Dialog antar umat beragama yang dilakukan di dalam praksis kehidupan bermasyarakat
sebagaimana diuraikan di atas menyebabkan “dialog menjadi kebiasaan sehari-hari bahkan
membudaya dalam kehidupan bermasyarakat” (Michel, 2010:21-22). Dengan demikian, terjadi saling
memahami antara umat beragama yang satu dengan yang lainnya. Tidak ada kecurigaan dan
persaingan sama sekali, karena semua permasalahan sosial adalah masalah bersama, dan diselesaikan
secara bersama. Demikianlah, Agama dapat menjadi dasar kerukunan bagi umat manusia.
Praktik dialog antarumat beragama yang demikian ini sudah kita praktikkan di dalam
perkuliahan Pendidikan Agama di universitas ini. Para mahasiswa dari pelbagai agama berdialog
bersama di dalam menyelesaikan pelbagai masalah hidup sehari-hari mereka, entah uang kuliah,
makanan, biaya sewa kamar, kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan matakuliah dll. Mereka juga
dilatih untuk melakukan analisis sosial, tukar pengalaman iman, bahkan berdiskusi tentang ajaran-
ajaran teologi masing-masing agama. Sangat ideal, apabila kuliah Pendidikan Agama yang inklusif ini
dapat memuncak pada aksi sosial bersama dan diakhiri dengan refleksi bersama atas apa yang
dipelajari selama mengikuti kuliah Pendidikan Agama yang inklusif ini.
Di dalam kuliah Pendidikan Agama ini para mahasiswa diberi kesempatan untuk
mendengarkan pengalaman-pengalaman dari mahasiswa-mahasiswa dari pelbagai agama. Para
mahasiswa mengetahui pengalaman rohani, unsur narasi, ibadat, etika, kelembagaan, unsur materi,
dan doktrin dari pelbagai agama. Dengan belajar tentang agama bersama dalam satu kelas, mahasiswa
menjadi terbiasa untuk bertemu, berkomunikasi, dan melakukan aksi bersama-sama bersama dengan
mahasiswa yang beragama lain. Teman-teman mahasiswa dari agama-agama lain sudah tidak
dianggap lagi sebagai liyan atau others tetapi sudah menjadi “kita,” sahabat, bahkan saudara. Dengan
demikian, kuliah Pendidikan Agama yang inklusif membudayakan dialog antaragama di kalangan
mahasiswa, karena di situ terjadi komitmen dan keterlibatan personal dari sekelompok orang untuk
membuka diri dalam dialog.
Itulah yang terjadi di universitas ini. Pendidikan Agama bukan dimaksudkan untuk
mempelajari satu agama saja, tetapi mempelajari dan mendengarkan pelbagai agama. Dari budaya
dialog ini, para mahasiswa mendapatkan kompetensi dan skills berkomunikasi