Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ANALISIS SILA PERTAMA PANCASILA

Makalah ini sebagai tugas pada mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan

DISUSUN OLEH:

SALVIA WORO PUTRI MAHARANI


A2/2021020045
MANAJEMEN

UNIVERSITAS ISLAM BATIK SURAKARTA


2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr,wb
Puji syukur kepada Allah SWT atas Rahmat dan Karunia yang telah diberikan
sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Tidak lupa Penulis juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.
Makalah ini berisi tentang kasus – kasus pelanggaran dalam Pancasila sila pertama.
Tak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu selaku Dosen kami dalam pembelajaran
mata kuliah Pengantar bisnis yang telah memberikan dukungan kepada kami dalam
menyelesaikan makalah ini.
Dan harapan Penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, Penulis yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Surakarta, 12 Desember 2021


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pancasila merupakan dasar negara Indonesia sekaligus pedoman hidup


masyarakatnya yang memiliki keragaman suku, bahasa, budaya, adat istiadat, hingga
agama. Setiap praktik kehidupan, baik sebagai individu maupun warga negara, jelas
berorientasi pada Pancasila. "Namun, jalannya praktik kehidupan tersebut terkadang tidak
selaras dengan nilai yang ada dan tujuan yang ingin dicapai negara. Dewasa ini, masih
banyak dijumpai kasus atau perilaku yang menyimpang dari nila Pancasila.

Kita ambil sila perama, yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sila ini
menunjukkan bahwa negara memberikan kebebasan kepada siapapun untuk beragama
dan menyembah Tuhannya dengan leluasa, tanpa paksaan, atau intimidasi dar orang lain.
Tetapi, kebebasan ini tetap harus sesuai ketentuan mengenai agama yang telah diatur
dalam Undang-Undang. Salah satu contoh penyimpangan yang tidak jarang terjadi adalah
intoleransi antar umat beragama. Intoleransi didefinisikan sebagai sikap tidak
menghormati satu sama lain, (Dalam kasus ini seseorang atau sebuah kelompok tidak
menghormati orang lain menjalankan praktik beragama dan berkeyakinannya yang
berbeda dengan mereka. Penyimpangan ini juga termasuk dalam pelanggaran HAM.
Padahal, Pancasila jelas mengakui hak asasi seluruh manusia dan seharusnya Pancasila
menjadi dasar umat beragama agar tidak terjadi perpecahan sebab Indonesia memiliki
beragam agama. Namun, bisa jadi kerukunan dan persatuan menjadi sulit terwujud karena
hadirnya tindakan-tindakan menyimpang. Penolakan pejabat non muslim, pemotongan
nisan salib di pemakaman warga, bom bunuh diri di berbagai tempat ibadah, dan
perusakan tempat ibadah secara sengaja merupakan segelintir contoh kasus intoleran yang
terjadi di Indonesia.

Kasus intoleransi yang juga sempat ramai diperbincangkan yaitu Jemaat


Ahmadiyah Indonesia JAI, aliran Agama Islam yang berasal dari Qadian India. JAI
adalah organisasi sosial berbadan hukum yang keberadaannya sah dan diakui oleh
pemerintah Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman JA 5/213 tanggal 13
Maret 1953, serta dilindungi oleh konstitusi yang berlaku. Pendirian Ahmadiyah pada 23
Maret 1889 menimbulkan pro-kontra di berbagai negara yang memiliki penduduk muslim
karena pemikiran sang pendiri, Mirza Ghulam Ahmad yang tidak sejalan dengan
pemikiran-pemikiran umat Islam pada umumnya. Di Indonesia sendiri, pro-kontra ini
terjadi sejak awal perkembangan Ahmadiyah di Indonesia, yaitu tahun 1025. Pada saat
itu, pro-kontra berlangsung melalui media massa atau di ruang debat, seperi yang terjadi
di Jakarta tahun 1933. Pada 1974 Rabithah Alam al Islami, Liga Muslim Dunia
menyatakan bahwa Ahmadiyah bukan muslim karena perbedaan soal kenabian,
Ahmadiyah menganggap adanya nabi setelah Nabi Muhammad, yaitu Mirza Ghulam
Ahmad. Ini adalah hal menyimpang dan melampaui batas pengertian tajdid (pembaruan).
Pada 1985, Akademi Figih Islam di Organisasi Konferensi Islam (OKI) juga menyatakan
Ahmadiyah adalah murtad dan keluar dari Islam. Karena pernyataan Rabithah Alam al
Islami, paru ulama di Indonesia ikut tidak menerima “Ahmadiyah. Tahun 1980 Majelis
Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa sesat terhadap Ahmadiyah, dan diperkuat
dengan fatwa pada tahun 2005 yang mengatakan bahwa Ahmadiyah merupakan aliran
sesat, menyesatkan, dan sudah keluar dari Islam. Tuntutan untuk membubarkan
Ahmadiyah juga terjadi akibat protes dan fatwa MUI Tuntutan dan fatwa yang ada
membuktikan pro-kontra Ahmadiyah memasuki babak baru.

Pada tahun 2008 terjadi unjuk rasa besar-besaran anti Ahmadiyah di depan Istana
Negara oleh ribuan orang mengatasnamakan umat Islam Indonesia untuk menuntut
pemerintah membubarkan Ahmadiyah. Bulan Juni 2008 Pemerintah Indonesia
menerbitkan Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008, Nomor KEP-003/A/JA/6/2008, dan
Nomor 199 Tahun 2008. Keputusan yang lebih dikenal dengan SKB Tiga Menteri ini
berisi pembahasan perihal Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, davatau
Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia UAI dan Warga Masyarakat. Hasil
putusan SKB Tiga Menteri meliputi : (1) Memberi peringatan dan memerintahkan kepada
warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan
dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia
atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan dari agama itu yang
menyimpang dari pokok-pokok ajaran itu: (2) Memberi peringatan dan memerintahkan
kepada penganut Jemaat Ahmadiyah untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan
kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Islam: (3) Penganut JAI yang tidak
mengindahkan perintah dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan: (4) Memberi peringatan untuk menjaga kerukunan umat beragama
dengan tidak melakukan tindakan melawan hukum terhadap JAI. (5) Warga masyarakat
yang tidak mengindahkan peraturan dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
perundangan yang berlaku, (6) Memeriahkan kepada pemerintah dan pemerintah daerah
untuk melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan
pengawasan pelaksanaan Keputusan Bersama ini: (7) Keputusan Bersama ini berlaku
sejak tanggal ditetapkan.

Selanjutnya, basis-basis Ahmadiyah marak menjadi sasaran, seperti rumah


pribadi, tempat ibadah, dan serangan fisik kepada banyak Ahmadi. Fatwa MUI lah yang
dituding memicu tindakan diskriminatif atas nama agama. Kasus-kasus kekerasan
terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia.

No. Daerah Tahun Kasus


1 Lombok, NTB 2001 Penyerangan, persekusi, dan
kekerasan terhadap Jemaat
Ahmadiyah
2 Monas, Jakarta Juni 2008 Penyerangan aksi damai Aliansi
Kebangsaan untuk Kebebasan
Beagama dan Berkeyakinan
( AKKBB)
3 Cikeusik, Pandeglang, Februari Penyerangan Jemaat Ahmadiyah
Banten 2011
4 Kampung Sindang Barang , 4 April 2011 Penyegelan Masjid Al-Mubarok
Bogor Barat, Kota Bogor,
Jawa Barat
5 Bukit Duri, Tebet, Jakarta Juni 2015 Pengepungan rumah yang diduga
Selatan markas Jemaat Ahmadiyah

6 Kabupaten Bangka Januari 2016 Penerbitan surat yang meminta


warga Ahmadiyah masuk ajaran
Islam Sunni, atau akan diusir dari
Bangka
7 Desa Purworejo, Kendal, Mei 2016 Perusakan masjid Ahmadiyah
Jawa Tengah
8 Sawangan, Depok Jawa Februari Penyegelan Masjid Al Hidayah
Barat 2017
9 Desa Greneng, Kec. Sakra Mei 2018 Penyerangan dan pengusiran
Timur, Lombok Timur, Jemaat Ahmadiyah
NTB
10 Kec. Tempunak, Sintang, 3 September Perusakan dan pembakaran
Kalimantan Barat 2021 masjid Jemaat Ahmadiyah
Sumber Jumal Keamanan Nasional Vo II No. 1. 2016

Kasus yang masih hangat sekarang ini adalah perusakan Masjid Miftahul Huda di
Sintang, Kalimantan Barat. Sejumlah bangunan milik jemaah Ahmadiyah di Desa Balai
Harapan, Kecamatan Tempunak dirusak oleh ratusan warga, hingga 72 jiwa atau 20
kepala keluarga terpaksa dievakuasi. Dalam peristiwa ini, masjid milik Jemaat
Ahmadiyah tersebut mengalami kerusakan berat. Polisi telah menetapkan 2 tersangka an
menjerat 3 orang dibalik penghasutan perusakan masjid. Tindakan intoleran tersebut juga
termasuk dalam bentuk pelanggaran HAM karena melarang kegiatan beribadah dengan
merusak tempat ibadah.

Masih maraknya kasus kekerasan sosial dan diskriminasi yang mengatasnamakan


agama terhadap Jemaat Ahmadiyah, membuat kami tertarik untuk membahas topik ini
dalam penelitian. Pemerintah dan para aparat penegak hukum sudah seharusnya berperan
dalam pencegahan melebarnya kekerasan yang terjadi. Selai itu, penegakkan hukum
terhadap pelaku diskriminasi dan pelanggaran kebebasan beragama perlu ditindaklanjuti
lebih jelas. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti alasan tingginya intoleransi
terhadap Jemaat Ahmadiyah dan peran pemerintah terhadap kasus-kasus ini.

B. Rumusan Masalah
1. Mengapa tingkat intoleransi terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia sangat tinggi?
2. Bagaimana peran pemerintah dalam mengatasi sikap intoleransi terhadap Jemaat
Ahmadiyah Indonesia?
3. Bagaimana cara untuk meningkatkan asa toleransi antar umat beragama di
Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

C.1 Kerangka Teoritis

C.1.1 Intoleransi
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), intoleransi dapat diartikan sebagai ketiadaan
tenggang rasa. Intoleransi merupakan kebalikan dari toleran. Sedangkan toleransi di dalam
“Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai bersifat atau bersikap menenggang
(menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan,
kebiasaan, kelakuan, dan sebugainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian
sendiri, Disebut toleran, menurut Cohen (2004) adalah tindakan yang disengaja oleh actor
dengan berprinsip menahan diri dari campur tangan (menentang) perilaku mereka dalam
situasi keragaman, sekalipun aktor percaya dia memilik kekuatan untuk mengganggu (Cohen
2004, hal:69). Sedangkan, Menurut Hunsberger (1995), intoleran adalah tindakan negatif
yang dilatari oleh simplifikasi-palsu, atau “prasangka yang berlebihan” (over generlized
beliefs) Prasangka semacam ini memiliki tiga komponen: (1) komponen kognitif mencakup
stereotip terhadap “kelompok luar yang direndahkan": (2) komponen afektif yang berwujud
sikap muak atau tidak suka yang mendalam terhadap kelompok-luar: dan (3) komponen
tindakan negative terhadap anggota kelompok-luar, baik secara interpersonal maupun dalam
hal kebijakan politik-sosial (Hunsberger's,1995:113-29).

Intoleransi masih sering kali tejadi. Oleh karena itu, untuk dapat mengurangi adanya
intoleransi kita harus mengetahui cara untuk menghindari sikap intoleransi tersebut. Dalam
buku Pluralisme, Konfik, dan Perdamaian (2002) oleh Elex Sarapung, beberapa cara
menghindari sikap intoleransi sebagai berikut:

a. Tidak memaksakan kehendak diri sendiri kepada orang lain


b. Peduli terhadap lingkungan sekitar
c. Tidak mementingkan suku bangsa sendiri atau sikap yang menganggap suku
bangsanya lebih baik
d. Tidak menonjolkan suku, agama, ras, golongan, maupun budaya tertentu
e. Tidak menempuh tindakan yang melanggar norma untuk mencapai tujuan
f. Tidak mencari keuntungan diri sendiri daripada kesejahteraan orang lain
C.1.2. Agama
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, gama adalah pengatur (sistem) yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan keyakinan serta pengabdian kepada Sang Pencipta Yang
Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta
lingkungannya. Menurut Daradjat (2005) agama adalah proses hubungan manusia yang
dirasakan terhadap sesuatu yang diyakininya, bahwa sesuatu lebih tinggi daripada manusia,
(Daradjat, Zakiyah. Ilmu Jiwa Agama Jakarta : Bulan Bintang. 2005. Hal. 10)

Menurut Cliffort Geertz (1992) agama dapat diistilahkan sebagai (1) sebuah system simbol-
simbol yang berlaku untuk (2) menetapkan suasana hai dan motivasi-motivasi yang kuat,
yang meresapi dan yang tahan lama dalam diri manusia dengan (3) merumuskan konsep-
konsep mengenai suatu tatanan umum eksistensi dan (4) membungkus konsep-konsep ini
dengansemacam pancaran faktualitas, sehingga (5) suasana hati dan motivasi-motivasi itu
tampak realistis. (Clilort Geerz. Kebudayaan dan Agama. Jogyakarta: Kanisius:1992). Hal. 5)

C.1.3. Kekerasan Sosial


Menurut Hobbes, kekerasan merupakan keadaan alamiah manusia dan hanya suatu
pemerintahan negara yang menggunakan kekerasan dan memiliki kekuatanlah yang dapat
mengatasi keadaan ini. Sedangkan menurut Rousseau mempunyai anggapan bahwa manusia
dalam keadaan alamiahnya sebagai ciptaan yang polos, mencintai iri secara spontan, tidak
egois dan tidak alruis. Sedangkan menurut Johan Galtung kekerasan terjadi bila manusia
dipengaruhi sedemikian rupa sehingga realisasi jasmani dan mental aktualnya berada
dibawah realisasi potensialnya, (Windhu, 1 Marsana.1992. Kekuasaan dan Kekerasan
menurut Galtung Yogyakarta : Kanisius. Hal. 64)

Kekerasan bisa Kita hindari salah satunya dengan mengetahui apa penyebab kekerasan dapat
terjadi. Adapun menurut Galtung, kekerasan terjadi apabila manusia dipengaruhi sedemikian
rupa sehingga realisasi jasmani dan mental aktualnya berada di bawah realisasi poensialnya,
Kekerasan di sini didefinisikan sebagai penyebab perbedaan antara yang potensial dan yang
aktual. Enam dimensi kekerasan menurut Gantung: (Douglas, Jack D. and Frances Chaput
Waksler dalam Thomas Santoso.2002. Teori-Teori Kekerasan Jakarta-Ghalia Indonesia
Hal.168-169)
1) Kekerasan Fisik dan Psikologis. Dalam kekerasan fisik, tubuh manusia disakiti secara
jasmani bahkan sampai pada pembunuhan. Sedangkan pada kekerasan Psikologis
adalah tekanan yang maksudkan meredusir kemampuan mental atau otak.
2) Pengaruh positif dan negatif. Sistem orientasi imbalan yang sebenarnya terdapat
pengendalian, tidak bebas, kurang terbuka, dan cenderung manipulative meskipun
memberikan kenikmatan atau euphoria.
3) Ada objek atu tidak. Dalam tindakan tertentu tetap ada ancaman kekerasan fisik dan
psikologis meskipun tidak memakan korban tetapi membatasi tindakan manusia.
4) Ada subjek atau tidak. Kekerasan disebut langsung atau personal jika ada pelakunya
disebut structural ata tidak langsung. Kekerasan tidak langsung sudah menjadi bagia
struktur itu dan menampakkan diri sebagai kekuasaan yang tidak seimbang yang
menyebabkan peluang hidup tidak sama.
5) Disengaja atau tidak. Beritik berat pada akibat dan bukan tujuan, pemahaman yang
hanya menekankan unsur sengaja tentu tidak cukup untuk melihat, mengatasi
kekerasan struktural yang bekerja secara halus dan tidak disengaja. Dari sudut korban,
sengaja atau tidak kekerasan tetap kekerasan.
6) Yang tampak dan yang tersembunyi. Kekerasan yang tampak nyata baik yang
personal maupun siruktural, dapat dilihat meski secara tidak langsung. Sedangkan
kekerasan tersembunyi adalah sesuatu yang memang tidak kelihatan tetapi bsa dengan
mudah meledak, Kekerasan tersembunyi akan terjadi jika suatu menjadi idak stabil
sehingga tingkat realisasi aktual dapat menurun dengan mudah.

C.14. Kontik
Menurut Webster istilah conflict di dalam bahasa artinya berarti suatu perkelahian,
peperangan, atau perjuangan yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. (Pruit,
Dean G dan Jeffrey Z. Rubin.1986. Social Conflict. New York : Sate University of New
York) Konflik dapat diartikan sebagai sebuah proses sosial antara dua orang atau lebih bisa
juga kelompok di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya (Yadiman dan Rycko Amelza Dahniel
2013.Konflik Sosial dan Anarkisme. Yogyakana : CV Andi Offset. Hal2)

Faktor-faktor penyebab terjadinya konflik antar kelompok sosial antara ain sebagi
berikut; (Yadiman dan Rycko Amelza Dahniel.2013.Konftik Sosial dan Anarkisme.
Yogyakarta : CV Andi Ofset. Hal. 3)
1. Adanya perbedaan antar kelompok sosial baik secara fisik maupun mental, atau
perbedaan kemampuan, pendirian, dan perasaan sehingga menimbulkan pertikaian
atau bentrokan diantara mereka.
2. Perbedaan pola kebudayaan seperi perbedaan adat istiadat, suku bangsa, agama,
paham politik, pandangan politik, dan budaya daerah sehingga mendorong timbulnya
persaingan dan pertentangan bahkan bentrokan di antara anggota kelompok social
tersebut
3. Perbedaan mayoritas dan minoritas yang dapat menimbulkan kesenjangan sosial di
antara kelompok sosial tersebut. Misalnya antara etnis Tionghoa (minoritas) dan etnis
pribumi (mayoritas).
4. Perbedaan kepentingan antar kelompok sosial, seperti perbedaan kepentingan politik,
ekonomi, sosial, budaya, agama, dan sejenisnya merupakan faktor penyebab
timbulnya koflik.
5. Perbedaan kepribadian antar individu bisa menjadi faktor penyebab terjadinya
konflik, biasanya perbedaan individu yang menjadi sumber konflik adalah perbedaan
pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah individu yang unik, artinya setiap
orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya.
6. Perbedaan latar belakang kebudayaan. Perbedaan latar belaag kebudayaan sehingga
membentuk pribadi-pribadi yang berbeda
7. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok manusia yang memiliki
perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan
8. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Perubahan
adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung
cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik
sosial.

C.1.5. Hak Asasi Manusia (HAM)


Menurut Seedjono Dirdjosisworo, HAM merupakan hak-hak yang melekat pada setiap
manusia sejak lahir, tidak dapat dibatasi, dikurangi, atu diingkari oleh siapa pun juga karena
merupakan nilai-nilai dan martabat kemanusiaan setiap individu. (Dirdjosisworo, Soedjono,
2004. HAM, Demokrasi dan Tegaknya Hukum dalam Konteks Ketahanan Nasional
Indonesia,Bandung Hal.2)
Secara yuridis, menurut Pasal 1 butir 1 UU No, 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, dirumuskan bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Sangat diharamkan
diskriminasi dengan bentuk apapun (race. colour. ser, language, religion, politicalorder
opinion, national or social origin, propert, birth, or other status). (Gunakaya,
Widiana.2017.Mlukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta : CV Andi Offset)

C.2. Analisis

Ahmadiyah dianggap sebagai suatu aliran yang memilki ajaran menyimpang diluar
ajaran Islam sehingga dinilai sesat dan menyesatkan. Aliran ini percaya bahwa ada nabi
penerus sctelah Nabi Muhammad SAW. Sosok yang diyakini para jemaah Ahmadiyah
sebagai nabi penerus adalah pendiri Ahmadiyah tu sendiri, Mirza Ghulam Ahmad. Padahal,
dalam Islam sendiri diajarkan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir sehingga
“umat Muslim menganggap kepercayaan Ahmadiyah in idak dapat ditoleransi lagi. Selain
itu, terdapat fakta bahwa Mirza Ghulam Ahmad mendakwahkan dirinya sebagai Imam Mahdi
dan al Masih al Maud Imam Mahdi yang dijanjikan), Padahal di sisi lain, diketahui bahwa
umat Muslim masih menunggu kehadiran Imam Mahdi dan al Masih al Maud, yang dipahami
sebagai sosok Isa as. Hal-hal ini tentunya menjadi perdebatan dan dianggap menyimpang dari
ajaran Islam yang sebenamya. Maka, Majelis Ulama Indonesia (MUI), pada tahun 1980 dan
dipertegas lagi pada 2005, mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah merupakan aliran sesat
dan memiliki ajaran menyimpang dari Islam yang harus dibubarkan oleh pemerintah.

Ditetapkannya Ahmadiyah sebagai ajaran sesat membuat mayoritas Muslim di


Indonesia beranggap bahwa keberadaan mereka terlarang dan patut untuk dihakimi. Hal
inilah yang membuat adanya diskriminasi dan intoleransi pada jemaah Ahmadiyah sehingga
banyak tindakan kekerasan dan penolakan pada jemaah Ahmadiyah. Padahal, walaupun
sudah ditetapkan sebagai ajaran sesat dan menyimpang, tetap saja tidak boleh main hakim
sendiri karena hal tersebut sudah menjadi suatu tanggung jawab dari lembaga tertentu dan
masyarakat umum tidak berhak menghakimi dengan kehendak sendiri.
Pemerintah Indonesia memiliki berbagai kebijakan yang inkonsisten dalam
menangani kasus intoleransi antar umat beragama. Seperti yang kita tahu, Rancangan
Undang-Undang ataupun beberapa kebijakan selalu berganti setiap tahunnya. Ada yang
hanya mementingkan suatu kelompok atau umat saja, ada juga yang sudah mengeluarkan
kebijakan yang diharapkan dapat mengurangi sikap intoleran Justru menjadi bumerang untuk
negara kia sendiri. Sebagai contoh, jemaah Ahmadiyah merupakan bukti nyat
berkembangnya sikap intoleran di Indonesia yang harus diketahui dan didengar oleh
masyarakat luas.

Seperti yang kita tahu, Indonesia merupakan negara yang memiliki kebebasan
beragama. Hal ini seharusnya merupakan sebuah keputusan yang tepat. Dengan adanya
kebebasan beragama, kia dapat menjalankan ibadah kita sesuai agama dan kepercayaan kita
masing - masing. Kita juga memiliki kebebasan untuk merayakan hari besar dan menjalankan
kegiatan - kegiatan kita sesuai dengan agama setiap individu. Akan tctai, adanya kebebasan
beragama ini juga dapat memberikan ruang sikap intoleransi yang semakin besar. Dengan
adanya kasus intoleransi jemaah Ahmadiyah ini, seharusnya pemerintah bersikap terbuka dan
Serius dalam menangani kasus tersebut. Pemerintah harus memiliki regulasi yang jelas dalam
menangani sikap intoleransi agar indonesia dapat menjadi negara yang utuh dan solid.

Dari yang kita tahu bahwa Indonesia merupakan negara multikultural yang memi
keberagaman dan perbedaan suku ras, dan agama. Peristiwa perusakan masjid di Sintang
telah mencederai nilai-nilai hak asasi manusia khususnya kebebasan beragama dan
berkeyakinan dan hak atas rasa aman yang harus dihormati oleh setiap warga negara
Indonesia dan dilindungi oleh negara. Seharusnya kita bisa lebih peka dan sigap
dalam menangkap potensi konflik. Kembangkan sikap saling menghormati dan menghargai
keberagaman. Hormati perbedaan, hilangkan pemikiran, dan perbuatan yang lebih senang
membenci daripada menyayangi sesama manusia. Tindakan main hakim sendiri dengan cara-
cara kekerasan yang merusak rumah ibadah dan harta benda milik orang ain, adalah ancaman
nyata bagi kerukunan umat beragama.

Agar terciptanya kehidupan yang rukun dan menumbuhkan sikap toleransi merupakan
sebuah kewajiban yang harus dilakukan. Dari pengertian toleransi pun sudah dapat diketahui
bahwa dengan menumbuhkan sikap toleransi, akan mencegah perbuatan-perbuatan negatif.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan rasa toleransi antar umat beragama,
salah satunya adalah bersikap dan menghormati orang lan dengan baik tanpa memandang
usia, agama, ras, dan budaya. Kemudian kta tidak perlu membicarakan keburukan antar
sesama beragama. Tidak main hakim sendiri yang dapat merusak tempat ibadah.

BAB III
PENUTUP

D. Kesimpulan

Adanya diskriminasi terhadap Jemaat Ahmadiyah disebabkan oleh anggapan syarakat


bahwa Jemaat Ahmadiyah adalah organisasi terlarang karena ajarannya yang sesat. Ditambah
lagi dengan adanya fatwa dari MUI bahwa Ahmadiyah mempunya ajaran yang tidak sesuai
dengan Islam. Di isi lain, kebijakan pemerintah yang belum konsisten untuk menangani kasus
intoleransi sepert ini justru menjadi bumerang bagi negara kita sendiri karena ada yang hanya
mementingkan kelompoknya sendiri.

Sebagai negara yang memiliki kebebasan beragama, sepatutnya kita tetap menjunjung
tinggi nilai toleransi dan untuk pemerintah agar tidak memandang remeh kasus intoleransi
yang sudah banyak terjadi di negara ini. Sebenarnya, ada banyak cara untuk meningkatkan
rasa toleransi antarumat beragama seperti menghormati satu sama lain, menghilangkan
tindakan main hakim sendiri, dan tidak memaksakan ajaran agama kita kepada orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Nurul, Silmi.2021.”Pancasila dalam Keberagaman Bangsa”,


https://www.kompas.com/skola/read/2021/03/04/115710769/peran-pancasila-dalam-
keberagaman-bangsa diakses pada 12 Desember 2021 pukul 21.18.

Liputan6.2020.” Masih Ada Virus Intoleran di Tengah Upaya Melawan Virus Corona di
Indonesia”, https://www.liputan6.com/regional/read/4203599/masih-ada-virus-intoleran-di-
tengah-upaya-melawan-virus-corona-di-indonesia diakses pada 12 Desember 2021 pukul
21.39

Voa Indonesia. 2017. Tindakan Intoleran di Jawa Tengah Meningkat.


https://www.voaindonesia.com/a/tindakan-intoleran-di-jawa-tengah-meningkat/3687733
diakses pada 12 Desember 2021 pukul 22.28

Kronologi Perusakan Masji Almadiyah di Sintang,


https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210903225102-20-689598/kronologi-perusakan-
masjid-ahmadiyah-di-sintang diakses pada 12 Desember 2021 pukul 22.59

Jurnal Keamanan Nasional Vo. II No. 1, 2016

Intoleransi, Antara Paradoks dan Produk, https://kapol.id/intoleransi-antara-paradoks-dan-


produk/ diakses pada 12 Desember 23.35

Douglas, Jack D. and Frances Chaput Waksler dalam Thomas Santoso.2002. Teori-Teori
Kekerasan Jakarta-Ghalia Indonesia Hal.168-169

Bonasir,Rohmatin.2018. Kenapa Ahmadiyah dianggap bukan Islam: Fakta dan


kontroversinya. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-42642858 diakses pada 12
Desember 2021 pukul 00.10

Anda mungkin juga menyukai