Anda di halaman 1dari 9

Toleransi Umat Beragama

Toleransi Beragama sangat dibutuhkan apalagi di negara sebesar Indonesia ini.


Sebelum kita bahas toleransi beragama . Kita harus tahu PENGERTIAN TOLERANSI ialah
larangan dalam konteks bersosial ,beragama dan berbudaya untuk saling mendiskriminasi .
Kalau begitu dapa kita simpulkan kalau Toleransi Beragama ialah larangan dalam
mendiskrimasi agama lain dalam kehidupan umat beragama.
Dalam artikel saya disini saya telah membahas bahwa sebuah agama yang benar mengajarkan
saling menghormati . Termasuk dengan agama lain . Itulah yang akan menjadi dasar sikap
TOLERANSI BERAGAMA.

Mengapa kita harus bertoleransi dalam beragama??


Pertanyaan yang sangat mendasar untuk membangun sikap tolerasansi antar umat beragama.
Sekarang andai tiap agama tidak saling toleransi tentu akan timbul diskrimanasi kaum
mayoritas terhadap minoritas. Kaum yang dianggap kecil akan ditindas baik secara fisik
maupun non fisik. Kalau itu sampai terjadi terus-menerus banyak hal buruk akan terjadi
seperti perang antar agama dan bahkan bisa memicu antar negara dan benua.
Contoh saja pada perang salib . Tapi selain alasan diatas kita sendiri harus punya kesadaran
bahwa tujuan kita beragama sendiri ialah bukan untuk menindas orang lain atau kaum
tertentu. Yang menjadi lawan atau musuh tiap agama bukanlah umat beragama lain melainkan
Setan. Sadar atau tidak membunuh karena agama ialah berdosa.

Mengapa Terjadi Pertikaian Antar Beragama??


Sudah kita bahas sebelumnya mengapa kita harus bertoleransi terhadap agama lain. Tapi
mengapa ya masih terjadi pertikaian antar umat beragama??. Seharusnya semua orang
beragama pada dasarnya tidak ingin bertikai dengan siapa pun . Lalu apa yang memicunya.
Dari kejadian-kejadian pertikaian antara agama bisa didasari oleh bbeberapa faktor dibawah
ini:
1.Perdebatan Agama
Faktanya kita hidup berdampingan dengan umat beragama lain di tempat kita. Terkadang
kita bertanya-tanya tentang apa yang mereka lakukan dalam beribadah. Maka muncullah
pertanyaan yang beraneka ragam tentang agama lain. Ketika pertyanyaan itu sampai pada
orang yang tidak tepat untuk menjawab akan muncul jawaban yang bisa membuat anda
berfikiran negatif terhadap agama lain .
Pada tahap selanjutnya akan timbul perbincangan kecil dengan uumat beragama tapi
BIASANYA akan terus berkembang sampai perdebatan tentang agama tentu perdebatan tidak
akan selesai karena dasar yang dipegang ialah berbeda. Lalu muncullah logika manusia yang
dijadikan dasar menyerang agama lain. Tentu saja menyerang agama lain dengan dasar logika

sangatlah tidak relevan karena logika sendiri tidak dapat emngimabangi agama dan logika
dan agama berada di dimensi yang berbeda.
2.Provokasi
Terkadang oknum-oknum tertentu yang puny kepentingan memanfaatkan keberagamana
umat beragama untuk mencapai apa yang mereka ingingkan oleh karena itu mereka
memprovokasi salah satu pihak dan tinggal menunggu perdebatan dan menimbulkan
pertikaian

3.Salah tafsir
Banyak sekali juga perdebatan yang dimulai dari salah tafsir kitab suci. Ini lebih berbahaya
dari 2 faktor diatas karena setelah salah tafsir mereka punya dasar yang kuat yaitu kitab suci
yang ternyata salah tafsir. Oleh karena itu diperlukannya tokoh agama yang baik dan benar
untuk meluruskannya.

Bagaimana cara bertoleransi antar umat beragama??


Sekarang bagian paling penting yaitu cara bertoleransi antar umat beragama. Banyak sekali
cara yang bisa kita lakukan untuk melakukan toleransi terhadap agama lain.
langsung saja contohnya:
1.Menghormati Saat Umat Lain Beribadah
Menghormati saat teman atau siapapun sedang biribadah setidaknya jangan berisik dan
merusak suasana beribadah. Berdoalah dengan caramu sendiri.
2.Menghormati Acara Umat Lain
Disaat teman mu sedang puasa usahakan jangan membuatnya membatalkan puasanya hormati
dia kalau mau makan ya jangan sampai menganggu puasanya.
3.Tidak Menganggu
Kalau anda tidak bisa menghormati agama lain setidaknya jangan menganggu orang lain
beribadah .Itu lebih baik dan merupakan sikap sederhana menjaga hubungan antar umat
beragama

Toleransi Antar Umat Beragama (Lengkap)


Sriwati 08:19
Toleransi Antar Umat Beragama - Manusia merupakan makhluk individu sekaligus juga
sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia diwajibkan mampu berinteraksi
dengan individu / manusia lain dalam rangka memenuhi kebutuhan. Dalam menjalani
kehidupan sosial dalam masyarakat, seorang individu akan dihadapkan dengan kelompokkelompok yang berbeda dengannya salah satunya adalah perbedaan kepercayaan / agama.

Toleransi Antar Umat Beragama


Dalam menjalani kehidupan sosial tidak bisa dipungkiri akan ada gesekan-gesekan yang akan
dapat terjadi antar kelompok masyarakat, baik yang berkaitan dengan agama atau ras. Dalam
rangka menjaga persatuan dan kesatuan dalam masyarakat maka diperlukan sikap saling
menghargai dan menghormati, sehingga tidak terjadi gesekan-gesekan yang dapat
menimbulkan pertikaian.
Baca Juga: Kumpulan Posting Tentang CPNS (Terlengkap dan Gratis)
Dalam pembukaaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 telah disebutkan bahwa "Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya sendiri-sendiri dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya" Sehigga kita sebagai warga Negara sudah
sewajarnya saling menghormati antar hak dan kewajiban yang ada diantara kita demi
menjaga keutuhan Negara dan menjunjung tinggi sikap saling toleransi antar umat beragama.

Arti dan Makna Toleransi


Toleransi berasal dari bahasa latin dari kata "Tolerare" yang berarti dengan sabar membiarkan
sesuatu. Jadi pengertian toleransi secara luas adalah suatu perilaku atau sikap manusia yang
tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghormati atau menghargai setiap
tindakan yang dilakukan orang lain.

Toleransi juga dapat dikatakan istilah pada konteks agama dan sosial budaya yang berarti
sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap golongan-golongan yang
berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas pada suatu masyarakat. Misalnya toleransi
beragama dimana penganut Agama mayoritas dalam sebuah masyarakat mengizinkan
keberadaan agama minoritas lainnya. Jadi toleransi antar umat beragama berarti suatu sikap
manusia sebagai umat yang beragama dan mempunyai keyakinan, untuk menghormati dan
menghargai manusia yang beragama lain.
Baca Juga: Sejarah Pembentukan (Lahirnya) UUD 1945
Istilah toleransi juga dapat digunakan dengan menggunakan definisi "golongan / Kelompok"
yang lebih luas, misalnya orientasi seksual, partai politik, dan lain-lain. Sampai sekarang
masih banyak kontroversi serta kritik mengenai prinsip-prinsip toleransi baik dari kaum
konservatif atau liberal.
Pada sila pertama dalam Pancasila, disebutkan bahwa bertaqwa kepada tuhan menurut agama
dan kepercayaan masing-masing merupakan hal yang mutlak. Karena Semua agama
menghargai manusia oleh karena itu semua umat beragama juga harus saling menghargai.
Sehingga terbina kerukunan hidup anatar umat beragama.
Contoh Perwujutan Toleransi Beragama:

Memahami setiap perbedaan.

Sikap saling tolong menolong antar sesama umat yang tidak membedakan
suku, agama, budaya maupun ras.

Rasa saling menghormati serta menghargai antar sesama umat manusia.

Contoh pelaksanaan Toleransi Beragama:

Memperbaiki tempat-tempat umum

Kerja bakti membersihkan jalan desa

Membantu korban kecelakaan lalu-lintas.

Menolong orang yang terkena musibah atau bencana alam

Jadi, bentuk kerjasama ini harus kita praktekkan dalam kegiatan yang bersifat sosial
kemasyarakatan serta tidak menyinggung keyakinan pemeluk agama lain. melalui toleransi
diharapkan terwujud ketertiban, ketenangan dan keaktifan dalam menjalankan ibadah
menurut agama dan kepercayaan masing-masing..

Toleransi Umat Beragama di Indonesia

Pandangan ini muncul dilatarbelakangi oleh semakin meruncingnya hubungan antar umat
beragama di indonesia. Penyebab munculnya ketegangan antar umat beragama tersebut
antara lain:

Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama
pihak lain.

Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam
kehidupan masyarakat.

Sifat dari setiap agama, yang mengandung misi dakwah dan tugas dakwah.

Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat.

Para pemeluk agama tidak mampu mengontrol diri, sehingga tidak menghormati
bahkan memandang randah agama lain.

Kecurigaan terhadap pihak lain, baik antar umat beragama, intern umat beragama,
atau antara umat beragama dengan pemerintah.

Pluralitas agama hanya dapat dicapai seandainya masing-masing kelompok bersikap lapang
dada satu sama lain. Sikap lapang dada dalam kehidupan beragama akan memiliki makna
bagi kemajuan dan kehidupan masyarakat plural, apabila ia diwujudkan dalam:

Sikap saling mempercayai atas itikad baik golongan agama lain.

Sikap saling menghormati hak orang lain yang menganut ajaran agamanya.

Sikap saling menahan diri terhadap ajaran, keyakinan dan kebiasan kelompok agama
lain yang berbeda, yang mungkin berlawanan dengan ajaran, keyakinan dan kebiasaan
sendiri.

Contoh Toleransi Umat Beragama dalam Kehidupan


Nyata
Toleransi antarumat beragama antara pemeluk Agama Islam dan Kristen di Gereja
Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan dan Masjid Al Hikmah, Serengan, Kota Solo, Jateng.
yang tercipta sejak dahulu.
"Dua bangunan tersebut berdampingan serta memiliki alamat yang sama, yaitu di Jalan Gatot
Subroto Nomor 222, Solo,"
Namun Perbedaan keyakinan tidak menyurutkan semangat pemeluk Kristen
dan Islam setempat untuk saling menjaga kerukunan, menghormati dan mengembangkan
sikap toleransi. Bangunan Masjid Al Hikmah didirikan pada tahun 1947 sedangkan GKJ

Joyodingratan didirikan 10 tahun sebelumnya atau sekitar 1937. namun Toleransi antarumat
beragama telah tercipta sejak lama disini.
Baca Juga: Jadwal CPNS 2016 - Pendaftaran mulai Maret
Misalnya saat pelaksanaan Idul Fitri yang jatuh pada Minggu. Pengelola gereja langsung
menelepon pengurus masjid untuk menanyakan soal kepastian perayaan Idul Fitri. Kemudian
pengurus gereja merubah jadwal ibadah paginya pada Minggu menjadi siang hari, agar tidak
mengganggu umat Islam yang sedang menjalankan shalat Idul Fitri.
Contoh lainnya adalah pengurus masjid selalu membolehkan halaman Masjid untuk parkir
kendaraan bagi umat kristiani GKJ Joyoningratan saat ibadah Paskah maupun Natal.
hal tersebut merupakan contoh kecil toleransi antarumat beragama yang hingga saat ini terus
dipelihara. Baik pihak gereja maupun Pihak masjid, saling menghargai dan memberikan
kesempatan untuk menjalankan ibadah dengan khusyuk dan lancar bagi masih-masing
pemeluknya. seandainya terdapat oknum tertentu yang akan mengusik kerukunan antar umat
beragama di tempat tersebut, baik pihak masjid maupaun gereja akan bergabung untuk
mencegahnya.

MERAWAT KERUKUNAN UMAT BERAGAMA


Oleh Masykuri Abdillah

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, terdiri dari berbagai suku, agama
dan ras, tetapi dikenal sebagai bangsa yang ramah dan toleran, termasuk dalam hal
kehidupan beragama. Kemajemukan (pluralisme) agama di Indonesia telah
berlangsung lama dan lebih dahulu dibandingkan dengan di negara-negara di dunia
pada umumnya. Hanya saja, dalam beberapa tahun terakhir ini (terutama sebelum
2014) terjadi sejumah peristiwa yang menunjukkan prilaku keagamaan sebagian
masyarakat Indonesia yang tidak atau kurang toleran. Hal ini masih mendapatkan
sorotan dari berbagai lembaga internasioanl, seperti UN Human Rights Council
(UNHRC), Asian Human Rights Commission (AHRC), U.S. Commission on
International Religious Freedom (USCIRF), dan sebagainya.
Gejala tersebut sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negaranegara demokratis lainnya, termasuk negara-negara Barat yang selama ini
masyarakatnya dikenal sangat toleran. Secara sosiologis hal ini merupakan ekses
dari mobilitas sosial yang sangat dinamis sejalan dengan proses globalisasi,
sehingga para pendatang dan penduduk asli dengan berbagai macam latar
belakang kebudayaan dan keyakinan mereka berinteraksi di suatu tempat. Dalam
interaksi ini bisa terjadi hubungan integrasi, damai dan kerjasama, tetapi bisa juga
terjadi prasangka, ketegangan, persaingan, intoleransi, konflik, dan bahkan
disintegrasi. Yang terakhir ini terjadi jika yang ditonjolkan dalam interaksi itu adalah
politik identitas (identity politics) secara eksklusif. Politik identitas ini kini tidak hanya

diekspresikan sebagai perjuangan kelompok minoritas seperti ketika istilah ini


dimunculkan pada awal 1970-an, tetapi juga oleh sebagian kelompok mainstream
atau mayoritas untuk mempertahankan identitas mereka mewarnai kehidupan
masyarakat.

Toleransi dan Kerukunan


Toleransi mengadung pengertian adanya sikap seseorang untuk menerima
perasaan, kebiasaan, pendapat atau kepercayaan yang berbeda dengan yang
dimilikinya. Namun Susan Mendus dalam bukunya, Toleration and the Limit of
Liberalism membagi toleransi menjadi dua macam, yakni toleransi negatif (negative
interpretation of tolerance) dan toleransi positif (positive interpretation of tolerance).
Yang pertama menyatakan bahwa toleransi itu hanya mensyaratkan cukup dengan
membiarkan dan tidak menyakiti orang/kelompok lain. Yang kedua menyatakan
bahwa toleransi itu membutuhkan lebih dari sekedar ini, meliputi juga bantuan dan
kerjasama dengan kelompok lain. Konsep toleransi positif inilah yang dikembangkan
dalam hubungan sosial di negara ini dengan istilah kerukunan (harmony).
Jadi, kerukunan beragama adalah keadaan hubungan antarumat beragama yang
dilandasi toleransi, saling pengertian dan saling menghormati dalam pengamalan
ajaran agama serta kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat. Eksistensi
kerukunan ini sangat penitng, di samping karena merupakan keniscayaan dalam
konteks perlindungan hak asasi manusia (HAM), juga karena kerukunan ini menjadi
prasyarat bagi terwujudnya integrasi nasional, dan integrasi ini menjadi prasyarat
bagi keberhasilan pembangunan nasional.
Kerukunan umat beragama itu ditentukan oleh dua faktor, yakni sikap dan prilaku
umat beragama serta kebijakan negara/pemerintah yang kondusif bagi kerukunan.
Semua agama mengajarkan kerukunan ini, sehingga agama idealnya berfungsi
sebagai faktor integratif. Dan dalam kenyataannya, hubungan antarpemeluk agama
di Indoensia selama ini sangat harmonis. Hanya saja, di era reformasi, yang
notabene mendukung kebebasan ini, muncul berbagai ekspresi kebebasan, baik
dalam bentuk pikiran, ideologi politik, faham keagamaan, maupun dalam ekspresi
hak-hak asasi. Dalam iklim seperti ini mucul pula ekspresi kelompok yang berfaham
radikal atau intoleran, yang walaupun jumlahnya sangat sedikit tetapi dalam kasuskasus tertentu mengatasnamakan kelompok mayoriras.
Adapun kebijakan negara tentang hubungan antaragama termasuk yang terbaik dan
menjadi model di dunia. Hanya saja, sebagian oknum pemerintah di daerah dengan
pertimbangan politik kadang-kadang mendukung sikap intoleran kelompok tertentu
atas nama pemenuhan aspirasi kelompok mayoritas. Klaim aspirasi kelompok
mayoritas ini pun tidak selalu sesuai kenyataan, karena suatu tindakan intoleran itu
seringkali hanya digerakkan oleh kelompok tertentu dengan mengatasnamakan
mayoritas. Meski demikian, kebijakan Pemda yang cukup arif dan adil, termasuk
dalam konteks menjaga kerukunan umat beragama, jauh lebih banyak dari pada
kebijakan yang dianggap mendukung sikap intoleran ini.

Pencegahan dan Penyelesaian Konflik


Konflik antar-umat beragama umumnya tidak murni disebabkan oleh faktor agama,
tetapi oleh faktor politik, ekonomi atau lainnya yang kemudian dikaitkan dengan
agama. Sedangkan yang terkait dengan persoalan agama, di samping karena
munculnya sikap keagamaan secara radikal dan intoleran pada sebagian kecil
kelompok agama, juga dipicu oleh persoalan tentang pendirian rumah ibadah dan
penyiaran agama serta tuduhan penodaan agama. Persoalan pendirian rumah
ibadah merupakan faktor yang paling banyak mempengaruhi terjadinya perselisihan
atau sikap intoleransi. Memang tahun 2014 toleransi beragama ini berkembang lebih
baik dari pada tahun-tahun sebelumnya, tetapi masih ada beberapa peristiwa
gangguan atau penghentian pembangunan rumah ibadah yang sudah mendapatkan
izin secara sah.
Di antara kasus pendirian rumah ibadah yang kini belum ada penyelesaian final
adalah pendirian gereja GKI Yasmin di Bogor, pendirian gereja HKBP Filadelfia di
Bekasi, dan pendirian masjid Nur Musafir di Kupang. Sebenarnya perselisihan
tentang pendirian rumah ibadah yang bisa diselesaikan secara arif dan damai jauh
lebih banyak dibandingkan dengan penyelesaian yang berlarut-larut atau yang
kemudian menjadi konflik. Namun, karena persoalan pendirian rumah ibadah ini
dikaitkan dengan perlindungan kebebasan beragama, maka hal ini pun
mendapatkan catatan dari badan-badan HAM dunia.
Sedangkan persoalan konflik dan ketegangan internal agama, tertama Islam,
umumnya dipicu oleh adanya perbedaan paham keagamaan dalam hal yang sangat
mendasar (pokok-pokok ajaran agama) dan munculnya aliran kepercayaan (cult)
yang mengaitkan dirinya dengan agama Islam, serta penghinaan agama, seperti
kasus Ahmadiyah, Jamaah Salamullah dan Al-Qiyadah al-Islamiyyah. Sampai kini
masalah Ahmadiyah belum selesai sepenuhnya, bahkan di Mataram kini masih ada
pengungsi Ahmadiyah yang ditampung di Asrama Transito Mataram sejak 2006. Di
samping itu, kasus perbedaan yang berkembang menjadi kekerasan adalah kasus
yang menimpa penganut Syiah Sampang, yang sejak 2012 sampai kini masih
diungsikan di rumah susun Puspo AgroSidoarjo.
Jika kasus-kasus semacam di atas terus berlangsung, dikhawatirkan kondisi
kerukunan umat beragama ini akan rusak. Oleh karena itu, penguatan kerukunan
dan toleransi itu perlu terus-menerus dilakukan, teterutama melalui sosialisasi
pemahaman keagamaan yang moderat dan menekankan pentingnya toleransi dan
kedamaian dalam kehidupan masyarakat yang majemuk. Juga, perlu dilakukan
upaya-upaya penguatan wawasan kebangsaan dan integrasi nasional, yang meliputi
sosialisasi Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebhinnekaan. Dan tak kalah
pentingnya adalah penguatan kesadaran dan penegakan hukum, baik bagi aparatur
negara, tokoh politik maupun tokoh agama.
Di samping upaya-upaya tersebut, perlu dilakukan pula upaya-upaya pencegahan
konflik (conflict prevention) melalui peningkatan dialog antarumat beragama dengan
melibatkan tokoh agama dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Sejalan
dengan ini, perlu antisapasi dini terhadap potensi konflik atau ketegangan itu,
sehingga potensi itu tidak berkembang menjadi konflik nyata dan kekerasan. Hal ini
perlu disertai dengan langkah-langkah penyelesaian perselisihan atau konflik yang

terjadi melalui musyawarah atau mediasi dengan melibatkan FKUB. Sedangkan


pemerintah (Pemda) menfasilitasinya sebagai bagian dari kewajibannya dalam
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
Tentu saja, kasus-kasus konflik atau perselisihan sekecil apapun harus diselesaikan
dengan cepat dan bijaksana. Namun yang lebih mendesak adalah penyelesaian
terhadap kasus-kasus yang sudah menjadi sorotan dunia internasional tetapi sampai
kini belum diselesaikan dengan baik, seperti persoalan pendirian gereja GKI Yasmin
di Bogor, pendirian gereja HKBP Filadelfia di Bekasi, atau pendirian masjid Nur
Musafir di Kupang. Demikian pula, penyelesaian kasus-kasus konflik internal agama,
terutama pengungsian Ahmadiyah di Mataram dan pengungsian Syiah Sampang di
Sidoarjo.
Menurut hemat saya, yang kebetulan pernah mengunjungi tempat-tempat konflik
tersebut, penyelesaian itu sebenarnya tidak terlalu sulit. Yang terpenting adalah
komitmen Pemda/Pemkot terhadap kerukunan serta adanya mediator yang bisa
meyakinkan semua pihak yang terlibat dalam konflik atau perselisihan dengan
mengakomodasi aspirasi mereka. Dalam kondisi tertentu memang diperlukan
adanya kompensasi bagi pihak-pihak tertentu untuk memudahkan penyelesaian
berdasarkan kerangka win win solution. Kita berharap pemerintahan Jokowi-JK bisa
menjaga toleransi dan kerukunan ini serta menyelesaikan konflik atau perselisihan
yang belum terselesaikan pada masa lalu.
- See more at: http://www.graduate.uinjkt.ac.id/index.php/102-kolom-direktur/555-merawatkerukunan-umat-beragama?tmpl=component#sthash.A1KWLWQc.dpuf

Anda mungkin juga menyukai