Anda di halaman 1dari 2

Baru-baru ini ramai sekali digaungkan kata toleransi.

Spesifiknya yaitu tolerani antar umat


beragama. Namun, apakah arti toleransi itu? ,di dalam kbbi kata toleransi berarti sifat atau tindakan
toleran. Maka toleransi antar umat beragama dapat didefinisikan sebagai sikap atau suatu tindakan saling
menghargai perbedaan dalam kehidupan beragama sehingga dapat saling hidup berdampingan tanpa suatu
perselisihan.
Indonesia merupakan negara yang multikultural. Indonesia bisa dikatakan sebagai negara
multikultural karena banyaknya jumlah suku, bahasa, budaya, ras, dan juga agama. Multikulturalisme
yang ada di Indonesia patut kita syukuri. Karena multikultularisme lah kitab bisa menjadi bangsa yang
beragam. Multikultularisme juga mengajarkan kita untuk dapat hidup berdampingan dengan orang yang
berbeda-beda latar belakangnya. Kebiasaan ini akan membuat kita menjadi bangsa yang bersatu.
Pada saat ini, toleransi yang sedang sering digaungkan adalah toleransi beragama. Di Indonesia,
sendiri, terdapat 6 agama yang diakui oleh negara. Yaitu Islam, Kristen Protestan, Katholik, Budha,
Hindu, dan Konghucu. Perbedaan agama ini tentunya tidak boleh menjadi penghalang bagi kita untuk
hidup rukun antar sesama, mau itu dalam hal beribadah maupun hal lainnya.
Peraturan mengenai kebebasan untuk beribadah diatur dalam Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang
Dasar 1945. Dalam pasal ini dijelaskan bahwa setiap orang bebas memeluk agama masing-masing dan
beribadah menurut agamanya sendiri-sendiri. Negara juga menjamin kemerdekaan setiap orang untuk
beribadah menurut agama nya masing-masing. Hal ini dijelaskan pada Pasal 29 Ayat 2 Undang-Undang
Dasar 1945.
Walau kebebasan dan kemerdekaan beragama sudah diatur oleh undang-undang, namun masih
banyak peristiwa intoleransi yang terjadi di Indonesia. Kejadian intoleransi tidak terjadi hanya sekali dua
kali saja, namun terjadi berkali-kali dan di tempat yang berbeda-beda. Kejadian intoleransi tidak hanya
terjadi antar 2 agama yang berbeda, namun juga terjadi antarumat seagama yang memiliki ideologi,
pemikiran, dan pemahaman yang berbeda kepada agama yang dianutnya.
Kejadian seperti ini bisa disebabkan karena sikap eksklusifitas dalam beragama,di mana dia
menganggap bahwa pemikiran dan pemahaman dialah yang paling benar. Sikap eksklusifitas ini juga bisa
jadi disebabkan oleh lingkungan spiritualnya maupun sumber ilmu yang dia dapatkan. Eksklusifitas dan
sikap merasa paling benar juga bisa mengarah ke pemikiran radikal dalam beragama. Hal ini tentunya
harus dihindari agar kerukunan beragama di Indonesia tidak rusak.
Bagaimana agar kita tidak menjadi orang yang “keras” dalam beragama? Jawabannya adalah
dengan menjalankan agama kita secara moderat. Menjalankan agama secara moderat berarti kita
menjalankan agama dengan kompromi dan berada di tengah-tengah. Sebagai umat beragama, kita harus
bisa menjalankan aturan-aturan agama dengan melihat konteks, lingkungan sekitar kita dan menggunakan
nalar untuk memahami apa sebenarnya maksud dan tujuan aturan yang ada dalam agama kita. Sehingga
kita tidak menjadi umat beragama yang menjalankan suatu aturan agama tanpa tau apa sebenarnya
maksud dan tujuan aturan tersebut. Dengan menjadi umat beragama yang moderat, kita bisa menjadi
orang yang lebih toleran, santai dalam menyikapi sebuah perbedaan, dan lebih menghargai pilihan orang
lain.
Sikap toleransi beragama juga bisa dibina dengan melakukan kegiatan kebersamaan antar umat
beragama, saling membantu apabila ada yang kesulitan, dan juga menghormati waktu ibadah umat agama
lain. Seperti yang terjadi di Desa Ngargoyoso di Kaki Gunung Lawu. Di desa ini terdapat 3 tempat ibadah
yang saling berdampingan. Yaitu sebuah masjid yang bernama Masjid Al-Mu’min, gereja yang bernama
Gereja Sidang Jemaat Allah Pancarkan Berkat, dan pura yang bernama Pura Agra Bhadra Darma. Ketiga
tempat ibadah tersebut dibangun menggunakan dana kas desa. Pada perayaan hari besar, merek juga
saling berparisipasi agar menjaga toleransi antarsesama.
Hal yang mirip juga terjadi di Desa Wirotaman, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang,
Jawa Timur. Tidak jauh dari balai desa, terdapat Masjid Baitut Taqwa yang menjadi tempat beribadah
umat Islam Desa Wirotaman. Tidak jauh dari Masjid Baitut Taqwa, terdapat pura yang bernama Pura
Siwa Lingga yang merupakan tempat ibadah umat Hindu warga Desa Wirotaman. Di sampingnya
terdapat Gereja Jawi Wetan yang merupakan tempat beribadah umat Kristen Desa Wirotaman.
Total terdapat 11 tempat ibadah di Desa Wirotaman. Di antaranya ada 5 masjid yaitu Masjid
Baitut Taqwa, Masjid Al-Ikhlas, Masjid An Nurul Al Huda, Masjid Miftahul Huda, dan Masjid Nurul
Huda. Lalu terdapat 3 gereja yaitu 2 Gereja Kristen Jawi Wetan dan Gereja Sidang Jamaat Allah. Untuk
pura terdapat 3 buah yaitu Pura Brahma Loka, Pura Siwa Lingga, dan Pura Tri Hitakarana.
Setiap hari besar, pemeluk agama lain saling bersilaturahmi ke rumah tetangganya. Mereka juga
saling tolong menolong jika sedang ada tetangga yang kesulitan. Saling tolong menolong merupakan
keharusan bagi mereka. Mereka juga saling gotong royong bila ada umat agama lain yang sedang
membangun rumah ibadah. Mereka tidak lupa saling mengingatkan untuk menjalankan ibadah masing-
masing. Pernikahan antar dua pemeluk agama yang berbeda juga sudah menjadi hal yang lumrah bagi
warga Desa Wirotaman. Pilihan agama menjadi urusan pribadi antar kedua mempelai. Warga desa yang
lain tidak ingin ikut campur dalam urusan internal mempelai.
Contoh di atas seharusnya menjadi tamparan bagi orang-orang yang masih bertindak intoleran
kepada pemeluk agama lain. Toleransi beragama antarumat sudah harus menjadi keharusan bagi rakyat
Indonesia. Karena Indonesia merupakan negara yang sangat majemuk dalam berbagai hal. Tidak hanya
agama namu juga suku, ras, bahasa, dll. Jika kita tidak saling toleransi, maka akan terjadi perpecahan di
Indonesia.
Seperti yang terjadi di Kota Kalianda, Lampung Selatan. Konflik ini melibatkan antara dua desa
yaitu Desa Balinuraga dan Desa Agom. Desa Balinuraga merupakan desa yang mayoritas dihuni oleh
pemeluk agama Budha. Sedangkan Desa Agom adalah desa yang mayoritas dihuni oleh pemeluk agama
Islam.
Konflik di desa ini diawali ketika seorang gadis Desa Agom digoda oleh seorang pemuda dari
Desa Balinuraga. Hal ini membuat warga Desa Agom menjadi geram. Mereka pun melakukan
penyerangan ke warga Desa Balinuraga. Warga Desa Balinuraga tidak tinggal diam, mereka pun
melakukan serangan balik kepada warga Desa Agom. Akhirnya mediasi pun dilakukan untuk meredam
konflik ini.
Konflik antar umat beragama yang lain juga terjadi di Situbondo, Jawa Timur. Peristiwa ini
terjadi pada 10 Oktober 1996. Peristiwa ini diawali karena adanya ketidakpuasan umat muslim, terhadap
hukuman yang diterima oleh seorang penista agama Islam. Amarah umat muslim pun semakin memuncak
ketika mengetahui bahwa penista agama itu disembunyikan di dalam gereja. Umat Islam yang tidak
terima, mencoba memasuki gereja dengan paksa. Sebuah sekolah Katholik tidak luput menjadi amukan
massa. Beberapa orang juga melakukan pengrusakan toko-toko milik orang tionghoa. Kondisi ini
kemudian berangsur membaik setelah kedua belah pihak mulai berdamai.
Konflik-konflik beragama seperti yang saya contohkan di atas haruslah kita dihindari. Tentunya
kita tidak menginginkan hal seperti itu terjadi lagi. Maka kita harus menjaga toleransi antar umat
beragama agar kita bisa hidup dengan aman dan damai.

Anda mungkin juga menyukai