dianjurkan 5-10 mg sehari, tetapi bila perlu, dosis dapat
dinaikan hingga 200mg sehari. Apabila kondisi pasien menjadi lemah,
dosis harus diturunkan. Selain pemberian oral, baklofen dapat diberikan
langsung ke dalam ruang disekitar sumsum tulang belakang dengan
menggunakan pompa yang ditanam dengan jalan pembedahan dan suatu
kateter intratekal. Cara ini dapat meminimalkan efek-efek obat yang
merugikan, terutama sedasi, tetapi membawa resiko depresi SSP yang
dapat mengancam jiwa dan hanya boleh dilakukan oleh dokter yang sudah
terlatih memberikan terapi intratekal kronis.
Mekanisme dari obat
Menginhibisi transmisi synaptic spinal refelks, melalui hyperpolarization
dari primer afferent fiber terminals, yang mana mungkin mengakibatkan
kejang dari otot.
Efek samping, dapat menyebabkan drowsiness/dizziness
Interaksi obat ini dengan dantrolen adalah, kedua obat ini akan
meningkatkan efek sedasi
2. Tizanidin (ZANFLEX) adalah suatu gonis reseptor 2-adrenegik di sistem
saraf pusat.
Mekanisme obat
Obat ini mengurangi spastisitas otot dan diduga bekerja dengan
meningkatkan penghambatan neuron motorik prasinaptik. Tizanidin paling
banyak digunakan dalam pengobatan spastisitas pada multipel sklerosis
atau setelah stroke, tetapi mungkin juga efektif pada penderita ALS.
Dosis Obat

43

Pengobatan harus diawali dengan dodis rendah 2 hingga 4 mg sebelum


tidur, dan dinaikkan secara bertahap. Mengantuk, astenia, dan pening
mungkin membatasi dosis yang dapat diberikan.
Efek samping
Benzodiazepin, seperti klonazepam (KLONIPIN) merupakan anti spamodik
yang efektif, tetapi dapat turut menyebabkan depresi pernapasan pada
penderita ALS tngkat lanjut.
Interaksi obat dengan merokok dapat mengurangi level atau efek dari
tizanidine dengan pengaruh hepatic enzyme CYP1A2.
3. Dantrolen (DANTRIUM) juga mendapat persetujuan di Amerika Serikat
untuk pengobatan kejang otot.
Dosis obat
Capsule tersedia dalam 25 mg, 50 mg dan 100 mg. Untuk injection
20mg/vial (dantrium, revonto), dan 250 mg/vial ( Ryanodex)
Mekanisme Kerja Obat
Berbeda dengan obat-obat lain yang telah dibahas sebelumnya, dantrolen
bekerja langsung pada serabut otot rangka, mengganggu aliran ion
kalsium melintasi retikulum sarkoplasma. Karena dapat memperparah
kondisi otot yang lemah, obat ini tidak digunakan pada ALS, tetapi efektif
pada pengobatan spastisitas yang berhubungan dengan stroke atau
cedera sumsum tulang belakang dan untuk pengobatan hipertermia
malignan.
Efek Samping
Dantrolen dapat mengakibatkan hepatotoksisitas, sehingga penting untuk
melakukan tes fungsi hati sebelum dan selama terapi menggunakan obat
ini.
Interaksi obat dengan baklofen dapat meningkatkan sedasi.
PENYAKIT HUNTINGTON
1. Defenisi
Penyakit huntington adalah suatu penyakit herediter dominan autosom
yang disebabkan oleh kelainan (ekspansi repeat trinukleotida CAG yang
menyandi tractus poliglutamin) gen huntington di kromosom 4. Juga dapat
ditemukan bentuk resesif.
Penyakit huntington ditandai oleh khorea progresif dan demensia yang
dimulai pada masa dewasa. Timbulnya khore tampaknya berkaitan
dengan ketidakseimbangan dopamin, asetilkolin, GABA, dan mungkin
neurotransmitter lain di ganglia basal.
Penyakit huntington disebabkan karena adanya degenerasi bagian otak.
Penyakit Huntington memiliki dampak yang luas pada kemampuan
fungsional seseorang dan biasanya mempengaruhi gerakan, berpikir
(kognitif) dan gangguan kejiwaan. Kebanyakan penderita penyakit

44

Huntington mengalami tanda-tanda dan gejala pada usia 30-an atau 40an.
2. Gejala
Pada stadium awal penyakit ini, gerakan abnormal bercampur dengan
gerakan yang dilakukan oleh penderita sehingga gerakan abnormal
tersebut hampir tidak diperhatikan. Tetapi lama-lama gerakan abnormal ini
semakin jelas. Pada akhirnya gerakan abnormal yang terjadi akan
mempengaruhi seluruh tubuh, sehingga hampir tidak mungkin penderita
melakukan gerakan makan, berpakaina, dan bahkan duduk diam.
Perubahan mental yang terjadi pada awalnya samar-samar. Penderita
secara bertahap menjadi mudah tersinggung dan mudah gembira, mereka
bisa kehilangan minat terhadap aktifitas sehari-harinya. Selanjutnya
penderita menjadi tidak bertanggung jawab dan sering kali bepergian
tanpa tujuan yang pasti. Perderita kehilangan kedali terhadap hasratnya
dan menjadi promiskuitas (melakukan hubungan seksual dengan siapa
saja).
Bertahun-tahun kemudian, penderita akan kehilangan ingatan dan
kehilangan kemampuannya untuk berpikir secara rasional. Penderita
mengalami depresi berat dan bisa melakukan usaha bunuh diri.
Pada stadium lanjut, hampir semua fungsi mengalami gangguan, sehingga
penderita memerlukan bantuan orang lain untuk melakukan fungsinya.
Kematian sering kali dipicu oleh pneumonia atau karena terjatuh, yang
biasanya terjadi 13-15 tahun setelah timbulnya gejala pertama.
3. Terapi farmakologi
a. Obat untuk mengobati gangguan gerak
Tertrabenazine (Xenazine) (agent-depelting dopamin)
1) Defenisi
Xenazine (Tetrabenazine) adalah sebuah obat yang
sebelumnya digunakan sebagai antipsikotik tetapi sekarang
digunakan dalam pengobatan gejala dari berbagai gangguan
hiperkinetik. Obat ini merupakan depletor monoamine dan
digunakan sebagai pengobatan simtomatik chorea terkait
dengan penyakit Huntington (Anonim, 2008).

Gambar 1. Struktur Tetrabenazine

45

Xenazine yang berisi bahan aktif tetrabenazine (C 12H27NO3)


merupakan depletor monoamine untuk pemberian oral. Berat
molekuler dari tetrabenazine adalah 317,43 dengan pKa
sebesar 6.51. Tetrabenazine merupakan turunan hexahydrodimetoksi-benzoquinolizine dan memiliki nama kimia: rac cis1,3,4,6,7,11 b-hexahydro-9,10 dimetoksi-3-(2-methylpropyl)2H-benzo[a]quinolizim-2-one (FDA, 2008).
2) Penggunaan
Tetrabenazine (Xenazine) secara khusus disetujui oleh Food
and Drug Administration untuk menekan gerakan sentak dan
geliat yang tidak sengaja (chorea) yang berhubungan dengan
penyakit Huntington.
3) Tempat aksi obat (VMAT-2)
VMAT-2 (Vesicular Monoamine Transporter-2) secara aktif
berperan dalam transport monoamine seperti dopamin,
serotonin, norepinefrin, epinefrin, dan histamin dari dalam
neuron ke vesikel yang siap dikeluarkan ke celah sinaps.
Transporter ini terletak di membran vesikel dan berbeda
dengan transporter neurotransmitter lain seperti DAT, SERT,
dan NET yang selektif untuk masing-masing neurotransmitter.
Dengan kata lain VMAT-2 merupakan transporter yang tidak
selektif pada satu neurotransmitter saja. Meskipun proporsinya
di otak relatif kecil, namun VMAT-2 secara signifikan berperan
dalam kebanyakan penyakit neurologi dan psikiatri, salah
satunya adalah penyakit Huntington (Little, Karley Y. 2008).

46

Gambar 2. Vesicular Monoamine Transporter-2 pada fungsi


normal
Jumlah dopamin yang keluar ke celah sinaps sebagian diatur
oleh VMAT-2. VMAT-2 mengangkut monoamine, yang termasuk
dopamin ke dalam vesikel presinaptik. Kemudian dopamin akan
disimpan dalam vesikel sinaptik dan dilindungi dari degradasi
oleh monoamine oxidase (MAO). Oleh karena itu, aktivitas
VMAT-2 ini dapat menentukan jumlah dopamin di sitosol yang
dilepaskan ke celah sinaps (Anonim, 2008).
4) Mekanisme aksi tetrabenazine
Pada keadaan normal dopamin akan masuk ke dalam vesikel
presinaptik melalui VMAT-2, selanjutnya vesikel tersebut akan
menuju ke membran untuk selanjutnya melepaskan
neurotransmitter, termasuk dopamin ke celah sinaps melalui
proses eksositosis.
Xenazine termasuk obat yang memblokade aksi dopamin agar
jumlah dopamin yang keluar ke celah sinaps tidak berlebihan.
Zat aktifnya, tetrabenazine dapat mengikat VMAT-2 dan
mengurangi penyerapan dopamin dalam vesikel sinaptik. Tidak
ada studi konklusif pada manusia, tetapi menurut hipotesis
tetrabenazine mampu memberikan selektivitas lebih besar
kepada dopamin dibandingkan dengan monoamine yang lain
dan selektif mengurangi aktivitas dopaminergik. Tetrabenazine
dapat berinteraksi dengan VMAT-2 di tempat yang berbeda dari
substrat yang mengikat. Tetrabenazine juga tidak memiliki
afinitas untuk transporter monoamine pada membran sinaptik.
Tetrabenazine akan mengikat VMAT-2, sehingga akan
menghambat dopamin masuk ke dalam vesikel presinaptik.

47

5) Dosis obat
12,5 50 mg per oral, tiga kali sehari
6) Efek samping obat
Sebuah efek samping yang serius adalah risiko memburuknya
atau memicu depresi atau kondisi kejiwaan lainnya.
Efek samping lain yang mungkin termasuk mengantuk, mual
dan gelisah.
7) Interaksi obat
Dapat meningkatkan efek dopamin-depleting agents (reserpine)
dan dopamin blicking agents seperti neuroleptics.

Reserpine (agen depleting dopamin)


1) Defenisi
Merupakan obat yang bekerja untuk mengurangi noerepinefrin
dan epinefrin sehingga dapat menekan fungsi saraf simpatis.
2) Interaksi obat
Tricyclic antidepresan dapat mengurangi efek antihipertensi; baik
digitalis maupun quinidine dapat meningkatkan resiko terjadinya
aritmia jantung.
3) Kotraindikasi
Hipersensitivitas; depresi mental.

4) Efek samping
Sedasi dan ketidakmampuan berkonsentrasi atau melaksanakan
tugas kompleks adalah efek yang kurang baik secara umum;
deprasi psikotik dapat terjadi, itu dapat mendorong ke arah
bunuh diri; harus dihentikan bila ada tanda-tanda depresi;
jangan diberikan pada pasien dengan riwayat depresi; efek lain
berupa suara sengau, kekakuan dan exacerbasi ulcer peptik;
orthostatic hypotensi dapat terjadi, tetapi umumnya tidak;
parkinsonisme dapat terjadi.

48

5) Dosis obat
Dewasa: 0.5 mg PO qd; menetap pada 1.0 mg PO qd
Anak: tidak ada rekomendasi

Obat antipsikotik
Haloperidol
1) Defenisi
Haloperidol adalah obat turunan butirofenon yang
merupakan obat antipsikotik tipikal yang paling banyak
digunakan meskipun tingginya tingkat EPS relatif terhadap
obat antipsikotik atipikal.

2) Penggunaan
Haloperidol berguna untuk menenangkan keadaan mania
penderita psikosis yang dalam hal tertentu tidak dapat
diberikan fenotiazin. Reaksi ekstrapiramidal timbul pada 80%
penderita yang diobati haloperidol.
Biasanya digunakan untuk mengobati pergerakan irreguler
pada otot-otot- muka.
3) Farmakologi
Struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazin, tetapi
butirofenon memperlihatkan banyak sifat farmakologi
fenotiazin. Pada orang normal, efek haloperidol mirip
fenotiazin piperazin. Haloperidol memperlihatkan antipsikotik
yang kuat dan efektif untuk fase mania penyakit manik
depresif dan skizofrenia. Efek fenotiazin piperazin dan
butirofenon berbeda secara kuantitatif karena butirofenon

49

selain menghambat efek dopamin, juga meningkatkan turn


over ratenya.
Pada SSP, haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur
pada orang yang mengalami eksitasi. Efek sedatif haloperidol
kurang kuat dibanding dengan klorpromazin (CPZ). Haloperidol
menghambat sistem dopamin dan hipotalamus, juga
menghabat muntah yang ditimbulkan oleh oleh apomorfin.
4) Farmakokinetik
Haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya
dalam plasma tercapai dalam waktu 2-6 jam sejak menelan
obat, menetap sampai 72 jam dan masih dapat ditemukan
dalam plasma sampai berminggu-minggu. Obat ini ditimbun
dalam hati dan kira-kira 1% dari dosis yang diberikan
diekskresikan melalui empedu. Ekskresi haloperidol lambat
melalui ginjal, kira-kira 40% obat dikeluarkan selama 5 hari
sesudah pemberian dosis tunggal.
5) Efek samping dan intoksikasi
Haloperidol menimbulkan reaksi ekstrapiramidal dengan
insiden yang tinggi, terutama pada penderita usia muda.
Pengobatan dengan haloperidol harus dimulai dengan hatihati. Dan dapat terjadi depresi akibat reversi keadaan mania
atau sebagai efek samping yang sebenarnya. Perubahan
hematologik ringan dan selintas dapat terjadi, tetapi hanya
leukopenia dan agranulositosis yang sering dilaporkan.
Frekuensi kejadian ikterus akibat haloperidol rendah.
Haloperidol sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil
sampai terdapat bukti bahwa obat ini tidak menimbulkan efek
teratogenik.
6) Indikasi
Indikasi utama haloperidol adalah untuk psikosis. Butirofenon
merupakan obat pilihan untuk mengobati sindrom Gilles de Ia
Tourette, suatu kelainan neurologik yang aneh yang ditandai
dengan kejang otot hebat, menyeringai (grimacing) dan
explosive utterances of foul expletives (coprolalia,
mengeluarkan kata-kata jorok).
7) Dosis haloperidol untuk Huntingtons disease

50

1 mg dua kali sehari, dan ditingkatkan setiap 4 hari bergantung


pada respons.
8) Interaksi obat
Dapat meningkatkan konsentrasi TCAs serum dan kadar obatobat anti hipertensi: phenobarbital atau carbamazepine dapat
mengurangi efek; antikolinergik dapat meningkatkan tekanan
intraokular; litihium dapat mengakibatkan encephalopaty like
syndrome.
Olanzapine
1) Definisi
Merupakan inhibitor serotonin, muscarinic, dan dopamine.
2) Interaksi obat
Dapat meningkatkan efek fluvoxamine; antihipertensi dapat
meningkatkan hipotensi dan ortostatik hipotensi; levodopa,
pergolide, bromocriptine, charcoal, carbamazepine, omeprazole,
rifampin, dan rokok dapat mengurangi efek.
3) Kontraindikasi
Hipersensitivitas
4) Efek samping
Agranulositosis belum dilaporkan sampai saat ini; resiko efek
ektrapiramidal lebih kecil dibanding neuroleptik tradisional.
5) Dosis obat
Dewasa: dosis awal 5-10 mg PO qd; ditingkatkan sampai 10 mg PO
qd tidak boleh lebih dari 20 mg PO qd
Klorpromazin dan devirat fenotiazin
1) Defenisi
Prototip kelompok ini adalah klorpromazin(CPZ). Pembahasan
utama mengenai CPZ dengan mengemukakan tentang fenotiazin
lain bila ada.

51

Klorpromazin adalah 2-klor-N-(dimetil-aminopropil)-fenotiazin.


Devirat fenotiazin lain didapt dengan cara substitusi pada tempat
2 dan 10 inti fenotiazin.
2) Farmakodinamik
SSP. Klorpromazin menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap
acuh tak acuh terhadap rangsang dari lingkungan. Pada
pemakaina lama dapat timbul toleransi terhadap efek
sedasi.timbulnya sedasi amat tergantung dari status emosional
penderita sebelum minum obat. CPZ berefek antipsikosis terlepas
dari efek sedasinya. CPZ tidak dapat mencegah timbulnya
konvulsi akibat rangsang listrik maupun rangsang dari obat.
Semua devirat fenotiazin mempengaruhi ganglia basal, sehingga
menimbulkan gejala parkinsonisme (efek ekstrapiramidal). CPZ
dapat mengurangi atau mencegah muntah yang disebabkan oleh
rangsangan pada chemoreceptor trigger zone. Muntah yang
disebabkan oleh kelainan saluran cerna atau vestibuler, kurang
dipengaruhi, tetapi fenotiazin potensi tinggi, dapat berguna untuk
keadaan tersebut. Fenotiazin terutama yang potensinya rendah
menurukan ambang bangkitan sehingga penggunaanya pada
pasien epilepsi harus sangat behati-hati. Devirat piperazin dapat
digunakan secara aman pada penderita epilepsi bila dosis
diberikan bertahap dan bersama anti konvulsan.
Otot rangka. CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot skelet yang
berada dalam keadaan spastik. Cara kerja relaksasi ini diduga
bersifat sentral, sebab sambungan saraf otot dan medula spinalis
tidak dipengaruhi CPZ.
Efek endokrin. CPZ menghambat ovulasi dan menstruasi. CPZ
juga menghambat sekresi ACTH. Efek terhadap sistem endokrin
ini terjadi berdasarkan efeknya terhadap hipotalamus. Semua
fenotiazin, kecuali klozapin menimbulkan hiperprolaktinemia
lewat penghambatan efek sentral dopamin.
Kardiovaskular. CPZ dapa menimbulkan hipotensi berdasarkan
beberapa hal, yakni: (1) refleks presor yang penting untuk
mempertahankan tekanan darah dihambat oleh CPZ; (2) CPZ
berefek -blocker; dan (3) CPZ menimbulkan efek inotropik
negatif pada jantung. Toleransi dapat timbul terhadap efek
hipotensif CPZ.
3) Farmakokinetik

52

Pada umumnya semua fenotiazin diabsorpsi dengan baik bila


diberikan per oral atau parental. Penyebaran luas ke semua jaringan
dengan kadar tertinggi di paru-paru,hati, kelenjar suprarenal, dan
limpa. Sebagian fenotiazin mengalami hidroksilasi dan konjugasi,
sebagian lain diubah menjadi sulfoksid yang kemudian diekskresi
bersama feses dan urin. Setelah pemberian CPZ dosis besar, maka
masih ditemukan ekskresi CPZ atau metabolitnya selama 6-12 bulan.
4) Efek samping
Batas keamanan CPZ cukup lebar, sehingga obat ini cukup aman. Efek
samping biasanya merupakan perluasan farmakodinamiknya. Gejala
idiosinkrasi mungkin timbul, berupa ikterus, dermatitis dan
leukopenia. Reaksi ini disertai eosinofilia dalam darah kapiler.
5) Indikasi
Indikasi utama fenotiazin ialah skizofrenia gangguan psikosis yang
sering ditemukan. Gejala psikotik yang dipengaruhi secara baik oleh
fenotiazin dan antipsikosis lain ialah ketegangan, hiperaktifitas,
combativeness, hostality, halusinasi, delusi akut, susah tidur,
anoreksia, perhatian diri yang buruk, negativisme, dan kadangkadang mengatasi sifat menarik diri. Pengaruhnya terhadap insight,
judgement, daya ingat, dan orientasi kurang. Pemberian antipsikotik
sangat memudahkan perawatan pasien. Walaupun antipsikosis sangat
bermanfaat untuk mengatasi gejala psikosis akut, namun penggunaan
antipsikosis saja tidak mencukupi untuk merawat pasien psikotik.
Perawatan, perlindungan, dan dukungan mental-spiritual terhadap
pasien sangatlah penting.
6) Dosis untuk huntingtons disease
Obat golongan devirat fenotiazin khususnya senyawa piperazin yang
dianjukan untuk penyakit huntington ialah obat perferazin dengan
dosis ditingkatkan hinggal total 20 mg perhari. Perferazin tersedia
dalam bentuk suntik dan tablet 2 dan 4 mg.
b. Obat untuk mengobati ansietas dan stres

Obat golongan benzodiazepine


Benzodiazepin yang dianjurkan sebagai anti ansietas adalah
klordiazepoksid, diazepam, oksazepam, klorazepat, lorazepam,
prazepam, alprazolam, dan halozepam. Sedangkan klorazepam
dianjurkan untuk pengobatan panic disorder.

53

1) Farmakologi
Klordiazepoksid dan diazepam merupakan prototip devirat
benzodiazepin yang digunakan secara meluas sebagai antiansietas.
2) Mekanisme kerja benzodiazepin
Mekanisme kerja benzodiazepin merupakan potensiasi inhibisi neuron
dengan GABA sebagai mediatornya. Klordiazepoksid tidak saja bekerja
sentral, tetapi juga perifer pada susunan saraf kolinergik, adrenergik,
dan triptaminergik. Setelah pemberian per oral, klordiazepoksid
mencapai kadar tertinggi dalam 8 jam dan tetap tinggi sampai 24
jam. Ekskresi benzodiazepin melalui ginjal lambat, setelah pemberian
satu dosis, obat ini masih ditemukan dalam urin selama beberapa
hari.
3) Efek samping dan kontraindikasi
Pada penggunaan dosis terapi jarang timbul kantuk; tetapi pada takar
lajak benzodozepin menimbulkan depresi SSP. Efek samping akibat
depresi SSP berupa kantuk dan ataksia merupakan kelanjutan efek
farmakodinamik obat-obat ini. Efek antiansietas diazepam dapat
diharapkan terjadi bila kadar dalam darah mencapai 300-400 ng/ml;
pada kadar yang sama terjadi pula efek sedasi dan gangguan
psikomotor. Intoksikasi SSP yang menyeluruh dapat diharapkan terjadi
pada kadar diatas 900-1000 ng/ml. Kadar terapi klordiazepoksid
mendekati 750-1000 ng/ml.
4) Indikasi dan sediaan
Devirat benzodiazepin digunakan untuk menimbulkan sedasi,
menghilangkan rasa cemas, dan keadaan psikosomatik yang ada
hubungan dengan rasa cemas. Selain sebagai antiansietas, devirat
benzodiazepin digunakan juga sebagai hipnotik, antikonvulsi, pelemas
otot, dan induksi anatesi umum.
5) Dosis
Sebagai antiansietas, klordiazepoksid dapat diberikan secara oral atau
suntikan (dapat diulang 2-4 jam) dengan dosis 25-100 mg sehari
dalam 2 atau 4 kali pemberian. Dosis diazepam adalah 2-20 mg
sehari, pemberian secara suntik dapat diulang tiap 3-4 jam.
Klorazepat diberikan secara oral 30 mg sehari dalam dosis terbagi.
Klordiazepoksid tersedia sebagai tablet 5 dan 10 mg. Diazepam
berbentuk tablet 2 dan 5 mg.

54

DAFTAR PUSTAKA
Syarif, Amir. dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran UI.
Goodman and Gilman. 2007. Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
BPOM. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta : Sagung Seto
Kee, Joyce., Evelyn R.H. 1994 Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta :
Gramedia.
Katzung,Bertram.G, dkk.2013. Farmakologi Dasar & Klinis Edisi 12 Volume
1.Jakarta: EGC
Brunton,Laurence,dkk. 2010. Goodman & Gilman Manual Farmakologi dan
Terapi.Jakarta:EGC
Ganiswarna,Suliastia.G.2001. Farmakologi dan Terapi FKUI edisi 4. Jakarta: Gaya
Baru
E, David. P, Michael. Huntingtons Disease. Merck Manual Handbook.2007.
Mayo Clinic. Huntingtons Disease. 2011
Anonim. 2008. Mechanism Of Action
(MOA). http://www.xenazineusa.com/HCP/MOA). Diakses pada tanggal 13
Desember 2013.
Anonim. 2008. Tetrabenazine. http://www.drugbank.ca/drugs/DB04844. Diakses
pada tanggal 12 Desember 2013.
Anonim. 2013. http://www.ninds.nih.gov/disorders/chorea/chorea.htm. Diakses
pada tanggal 12 Desember 2013.
Avise, John C. 1998. The Genetics Gods. USA : Havard University Press.
Brazis, Paul W et al. 2001. Localization in clinical neurology Ed 5th. USA :
Lippincott william & wilkins.
FDA. 2008. Xenazine

55

(Tetrabenazine).http://www.lundbeck.com/upload/us/files/pdf/Products/XENAZINE
_PI_US_EN.pdf
Little, Karley Y, et al. 2008. The Vesicular Monoamine
Transporter.http://www.psychiatrictimes.com/articles/vesicular-monoaminetransporter. diakses pada tanggal 16 Desember 2013.
Gambar 1. Struktur Tetrabenazine. http://www.chemnet.com/cas/my/58-468/Tetrabenazine.html.
Gambar 2. Mekanisme VMAT-2 pada fungsi
normal. http://www.xenazineusa.com/HCP/MOA.
Gambar 3. Mekanisme Tetrabenazine. http://www.xenazineusa.com/HCP/MOA.

56

Anda mungkin juga menyukai