2. Galeh Febriansyah
Kelas : VII-F
Kerukunan umat beragama yaitu hubungan sesama umat beragama yang dilandasi dengan
rasa toleransi, saling menghormati, saling pengertian, dan saling menghargai dalam
kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan masyarakat dan
bernegara.
Pemeliharaan kerukunan umat beragama baik di tingkat Daerah, Provinsi, maupun Negara
pusat merupakan kewajiban semua warga Negara.
Sehingga akan tercipta ketertiban dan keamanan antar umat beragama, kenyamanan, dan
ketentraman di lingkungan masyarakat berbangsa dan bernegara. Berikut Yuksinau.id berikan
kumpulan contoh perilaku kerukunan umat beragama.
Umat Islam di wilayah ini, melaksanakan kegiatan salat dan ibadah lainnya di Masjid Al
Hikmah. Sedangkan umat Nasrani melaksanakan ibadatnya di Gereja Kristen Jawa (GKJ)
Joyodiningratan. Uniknya kedua tempat ibadah tersebut saling bersebelahan dan hanya
dipisahkan tembok batu bata. Bahkan kedua tepat ibadah tersebut mempunyai alamat yang
sama yakni Jalan Gatot Subroto No 222, Solo.
"Kami sudah terbiasa saling bantu, saling menghormati sejak puluhan tahun. Masjid dan
gereja ini, punya alamat sama, Jalan Gatot Subroto No 222," ujar Takmir Masjid Al Hikmah,
Haji Muhammad Nashir Abu Bakar, Rabu (22/7).
Menurut Nashir, kerukunan kedua umat telah berlangsung sejak awal kemerdekaan, pasalnya
Masjid Al Hikmah memang dibangun sejak awl kemerdekaan, yakni tahun 1947. Sementara
GKJ Joyodiningratan sudah dibangun 10 tahun sebelumnya atau sejak tahun 1937.
Di gereja tersebut juga digunakan sebagai sekolah taman kanak-kanak. Sedangkan di masjid
masyarakat juga sering memanfaatkannya untuk pengajian, TPA (Taman Pendidikan
Alquran), serta kegiatan lainnya. Toleransi juga terlihat dalam kehidupan bermasyarakat
sehingga peribadatan kedua umat beragama hingga saat ini dapat berjalan lancar.
Kerukunan dan toleransi dipaparkan oleh Nashir. Ia menceritakan, suatu saat perayaan Idul
Fitri jatuh pada hari Minggu, di mana saat tersebut umat Nasrani juga melakukan kegiatan
peribadatan di pagi hari.
"Saat itu pihak gereja langsung telepon kami dan menanyakan apakah benar Idul Fitri jatuh
hari Minggu. Kemudian mereka dengan rela hati memundurkan jadwal peribadatan paginya
menjadi siang. Itu agar kami leluasa menjalankan Salat Idul Fitri," kisah Nashir.
Ditemui terpisah, Pendeta GKJ Joyodiningratan, Nunung Istining Hyang yang mengakui jika
kerukunan dan toleransi tersebut sudah berlangsung lama. Ia menceritakan, saat ada acara
peribadatan umat Nasrani, umat Muslim juga mempersilakan halaman depan masjid untuk
tempat parkir.
"Kalau ada perayaan Natal atau Paskah, biasanya halaman depan masjid kita pakai untuk
tempat parkir. Kami saling memberi kesempatan untuk berkegiatan sehingga peribadahan
dapat berjalan lancar. Kalau ada pihak yang mengganggu kerukunan dan toleransi, kami akan
secara bersama-sama mengatasinya," jelasnya.
Pelaksanaan Salat Idul Fitri beberapa hari lalu Masjid Jami' Kota Malang biasa
memanfaatkan halaman gereja Katolik Paroki 'Hati Kudus Yesus' sebagai tempat salat.
Kejadian seperti ini sudah terjadi sekian tahun lamanya.
"Beberapa masjid sudah lama bekerja sama dengan gereja, termasuk masjid Sabilillah di
Blimbing dengan gereja Albertus di depannya," kata Ketua FKUB Kota Malang, Joko
Santoso
Perlu diketahui, karena jumlah jamaah salat Idul Fitri 1436 H di Masjid Agung Jami Kota
Malang membludak, panitia memanfaatkan halaman gereja. Jamaah meluber hingga halaman
Gereja Katolik Paroki 'Hati Kudus Yesus' yang berjarak 100 meter.
Masyarakat pun bisa khusuk mengikuti salat sampai selesai. "Mereka langsung menggelar
tikar, sajadah dan kertas koran yang sudah dibawa untuk alas salat," ujarnya.
Ketua Takmir Zainudin Abdul Muchid mengatakan kalau sudah lama terjalin kerja sama
antara masjid jami dan gereja 'Hati Kudus Yesus. Kasus jamaah yang salat di halaman gereja
merupakan yang sudah terbangun sekian lama.
Masjid Jami merupakan masjid tertua di Kota Malang dengan dikelilingi oleh gereja. Usianya
sudah lebih dari seabad, sehingga komunikasi sudah sekian tahun terjalin. "Kalau rukun
dilihat juga enak, masyarakat juga senang pemimpinnya rukun," katanya.
Jelang perayaan Imlek yang jatuh pada 19 Februari lalu kesibukan sudah mulai nampak di
berbagai Kongco di Bali. Tidak terlepas juga adanya Kongco Dwipayana Tanah Kilap, Kuta
Bali.
Bahkan kegiatan upacara sudah mulai berlangsung sejak Senin (16/2) lalu, di griya Kongco
ini. "Untuk hari ini hanya mempersiapkan perayaan malam tahun baru. Kita mulai siapkan
sejumlah lampion," terang Ratu Bagus Adnyana, pemangku di Griya Dwipayana, Rabu(18/2)
di Tanah Kilap Kuta.
Katanya Griya yang dibangun tahun 1999 ini, seiring dengan pelepasan Pura Narmada Tanha
Kilap yang terletak di sebelah Kongco. Griya yang terletak di tepi bendungan Tukad Badung,
sedikitnya ada 28 tempat pemujaan yang dilakukan di Griya ini.
Bahkan berikut urutan dan tata cara meletakkan dupa juga sudah dituntun, sehingga siapapun
yang akan melakukan pemujaan tidak lagi dibingungkan harus kemana lebih dahulu
menghaturkan puja.
Hal menarik di areal Kongco yang dikenal nama 'Ling Sii Miao', juga terdapat bangunan
pelinggih Padmasana dan Betara Lingsir tempat pemujaan bagi umat Hindu Bali.
"Di sinilah letak perpaduan dan keeratan hubungan kami, intinya semua sama dan tertuju
kepada hal yang sama dengan penuh kasih sayang," tutur Ratu Bagus.
Selain itu juga ada tempat pemujaan 7 Bidadari yang dipercaya memberikan cinta kasih
kerejekian dan peningkatan spiritual.
"Biasanya umat Hindu yang datang ke Kongco ini sehabis dari Padamasana langsung
menghaturkan bhaktinya ke Tuju Bidadari," ungkapnya.
Dijelaskannya, setiap hari-hari besar umat Hindu di Bali Kongco ini ramai dipadati umat
Hindu. "Menariknya saat hari sembahyangan umat Hindu, saling berbaur dengan warga kami
yang juga sembahyangan," ungkap pemangku di Kongco Dwipayana.