Anda di halaman 1dari 15

`

MAKALAH
HUBUNGAN AGAMA DAN PANCASILA
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pancasila

Dosen Pembimbing :
Benny Krestian Heriawanto, S.H.,M.Hum

Disusun Oleh :
1. Muhammad Hafiz Al Amin (22301073010)
2. Pandu Mishardian Saputra (22301073036)
3. Saptuge Adi Purnomo (22301073015)
4. Marchelino Alifia (22301073009)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2023
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji syukur atas rahmat dan ridho allah SWT. Karena
tanpa rahmat dan ridhonya kita tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
selesai tepat waktu.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada bapak Beni Krestian Heriawanto
S.H.M.Hum, selaku dosen pengampuh matakuliah Pancasila yang membimbing kami dalam
pengerjaan tugas makalah ini, kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman
kamiyang selalu setia membantu dalam hal memunculkan data-data dalam pembuatan
makalah ini, dalam makalah ini kami menjelaskan tentang Pancasila dalam lintasan sejarah.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami ketahui
maka dari itu kami mohon saran dan kritik dari teman-teman maupun dosen demi tercapainya
makalah yang sempurna. Walaupun begitu kami berharap semoga makalah kami ini tentang
Pancasila dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca.
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................................4
D. Manfaat Penulisan...................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
 ISLAM DAN PANCASILA.....................................................................................................5
1. PERDEBATAN SOEKARNO DAN MUHAMMAD NATSIR.........................................7
2. HUBUNGAN NEGARA DAN AGAMA DALAM PANCASILA DAN UUD 1945..........9
3. PANCASILA DAN AGAMA DALAM PANCASILA DAN UUD 1945..........................11
BAB III...............................................................................................................................................12
PENUTUP..........................................................................................................................................12
KESIMPULAN..............................................................................................................................12
Daftar Pustaka...............................................................................................................................13
Biodata Penulis..............................................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara umum agama ditinjau dari tiap korelasi hukum yang berlaku di dalam suatu Negeri
hingga Agama islam sendiri memiliki falsafah hidup, memiliki satu idiologi sebagaimana
Kristen memiliki falsafah hidup serta idiologi, semacam pula orang fasis ataupun komunis
memiliki falsafah hidup serta idiologinya sendiri pula. Bagaimanakah idiologi seseorang
muslim itu? Amat luas serta panjang keterangannya jika ingin direntang panjang
(Natsir,2001).
Secara garis besar Pancasila sudah muncul didalam ikatan antara agama serta Negeri serta
tetap memperkenalkan kenyamanan terhadap berbangsa serta bernegara bisa dimengerti pada
sila awal yang berbunyi “Ketuhanan yang maha esa” oleh karenanya Ikatan Agama serta
Negeri yang terdapat di Indonesia sudah diperjelas dalam sebagian pasal-pasal dalam UUD
ialah Pasal 28E UUD kalau tiap orang leluasa memeluk agama serta beribadat bagi
berdasarkan agamanya ” dan Pasal 29 ayat (1) UUD kalau negeri berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa” serta Pasal 29 ayat (2) UUD kalau negeri menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk buat memeluk agamanya masing-masing serta buat beribadat bagi berdasarkan
agamanya serta kepercayaannya itu.” Bersumber pada pada pasal 29 UUD 1945 beserta
tafsirnya tersebut, pemerintah harus buat mengendalikan kehidupan beragama di Indonesia.
Selaku penerapan pasal 29 (2) UUD 1945 pemerintah menghasilkan UU Nomor
1/PNPS/1965 tentang penangkalan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama yang
dikukuhkan oleh UU No.5 tahun 1969 tentang statment bebagai penetapan presiden selaku
undang - undang. Wujud terlibatnya pemerintah dalam perkara agama merupakan dengan
terdapatnya pengakuan terhadap sebagian agama di Indonesia. Pengakuan ini timbul dalam
wujud keluarnya Pesan Edaran Mentri Dalam Negara Nomor 477/74054/1978 yang antara
lain agama yang di akui pemerintah, ialah Islam, Kristen/Protestan,Hindu,Buddha.
UUD 1945 tidak memisahkan ikatan agama serta Negeri serta ini bisa kita amati pada Sila
awal Pancasila serta Bab XI UUD 1945 yang berjudulkan agama. Ikatan negeri serta agama
yang semacam dipaparkan di atas kerapkali jadi ”rumit”. Agama kerapkali dipergunakan buat
berlawanan dengan pemerintahan ataupun pemerintahan kerap dijadikan kekuatan buat
memencet agama. Dalam diskursus politik serta ketatanegaraan dan agama jalinan tersebut
masih diperdebatkan serta dikaji baik di negeri Barat ataupun di negeri Timur. Supaya ikatan
antar agama serta negeri senantiasa harmonis di tengah-tengah dinamika kehidupan politik,
ekonomi, serta budaya kita butuh mendiskusikannya terus menerus, sehingga kita hingga
pada uraian kalau agama serta negeri bagai 2 sisi mata duit di mana keduanya berbeda, tetapi
tidak dapat dipisahkan satu sama lain sebab keduanya bersama memerlukan (Saifuddin,
2009). Ketegangan ikatan antara agama serta negeri terjalin manakala di antara
keduanya tidak terjalin ikatan yang simbiosis-mutualistis serta (checks and balances). Dalam
ikatan semacam itu dimisalkan kala negeri tidak membagikan kemerdekaan kepada warganya
buat beribadat cocok dengan agamanya masing-masing, ataupun kebalikannya agama
menyangka negeri menutup diri terhadap nilai-nilai keagamaan sehingga tatanan kenegaraan
berjalan secara berlawanan dengan nilai-nilai keagamaan. Dalam suasana keadaan semacam
itu, terbuka kesempatan agama cenderung berupaya pengaruhi instrumen kenegaraan tanpa
mencermati asas-asas demokrasi ataupun negeri melaksanakan represi terhadap masyarakat
negaranya tanpa mencermati ajaran agama berkaitan dengan keadilan serta persamaan di
hadapan Tuhan. Perihal seperti itu yang terjalin di banyak negeri di dunia kala negeri
tidak sanggup mengakomodir nilai-nilai religus agama. James Meter Lutz serta Brenda J.
Lutz mengemukan ketegangan yang berkaitan dengan keagamaan dalam novel bertajuk
Global Terrorism. Novel itu mengupas gimana segala nilai-nilai agama, dari Yahudi, Kristen
sampai Islam, bisa disimpangkan jadi kekuatan teror yang menghancurkan tatanan bernegara
(Lutz, & Lutz, 2004). Apalagi konflik itu telah berlangsung ribuan tahun lamanya.
Permasalahan komunitas Yahudi di Provinsi Judea pada masa kerajaan Roma yang terjalin
pada Tahun 66 hingga 71 saat sebelum masehi. Komunitas tersebut berupaya melaksanakan
pembakangan bersumber pada agama terhadap kerajaan Roma (Lutz, & Lutz, 2004). Konflik
di India yang digerakan oleh komunitas agama Sikh pada tahun 1970 di India. Aum
Shinrikyo di Jepang, Islam di Aljazair (1950- 1960an), serta banyak agama yang lain di
dunia. Apalagi ketegangan antar negeri bisa ditimbulkan oleh agama serta jadi krisis yang
susah dihentikan sebagaimana terjalin antara Palestina serta Israel.

B. Rumusan Masalah

1. Menjelaskan apa hubungan Pancasila dan agama


2. Menjelaskan tujuan dari agama
3. Menjelaskan konsep dari agama

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui hubungan Pancasila dan agama
2. Untuk mengetahui tujuan dari agama
3. Untuk mengetahui konsep dari agama

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah bisa digunakan sebagai sumber informasi dan
bahan bacaan dalam memahami sejarah munculnya dan berkembangnya Pancasila sampai
masa reformasi saat ini

BAB II

PEMBAHASAN

Semacam ulasan terdahulu Negeri Indonesia yang luas ditempati oleh rakyat-yang
bermacam-macam terdiri atas berbagi suku bangsa, adat istiadat, bahasa wilayah serta lain-
lainnya. Agama yang di anut pula berbilang Indonesia benar-benar berbhineka, namun
tunggal ika di dasar konstitusi UUD 1945 yang pada pembukaan-nya tercantum pada
Pancasila. Bangsa Indonesia yang sangat berbagai macam itu secara politik membentuk serta
membina kesatuan hidup bersama bersumber pada UUD 1945. Naskah politik UUD 1945
ialah hasil kerjasama dari pemikiran pemikiran yang berbeda tentang bawah Negeri
Indonesia. Dengan pemikiran yang luas serta penafsiran yang mendalam, umat Islam
Indonesia menerima UUD 1945, spesialnya Pancasila yang tercantum pada perbukaan-nya
selaku kesatuan Republik Indonesia. Bagi Berdasarkan H. Alamsjah Ratu Prawira Negeri
penerimaan umat islam hendak Pancasila bagi berdasarkan rumusannya yang kompromistis
itu ialah “hadiah” umat islam Indonesia untuk persatuan bangsa serta kemerdekaan Indonesia
(Perwiranegara,1987). Keseruhan naskah UUD 1945 terdiri atas pembukaan, Batang Badan
serta Penjelas. Batang Badan muat 37 pasal, 4 pasal. Ketentuan Peralihan, serta 2 ayat
Ketentuan Bonus Pada masa Indonesia jadi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949
hingga dengan 17 agustus 1950), UUD 1945 cuma berlaku di sebagian daerah Indonesia.
Dengan di tetapkanya Undang-Undang semantara (UUDS) 1950, UUD 1945 tidak berlaku
buat segala daerah Negeri RI, serta dengan dekrit presiden Soekarno bertepatan pada 5 juli
1959, UUD 1945 dinyatakan berlaku lagi di segala daerah RI. Pada konsideran dekrit tersebut
disebutkan,’ berkeyakinan kalau piagam Jakarta 22 juni 1945 menjiwai Undang-Undang
Bawah 1945 serta merupakan ialah sesuatu rangkian kesatuan dengan konstitusi
tersebut .“pertimbangan ini sepatutnya mempengaruhi terhadap perwujudan pancasila serta
UUD 1945 Sejarah serta proses pembuatan UUD 1945 membutikan kalau tokoh-tokoh
bangsa Indonesia yang merancang,meyusun serta mempraktikkan UUD 1945 sebagian besar
merupakan uamat islam. Terdapat yang di tahu sebagian ualama, terdapat yang di tahu selaku
nasionalis, serta terdapat yang di tahu selaku islam nasionalis. Konvensi mereka setuju
seluruh umat Islam serta segala bangsa Indonesia (Sukardja,2012).

 ISLAM DAN PANCASILA


 Islam merupakan agama buat kepentingan dunia serta akhirat. Dia bukan cuma
berisi tuntunan tentang akidah serta ibadah, namun pula membagikan prinsip-
prinsip hukum serta politik. Alquran menuntun manusia buat mewujudkan
kemaslahatan untuk kalangan muslimin pada spesialnya serta manusia pada
biasanya Ayat-ayat hukum yang berkaitan dengan hidup kemasyarakatan serta
kenegaraan ataupun pemerintahan jumlahnya sedikit. Ayat-ayat di maksud cuma
berkisar 3,5% dari segala ayat al-qur’an. Yang dipaham terdapat kaitannya
dengan pemerintahan cuma dekat 25 ayat. Jumlah ayat hukum yang sedikit
tersebut pasti tidak mencakup segala aktivitas manusia secara terinci.
Sedangkan itu aktivitas manusia senantiasa tumbuh sebab kehidupan manusia
itu dinamis. Oleh sebab itu, dibutuhkan terdapatnya kebijakan-
kebijakan para pemimpin buat mengendalikan kehidupan bersama manusia
yang bermacam-macam serta tumbuh Perihal yang semacam itu dibutuhkan
pula pada masa Muhammad saw., yang pada dini hidupnya di Madinah ayat-
ayat Al-qur’an belum turun seluruhnya Dalam pertumbuhan peradaban islam,
nabi Muhammad S.A.W selaku pemimpin agama serta Negeri yang diakui baik
intelektual muslim ataupun intelektual barat. Kala itu, nabi Muhammad
mendirikan Negeri yang bernama madinah dengan konstitusi Negeri bernama
piagam madinah ataupun konstitusi madinah. Konstitusi madinah sebutan ini
digunakan dalam tulisan ini) ialah perwujudan kontrak social dalam wujud
hukum tertulis dari bermacam berbagai agama serta etnis yang muat hendak
dasar-dasar kebebasan beragama, ikatan antar kelompok, agama, kewajiban
mempertahankan hidup serta lain-lain. Apalagi para pakar sendiri mengatakan
kalau konstitusi madinah sendiri ialah dokumen tertulis awal di dunia yang
meletakkan dasar-dasar ketatanegaraan yang sangat fundamental.
Selaku suatu gagasan,
negeri Islam masih mengandaikan keanekaragaman pemikiran Pasti ini tidak
dapat dielakkan sebab dia merupakan gagasan yang lahir selaku respons
terhadap pertumbuhan politik Muslim mengalami pergantian politik pasca
runtuhnya kekhalifahan Usmaniyah Turki. Demikian pula, secara langsung dia
ialah pengaruh dari lahirnya negara-bangsa yang lebih dahulu timbul di Eropa
selaku antitesis terhadap sistem monarki. Sampai saat ini perkara negeri Islam
masih diperdebatkan, serta sebagian negeri yang melaporkan diri selaku Islam
malah memantik kritik dari sarjana Muslim sendiri, semacam Abdul Raziq.
Apakah gagasan tentang negeri Islam itu merupakan berdasar serta bisa jadi
diwujudkan? (Sahidah,2011) Pasti saja Indonesia selaku Negeri yang
berlandaskan pancasila tidak bisa mendelegasikannya kedalam Negeri islam
sebagaimana peristiwa di dalam piagam Jakarta sebab sebagian founding father
sudah sama-sama sepakat dengan konteks pancasila selaku bawah ideology
serta Undang-undang bawah 1945 selaku konstitusinya di dalam melaksanakan
ketatanegaraan di republik ini.
SEKULERISME, SEKULERISASI,
SEKULER dan NEGARA SEKULER
Sekulerisme merupakan sesuatu mengerti yang mau memisahkan ataupun menetralisir
seluruh bidang kehidupan semacam politik serta kenegaraan, ekonomi, hukum. Social-budaya
serta ilmu pengetahuanteknologi dari pengaruh agama ataupun hal-hal gaib. Sebutan ini
sendiri berasal dari kata saeculum yang berarti abad (Kasmuri, 2014)
Sekulerisasi merupakan usaha-usaha ataupun proses yang mengarah pada kondisi yang
sekuler ataupun proses netralisasi dari tiap pengaruh agama serta hal-hal yang gaib. Sekuler
merupakan kata-sifat yang menampilkan kepada sesuatu kondisi yang memisahkan
kehidupan duniawi dari pengaruh agama ataupun hal-hal gaib, sehingga terjadilah sesuatu
dikotomi antara kehidupan profan dengan kehidupan sacral. Misalnya, antara kehidupan
Negeri dengan agama sebagaimana saat ini dirasakan oleh Negara-negara barat. Negeri
sekuler merupakan sesuatu Negeri yang tidak membagikan kedudukan pada agama dalam
kehidupan Negeri Agama sudah diasingkan dari kehidupan Negeri dalam bermacam
sektornya. Karakteristik Negeri sekuler yang sangat menonjol yakni yakni
hapusnya pembelajaran agama disekolah-sekolah universal (Sukadja, 2012) serta pastinya
mengerti serta penafsiran yang terdapat di atas tidak cocok dengan mengerti yang di anut oleh
Negeri kita yang bersumber pada kepada Pancasila yang cocok dengan nilai-nilai yang
terdapat di tengah warga Indonesia.

1. PERDEBATAN SOEKARNO DAN MUHAMMAD NATSIR


Sejarah sudah mencatat kalau konsep pembelahan agama serta Negeri ini telah
dibicarakan semenjak tahun 1938. Bila menjajaki tulisan M.natsir dalam bukunya “capita
selecta”, hendak banyak kita jumpai perdebatan antara Soekarno dengan M.natsir dalam
permasalahan tersebut. Di satu sisi soekarno di dalam mengutarakan argumennya banyak
diilham oleh politik Kemal Pasya c.s. dari Turki, serta rumor kala itu Kemal Pasya c.s.
sempat berkata kepada orang-orang islam Turki: “Jangan marah, kita bukan melemparkan
agama kita, kita Hanya menyerahkan agama ke tangan rakyat kembali, lepas dari urusan
Negeri biar agama bisa jadi produktif Dari sinilah bagi berdasarkan M.Natsir, soekarno
banyak membagikan sesuatu riset yang representative, antara lain Soekarno sempat berkata
tidak terdapat Ij’ma ulama tentang agama serta Negeri wajib bersatu”. Setelah itu Soekarno
menyitir perkataan Mahmud Essay Bey, sementara itu itu merupakan “perslah” Soekarno
sendiri: “Apabila agama dipakai buat pemerintah, dia senantiasa dipakai selaku perlengkapan
menghukum ditangan raja-raja, orang zalim serta orang-orang tangan besi” Soekarno pula
berikan istilah pada pakar agama, para ulama merupakan kalangan fiqih yang tidak ketahui
agama”. “Kyai Sontoloyo”, serta masih banyak lagi istilah buat menyudutkan agama (islam)
serta umatnya (Hamidi, & Abadi, 2001). Pada sisi lain, Meter Natsir banyak mengkonter
pendapat-pendapat Soekarno yang kemalisten itu. Di mana ringkasnya dia berkomentar kalau
untuk kita kalangan muslimin negeri tidaklah sesuatu tubuh yang tertentu yang jadi tujuan.
Dengan “persatuan agama dengan Negeri kita
maksudkan, tidaklah kalau “agama” itu lumayan hanya dimasuk- masukkan saja di sana-sini
kepada. Negeri untuk kita, bukan tujuan, namun perlengkapan Urusan kenegaraan pada
pokoknya serta pada dasarnya merupakan sesuatu bagian yang tidak bisa di pisahkan, satu
intergreerend deel dari islam. Yang jadi tujuan merupakan kesempurnaan berlakunya undang-
undang ilahi, baik yang berkenaan dengan kehidupan manusia sendiri(sebagai orang maupun
selaku anggota warga Semenjak seperti itu timbul komentar dari 2 kelompok, di satu pihak
menunjang komentar Soekarno serta pihak lain menunjang pendirian M.Natsir, begitu
seterusnya hingga menjelang kemerdekaan Republik Indonesia. Sebagaimana dalam Naskah
Persiapan Undang-Undang Bawah 1945 jilid I yang disusun oleh Muhammad yamin
dicantumkan pidato terutama yang mewakili para nasionalis sekuler; ialah pidato yamin
bertepatan pada 29 Mei 1945, pidato Soepomo pada tahun 31 Mei 1945 serta pidato Soekarno
pada bertepatan pada 1 Juni 1945 kerap diketahui selaku hari lahirnya pancasila). Sedangkan
itu tidak terdapat satupun pidato para anggota nasionalis Islami dilansir Muhammad Natsir
banyak menulis terpaut permasalahan ini pada majalah Panji Islam serta Angkatan laut (AL)
Mannar (Fauzi, 2010). Perdebatan timbul kala Soekarno menulis postingan bertajuk “Apa
Karena Turki Memisahkan Antara Agama serta Negeri Dalam tulisannya, Bung Karno
menyebut sekularisasi yang dijalankan Kemal Attaturk di Turki ialah pembelahan agama dari
negeri selaku langkah sangat modern” serta sangat radikal”. Kata Bung Karno: “Agama
dijadikan urusan perorangan. Bukan Islam itu dihapuskan oleh Turki, namun Islam itu
diserahkan kepada manusia-manusia Turki sendiri, serta tidak kepada negeri Hingga oleh
sebab itu, salahlah kita jika berkata kalau Turki merupakan anti-agama, anti-Islam. Salahlah
kita, jika kita samakan Turki itu dengan, misalnya, Rusia”. Bagi
Berdasarkan Soekarno, apa yang dicoba Turki sama dengan yang dicoba Negara–Negara
Barat. Di negara-negara Barat, urusan agama diserahkan kepada orang pemeluknya, agama
jadi urusan individu serta tidak dijadikan selaku urusan negeri Jadi kesimpulan Soekarno,
buat keselamatan dunia serta buat kesuburan agama bukan buat mematikan agama itu,urusan
dunia diberikan kepada pemerintah, serta urusan agama diberikan kepada yang mengerjakan
agama. Natsir mengkritik keras pemikiran Soekarno tentang pembelahan agama dengan
negeri Natsir meyakini perlunya membangun negeri yang diinspirasikan oleh nilai- nilai
Islam. Orang Islam, kata Natsir, memiliki falsafah hidup serta idiologi sebagaimana agama
ataupun mengerti yang lain, serta falsafah dan idieologi itu bisa disimpulkan dalam satu
kalimat al-Qur’an : serta saya tidak menghasilkan jin serta manusia melainkan biar mereka
mengabdi kepada-Ku” (QS Addzaryiat : 56) Oleh sebab itu seluruh kegiatan muslim buat
berbangsa serta bernegara wajib diperuntukan buat dedikasi kepada Allah. Yang pastinya
berbeda dengan tujuan mereka yang berpaham netral agama. Buat itu, Tuhan berikan
bermacam berbagai ketentuan menimpa ikatan dengan Tuhan serta ketentuan menegenai
ikatan di antara sesama makhluk yang berbentuk kaidah-kaidah yang berkenaan dengan hak
serta kewajiban. Seperti itu sesungguhnya yang oleh orang saat ini diucap “urusan
kenegaraan”. Yang orang kerap kurang ingat yakni yakni kalau penafsiran “agama” bagi
berdasarkan Islam tidaklah cuma urusan “ibadat” saja, melainkan meliputi seluruh kaidah
serta hudud dalam muamalah dalam warga Serta seluruhnya telah tercantum dalam Al-Qur’an
serta As-Sunnah. Buat melindungi supaya seluruh peraturan itu dilaksanakan dengan
baik, dibutuhkan sesuatu kekuatan dalam pergaulan hidup berbentuk kekuasaan dalam negeri
sebab sebagaimana novel undang- undang yang lain, Al-Qur’an juga tidak bisa berbuat
apapun dengan sendirinya. Membaca gagasan- gagasan Soekarno serta Muhammad Natsir di
atas membagikan cerminan terdapatnya pertentangan gagasan tajam di antara kedua tokoh
tersebut. Soekarno, bersumber pada analisis pertumbuhan sejarah, berkesimpulan kalau
agama serta negeri tidak bisa disatukan, keduanya wajib dipisahkan. Sedangkan Natsir
memperhitungkan kalau agama serta negeri bisa serta wajib disatukan, karena Islam tidak
semacam agama-agama yang lain ialah agama yang serba mencakup (komprehensif). Perkara
kenegaraan pada dasarnya ialah bagian dari serta diatur Islam.

2. HUBUNGAN NEGARA DAN AGAMA DALAM PANCASILA DAN UUD 1945


Masa Reformasi berupaya membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
A) Keluarnya Ketetapan MPR RI No.X/MPR/1998 tentang pokok-pokokReformasi. B)
Ketetapan Nomor VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum. C) Tap
MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negeri yang leluasa dari KKN. D)
Tap MPR RI Nomor XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden serta Wakil
Presiden RI. E) Amandemen UUD 1945 telah hingga amandemen I, II, III, IV
(Supriadi,2016). negeri berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” [Pasal 29 ayat (1) Undang-
Undang Bawah Negeri Republik Indonesia Tahun 1945] dan penempatan “Ketuhanan Yang
Maha Esa” selaku sila awal dalam Pancasila memiliki sebagian arti ialah Awal Pancasila lahir
dalam atmosfer kebatinan buat melawan kolonialisme serta imperialisme, sehingga
dibutuhkan persatuan serta persaudaraan di antara komponen bangsa. Sila awal dalam
Pancasila ”Ketuhanan Yang Maha Esa” jadi aspek berarti buat mempererat persatuan serta
persaudaraan, sebab sejarah bangsa Indonesia penuh dengan penghormatan terhadap nilai-
nilai ”Ketuhanan Yang Maha Esa.” Kerelaan tokoh-tokoh Islam buat menghapus kalimat
“dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam untuk pemeluk-pemeluknya” sehabis
“Ketuhanan Yang Maha Esa” pada dikala pengesahan UUD, 18 Agustus 1945, tidak lepas
dari cita-cita kalau Pancasila wajib sanggup melindungi serta memelihara persatuan serta
persaudaraan antarsemua komponen bangsa. Ini berarti, tokoh-tokoh Islam yang jadi
founding fathers bangsa Indonesia sudah menjadikan persatuan serta persaudaraan di antara
komponen bangsa selaku tujuan utama yang wajib terletak di atas kepentingan primordial
yang lain Kedua, Seminar Pancasila ke-1 Tahun 1959 di Yogyakarta berkesimpulan
(Arianto,1998) kalau sila ”Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan karena yang awal ataupun
causa prima serta sila ”Kerakyatan yang dipandu oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan” merupakan kekuasaan rakyat dalam kehidupan berbangsa
serta bernegara buat melakukan amanat negeri dari rakyat, negeri untuk rakyat, serta negeri
oleh rakyat.

Ini berarti, ”Ketuhanan


Yang Maha Esa” wajib jadi landasan dalam melakukan pengelolaan negeri dari rakyat, negeri
untuk rakyat, serta negeri oleh rakyat. Ketiga, Seminar Pancasila ke-1 Tahun 1959 di
Yogyakarta pula berkesimpulan kalau sila ”Ketuhanan Yang Maha Esa” wajib dibaca selaku
satu kesatuan dengan sila-sila lain dalam Pancasila secara utuh. Perihal ini dipertegas dalam
kesimpulan no 8 dari seminar tadi kalau Pancasila merupakan (1) Ketuhanan Yang Maha Esa,
yang berkemanusiaan yang adil serta beradab, yang berpersatuan Indonesia (berkebangsaan)
yang berkerakyatan serta yang berkeadilan sosial; (2) Kemanusiaan yang adil serta beradab,
yang ber- Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia (berkebangsaan),yang
berkerakyatan serta yang berkeadilan sosial; (3) Persatuan Indonesia (kebangsaan) yang ber-
Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil serta beradab, berkerakyatan
serta berkeadilan sosial; (4) Kerakyatan, yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang
berkemanusiaan yang adil serta beradab, yang berpersatuan Indonesia (berkebangsaan) serta
berkeadilan sosial; (5) Keadilan sosial, yang ber- Ketuhanan Yang Maha Esa, yang
berkemanusiaan yang adil serta beradab, yang bepersatuan Indonesia (berkebangsaan) serta
berkerakyatan. Ini berarti kalau sila-sila lain dalam Pancasila wajib bermuatan Ketuhanan
Yang Maha Esa serta kebalikannya Ketuhanan Yang Maha Esa wajib sanggup
mengejewantah dalam soal kebangsaan (persatuan), keadilan, kemanusiaan, serta kerakyatan.
Keempat, negeri berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” pula wajib dimaknai kalau negeri
melarang ajaran ataupun mengerti yang secara terangterangan menolak Ketuhanan Yang
Maha Esa, semacam komunisme serta atheisme. Sebab itu, Ketetapan MPRS Nomor XXV
Tahun 1966 tentang Larangan Tiap Aktivitas buat Menyebarkan ataupun Meningkatkan
Faham ataupun Ajaran Komunis/Marxisme Leninisme masih senantiasa relevan serta
kontekstual. Pasal 29 ayat 2 UUD kalau negeri menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
buat memeluk agamanya masing-masing” bermakna kalau negeri cuma menjamin
kemerdekaan buat beragama. Kebalikannya negeri tidak menjamin kebebasan buat tidak
beragama (atheis). Kata “tidak menjamin” ini telah sangat dekat dengan penafsiran “tidak
membolehkan”, paling utama bila atheisme itu cuma tidak dianut secara personal, melainkan
pula didakwahkan kepada orang lain. Prinsip demokrasi ataupun kedaulatan rakyat bisa
menjamin kedudukan dan warga dalam proses pengambilan keputusan, sehingga tiap
peraturan perundang-undangan yang diterapkan serta ditegakkan benar-benar mencerminkan
perasaan keadilan warga serta rakyat juga cenderung mengerti hendak korelasi hukum yang
terdapat (Marzuki,2014).

3. PANCASILA DAN AGAMA DALAM PANCASILA DAN UUD 1945


Masa Reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara
lain: A) Keluarnya Ketetapan MPR RI No.X/MPR/1998 tentang pokok-pokok
reformasi.
B) Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang
Referandum.
C) Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang
bebas dari KKN.
D) Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan
Presiden dan Wakil Presiden RI.
E) Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV
(Supriadi,2016).
“Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” [Pasal 29 ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945] serta penempatan “Ketuhanan
Yang Maha Esa” sebagai sila pertama dalam Pancasila mempunyai beberapa makna,
yaitu: Pertama, Pancasila lahir dalam suasana kebatinan untuk melawan kolonialisme
dan imperialisme, sehingga diperlukan persatuan dan persaudaraan di antara
komponen bangsa. Sila pertama dalam Pancasila ”Ketuhanan Yang Maha Esa”
menjadi faktor penting untuk mempererat persatuan dan persaudaraan, karena sejarah
bangsa Indonesia penuh dengan penghormatan terhadap nilai-nilai ”Ketuhanan Yang
Maha Esa.” Kerelaan tokoh-tokoh Islam untuk menghapus kalimat “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” setelah “Ketuhanan
Yang Maha Esa” pada saat pengesahan UUD, 18 Agustus 1945, tidak lepas dari cita-
cita bahwa Pancasila harus mampu menjaga dan memelihara persatuan dan
persaudaraan antarsemua komponen bangsa. Ini berarti tokoh-tokoh Islam yang
menjadi founding

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Hubungan antara agama dan Pancasila senantiasa menghadirkan sebuah konsekuensi


hukum di Indonesia yang berlandaskan ketuhanan yang maha esa, menegasakan bahwa
Negara atas nama Konstitusi mengurusi urusan agama dan kepercayaan, sehingga munculnya
pluralisme hukum di dalam menjalani politik hukum yang harmonis. Negara secara aktif dan
dinamis harus menyokong setiap individu-individu sehingga terciptanya kerukunan umat
beragama dan tercapai lah hubungan ideal yang di harapkan oleh pendiri Negara ini dan
pejuang-pejuang yang telah susah payah mempertahankan kemerdekan karena jika rasa
aman, tentram, dan damai dan jiwa Bhineka Tunggal Ika melekat di jiwa masyarakat
Indonesia. Dewasa ini mendefinisikan bukan negara sekuler dan agama, maka dengan tegas
Indonesia adalah negara bertuhan. Negara bertuhan adalah mengdedikasikan tuhan yang
maha esa sebagai landasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Baldatun Tayyibatun
Wa Rabbun Ghafur.
Daftar Pustaka

1. https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jphi/article/download/5511/2966

Sukardja, A. (2012). Piagam Madinah & Undang- Undang Dasar NRI 1945 Kajian
Perbandingan Tentang Dasar Hidup Bersama Dalam Masyarakat yang Majemuk. Jakarta:
Sinar Grafika. Syamsudin, D. (2000). Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani.
Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu. Perwiranegara, Alamsjah R. (1987). Islam dan Pembangunan
Politik di Indonesia. Jakarta: CV.Haji Masaagung. Lutz, James M., & Lutz, Brenda J. (2004).
Global Terrorism. London: Routledge. Hamidi, Jazim., & Abadi, M Husnu. (2001) Intervensi
Negara Terhadap Agama. Yogyakarta: UII Press. Natsir, M. (2001). Agama dan Negara Dalam
Perspektif Islam. Jakarta: Media Dakwah. Mahfud MD, M. (2017). Politik Hukum di Indonesia.
Jakarta. Rajawali Press. Marzuki, S. (2014) Politik Hukum : Hak Asasi Manusia, Jakarta:
Penerbit Erlangga. Rosyada, D. (2000) Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, HAM dan
Masyarakat Madani. Jakarta: IAIN Jakarta Pres

Biodata Penulis
Dyah Dhea Ningsih merupakan mahasiswa Ilmu Kesehatan IIK Bhakti Wiyata,Kediri
tahun 2014.

Safari Hasan,S.IP,MMRS memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik (S.IP) dari Jurusan Ilmu
Administrasi Negara FISIP Universitas Airlangga Surabaya lulus tahun 2007. Memperoleh
gelar Magister Manajemen Rumah Sakit (MMRS) dari Program Pasca Sarjana Magister
Manajemen Rumah Sakit Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang,lulus tahun
2011.Saat ini menjadi Dosen di IIK Bhakti Wiyata Kediri.

Anda mungkin juga menyukai