SKRIPSI
Oleh:
AISAH
106170682
PEMBIMBING:
Alhamdulillah bisa sampai pada titik ini, kupanjatkan rasa syukur atas nikmat
yang telah engkau berikan Ya allah yang telah mempermudah dan melancarkan
Skripsi ini kupersembahkan untuk orang-orang yang berjasa dan luar biasa
dalam hidup ku, terimakasih Bapak ku ( Nasib) dan ibu ku ( Rossolehati) telah
merawatku dari aku kecil hingga saat ini dan selalu mengajarkan ku dan
ku dalam hidup yang selalu mendoakanku tanpa kenal lelah. serta untuk kedua
abang ku bang (Jonni April Mansyah ) dan bang ( Muhammad Jaka) dan kedua
adik ku adek pudan ( Riduwan ) dan adek mimin (Darmin) yang tidak pernah
ix
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN
PERSETUJUAN PEMBIMBING
MOTTO
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
PERSEMBAHAN
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
C. Batasan Masalah........................................................................................... 4
E. Kerangka Teori............................................................................................. 5
G. Metode Penelitian......................................................................................... 7
H. Sistematika Penulisan................................................................................. 12
x
BAB II KONDISI SOSIAL KEAGAMAAN DI KOTA JAMBI
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 67
B. Saran........................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA
DOKUMENTASI
CURRICULUM VITAE
xi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum yang dalam penyelenggaraannya didasarkan
pada prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Prinsip ini secara tegas tercantum dalam
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 Ayat 1. 1 Dengan prinsip ini, Indonesia
sering disebut sebagai negara berketuhanan, di mana kemajemukan agama atau
keyakinan menjadi salah satu ciri khasnya. Untuk menjamin keberlangsungan dari
kemajemukan tersebut, negara juga menjamin kebebasan bagi para pemeluknya
melalui konstitusinya untuk menjalankan agama dan kepercayaannya itu,
sebagaimana tercantum pada Pasal 29 Ayat 2: “Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk beribadat menurut agama dan kepercayaan itu”.2
Namun demikian, kemajemukan atau keragaman agama ini, pada praktekya
kemudian dibatasi hanya untuk enam agama saja yang secara formal
diperbolehkan berkembang secara terbuka di bumi Indonesia. Keenam agama
tersebut adalah Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Khonghucu.3
Keanekaragaman agama tentunya bisa menjadi potensi yang positif ketika
berada dalam masyarakat yang saling hormat menghormati, menghargai dan
mentoleransi perbedaan yang ada. Sebaliknya, keberagaman tersebut bisa jugq
berpotensi negatif apabila tidak dikelola secara baik yang pada batas tertentu
bahkan dapat memunculkan perpecahan atau disharmoni.4 Untuk menghidari
terjadinya konflik agama, negara melalui lembaga-lembaga yang ada, telah
mengeluarkan peraturan perundang-undangan ataupun yang terkait guna untuk
menata, membina serta mengembangkan sendi-sendi kerukunan antar umat
1
Undang-Undang Dasar 1945 BAB XI (Agama) Pasal 29 Ayat 1. Undang-Undang Dasar
1945 sudah diamandemen sebanyak empat kali, tetapi rumusan Pasal Agama ini tetap
dipertahankan seperti aslinya.
2
Ibid.
3
Penyebutan enam agama ini terdapat dalam penjelasan pasal 1 Undang-Undang Nomor
1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama.
4
Balai Litbang Agama Jakarta, Konflik dan Penyelesaian Pendirian Rumah Ibadah,
(Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, 2015), hlm. 1.
1
2
5
Faisal Ismail, Dinamika Kerukunan Umat Beragama, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya,
201), hlm.35.
3
8
Tiara Sutari, “Menag: Selesaikan Konflik Masjid di Papua Lewat Musyawarah,” CNN
Indonesia, (Minggu, 18/03/2018).
9
Abdul Halim & Zaki Mubarak, “Pola Konflik Agama Di Wilayah Prular: Studi Kasus
Pendirian Rumah Ibadah Di Kota Jambi,” Tajdid,Vol. 19. No.1, (Januari-Juni 2020), hlm. 90.
4
B. Rumusan Masalah
Permasalahan pokok dari penelitian ini adalah konflik pendirian rumah
ibadah di Kota Jamabi. Untuk menjawab permasalahan tersebut peneliti
mengajukan tiga pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana ketentuan tentang pendirian rumah ibadah?
2. Bagaimana implementasi peraturan pendirian rumah ibadah di Kota
Jambi?
3. Apa penyebab terjadinya konflik pendirian rumah ibadah di Kota Jambi
dan bagaimana penyelesaiannya oleh pihak yang berwenang ?
C. Batasan Masalah
Agar pembahasan penelitian ini tidak meluas, maka peneliti membatasi pada
konflik pendirian rumah ibadah bagi umat Kristen Protestan di Kota Jambi yang
pernah terjadi pada masa reformasi.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan agar penelitian tersebut dapat
memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Mengetahui dan memahami ketentuan tentang pendirian rumah
ibadah.
b. Memahami implementasi peraturan pendirian rumah ibadah di Kota
Jambi.
c. Memahami penyebab terjadinya konflik pendirian rumah ibadah di
Kota Jambi dan penyelesaiannya yang ditawarkan oleh pihak yang
berwenang.
5
2. Kegunaan Penelitian.
Adapun kegunaan penulisan ini adalah sebagai berikut:
a. Sebagai salah satu persayaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana
Strata Satu (S1) di Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.
b. Sebagai sumber referensi atau bahan masukkan bagi pemerintah
dalam mengambil kebijakan terkait penanganan pendirian rumah
ibadah.
E. Kerangka Teori
Menurut Dahrendorf seperti yang dikutip di dalam buku Parsudi Suparlan,
salah seorang tokoh yang mengembangkan model konflik, melihat bahwa
kehidupan manusia dalam bermasyarakat didasari oleh konflik kekuatan, yang
bukan semata-mata dikarenakan oleh sebab-sebab ekonomi sebagaimana
dikemukakan oleh karl Maex, melainkan karena berbagai aspek yang ada dalam
masyarakat yang dilihatnya sebagai organisasi social.10 Sebagai sebuah fenomena
sosial, kemunculan konflik tertentu merupakan dampak dari suatu yang menjadi
penyebabnya. Kalangan sosiolog menyebutkan bahwasannya faktor utama yang
menyebabkan konflik adalah perebutan atas sumber-sumber kepemilikan, status
sosial dan kekuasaan yang jumlahnya sangat terbatas dan tidak merata di dalam
masyarakat.11
Berdasarkan Teori Hubungan Masyarakat, terjadinya konflik dalam
masyarakat merupakan akibat dari polarisasi yang terus berlangsung serta ketidak
percayaan (untrust) dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam
suatu masyarakat. Atas dasar demikian, sebagaimana upaya mencegah terjadinya
konflik, maka yang perlu dilakukan adalah meningkatkan komunikasi dan
pengertian antara kelompok-kelompok yang mengalami konflik serta
meningkatkan toleransi agar masyarakat dapat saling menerima keragaman.
10
Parsudi Suparlan, “Konflik Sosial dan Alternatif Pemecahannya”, Antropologi Indonesia,
Vol.30, No.2, 2006, hlm,139.
11
Adon Nasrullah Jamaludin, Agama dan konflik Sosial: Studi Kerumunan Umat
Beragama, Radikalisme dan Konflik Antarumat Beragama, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), hlm
2.
6
12
Abdul Halim dan Zaki Mubarak, “Pola Konflik Agama di Wilayah Plural: Studi Kasus
Pendirian Rumah Ibadah di Kota Jambi, Tajdid, Vol.19.No.1, (2020), hlm. 94 - 95.
13
Ibid.
14
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Ilmu Syariah dan Hukum, (Jambi: NoerFikti
Offset, 2020), hlm. 37.
15
AdonNasrullah Jamaludin, Konflik Dan Integrasi Pendirian Rumah Ibadah di Kota
Bekasi, socio-politika, Vol.8, No.2, Juli 2018.
7
16
Rini Fidiyani, “Dinamika Pembangunan Rumah Ibadah Bagi Warga Minoritas di Jawa
Tengah”, skripsi Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, (2016), hlm.501-510.
17
Ismardi, “Pendirian Rumah Ibadat Menurut Peraturan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri No.8 dan 9 Tahun 2006,” Toleransi,Vol.3.No2.(Juli-Desember 2011)
hlm.218-228.
18
Iskandar, metode penelitian kualitati, Jakarta:Guang persada,2019, hal. 32.
8
19
Soekanto dan Soejono, “Pengantar Penelitian Hukum”, ( Jakarta: UI Press,2006),
hlm.10.
20
M. Hariwijaya, Metodologi dan Penulian Skripsi Tesis dan Disertasi, cet.Ke-3,
(Yogyakarta: Dua Satria Offset), hlm. 76.
21
Amirudin, Metode Penelitian Sosial, (Yogyakarta:Pratama Ilmu,2016), hlm. 96.
9
22
Amiril Hadi Haryono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung:Pustaka Setia,1998), hlm.
125.
23
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kualitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 225.
24
Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian, (Bandung,Pustaka Setia,2008), hlm. 93.
25
Lin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi Ardini, Observasi dan Wawacara,(Jawa Timur,Bayu
media Publising,2004), hlm.122.
10
a. Observasi
Observasi adalah rancangan yang sistematis tentang apa yang diamati,
kapan dan di mana tempatnya. Metode obsevasi disebut juga pengamatan
kegiatan pemuatan semua objek dengan menggunakan indera. Dalam
penelitian ini metode observasi digunakan untuk melihat situasi langsung ke
lapangan tentang Hak Beragama Minoritas Bearagama studi Pendirian
Rumah Ibadah di Kota Jambi.
b. Wawancara
Wawancara adalah merupakan percakapan dengan maksud tertentu,
percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang
mengajukan pertayaan dan tewawancara yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu Selain itu wawancara digunakan untuk mendapatkan data
mentah dari informan, sehingga ditemukan data baru yang tidak terdapat
dalam dokumen. Data mentah yang diperoleh dari seseorang informan ini
bermanfaat untuk menjawab rumusan masalah di dalam penelitian.
Wawancara dapat diartikan suatu proses interaksi dan komunikasi untuk
mendapatkan informasi yang hanya diperoleh dengan cara bertanya langsung
dengan responden.26 Salah satu metode pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara yaitu suatu kegiatan dilakukan untuk mendapatkan informasi
secara langsung dengan mengungkapkan pertanyan-pertantyan ke pada para
responden, wawancara bermakna berhadapan langsung antara interviewer
27
dengan responden, dan kegiatanya dilakukan secara lisan. Purposive
sampling merupakan teknik Nonprobability sampling yang digunakan peneliti
untuk memilih sampel subjek atau unit dari suatu populasi atau hanya
mewakili dari populasi.28 Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara
terhadap pihak Kementeri Agama Kota jambi mengenai pendirian rumah
Ibadat di Kota Jambi.
26
Lin Tri Rahayu dan Tridianti Ardi Ardiani, Observasi dan Wawancara, (Jawa Timurn,
Bayu Media Publising, 2004), hlm.1.
27
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik, Cet Ke-6, (Jakarta: Rineka
Cipta), hlm.39.
28
Llker Etikan, Sulaiman Abdubakar Musa, & Ruayya Sunusi Alkassim. 2016. Jurnal
Amerika Statistik dan Terapan,5 1, 1-4, 21:04.
11
c. Dokumentasi
Dalam penelitian ini, penelitian menggunakan metode dokumentasi atau
kepustakaan untuk memperkuat kebenaran data yang akan dianalisis, metode
dokumentasi adalah metode atau teknik pengumpulan data dari beberapa
dokumen yang bersifat resmi dan diakui seperti memo, buku, surat kabar,
majalah dan sebagainya. Metode dokumen ini menggukan untuk memperoleh
data-data yang mampu melengkapi serta memperkuat penelitian.
5. Teknik Analisis
Data Berdasarkan hal di atas dapat dikemukakan di sini bahwa analisis data
yang dapat digunakan peneliti adalah proses mencari dan Menyusun secara
sistematis data yang di peroleh dari hasil catatan lapangan, wawancara dan bahan
lain sehingga dapat dipahami dengan mudah, serta membuat kesimpulan atau
analisis dengan tujuan agar dapat diinformasikan dan mudah untuk dipahami oleh
orang lain.29
Berdasarkan hal di atas dapat dikemukakan disini bahwa analisis data yang
digunakan peneliti adalah proses mencari dan Menyusun secara sistematis dan
yang diperoleh dari hasil catatan lapangan, wawancara dan bahan lain sehingga
dapat dipahami dengan mudah, serta membuat kesimpulan atau analisis dengan
tujuan agar diinformasikan dengan mudah untuk dipahami oleh orang lain. Analisi
data penelitian secara teknis dilaksanakan secara induktif yaitu dimulai dari
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data. Menganalisi
data kualitatif data, bogdan sugiono menyatakan bahwa analisis adalah proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain sehingga dapat dipahami dan
temuan nya dapat diinformasikan kepada orang lain. 30 Dalam menganalisis dapat
dilaksanakan menggunakan beberapa teknik yaitu:
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan bentuk analisis data yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan hasil
29
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan R&D, (Bandung:Alfabeta,2008), hlm.244.
30
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, Cet Ke-3, (Bandung:Refika Aditama, 2012),
hlm.334.
12
31
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung:Alfabeta,2012) hlm.29.
32
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, hlm.95.
13
BAB II
memberikan uraian atau gambaran statistik mengenai suatu bangsa dilihat dari
kelompok pemakai bahasa dan variasi bahasa dalam suatu masyarakat bahasa
merupakan modal dasar dalam pembangunan namun jumlah penduduk yang besar
jika tidak diikuti dengan peningkatan kualitasnya justru dapat menjadi beban
wilayah tersebut. Kota Jambi sebagai ibu kota provinsi terdiri dari 8 kecamatan 62
kelurahan dan 1.537 Rukun Tetangga (RT) dengan ditribusi wilayah sebagai
berikut :
33
https://kbbi.web.id/demografi.
14
15
Tabel 2.3
1 Katabaru 66,13 10
3 Jelutung 7,64 7
5 Telanaipura 26,48 11
7 Pelayangan 12,78 6
Jumlah 175,53 62
Pada tahun 2012 penduduk Kota Jambi berjumlah 557.215 jiwa dengan
kepadatan 2.713 jiwa per km2. Dilihat sebaran penduduk menurut kecamatan,
ternyata penduduk lebih terkonsentrasi pada Kecamatan Kota Baru dengan jumlah
mencapai 3,14 persen. Hal ini sudah menjadi fenomena daerah perkotaan yang
1) Pertumbuhan ekonomi
yang meningkat secara linier. Tabel 2.5 menunjukan bahwa pada tahun 2008
sebesar 7,05 % pada tahun 2012. Suatu kinerja dalam bidang perekonomian
yang cukup baik selama lima tahun terakhir (2008-2012) dengan rata-rata
(1) sektor industri pengolahan (2) sektor bangunan (3) sektor perdagangan,
hotel dan restoran (4) sektor angkutan dan komunikasi dan (5) sektor listrik,
gas dan air. Sementara empat sektor lainnya mengalami pertumbuhan yang
penggalian (3) Keuangan, Persewaan & Jasa perusahaan dan (4) sektor jasa-
jasa. Suatu halyang menarik bahwa Kota Jambi sebagai pusat perdagangan
dan jasa, tetapi sektor perdagangan pada akhir tahun 2012 mengalami
17
penurunan dari 9,62 persen pada tahun 2011 menjadi 8,74 persen pada akhir
tahun 2012. 34
2) Keadaan Sosial.
berbeda etnis, agama, kebudayaan, adat istiadat, dan lain-lain.35 Akibat dari
yang berbeda. Keadaan sosial suatu wilayah bisa dilihat dari luas wilayah tempat
tersebut luas wilayah menentukan jumlah penduduknya. Seperti hal nya dengan
keadaan di Kota Jambi, Kota Jambi adalah kota yang memiliki luas wilayah yang
Tabel 1
34
RPMJ Kota Jambi, 2013-2018 Hal. 12-14
35
Siti Heidi Karmela dan Satriyo Pamungkas, “Kehidupan Sosial Orang-orang Tionghoa di
Jambi”, Jurnal Ilmiah Dikdaya, hlm.55.
18
Berdasarkan tabel luas wilayah di atas dapat dilihat bahwasannya Kota Jambi
adalah sebuah kota yang memiliki total luas wilayah 205,38 hektar yang mana
Sosial. Mobilitas sosial itu sendiri adalah suatu gerakan sosial yang
mendefinisikan orang lain atau klompok dari strata sosial yang satu ke strata
sosial yang lain.37 Dengan kata lain suatu gerakan tersebut pastinya menimbulkan
yang sudah bercampur antara kaum mayoritas dengan kaum minoritas di mana
sekarang yang hidup di Kota Jambi bukan hanya dari suku Melayu saja melainkan
sudah ada percampuran suku yaitu dari suku Batak, Jawa, Cina, Minang,
36
Data Luas Wilayah dan Pembagian Daerah Administrasi Menurut Kecamatan di Kota
Jambi Tahun 2015, Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Jambi.
37
Gischa, "Pengertian Mobilitas Sosial dan Faktornya", artikel kompas .com , yang di akses
di https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/13/190000869/pengertian-mobilitas-sosial-dan-
faktornya?page=all. Pada tanggal 4 April 2021 .
19
dengan penuh toleransi dan mampu menciptakan keadaan sosial yang maju
sehingga membuat Kota Jambi menjadi kota yang maju di Provinsi Jambi.
3) Pendidikan
wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar, Pemerintah Kota Jambi ingin
mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang produktif dan berdaya saing
di Kota Jambi sangatlah bagus dengan rata-rata yang sangat banyak pula
dengan fasilitas sekolahan yang sangat luas pula disetiap daerahnya. Berikut
Tabel 2
Data Jumlah sekolah dan Jumlah Murid Sekota Jambi Tahun 2014.
38
https://disdik.jambikota.go.id/
20
Tabel 3
Data Jumlah Sekolah dan Jumlah Murid di Kota Jambi Tahun 2015.
39
Dapodik Kemdikbud RI, Data Jumlah Sekolah dan Jumlah Murid di Kota Jambi.
21
sekolah dan jumlah murid di Kota Jambi sangatlah banyak. Dari dua tabel di
Jambi sangat meningkat tiap tahunnya baik dari Jumlah Sekolahnya maupun
Jumlah Murid nya tak hayal bahwasanya bisa dikatakan bahwasanya tingkat
40
Dapodik Kemdikbud RI, Data Jumlah sekolah dan Jumlah Murid di Kota Jambi.
22
dengan lingkungannya; (c), budaya berisikan unsur universal dan lokal; (d),
proses belajar (pewarisan) nilai, ide, gagasan, norma, tindakan dan hasil karya
kelakuan manusia; dan (f), budaya sebagai bentuk yakni sistem nilai budaya
(adat-istiadat), sistem sosial, dan hasil fisik karya manusia; (g), budaya
dst), diikuti banyak pendukung, dan ada sangsi bagi pelanggarannya; (h),
telah menghilangkan jati diri sistem budaya pemerintahan yang ada di Kota
Jambi. Pola keseragaman, tidak mengatur desa dari aspek budayanya (adat)
budaya. 41
5) Kesehatan
puskemas, dari 20 unit pada tahun 2008 dan tetap 20 unit pada tahun 2012.
kesehatan bagi Ibu dan Anak harus diperbanyak dan difasilitasi oleh
pemerintah.
Tabel 2.16.
2008 10 20 38 20
2009 12 20 38 20
2010 12 20 38 20
41
RPMJ Kota Jambi, 2013-2018 Hal. 24-25
24
2011 14 20 38 20
2012 16 20 38 20
890 orang pada tahun 2008 menurun menjadi 817 orang pada tahun 2012 atau
terjadi penurunan rata-rata sebesar 1,64 % per tahun. Sementara tenaga Medis
(dokter) menunjukkan kecenderungan yang sama dari 112 orang pada tahun
2008 menurunan menjadi 77 orang pada tahun 2012 atau terjadi penurunan
6) Tata Ruang
Kota Jambi 2013-2033 secara konsisten, warisan kebijakan masa lalu yang
toko dan pembangunan lainnya yang sering tidak mematuhi ketentuan RTRW
sehingga bangunan tanpa IMB cenderung meningkat dan relatif tanpa sanksi
42
RPMJ Kota Jambi, 2013-2018 Hal. 25-30
25
ini menuntut penyediaan ruang untuk seluruh aktivittas penduduk. Untuk itu
Jambi 2013-2033 secara konsisten sesuai aturan yang berlaku. Untuk itu pasal
kurang lebih 877,65 ha, dengan fungsi utama sebagai pusat kegiatan
dan lindung;
3. BWK III terdiri atas seluruh Kelurahan di Kecamatan Jambi Timur dan
Kecamatan Jambi Selatan dengan luas kurang lebih 3.425,01 ha, dengan
26
bandar udara.
Lingkar Selatan, Kenali Asam Atas, Kenali Asam Bawah, serta Kelurahan
Paal V dengan luas kurang lebih 2.680,48 ha, dengan fungsi utama
Kelurahan Bagan Pete, dan Kelurahan Kenali Besar dengan luas kurang
dan Payo Lebar dengan luas kurang lebih 2.924,35 ha, dengan fungsi utama
pendidikan.
Dalam Skala Regional Kota Jambi mengemban fungsi sebagai (a). Pusat
Pelabuhan Sungai/Laut.
mengemban fungsi yaitu: (a). Pusat perdagangan dan Jasa, (b). Pusat
Pemerintahan, (c). Pusat Industri, (d). Pusat Pelayanan Sosial, (e). Pusat
Budaya, (f). Simpul Jasa Transportasi Wilayah dan Antar wilayah dan (g).
Pusat permukiman.
jaringan jalan raya (dengan fungsi dan peranannya sebagai jalan arteri primer,
arteri sekunder, kolektor primer, kolektor sekunder, jalan lokal primer, jalan
lokal sekunder, jalan lingkungan, jalan utama dalam kota), sistem terminal
(retarder).
lahan- lahan yang masih kosong dan layak (kesesuaian dan kemampuan
Selatan).
dengan pemanfaatan ruang yang ada atau tata guna lahan. Kota Jambi yang
termasuk dalam kategori kota sedang dengan 557.215 jiwa pada tahun 2012,
oleh kegiatan Hinterland dan sangat sedikit didorong oleh kegiatan foward ke
7) Transportasi
penduduk. Untuk itu perlu dibangun prasarana dan sarana transportasi untuk
43
RPMJ Kota Jambi, 2013-2018 Hal. 31-34
29
terutama sarana dan prasarana jalan serta jembatan yang saat ini kondisinya
sangat memprihatinkan. Untuk Kota Jambi sampai tahun 2012 masih didapati
jalan yang rusak dan rusak berat. Hal ini tidak terlepas dari akibat
oleh masih banyak pergudangan yang berlokasi di dalam kota, sehingga truk
dengan tonase tinggi beralasan masuk ke kota yang berakibat hancurnya jalan
sebelum umur teknis jalan tersebut tercapai. Deskripsi lebih rinci tentang
Tabel 2.20.
Panjang Jalan Kota Jambi Berdasarkan Kondisi Jalan (Km) Tahun 2013
Rusak Panjang
Baik Belum Diaspal
Berat Sedang Ringan Jalan
Kondisi jalan di Kota Jambi sampai dengan tahun 2013 relatif kurang
baik, dari total panjang jalan kota 506,67 Km, hanya 65,44% jalan dalam
kondisi yang baik, sisanya sepanjang 34,56% atau 175,14 Km berada pada
44
Ibid Hal. 31-34
30
Di lihat dari persentase jalan yang rusak dan rusak berat yang cukup
tinggi dan panjang jalan dengan permukaan tanah yang masih tinggi maka
peningkatan prasarana jalan dan sebaran kondisi jalan baik pada masing-
Penduduk Cakupan
Jumlah Jumlah yang Pelayanan
Tahun Penduduk Pelanggan terlayani (%)
2008 470.902 53.408 284.245 60,36
45
Ibid Hal. 39
31
prioritas pembangunan Kota Jambi lima tahun kedepan. Apalagi jika dilihat
tangga, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan industri dan dunia usaha.
kuantitatif.46
9) Tenaga Kerja
Angkatan kerja adalah penduduk yang sudah memasuki usia kerja, baik
yang sudah bekerja maupun belum bekerja atau sedang mencari pekerjaan
Akan tetapi tidak semua penduduk yang memasuki usia kerja termasuk
angkatan kerja, sebab penduduk yang tidak aktif dalam kegiatan ekonomi
46
Ibid Hal. 41
32
tidak termasuk dalam kelompok angkatan kerja, misalnya ibu rumah tangga,
upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah antara lain sebagai berikut:
47
Ibid Hal. 41
33
48
Ibid Hal. 49-50
34
sebuah zat Maha Adil, serta kekuatan gaib. Kemudian menimbulkan perilaku
tertentu seperti rasa takut, rasa optimis serta rasa pasrah yang kemudian membuat
gaib yang dipercaya jika dijalankan makan kehidupan akan berjalan dengan lancar
dan damai.
Perkembangan agama dapat dilihat dari luas wilayah dan sarana yang
wilayah Kota Jambi yang merupakan sebuah kota yang memiliki keragaman
agama yang ada. Sehingga membuat berbeda dengan kota lainya dengan
peningkatan kualitas sosial agama yang luar biasa dibantu pula dengan
Jambi Menurut catatan data sosial keagamaan Pemda Provinsi Jambi bahwa tahun
yaitu sekitar 47 kegiatan yang melibatkan semua unsur masyarakat. 49 setiap umat
agama dengan kepercayaan dan ritual berbagai agama serta kepercayaannya. Baik
Seperti umat Kristen yang memperingati hari natal untuk memperingati hati
kebangkitan yang dijalankan di gereja yang mana merupakan rumah ibadat umat
ibadah yang memadai pula disetiap perkecamatannya. Setiap agama yang ada di
49
Hadri Hasan, Fuad Rahman, Kualitas Keagamaan Masyarakat Jambi, Jurnal Kontekstualita,
Vol.28. No.1, (2013), Hlm.120-121.
35
dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8
dan 9 Tahun 2006 dalam Pasal 13.50 Berdasarkan data yang didapat peneliti dari
hasil penelitian di Kementrian Agama Kota Jambi jumlah rumah ibadat di Kota
Jambi Pada Tahun 2018 berdasarkan pemetaan Perkecamatan maka dapat dilihat
sebagai berikut:
Grafik 1
140 masjid
120
100 langgar
80
Gereja
60 Kristen
40
20
0
50
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006
tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan
Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian
Rumah Ibadat, Pasal 13.
36
dengan sikap toleransi yang sangat besar pula. Hal ini sesuai dengan dengan apa
sesuai kepercayaannya. 51
Kemudian selain itu grafit di atas juga menjelaskan mengenai jumlah rumah
51
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 E.
52
Kementrian Agama Kota Jambi, Data Rumah Ibadat Sekota Jambi.
37
Kelenteng.53
Tabel 3
1 Masjid/Islam 418
2 Langgar/Mushollah 370
3 Gereja/ Protestan 25
4 Gereja/Katolik 54
5 Pura /Hinddu 5
6 Vihara /Budha 5
7 Kelenteng/konghucu 14
Kota Jambi. Dapat dilihat dari table diatas bahwasanya jumlah Masjid di Kota
Jambi jika ditotal secara keseluruhan berjumlah 418 bangunan Sekota Jambi
53
Kementrian Agama Kota Jambi, Data Rumah Ibadat 2018.
54
Kementrian Agama Kota Jambi, Data Keseluruhan Rumah Adat di Kota Jambi.
38
berjumlah 370 bangunan sekota Jambi kemudian rumah ibadah Gereja Protestan
sekota Jambi dan serupa pula rumah ibadat Gereja katolik bagi umat Katolik
berjumlah 54 bangunan di Kota Jambi kemudian rumah ibadat Pura bagi umat
Hindu berjumlah 5 bangunan Sekota Jambi kemudian rumah ibadat Vihara bagi
umat Budha berjumlah 5 banguna sekota Jambi dan yang terakhir rumah ibadat
Kelenteng bagi umat Konghucu berjumlah 14 bangunan sekota Jambi. Data yang
dijelaskan di atas merupakan data bangunan yang legal secara hukum atau tercatat
Selain fasilitas rumah ibadah yang memadai ada juga sebuah lembaga
keagamaan yang ada di Kota Jambi. Seprti yang tercatata di kementrian agama
Tabel 4
55
Kementrian Agama Kota Jambi, Data Rumah Ibadah 2018.
39
terhadap penyebaran agama islam di Kota Jambi. Selain dapat kita lihat dari
dilihat dari data aliran keagamaan yang ada di dalam Kota Jambi.
Tabel 5
56
Kementrian Agama Kota Jambi, Data Ormas Islam Non Profil Tahun 2018.
40
Pura.
3 LDII RT.17 Kel. Simp.IV 45 KK
Sipin Kec.
Telanaipura.
4 Ahmadiyah RT. 05 Kel. Kenali 40 Orang
Asam Bawah Kec.
Kota Baru.
5 Tariqat Syatari RT. 36 Kel. Kenali 100 Orang
Asam Bawah Kec.
Kota Baru.
6 Thoriqot Jln. Masda Surya 30 Orang
Naqsyabandiyah Darma RT. 08 Kel.
Kenali Asam Bawah
Kec. Kota Baru.
7 Karim Jama’ RT.06 Kel.Suka Karya 70 Orang
Kec.Kota Baru.
8 LDII RT.02 Kel. Suka 40 KK
Karya Kec. Kota Baru
9 Thoriqot Jln. Lingkar Barat 100 Orang
Naqsyabandiyah Lr.Kitek RT.25
Mayang Mangurai
Kec. Kota Baru.
10 Kebathinan RT.34 Kel. Kenali 20 Orang
Besar Kec. Kota Baru.
11 Thoriqot 20 Orang
Naqsyabandiyah
12 Jama’ah Tabliqh Mesjid Al-Azhar RT.
12 Kel. Jelutung Kec.
Jelutung.
13 LDII RT.22 Kel.Tanjung 29 KK
Saru Kec.Jambi Timr.
14 Jama’ah Tabliqh RT.23 Kel. Tanjung 45 Orang
Pinang Kec. Jambi
Timur.
15 LDII (Mesjid Al- Jl.Iswahyudi Lr. 35 Orang
Barokah) Sumber Rejo RT. 08
Kel. Pasir Putih Kec.
Jambi Selatan.
16 LDII ( Mesjid At- Gg.45 Kel.Wijayapura 40 Orang
Tawakkal) Kec. Jambi Selatan.
Sumber : Kementrian Agama Kota Jambi Tahun 2018.
Table di atas merupakan table yang didapatkan dari kementrian agama Kota
Jambi pada tahun 2018, berdasarkan table tersebut dapat dilihat bahwasanya
41
jumlah aliran di Kota Jambi yaitu sebanyak 16 aliran. Berdasarkan table di atas
bagus berkembang dengan baik, dapat dilihat dari seberapa banyak lembaga
57
Kementrian Agama Kota Jambi Tahun 2018.
42
BAB III
Sejarah Dan Perkembangan Peranturan Bersama Menteri Dalam
Pendirian Rumah Ibadah.
A. Asal-Usul Peraturan Pendirian Rumah Ibadah.
Sejak negara Indonesia dibentuk, negara ini selalu memberi perhatian besar
terhadap urusan keagamaan dan masalah kerukunan antar ummat beragama untuk
menciptakan stabilitas nasional. Hal tersebut terjadi dikarnakan Indonesia
memiliki keberagaman agama, etnies, seni, budaya, cara hidup dan tradisi yang
disimbolkan dengan “Bhinneka Tunggal Ika”. Dengan adanya keberagaman,
maka muncullah istilah mayoritas dan minoritas yang pada akhirnya membuat
beberapa kelompok merasa sedikit ingin lebih dispesialkan. Oleh karena itu
pemerintah mencoba berbagai cara untuk menemukan kebijakan yang dapat
menyatukan segalanya. Salah satu cara yang dilakukan pemerintah ialah memberi
kebebasan penuh bahkan menjamin kemerdekaan ummat beragama serta
mengembangkan sikap hormat dan toleransi antar ummat beragama.
Namun usaha tersebut tidak serta merta membuahkan hasil yang diinginkan
dalam waktu singkat. Butuh waktu lama bagi pemerintah untuk dapat
mengimplementasikan kebijakan tersebut karna ketegangan antar ummat
beragama sebenarnya telah terjadi sejak pertentangan antar ummat islam dan
ummat kritiani tentang pengukuhan ideology pancasila yaitu sila pertama dan hal
tersebut diperparah dengan munculnya sejumlah gejolak sosial lokal yang
menjadikan umat Kristen sebagai sasaran kekerasan pada masa orde lama
dikarnakan adanya propaganda dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab
sehingga memicu konflik antar ummat beragama. Hal tersebut berawal dari
penyebaran fitnah dan kebohongan oleh kelompok kristem advent terhadap
ummat muslim yang mencoba membolak-balikkan ayat suci al quran,
menyebutkan bahwa upacara ibadah haji adalah upacara penyembahan berhala
yang dilakukan secara tertutup dan memfitnah nabi Muhammad saw untuk tujuan
propaganda mereka sehingga hal tersebut memicu kemarahan ummat islam yang
kemudian menimbulkan beberapa konflik misalnya yang terjadi di Tapanuli
(Sumatera Utara), sekitar 300 orang tewas dalam pertempuran yang diperburuk
42
43
oleh utilisasi agama antara Batak Toba yang Kristen dan Batak Karo yang Islam.58
Permasalahan-permasalahan tersebut pada akhirnya memicu banyak sekali
argumen-argumen dan sudut pandangan yang berbeda mengenai penyelesaian
permasalahan yang dapat mengganggu kerukunan ummat beragama.
Menjelang akhir kekuasaan orde lama, terbit sejumlah buku yang berisi
serangan terhadap ajaran kristen. Buku-buku tersebut berisi tentang keberatan
ummat islam terhadap perlakuan beberapa oknum di dalam ummat kristiani.
Dengan adanya keberatan tersebut, sekelompok orang dalam ummat islam
mencatat sejarah kelam tersebut dan menerbitkan sejumlah buku tentang
perlakuan ummat kristiani terhadap islam ketika terjadinya isu dan propaganda
akan adanya kristenisasi secara besar-besaran.
Masalah yang kian menumpuk dan belum menemukan titik terang untuk
menyatukan kelompok mayoritas islam dan mayoritas Kristen tersebut pada
akhirnya menjadi pemicu ketegangan antara islam dan kristen di awal orde baru.
Misalnya pada tahun 1967 di daerah Meulaboh (Aceh) dan juga di Makassar telah
terjadi permasalahan antar ummat islam dan ummat kristiani. Permasalahan
tersebut hadir dikarnakan kalangan muslim bersikap keras terhadap kalangan
kristiani. Sekelompok masa dari kalangan islam terbakar emosi mengenai isu
propaganda tentang terjadinya kristianisasi secara besar-besaran di Indonesia.
Ummat islam merasa keberatan atas perlakuan ummat kristiani yang menlecehkan
kepercayaan mereka dengan cara memutar balikkan al-quran dan memfitna nabi
Muhammad SAW. Dalam keadaan dan suasana tegang itu, sebuah gereja di
Meulaboh (aceh) dan di Makasar dirusak oleh sekelompok masyarakat muslim.
Selain itu pada 1969, insiden serupa terjadi di wilayah pinggiran Jakarta, dan
sebuah gereja Protestan dirusak oleh umat Islam. Peristiwa tersebut menyebar ke
Jakarta Barat, bahkan ke beberapa kota di Jawa Tengah.59 Tidak hanya sampai
disitu saja, kalangan masyarakat muslim juga menolak keras rencana
penyelenggaraan Sidang Raya Dewa Gereja Sedunia (World Council Of
Churches) yang akan dilaksanakan di Indonesia. Menurut kalangan muslim,
58
Ihsan Ali-Fauzi, Samsu Rizal Panggabean, Nathanael Gratias Sumaktoyo &....... Kontroversi
Gereja di Jakarta dan Sekitarnya, (2011) hlm.13.
59
Ibid hal.13.
44
60
Prof. Dr. Faisal Ismail,M.A., Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama, Cetakan Pertama
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2014) hlm.48.
61
Ibid hal.13.
62
Ibid hal.14.
45
protes dari umat muslim di Aceh Singkil sehingga terjadi pertikaian antar umat
muslim dan umat kristiani. Konflik tersebut diselesaikan secara musyawarah yang
melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat kemudian dilanjutkan dengan
penandatatangan perundingan oleh delapan ulama dan delapan pengurus gereja
dan diakhiri dengan diadakannya Ikrar Kerukunan Bersama pada tanggal 13
Oktober 1979. 63
Setelah kejadian tersebut, pada tahun 1980 kembali terjadi konflik yang
memicu ketegangan antara ummat Kristen dan Islam di kecamatan Telanai Pura
Kota Jambi. Pada masa tersebut telah terjadi sebuah banjir yang merupakan
musibah besar bagi masyarakat. Banyak masyarakat yang kehilangan lahan
pertanian dan sumber penghasilan sehingga mereka dominan merasa kesulitan.
Sayangnya musibah tersebut dimanfaatkan beberapa oknum yang tidak
bertanggung jawab sebagai salah saju jalan untuk mendirikan rumah ibadah.
Masyarakat yang harusnya menerima bantuan sembako yang kebetulan
mayoritasnya beragama islam dimanfaatkan dengan cara setiap masyarakat yang
mendapatkan sembako wajib menandatangani lembaran berkas penerima sembako
yang berisi tanda tangan persetujuan.64 Ironisnya tandatangan tersebut
disalahgunakan oleh beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab demi
keuntungan pribadi. Lembar berkas yang telah ditanda tangani oleh maysarakat
yang dianggap sebagai lembar berkas penerima sembako malah digunakan untuk
membangun sebuah rumah ibadah di daerah lingkungan tersebut. Pembangunan
rumah peribadatan tersebut dilakukan dengan cara mengubah sebuah balai
pertemuan menjadi sebuah tempat peribadatan atau sebuah gereja yang lokasinya
tidak jauh dari sebuah banguan masjid atau diperkirakan kurang lebih sekitar 300
meter. Permasalahan yang ditimbulkan oleh beberapa oknum yang tidak
bertanggung jawab itulah yang pada akhirnya menimbulkan penolakan dari
masyarakat setempat yang kebetulan mayoritasnya beragama Islam. Masyarakat
yang mayoritas muslim itu merasa telah ditipu dan dimanfaatkan. Mereka merasa
tidak pernah merasa pernah menandatangani surat dan menyetujui adanya
63
Mallia Hartani,& Nulhakim. Analisis Konflik Antar Umat Beragama Di Aceh Singkil ,
Volume 2 Nomor 2 Halaman 93-99 Issn 2655-8823 (P) ISSN 2656-1786 (E) hal 95
64
Abdul Halim & Zaki Mubarak, “Pola Konflik Agama Di Wilayah Prular: Studi Kasus
Pendirian Rumah Ibadah Di Kota Jambi,” Tajdid,Vol. 19.No.1, (Januari-Juni 2020), hlm. 90.
46
65
Abdul Halim, Zaki Mubarak, “Pola Konflik Agama Di Wilayah Prular: studi kasus
pendirian rumah ibadat di kota jambi”, Tajdid,Vol.19, No.1( januari 2020) , Hlm.90.
66
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004.
47
Setiap individu dibebaskan memilih agama atau keyakinan sendiri. Konstitusi ini
juga menetapkan bahwa negara Indonesia harus didasarkan pada keyakinan
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Kondisi tersebut juga merupakan prinsip
pertama Pancasila, yaitu filosofi negara Indonesia yang dibeberkan presiden
Soekarno pada tahun 1945. Ia memberi hipotesa bahwa setiap agama (termasuk
Hindu) pada dasarnya mempunyai satu ketuhanan tertinggi. yang menandakan
bahwasanya setiap penduduk di indonesia memiliki tuhan dan bebas memilih cara
dia menyembah tuhannya. Negara juga memberikan kebebasan penuh terhadap
masyarakatnya dalam memeluk dan menjalankan kepercayaannya sesuai dengan
agama masing-masing. Seperti yang tertera di dalam Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 29 Ayat 2 yang berbunyi: “ yang menyatakan bahwa negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu”.
Adapun beberapa agama tersebut ialah agama islam, kristen protestan, kristen
katolik, hindu, budha, konghucu. Masing-masing dari agama tersebut memiliki
tempat peribadatan untuk menjalankan ritual agamanya. Tempat peribadatan di
setiap keyakinan yang dianut difungsikan sebagai fasilitas dalam menjalankan
peribadatan. Pendirian rumah ibadah sendiri merupakan hak bagi setiap orang
atau organisasi pemeluk agamanya. Akan tetapi dalam proses pendirian rumah
ibadah ada banyak sekali pertimbangan yang dilakukan pemerintah. seperti
lingkungan social, kondisi prsikologis umat beragama lainnya dan lokasi rumah
ibadat yang akan didirikan. Oleh karena itu untuk memperkecil resiko perselisian,
pemerintah telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) mengenai
peraturan pendirian sebuah bangunan rumah peribadatan yang diatur baik secara
administratif dan secara teknik.67 Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) dengan Nomor 1/BER/MDN-
MAG/1969 tentang Pendirian Tempat Ibadah yang kemudian direvisi menjadi
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8
Tahun 2006 yang dianggap bisa memenuhi kebutuhan masyarakat serta tidak
67
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun
2006, Pasal 13 – pasal 16.
48
68
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006
tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan
Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian
Rumah Ibadat.
49
69
Turun Kejambi Fakta Menjelaskan Penyegelan Tiga Gereja Tepat Menghindari Konflik,
(2018, Oktober 19).Diakses Pada Maret 25,2021 diakses dari
https://balitbangdiklat.kemenag.go.id/berita/turun-ke-jambi-fakta-menjelaskan-penyegelan-tiga-
gereja-tepat-menghindari-konflik.
70
Pasal 14.
71
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun
2006, Pasal 16.
50
legal atau sah dimata hukum sehingga bangunan rumah ibadat tersebut bisa
digunakan tanpa ada gangguan dari pihak manapun.
Pendirian rumah ibadat tidak harus menggunakan banguna baru namun juga
bisa mendirikan gedung rumah ibadat dengan cara memanfaatan gedung-gedung
yang bukan rumah ibadat. Meskipun begitu, gedung-gedung yang bukan rumah
ibadat harus tetap membuat surat izin jika ingin dialih fungsikan sebagai tempat
peribadatan seperti yang dijelaskan di dalam pasal 19 yang berbunyi:
1) Pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat
sementara harus mendapat surat keterangan pemberian izin sementara dari
bupati/walikota dengan memenuhi persyaratan :
a. laik fungsi; dan
b. pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan
ketertiban masyarakat.
2) Persyaratan laik fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang bangunan gedung.
3) Persyaratan pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman
dan ketertiban masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
meliputi:
a. izin tertulis pemilik bangunan;
b. rekomendasi tertulis lurah/kepala desa;
c. pelaporan tertulis kepada FKUB kabupaten/kota; dan
d. pelaporan tertulis kepada kepala kantor departemen agama
kabupaten/kota. 72
Selain itu, jika ingin memanfaatan gedung-gedung untuk di digunakan
sebagai rumah ibadat juga harus memiliki surat izin dari pihak kecamatan serta
lurah setempat guna tetap menjaga keharmonisan dan kerukunan umat beragama.
Serta untuk tetap memegang teguh sikap toleransi dalam hidup bermasyarakat.
Peraturan-peraturan tersebut tersebut telah menjadi sebuah produk hukum
yang diharapkan mampu memfasilitasi kebutuhan masyarakat dalam menjalankan
ibadahnya dan mampu melindungi bagian terkecil hingga bagian yang tebesar.
Seperti yang dapat kita lihat di dalam Undang-undang PNPS No 1 Tahun 1965
tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.
72
Pasal 19.
51
73
Undang-Undang PNPS Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan
dan/atau Penodaan Agama, Pasal 1.
74
Ibid hal.14.
52
penyegelan tersebut yaitu IMB yang belum dimiliki gereja tapi tetap memaksakan
pendirian rumah ibadah dan tuntutan warga RT 07 Kenali Besar, Alam Barajo.
Selain itu terjadi pula tragedi pembongkaran Gereja di HKBP di Desa Taman
Sari, Kec. Setu, Kab. Bekasi, Jawa Barat tepatnya pada hari kamis tanggal 21
Maret 2013. Pembongkaran yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten (pemkab).
Konflik ini terjadi disebabkan oleh pembangunan gereja HKBP di Setu yang
dibangun tanpa memiliki Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), sehingga
membuat pemerintah kabupeten yang kemudian dibantu oleh pihak satuan polisi
pamongpraja (Satpol PP) sebagai eksekutor melakukan pembongkaran pada
rumah ibadah tersebut.75
Sejak adanya surat keputusan bersama yang jatuh pada tahun 1969 hingga
adanya surat keputusan bersama di zaman reformasi tepatnya pada tahun 2006,
penolakan pendirian rumah ibadah memang sudah bukan cerita baru. Konflik
berlatar belakang agama tersebut merupakan salah satu masalah serius di dunia,
terutama di Indonesia. Salah satu penyebab ketidaknyamanan sosial dipicu oleh
persepsi dan pemahaman umat terhadap ajaran agamanya yang sempit, merasa
paling benar dan yang lain salah.
Pada tahun 2011, ratusan warga Kelurahan Batu plat mendatangi Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kota Kupang. Mereka menuntut agar pembangunan
masjid didaerah tersebut dihentikan. Warga mengatakan prosedur perizinan
pembangunan masjid tersebut tidak sah karena terjadi rekayasa surat pernyataan
dukungan warga di sekitar lokasi pembangunan. Surat pernyataan yang
ditandatangani 60 orang dinilai palsu karena sebenarnya hanya tiga kepala
keluarga (KK) yang mendukung dan surat berisi tanda tangan 60 orang itu pun
digunakan untuk kepentingan pembangunan musala tahun 2007 lalu bukan
pembangunan masjid di tahun 2011.
Sesuai dengan arahan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama,
Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung, pembangunan sebuah rumah ibadah
minimal harus mendapatkan persetujuan sekurang-kurangnya 60 kepala keluarga
(KK) di sekitar lokasi ditambah dengan pemangu adat dan pejabat pemerintah
sehingga sekurang-kurangnya menjadi 90 kepala keluarga. Namun ketua MUI
75
Prof. Dr. Faisal Ismail,M.A., Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama, Cetakan
Pertama ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014) hlm.49.
53
76
Laporan Akhir Tahun Pelapor Khusus Kebebasan Beragama Dan Berkeyakinan
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia 2015 hlm.10
54
pelanggaraan cuma di angka 177 tindakan jika dibandingkan pada kejadian pada
tahun setelahnya Dibandingkan dengan data tahun lalu, namun pada tahun 2015,
tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh aktor negara mengalami peningkatan
tajam, dari sebelumnya hanya 39 tindakan menjadi 98 tindakan. Secara kumulatif
persentase klasifikasi tindakan berdasarkan aktor ini tidak banyak mengalami
pergeseran dari tahun ke tahun.
Setara Institute juga mencatat yang menjadi korban yang terbesar ialah
kelompok siyah atau beberapa orang yang beragama islam yang mengidolahkan
sahabat nabi ali bin abi tolib. Mereka menjadi korban dari 31 peristiwa. Lima
kelompok lain yang menjadi korban adalah kelompok warga dan umat Kristen
menjadi korban dari 29 peristiwa, umat Islam menjadi korban dari 24 peristiwa.
Selanjutnya penganut aliran Kepercayaan terdapat 14 peristiwa, sedangkan JAI
terdapat 13 peristiwa. Tentu saja kasus yang terjadi di tahun 2015 ini melonjak
sangat tajam dibandingkan dengan kasus yang terjadi padatahun 2013 dan 2014. 78
Setelah kejadian tersebut, pada 2018 muncul pula konflik tentang pendirian
rumah peribadatan di Jayapura. Persekutuan Gereja-gereja di Kabupaten Jayapura
(PGGJ) menolak renovasi Masjid Agung Al-Aqsha di Sentani, Papua. Alasan dari
peristiwatersebut ialah dikarena menara masjid itu lebih tinggi dari gereja di
sekitar lokasi, di Jalan Raya Abepura. Selain permasalahan itu, PGGJ juga
menyuarakan sejumlah poin penolakan lain, yakni: Pengeras suara masjid harus
diarahkan ke arah masjid, Pembatasan dakwah Islam di Jayapura, Pelarangan anak
sekolah memakai seragam bernuansa agama tertentu, Pelarangan ruang khusus
seperti musala pada fasilitas umum kemudian pelarangan pembangunan masjid
dan musala di area perumahan KPR BTN.
Mengacu pada peraturan pemerintah, pembangunan rumah ibadah wajib pula
mendapatkan rekomendasi bersama antara PGGJ, pemerintah daerah, dan pemilik
hak ulayat. PGGJ juga mendesak pemerintah provinsi dan DPR Jayapura
menyusun Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) tentang "kerukunan umat
beragama" di Jayapura. Data BPS Kabupaten Jayapura mencatat, terdapat 37
78
Rini Fidiyani, Dinamika Pembangunan Rumah Ibadah Bagi Warga Minoritas Di Jawa
Tengah. (Prosiding Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu & Call For Papers Unisbank (Sendi_U)
Ke-2 Kajian Multi Disiplin Ilmu dalam Pengembangan IPTEKS untuk Mewujudkan
Pembangunan Nasional Semesta Berencan (PNSB) sebagai Upaya Meningkatkan Daya Saing
Global, 2016). Hal. 501
56
masjid di Sentani pada 2017 dengan total penduduk Kota Jayapura pada 2017
menurut BPS Kota Jayapura sebanyak 644.652 jiwa dengan komposisi 65,09%
penduduk non Papua dan 34,01% penduduk asli Papua. Penduduk asli Kota
Jayapura tersebar di 14 kampung dengan suku dominan adalah suku Numbai dan
Anafri. Penduduk Kabupaten Kota Jayapura menurut BPS Kabupaten Kota
Jayapura berjumlah 122.848 jiwa dengan komposisi 38,52% pendatang dan
61,48% penduduk asli Papua. Lebih 30% penduduk Kabupaten Kota Jayapura
bermukim di Distrik Sentani dan menjadi distrik paling heterogen dan merupakan
”miniatur” Indonesia dengan proporsi pemeluk agama Islam terhadap jumlah
penduduk di wilayah itu hanya 38,09 persen atau setara dengan 20.785 penduduk.
Di sisi lain, proporsi pemeluk agama Kristen dan Katolik di daerah tersebut
sebesar 52,27 persen. 79
Penolakan lain juga pernah terjadi di Kota Bogor, Jawa Barat. Jemaat dari
Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin yang kesulitan untuk membangun tempat
peribadatan. Pada 10 April 2012, Wali Kota Bogor saat itu, Diani Budiarto
menyegel sepenuhnya GKI Yasmin dengan mengerahkan Satpol-PP. Pemerintah
Kota Bogor melakukan penyegelan karena pihak GKI Yasmin tidak
menghiraukan teguran mereka terkait pembangunan gereja. Sebagai catatan,
proporsi pemeluk agama Kristen di Kota Bogor pada tahun 2016 tercatat sebesar
3,64 persen. Dari beberapa kejadian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan
regulasi pendirian rumah ibadah masih belum bisa berjalan dengan baik, salah
satunya karena Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
No.9 dan No.8 tahun 2006. Masih banyak umat beragama dari kalangan minoritas
yang kesulitan mendapatkan akses beribadah dengan aman dan nyaman. Padahal,
kebebasan memeluk agama dan beribadah menurut agama dijamin dalam UUD
1945.
Selain permasalahan-permasalahan yangterjadi di atas, ada banyak sekali
kasus serupa mengenai pendirian rumah ibadah dibeberapa daerah yang memiliki
konflik yang sama seperti tindakan pelanggaran KBB yang menjadi peristiwa
79
Sabara & Elce Yohana Kodina, Kerukunan Umat Beragama Dalam Pikiran Dan Praktik
Kelompok Keagamaan Islam Di Jayapura, (Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 19 No. 2
Artikel diterima 10 November 2020, diseleksi 22 November 2020, dan disetujui 12 Desember
2020) hal. 300-301
57
80
Rini Fidiyani, Dinamika Pembangunan Rumah Ibadat Bagi Warga Minoritas Di Jawa
Tengah, Hlm 503-504.
81
The Wahid Institute, Data Statistik Pendirian Rumah Ibadah (2014,2015).
58
BAB IV
sehingga membuat penyebaran agama yang sangat signifikan pula. Kota jambi
macam agama. Dimulai dari Agama islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik,
Hindu, Budha, konghucu. Setiap agamanya memiliki rumah ibadat nya masing–
Masjid dan Musholanya, Umat Kristen dengan Bangunan Gereja nya, Umat
Budha dengan bangunan Pura nya , Umat hinddu dengan bangunan Viharanya,
Disetiap wilayah yang ada di Kota Jambi memiliki semua rumah ibadah
untuk seluruh agama yang ada di kota jambi. Seperti yang tertera di dalam
sarana dan prasarana untuk masyarakat.83 Rumah ibadat termasuk kedalam sarana
dan prasara umum yang dibutuh kan masyarakat untuk menjalankan kegiatan
Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 dimana peraturan ini
Surat Keputusan Bersama (SKB) yaitu Keputusan Bersama Menteri Agama dan
langsung dengan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 8 dan 9 Tahun 2006. Dimana peraturan ini merupakan peraturan yang
sudah direvisi
Pendirian rumah ibadat itu sendiri memiliki banyak sekali tahapan baik secara
dalam pasal perpasalnya di dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 seperti yang di terangkan di dalam Bab
undangan.
60
Dari pasal di atas sudah jelas secara terang bahwasannya pendirian rumah
ibadat harus didasari oleh kebutuhan yang berpatokan kepada berapa banyak yang
akan memakai rumah ibadat tersebut nantinya saat sudah di bangun sesuai atau
tidak kah dengan kebutuhan. Namun tetap didasari dan dilandasi dengan
kerukunan dan sikap toleransi yang tinggi. kemudian ada pula diterangkan
daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling
Selain itu pendirian tempat ibadah harus mengikuti Peraturan Gubernur Jambi
ketertiban masyarakat.
84
Pasal 14.
85
Peraturan Gubernur Nomor 19 Tahun 2007.
62
kabupaten/kota.
peribadatan namun harus tetap mendapatkan izin dari pihak kecamatan, dan
kelurahan setempat sehingga bisa berjalan dengan baik dan tidak membuat
kabupaten/kota.
86
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006,
Pasal 19.
63
ibadah bisa dilangsungkan dan rumah ibadah tersebut dapat dikatakan legal atau
Peraturan Bersama dan tidak ada peraturan tambahan sama hal nya dengan di kota
jambi. Tidak ada peraturan tambahan ketika ingin mendirikan tempat peribadan.
rumah ibadat di Kota Jambi tidak memiliki peraturan khusu atau tahapan khusus
jadi tidak ada kriteria khusus dari daerah Jambi. Sejalan dengan itu, Bapak Nazmi
ibadah harus lah berpedoman kepada Peraturan Bersama Menteri tidak ada
nya “87
Jadi setiap akan medirikan rumah ibadah baik itu pendirian gereja, masjid,
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan
9 Tahun 2006 sudah mengatur dengan jelas bagaimana proses pendirian rumah
peribadatan terlebih dahulu sebelum pihak yang berwenang memberikan izin atas
melaporkan hal tersebut secara resmi kepada pihak yang berwenang sehingga
pihak harus mengambil sikap tegas dengan cara memberi peringatan atau bahkan
menyegel tempat peribadatan tersebut. Dan hal tersebutlah yang sering sekali
Seperti yang terjadi pada tahun 2018 yaitu konflik pendirian rumah ibadah
bagi umat Kristen di Kota Jambi. Penyegelan tiga gereja di Kota Jambi yang
Kota Jambi. Penyegelan dialami pada Gereja Methodist Indonesia (GMI), Gereja
Sidang Jemaat Allah (GSJA), dan Gereja Huria Kristen Indonesia (HKI). Gereja
rumah ibadah dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Mendagri No. 8 dan
didirikanya tiga bagunan tersebut, akan tetapi pihak terkait tetap mendirikan gerja
tersbut sehingga warga mengambil sikap tegas dengan cara melaporan keberadaan
bangunan yang dijadikan tempat beribadah tersebut secara resmi karna dianggap
Selain itu panjangnya proses perizinan pendirian rumah ibadah menjadi salah
satu penyebab kesulitan dalam pendirian rumah ibadah sehingga pada akhirnya
membuat ketidak rukunan antar umat beragama. Namun Pendirian rumah ibadah
pun tak jarang juga mendapatkan izin secara cepat asalkan saat pendirian rumah
ibadah tersebut sesuai dengan peraturan bersama yang telah ditetapkan oleh
65
Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang
Selain kasus tersebut diatas, di tahun 2012 terdapat kasus pemindahan lokasi
rumah ibadah gereja di Kota Jambi yang ditempatkan di daerah Bagan Pete
Aur Duri, Kota Jambi. Para jemaat memindahkan lokasi gereja kedaerah yang
masih minim penduduk dan memiliki lahan yang luas untuk mendirikan sebuah
meminimalisis terjadinya konflik antar masyarakat dan antar umat beragama oleh
yang terjadi anatar kaum minoritas kan kaum mayoritas tersebut akan di
setempat.88
polemik baik pro maupun kontra, namun apbila saat pendirian rumah ibadah
berpatokan dengan peraturan yang sudah di tetapkan oleh pemerintah mak kecil
membuat ketidak rukunan antar umat beragama. Ada baiknya sesama ummat
beragama memberi toleransi yang tinggi terhadap satu sama lainnya sehingga
sepakati sebagai peraturan bersama maka konsekuensinya pihak terkain harus siap
88
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun
2006, Pasal 21.
89
Pasal 22.
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
2. Setiap umat beragama memiliki hak yang sama dan dilindungi secara
67
68
B. Saran
Tetap mematuhi aturan yang ada sehingga tidak akan membuat perselisihan
kehidupan yang rukun baik dalam bermasyarakat dan antar umat beragam serta
Curriculum vitae
Data diri
Nama : AISAH
Agama : Islam
E-Mail : aisah7497@gmail.com
DATA PENDIDIKAN