Anda di halaman 1dari 13

KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Oleh :

NAMA : VENIOSHA

NIM : 11.11.5278

KELOMPOK : E

PROG.STUD dan JUR : S1 TI

DOSEN : Abidarin Rosidi,Dr,M.Ma

STMIK Amikom Yogyakarta


PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Tuhan menciptkan empat keyakinan ,yaitu Islam,Kristen,hindu,dan

budha.Namun,banyak umat yang tidak mengerti tentang semua itu.Terutama

Islam,padahal memang Tuhan menciptakan agama Islam sebagai agama yang paling

baik diantara yang lainnya,tetapi bukan berarti agama lainnya itu tidak baik,hanya

saja semua kita harus bisa saling menghargai dan toleransi,contohnya ada beberapa

umat Islam yang ingin menekan agama lain,seperti mengebo beberapa gereja.Adapun

masalah timbul karena suku dan ras yang beragam,karena satu sama lain sulit

menerima dari banyak segi perbedaan .

B.Rumusan Masalah

1.masalah mempersatukan aneka warna suku bangsa

2.masalah hubungan minoritas dan mayoritas

3.masalah integrasi kebudayaan-kebudayaan di Irian Jaya dan Timor-Timor dengan

Indonesia

C.Pendekatan

>sosiologis
PEMBAHASAN

Kajian mengenai kerukunan umat beragama terwujud dalam interaksi umat beragama

itu sendiri.Inteaksi adalah hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih yang

mempunyai identitas masing-masing.Jika interaksi yang terwujud antara umat

beragama yang berlainan saling menonjolkan identitas agama masing-masing,maka

akan terjadi konflik ketidakrkunan.Dan sebaliknya jika dalam interaksi umat

beragama itu menyimpan identitas agamanya masing-masing maka akan terjadi

kerukunan anatar umat beragama.

Adapun Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah kerukunan :

1.sikap prasangka stereotipe etnik dan dijiwai oleh suasana persaingan yang tajam

2.penyiaran agama kepada sekelompok yang telah menganut agama

3.Pendirian tempat ibadah

Pada masa kini, keserasian dan kerukunan hubungan antarumat beragama di

Indonesia, dipersoalkan. Pasalnya di beberapa daerah di Indonesia, terjadi

kerusuhan bernuansa agama. Kerusuhan bernuansa agama yang memfenomena di

tanah air, telah menghapus citra Indonesia sebagai negeri beraneka agama yang

serasi dan rukun.

Dalam tahun-tahun belakangan ini semakin banyak didiskusikan mengenai kerukunan

hidup beragama. Diskusi-diskusi ini sangat penting, bersamaan dengan

berkembangnya sentimen-sentimen keagamaan, yang setidak-tidaknya telah

menantang pemikiran teologi kerukunan hidup beragama itu sendiri, khususnya untuk

membangun masa depan hubungan antaragama yang lebih baik–lebih terbuka, adil

dan demokratis.
Meski bukan tema baru dan sudah sering dibahas pada diskusi, seminar, konferensi,

maupun di artikel atau buku, tetapi persoalan kerukunan umat beragama senantiasa

perlu kembali disegarkan dan terus-menerus disosialisasikan. Penyegaran dan

sosialisasi itu disebabkan konflik antarumat beragama dan intern umat beragama di

Indonesia khususnya dan di dunia pada umumnya, masih terus berlangsung hingga

hari ini

Alasan utama di angkatnya topik ini semata-mata hanyalah karena melihat masalah

konflik antar agama yang terjadi di Indonesia sudah mencapai tingkat yang

memprihatinkan. Sejumlah tragedi berdarah yang dilatarbelakangi isu agama telah

terjadi di Indonesia, sebut saja tragedi Situbondo, Ketapang, Ambon hingga Poso.

Konflik yang maksud disini bukan hanya meliputi aksi saling membunuh antara umat

yang berbeda agama saja, melainkan juga meliputi hostilitas dan kecurigaan yang

mendalam terhadap pemeluk agama lain.Isu agama, jelas, merupakan isu yang sangat

sensitif, mengingat hal ini bersangkutan dengan hubungan manusia dengan Tuhan-

nya.

Konsep kerukunan antar umat beragama muncul dengan latar belakang beberapa

peristiwa yang menimbulkan konflik antar umat beragama. Berbagai peristiwa

konflik muncul pada tahun 1960-an, seperti pendirian gereja oleh umat Kristen di

perkampungan miskin di Meulaboh, Aceh Barat.

Masyarakat Indonesia terdiri dari beragam kelompok agama, etnik dan tradisi.

Pluralisme bangsa kita ini dapat dipandang sebagai berkah karena meskipun

berpotensi menjadi sumber konflik dan perpecahan, juga berpotensi sebagai sumber

kekuatan. Potensi sumber kekuatan bisa terwujud jika kemajemukan dapat dikelola
dan dikembangkan guna melestarikan persatuan dan percepatan pencapaian

kesejahteraan bangsa.

Ini merupakan kondisi sosial yang memungkinkan semua golongan agama bisa hidup

bersama-sama tanpa mengurangi hak azasi masing-masing untuk melaksanakan

kewajiban agamanya. Konsep hidup beragama yang digunakan pemerintah mencakup

tiga kerukunan, yakni kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat

beragama dan kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah.

Umat beragama dan Pemerintah harus melakukan upaya bersama dalam memelihara

kerukunan umat beragama dibidang pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan umat

beragama., termasuk dalam mendirikan rumah ibadah harus memperhatikan

pertimbangan ormas keagamaan yang berbadan hukum dan telah terdaftar di

pemerintah daerah setempat, termasuk pertimbangan dari Forum Kerukunan Umat

Beragama. Yang disingkat FKUB.

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) mempunyai peran strategis dalam

meningkatkan dan mewujudkan kerukunan umat beragama di Indonesia. Namun,

sejak dikukuhkan kepengurusan FKUB, ternyata dalam pelaksanaan di lapangan

banyak menemui kendala, menyangkut masalah kelembagaan dan pendanaan.

Menurut Prof Dr Ridwan Lubis, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta. Yang dikutip dari Harian Umum Duta Masyarakat tanggal 5

Desember 2009 mengatakan FKUB belum berjalan makisimal Ridwan Lubis

mengatakan, saat ini FKUB belum punya rambu-rambu sehingga dalam

pelaksanaannya selalu muncul multitafsir, karena itu harus ada pedoman untuk FKUB

tentang tata kerja dan masalah pendanaan. FKUB ini unik, ada disain dari pusat, tapi
bukan lembaga struktural ke bawah dan kordinasinya bersifat konsultatif saja,

FKUB saat ini, memang ada yang sudah berjalan dengan baik, tapi sebagian lagi ada

yang belum. Ini disebabkan, pertama ada pemda yang tidak memberikan dukungan

dana. Kedua, ada pemda yang memberi dukungan dana tapi tidak langsung, cuma

memfasilitasi saja.

Kerukunan umat beragama yang dimiliki saat ini, merupakan modal yang sangat

berharga bagi kelangsungan kehidupan seluruh masyarakat Indonesia. Dengan segala

kekurangan dan kelebihannya, kerukunan umat beragama di Indonesia dinilai oleh

dunia internasional sebagai yang terbaik. “Bahkan Indonesia dianggap sebagai

laboratorium kerukunan umat beragama. Paling tidak hal ini terungkap dari

pernyataan Menlu Italia, Franco Frattini dan pendiri komunitas Sant` Egidio,

Andrea Riccardi dalam pidato mereka pada pembukaan seminar internasional dengan

tema: Unity in Diversity: The Indonesian Model for a Society in which to Live

Together, yang digelar pada 4 Maret 2009 di Roma,“

Kondisi kehidupan keagamaan di Indonesia saat ini diwarnai oleh adanya perbedaan-

perbedaan dalam pemelukan agama. Kita sudah terbiasa menerimanya dengan hidup

berdampingan secara damai dalam balutan semangat kesatuan bangsa. Namun

penerimaan perbedaan saja tanpa pemahaman yang mendalam akan arti dan hakikat

yang sesungguhnya dari perbedaan tersebut ternyata masih sangat rentan terhadap

godaan kepentingan primordialisme dan egosentrisme individu maupun kelompok,

gangguan kedamaian itu akan mudah meluas manakala sentimen dan simbol-simbol

keagamaan dipakai sebagai sumbu atau pemicu.

Bersikap toleran merupakan solusi agar tidak terjadi perpecahan dalam

mengamalkan agama. Sikap bertoleransi harus menjadi suatu kesadaran pribadi yang

selalu dibiasakan dalam wujud interaksi sosial. Toleransi dalam kehidupan beragama
menjadi sangat mutlak adanya dengan eksisnya berbagai agama samawi maupun

agama ardli dalam kehidupan umat manusia ini.

Konflik umat beragama juga telah terjadi di kota kita saat ini,yaitu di Yogyakarta.

Beberapa hari hari yang lalu diadakan focus group discussion bertajuk “Membaca

Potensi Konflik Antar Umat Beragama di Jawa Tengah dan Yogyakarta”. Kegiatan ini

merupakan hasil kerjasama antara Wahid Institute Jakarta, Lembaga Studi Sosial

dan Agama (eLSA) Semarang, CCIS, dan Tifa Foundation.

Berikut berita yang dimuat di wahidinstitute.org:

Sebelum dibuka, kegiatan yang diikuti 15-an peserta pagi itu menyuguhkan sebuah

tayangan video perusakan sebuah gereja di Kota Semarang. Ratusan orang tampak

beringas merusak sebuah bangunan yang sudah tak lagi beratap. Beberapa orang

membawa godam menghancurkan tembok. Beberapa orang merobohkan kusen yang

sudah keluar dari rangka. Puing-puing terserak di mana-mana. Puluhan orang lain

berkerumun di depan bangunan yang sudah luluh lantak sambil berteriak-teriak.

Sebagian lagi berbisik-bisik.

Bangunan yang jadi sasaran amuk massa di 31 Juli 2005 silam itu adalah Gereja Isa

Almasih di Karangroto, Genuk, Semarang. Sebuah aksi yang kian menjulurkan daftar

panjang perusakan maupun penolakan pendirian rumah ibadah di Indonesia. Salah

seorang peserta FGD yang menjadi pengelola gereja membawanya sebagai “oleh-

oleh” untuk peserta lain yang sebentar lagi mendiskusikan potensi konflik antarumat

beragama di Jawa Tengah. “Dulu isu ini mencuat hingga ke level nasional. Tapi

sekarang, tetap saja tak bisa beribadah di gereja sendiri,” kata pengelola itu

kepada saya ketika acara rampung. Izin membangun rumah ibadah gereja itu hingga
kini memang tak pernah diteken masyarakat sekitar. Jemaatnya akhirnya hanya

berkebaktian dari rumah ke rumah secara bergantian. Sebetulnya pemerintah

setempat sudah membuat surat rekomendasi yang mengakui proses administrasi

pendirian, tapi tetap melempar hak izin kepada masyarakat sekitar gereja.

Jumat, 6 Nopember 2009 di Hotel Santika Jalan Ahmad Yani, Wahid Institute

Jakarta bekerjasama dengan Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang,

CCIS, dan Tifa Foundation menggelar focus group discussion bertajuk “Membaca

Potensi Konflik Antar Umat Beragama di Jawa Tengah dan Yogyakarta”. Kegiatan ini

dihadiri sejumlah aktivis NGO yang bergerak di isu-isu toleransi dan perdamaian,

tokoh agama dari kalangan non-muslim, akademisi di Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Dimulai pukul 10.00 dan berakhir pukul 16.30 WIB, acara di bagi dalam dua sesi.

Sessi pertama berupa pemaparan seputar data-data kasus pelanggaran dan situasi

kebebasan beragama di dua wilayah itu. Sessi kedua, membincang tindak lanjutnya.

Kepada peserta, Tedi Kholiludin, Direktur Elsa Semarang memaparkan puluhan kasus

yang terjadi di wilayah Jawa Tengah. Sedang Nur Khalik Ridwan, Koordinator

Rumpun Nusantara memaparkan kasus-kasus di Yogyakarta.

Di Solo, kasus keberagamaan yang paling menyedot perhatian publik adalah

penghentian kegiatan paket nasi murah bagi masyarakat sekitar selama bulan

Ramadhan yang digelar Gereja Kristen Jawa (GKJ) Manahan Kota Solo. Kegiatan

yang sudah berlangsung selama 13 tahun ini dihentikan pihak Poltabes Surakarta

akhir Agustus lalu. Kasat Intelkam Poltabes Surakarta yang mendatangi pimpinan

GKJ Manahan mengaku mendapat banyak pengaduan dari masyarakat yang

keberatan kegiatan tersebut. “Uniknya belakangan pihak Poltabes Surakarta

mengaku tak pernah mengeluarkan perintah pelarangan, tapi himbauan,” kata


Pendeta Ratna Ratih kepada forum. Pagi itu, bersama puluhan peserta lain pimpinan

GKJ Manahan Solo ini terlibat sebagai peserta aktif. Kepada forum ia juga

mengisahkan cerita penghentian acara tersebut hingga akhirnya dibuka kembali

pada Selasa (01/09) atas desakan sejumlah pihak, termasuk masyarakat kecil yang

merasa dibantu dengan program tersebut. Sebagian besar yang menikmati program

nasi murah adalah para pengayuh becak yang sering mangkal tak jauh dari gereja.

Selain pendeta Ratih, Cecep Choirul Soleh, Direktur Commitmen Solo,

mengungkapkan kasus konflik pendirian rumah ibadah. Bahkan kata Cecep lembaga

yang yang bergerak untuk isu demokrasi lokal. Cecep bercerita, akhir oktober lalu,

pihaknya bahkan menggelar FGD yang menghadirkan para korban kekerasan

berbasis agama dan kalangan non muslim yang kesulitan membangun tempat ibadah.

Cecep mencontohkan. Sulitnya memperoleh izin pendirian tempat ibadah dialami

GKJ Daleman Baki Sukoharjo, GBI Tempel Gatak Sukoharjo, GKAJ Kadipiro

Surakarta, GPDI Semanggi, Surakarta, GSJA Bukit Sion, Serengan, Surakarta,

Gereja GBI Kenteng Baru, Semanggi, Surakarta, Gereja Tiberias Indonesia dan

Gereja Kristen Indonesia (GKI) Coyudan di dusun Turi Baru, Madegondo, Grogol,

Sukoharjo dan Gereja Jemaat Kristen Indonesia “Kristus Gembala” di Dawung

Wetan, Serengan, Surakarta.

Cecep menambahkan. Kegiatan pendidikan keterampilan bagi anak putus sekolah

yang diselenggarakan di Gereja St Petrus Purwosari, Surakarta sempat dicurigai

sebagai aksi kristenisasi. Arisan bapak-bapak rukun tetangga (RT) di Pasarkliwon,

Surakarta di-sweeping sekelompok orang.


Selain kabar buruk, cecep juga menyajikan berita baik. Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Kota Surakarta membuat terobosan jika pendirian bangunan

seperti musala atau langgar (Islam), kapel atau stasi (Katholik), cabang atau

pepanthan (Protestan), sanggar (Hindu) dan cetya (Budha) tak perlu mengajukan

IMB kepada Walikota atau mendapatkan rekomendasi dari Kakandepag dan FKUB.

Yang wajib mendapatkan izin IMB ke Walikota dan rekomendasi Kepala Kantor

Departemen Agama dan rekomendasi FKUB Kota Suarakarta adalah bangunan

masjid (Islam), gereja (Katholik dan Protestan), pura ( Hindu), vihara (Budha) dan

kelentheng (Konghucu). Pernyataan ini mengemuka saat Drs KH. Suyono M Musyafa,

salah seorang anggota FKUB Kota Surakarta menjadi narasumber diskusi publik

tentang pasal 28 (Perber No 8 & 9 tahun 2006) mengenai perizinan tempat ibadah

yang diselenggarakan Commitment, Rabu (28/10).

Di akhir sessi, forum menyepakati perlu ada tindak lanjut merespon berbagai kasus

yang teradi di wilayah Joglo Semar, singkatan Yogyakarta, Solo, dan Semarang.

Salah satunya “merapatkan barisan” dan mengintensifkan komunikasi antar elemen

pro-demokrasi, khususnya para peserta yang hadir, sehingga kasus-kasus yang

muncul bisa dicatat dan didokumentasikan sekaligus ditindaklanjuti melalui kegiatan

advokasi. Muncul pula gagasan agar wilayah fokus garapan di pilih hanya satu.

Alasannya agar lebih fokus dan lebih realistis dengan sumber daya yang dimiliki.

Satu wilayah yang akan dibuat menjadi pilot project. Jika aksi ini berjalan maksimal

pengelola gereja Karangroto itu masih punya harapan mendapat kawan sejalan

mendapatkan hak keberagamaan mereka


Kseimpulan dan Saran

Pelajaran pertama: Jangan menyalahkan agamanya apabila ada seorang pemeluk

agama yang berbuat salah, salahkan orangnya !!!! Sikap kepala batu dan mencari

celah pun harus dihindarkan dalam dialog antar agama.

Pelajaran kedua : Sudah jelas bahwa logika yang diambil tiap ajaran agama pasti

berbeda, masakan kita mau memaksakan ajaran agama lain sesuai dengan logika kita

yang terkadang sudah terkontaminasi fanatisme yang sempit, Tumbuhkan rasa

penasaran yang positif dan jangan mengeraskan hati anda dengan bersikap sok

tahu!!!..

Pelajaran ketiga: Biarkan umat lain menjalankan ajaran agamanya, jangan

tertawakan mereka!! Janganlah ada yang menghina suara adzan yang membangunkan

orang di pagi hari, janganlah ada yang menmprotes dentuman drum, petikan gitar,

dan suara nyanyian di gereja tiap hari minggu, janganlah ada yang mengolok-olok

wanita ber-jilbab sebagai ninja, janganlah ada yang tertawa mengatakan bahwa

Yesus Kristus mati seperti pakaian di tiang jemuran, dan lain-lain.

Berikan setiap umat kesempatan untuk beribadah sesuai pasal 29 ayat (2)

UUD1945. Sesuai kalimat yang dicetuskan Presiden kita yang terhormat, Orang mau

beribadah kok dipersulit?, seperti inilah harusnya kita bersikap.

Pelajaran keempat: Hindari diskriminasi terhadap agama lain (dan juga suku lain,

sebenarnya), semua orang berhak mendapatkan akses yang sama ke pendidikan,

kesehatan, jabatan politik, lapangan pekerjaan, dan sebagainya.


Sekarang mari kita melakukan refleksi singkat, apakah kita selama ini telah

bersikap salah dan mau berubah? Apakah kita merindukan kerukunan antar umat

beragama di Indonesia ini?

Jika jawaban anda Ya,

marilah kita mulai perubahan ini dari diri kita sendiri.


REFERENSI

http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/11/peran-keluarga-terhadap-

perkembangan.html

http://www.anneahira.com/kerukunan-umat-beragama.htm

http://www.anneahira.com/tri-kerukunan-umat-beragama.htm

http://mediakeberagaman.com/fgd-tentang-potensi-konflik-antar-umat-beragama-

di-jawa-tengah-dan-yogyakarta.php

http://data.tp.ac.id/dokumen/makalah+konflik+antar+agama

Anda mungkin juga menyukai