Oleh
Intan Savika Octaviani
Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Sosial
Program Studi Pendidikan Sejarah
Universitas Indraprasta PGRI
intansavika21@gmail.com
Abstract: Civil society is a societal order that forms the paradigm of the ideal
community order. At this time, conflicts and discrimination between religious
people occur based on the pretext of religious differences. The people of
Kampung Sawah are familiar with these differences, so Kampung Sawah is
known as a village that has a very high tolerance for differences in religion. The
principles of civil society have been held firmly since long ago and not just a mere
sentence, but it has become customary for the people of Kampung Sawah.
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Kabupaten Bekasi merupakan daerah yang heterogen. Hal ini dapat dilihat
dari keragaman agama yang dianut oleh penduduk Kabupaten Bekasi mulai dari
agama Islam sebanyak 3.297.445, Katolik 31.413, Kristen 115.270, Hindu 2.217,
Budha 17.007 serta aliran kepercayaan lainnya sebanyak 3.466. Dikarenakan
keberagaman agaman tersebut maka, potensi konflik yang akan muncul pun cukup
tinggi dan akan mengarah kepada disintegrasi di Kabupaten Bekasi. Karena
jumlah masyarakat yang heterogen tersebut akan menimbulkan perbedaan
pandangan, perilaku, karakter, dan tingkat ego yang berbeda. Hal-hal tersebut
harus disikapi dengan cara yang bijaksana, jika tidak akan memicu konflik di
tengah-tengah masyarakat.
Tiga tempat ibadah terletak berdekatan satu sama sama lain, semuanya
berada di Jalan Raya Kampung Sawah. Ketiga tempat ibadah itu adalah Masjid
Agung Al Jauhar Yayasan Pendidikan Fisabilillah (Yasfi), Gereja Kristen
Pasundan (GKP) Jemaat Kampung Sawah, dan Gereja Katolik Santo Servatius.
Ini merupakan bukti nyata bahwa masyarakat Kampung Sawah menghargai
keberadaan antarumat beragama.
Kampung Sawah meruoakan suatu potret bentuk sikap toleransi yang telah
dijalankan sejak dahulu tengah-tengah masyarakat yang heterogen. Di dalam
Kampung Sawah ini kita mmapu melihat kerukunan yang terjadi antara umat
Islam Betawi dengan umat Betawi Katolik dan Protestan. Hal ini terbukti oleh
adanya tempat ibadah yang saling berdekatan dan sikap saling menghargai yang
sangat dijunjung tinggi. Pergaulan hidup antarumat beragama bukanlah hanya
toleransi dalam masalah-masalah keagamaan saja, tapi juga masalah
kemasyarakatan atau kemaslahatan umum. Toleransi dalam pergaulan hidup
antarumat beragama berpangkal dari penghayatan ajaran agama masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA