Indonesia yang merupakan negara kepulauan memiliki banyak keberagaman. Mulai
dari keberagaman ras, suku, budaya, serta agama. Demi menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia agar tidak terpecah belah seluruh rakyat Indonesia diharapkan mampu menghargai semua perbedaan dan menghormati satu sama lain. Semua itu sesuai dengan semboyan negara kita, Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu. Dalam penerapannya pada kehidupan berbangsa dan bernegara di masa kini, masyarakat umumnya sudah mengerti dan mulai menerapkan sikap toleransi. Sudah jarang ditemukan peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan sikap intoleran. Perkembangan zaman sangat berpengaruh terhadap berkembangnya sikap toleransi di masyarakat Indonesia. Seiring berkembangnya zaman serta Ilmu Pengetahuan dan Teknologi menjadikan masyarakat Indonesia memiliki wawasan nusantara yang luas. Generasi Indonesia di masa kini lebih memiliki pemikiran yang luas dan terbuka. Pemikiran yang luas dan terbuka inilah yang menjadikan bangsa Indonesia lebih bersikap menghargai perbedaan yang ada. Semua elemen masyarakat dituntut untuk menciptakan kehidupan yang toleran. Tak terkecuali seorang mahasiswa. Seorang mahasiswa harus memiliki sikap toleransi yang tinggi. Pada kehidupan perkuliahan seorang mahasiswa akan bertemu dengan banyak orang yang beragam. Mereka akan bertemu dengan teman yang berasal dari daerah lain, suku lain, agama lain, dan latar belakang yang berbeda-beda. Keberagaman inilah yang melatih seorang mahasiswa untuk bersikap toleransi terhadap teman-temannya. Negara Indonesia sendiri merupakan negara yang mewajibkan rakyatnya untuk memeluk agama. Tertulis jelas di dalam dasar negara Pancasila sila pertama, `Ketuhanan yang maha esa`. Beberapa agama di Indonesia yang sudah diakui adalah Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Meskipun negara mewajibkan rakyatnya untuk memeluk salah satu agama, tetapi pada praktiknya masih ditemukan beberapa rakyat Indonesia yang tidak memeluk agama apapun. Negara Indonesia yang memiliki banyak agama menjadi tantangan tersendiri bagi rakyat dalam menjaga persatuan. Di masa yang modern ini dimana para elemen masyarakat sudah mempunyai pemahaman yang terbuka sehingga sikap toleransi terhadap sesama sudah dapat diterapkan. Mengutip dari detik.com terdapat masjid yang menjadi simbol toleransi agama di Kota Malang. Masjid tersebut adalah Masjid Agung Jami` Malang. Masjid Agung Jami` Malang atau biasa dikenal Masjid Agung Malang terletak di Jalan Merdeka Barat, Kauman, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Jawa Timur. Masjid Agung Malang dibangun pada tahun 1890 dan menjadi masjid tertua di Kota Malang. Selain menjadi tempat ibadah, Masjid Agung Malang juga menjadi simbol toleransi umat beragama karena bersebelahan dengan Gereja Immanuel milik umat Nasrani. Sikap toleransi ini sudah diwujudkan dalam beberapa kesempatan seperti pada saat Idul Fitri dan Idul Adha dimana banyak jamaah Masjid Agung Malang datang untuk melaksanakan sholat Ied. Pada saat banyak jamaah datang ke masjid tersebut, pihak gereja akan mengundur waktu pelaksanaan kebaktian. Selain di Malang terdapat juga masjid dan gereja yang berdampingan di Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Masjid Al-Azhar dan Gereja Nazaret merupakan rumah ibadah yang didirikan secara bersamaan pada tahun 1986. Dua rumah ibadah tersebut menjadi simbol toleransi umat beragama di Kota Palangka Raya karena dibangun berdampingan dengan satu tembok. Dilansir dari laman detik.com, pada Bulan Ramadhan biasanya Vihara Dharma Bakti yang berada di Jakarta membagikan menu berbuka puasa kepada umat muslim. Kegiatan ini dilakukan sebagai usaha menyatukan antar umat beragama. Sikap toleransi antar umat beragama juga diterapkan di sebuah pesantren di Bali. Berbeda dari pesantren pada umumnya yang mempunyai guru beragama Islam, Pesantren Bina Insani yang berada di Jalan Raya Timpag, Meliling, Kerambitan, Kabupaten Tabanan, Bali, mempunyai 16 guru yang beragama Hindu dari total 73 guru. Sikap toleransi antar umat beragama ini terbentuk dikarenakan lokasi pesantren yang berada di pemukiman yang mayoritas warganya beragama Hindu. Dari contoh-contoh di atas dapat dilihat bahwa penduduk Indonesia rata-rata sudah mengerti arti sebuah perbedaan. Mereka sudah menerapkan sikap toleransi antar umat beragama di lingkungan masyarakat. Di era yang sudah modern seperti sekarang sudah sewajarnya masyarakat memiliki pemikiran yang terbuka terhadap sebuah perbedaan. Tetapi tak dapat dipungkiri bahwa ternyata masih ada beberapa peristiwa-peristiwa intoleran yang terjadi di masyarakat. Sejarah mencatat bahwa terdapat beberapa peristiwa konflik agama yang pernah terjadi di Indonesia. Seperti yang terjadi di Aceh pada tahun 2015 silam. Aceh yang merupakan provinsi dengan hukum syariat Islam, terjadi konflik antar umat beragama. Demonstran dari kubu Islam waktu itu meminta pemerintah Aceh untuk membongkar beberapa gereja Kristen. Akibat konflik tersebut banyak korban luka dari kedua belah pihak. Untungnya konflik ini dapat di atasi dan kedua belah pihak berhasil damai. Berbeda dengan perselisihan agama di Aceh, konflik di Poso pada tahun 2000 tak terbendung. Poso pada tahun 1990-an mayoritas penduduknya beragama Islam. Namun seiring berjalannya waktu banyak pendatang dari luar Poso sehingga agama Kristen menjadi dominan. Hal itulah yang menyebabkan konflik. Kurangnya peran pemerintah menjadikan konflik ini berlangsung selama kurang lebih sepuluh tahun. Banyak korban jiwa dan korban luka berjatuhan dari kedua belah pihak. Konflik ini akhirnya selesai pada tahun 2001 setelah adanya mediasi yang dilakukan oleh Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla. Konflik tentang keagamaan juga terjadi di Tanjung Balai, Sumatera Utara. Pada Sabtu, 20 Juli 2016, 11 Wihara dan 2 yayasan di rusak oleh warga yang mengamuk. Kerusuhan ini dipicu oleh konflik agama antara umat Islam dan umat Buddha. Konflik ini diawali oleh sebagian warga Tanjung Balai yang merasa tersinggung setelah mendengar pemeluk agama Buddha berdarah Tionghoa protes tentang suara azan yang keras. Ditambah dengan seorang wanita yang melempari masjid dengan batu dan mengusir imam di dalamnya. Tidak ada tindakan hukum yang ditempuh kedua belah pihak dan sampai sekarang 11 wihara tersebut selalu dijaga oleh polisi saat kegiatan beribadah. Selain itu konflik agama juga terjadi di Papua. Konflik tersebut berawal dari tuntutan Persekutuan Gereja-gereja di Kabupaten Jayapura (PGGJ) yang menuntut untuk membongkar menara Masjid Al-Aqsha Sentani. Alasan PGGJ menuntut pembongkaran adalah karena menara Masjid Al-Aqsha Sentani yang dibangun terlalu tinggi dibandingkan bangunan- bangunan di sekitarnya. PGGJ khawatir bangunan menara Masjid Al-Aqsha Sentani menghalangi pemandangan dan membuat bangunan gereja di sampingnya tampak terhimpit. Permasalahan tersebut akhirnya dapat diselesaikan dengan musyawarah antar umat beragama. Memang banyak sekali konflik antar umat beragama yang pernah terjadi di Indonesia. Sebagai warga negara Indonesia yang menjunjung tinggi persatuan sudah sepatutnya kita jaga negeri ini. Jangan sampai terjadi konflik tentang agama apalagi sampai menimbulkan korban jiwa. Di zaman yang sudah modern ini masyarakat sudah mempunyai pikiran yang terbuka sehingga harapannya sikap toleransi dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Semua elemen masyarakat harus bertanggung jawab terhadap persatuan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.