Anda di halaman 1dari 14

“NILAI PANCASILA DALAM BERAGAMA”

Kelompok 7

Kelas 01TPLP007

Bagus Priyatno (211011400531)

Luthfyangga Ibrahim (211011400524)

Muhammad Fadhilah Ramadhan (211011402133)

Muhammad Khairil Zibran (211011400543)

Raden Fakhri Rahmanudin (211011400519)

PRODI TEKNIK INFORMATIKA


UNIVERSITAS PAMULANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga makalah yang berjudul “Nilai Pancasila Dalam Beragama” ini dapat diselesaikan dengan
baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW,
keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas kelompok Matkul Pancasila. Kami ucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Dan kami juga menyadari
pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan
informasi yang akan menjadi bahan makalah.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta
bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami
menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini sehingga kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena
kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai
manusia. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Indonesia, 29 Oktober 2021

penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang


Ada Tanggal 11 Juli 1945, Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan (BPUPK) memutuskan agar dibentuk Panitia Kecil Perancang
UUD.Rancangan UUD yang dibuat oleh Panitia Kecil tersebut pada tanggal 13 Juli
dikemukakan dalam rapat oleh Ketua Panitia Kecil Soepomo. Dalam rancangan UUD
tersebut telah diatur beberapa hak yaitu hak atas persamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan (Pasal 28 ayat (1)), hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan (Pasal 28 ayat (2)), hak atas kebebasan beragama dan beribadah (Pasal 29),
hak untuk ikut serta dalam pembelaan negara (Pasal 30 ayat (1), dan hak untuk
mendapatkan pengajaran (Pasal 31 ayat (1)).Dalam rapat tanggal 15 Juli 1945, timbul 2
(dua) pendapat yang berbeda mengenai urgensi dimasukkannya hak berserikat dan hak
kemerdekaan berpikir. Dengan disetujuinya kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, maka bertambahlah jaminan hak yang
diatur dalam UUD 1945, yaitu dalam Pasal 27 ayat (1) dan (2) UUD 1945 sebelum
perubahan. Pengaturan tentang HAM selanjutnya adalah dalam Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) Nomor XVII/MPR/1998 tentang Pandangan
Hidup Bangsa Indonesia tentang HAM dan Piagam HAM dan UU Nomor 39 Tahun
1999 tentang HAM. Setelah perubahan UUD 1945, jaminan terhadap HAM diatur dan
dijamin lebih banyak lagi dalam UUD 1945, yaitu dalam Pasal 28, Pasal 28A hingga
Pasal 28J UUD 1945. Selain diatur dalam UUD, pengaturan terkait jaminan terhadap
HAM diatur dan dijamin pula dalam berbagai UU, antara lain UU Nomor 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan HAM.Walaupun jaminan terhadap HAM sudah diatur dalam
peraturan perundang-undangan, akan tetapi dalam pelaksanaannya masih menimbulkan
permasalahan. Hal yang paling menarik perhatian terkait perlindungan terhadap hak atas
kebebasan beragama dan beribadah adalah terjadinya tindak kekerasan. Tindak kekerasan
yang mencengangkan kita semua baru-baru ini adalah apa yang terjadi di Cikeusik,
Pandeglang, Banten dan Temanggung yang mengakibatkan 4 (empat) korban jiwa.
Jaminan terhadap hak atas kebebasan beragama dan beribadah merupakan amanat UUD,
dan harus diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan. Pengaturan terhadap
jaminan terhadap hak atas kebebasan beragama dan beribadah sangat penting, terlebih
lagi Indonesia merupakan negara yang mengakui beberapa agama untuk hidup dan
berkembang dalam negara RI. Banyaknya agama yang dianut oleh masyarakat
menyebabkan pemahaman dan pengaturan tentang hal tersebut merupakan keharusan,
sehingga potensi konflik dalam masyarakat dapat diminimalisir. Dalam membahas
mengenai “Perlindungan atas Hak Kebebasan Beragama dan Beribadah dalam Negara
Hukum Indonesia”, maka dalam tulisan ini dianalisis 2 (dua) hal, yaitu dari sisi konsep
hak atas kebebasan beragama dan beribadah dalam negara hukum Indonesia, dan jaminan
terhadap hak atas kebebasan beragama dan beribadah dalam negara hukum Indonesia.
(Fatmawati, 2011, Hlm. 1)
2.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang membuat sebagian pihak tidak setuju dengan pancasila yang sejalan
dengan ajaran agama?
2. Apakah kerukunan antar agama di indonesia sejalan dengan nilai Pancasila ke 1?
2.3 Tujuan
Adapun makalah ini adalah :
1. Mengetahui apakah pancasila sejalan dengan ajaran agama
2. Mengetahui apakah kerukunan antar agama di indonesia sejalan dengan nilai pancasila
ke 1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Bagaimana yang membuat sebagian pihak tidak setuju dengan pancasila yang
sejalan dengan ajaran agama
2.1.1 Konflik Antar Umat Beragama Di Aceh Singkil
Masuknya penganut Kristen di Aceh Singkil diawali oleh usaha kolonial
Belanda mendatangkan sekitar 100 kepala keluarga non muslim pada tahun 1933
untuk melatih masyarakat setempat kegiatan pertanian dan bercocok tanam lainnya.
Meski dianggap sinis oleh masyarakat karena mereka menganggap pekerjaan tersebut
sudah turun temurun dilakukan dan mereka merasa tidak ada permasalahan yang
terjadi terkait keahlian dalam pertanian masyarakat di Aceh Singkil tersebut. Konflik
Aceh Singkil bermula pada tahun 1979, yaitu adanya rencana pembangunan Gereja
Tuhan Indonesia (GTI) dan isu kristenisasi di Aceh Singkil. Menurut Andi Tambunan
dalam (Muhammad Sahlan 2016), pada tahun 1979 seorang penginjil dari Gereja
Tuhan Indonesia (GTI) Sumatera Utara datang untuk mendirikan gereja di Gunung
Meriah. Kejadian ini memicu protes dari umat muslim di Aceh Singkil sehingga
terjadi pertikaian antar umat muslim dan umat kristiani. Konflik tersebut diselesaikan
secara musyawarah yang melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat
penandatatangan perundingan oleh delapan ulama dan delapan pengurus gereja dan
diakhiri dengan diadakannya Ikrar Kerukunan Bersama pada tanggal 13 Oktober 1979.
Pada tahun 1995 terjadi pembakaran di gereja GKPPD tetapi berkat bantuan warga gereja
diselamatakan, kemudian pada tahun 1998 gereja kembali dibakar oleh orang yang
tidak dikenal. Pada tahun 2001 terjadi gejolak lagi karena umat Kristen memknta
pendirian tambahan padahal umat islam telah memberikan toleransi untuk mendirikan
tempat ibadah sesuai dengan apa yang sudah disepakati sebelumnya. Pembakaran gereja
kembali terjadi pada tahun 2006 karena warga tidak setuju rumah dijadikan tempat
ibadah. Pada 30 April 2012 kembali muncul riak-riak konflik yaitu adanya aksi
demonstrasi oleh umat muslim yang memaksa pemerintah untuk menertibkan
pembangunan rumah ibadah gereja karena maraknya pembangunan ilegal di tujuh
kecamatan di Aceh Singkil. Sebanyak 27 gereja tersebar di tujuh kecamatan tersebut.
Saat itu berdasarkan keputusan pemerintah, izin pendirian gereja hanya dikeluarkan
untuk lima unit yang terletak di kecamatan Simpang Kanan, Suro, Danau Paris, dan
Gunung Meriah. Sehingga gereja-gereja selain ditempat yang telah ditentukan
diperintahkan untuk dibongkar. Pada Juni 2012, kondisi di Aceh Singkil kembali
memanas karena beredarnya buku tanpa penerbit yang dianggap menghina Islam. Umat
Islam yang mempersoalkan permasalahan tersebut malah dianggap memperkeruh
toleransi dalam kehidupan umat beragama di Aceh Singkil. Hal tersebut terus
memendan dan memunculkan kembali konflik baru pada tahun 2015. Pada 13 Oktober
2015 kondisi umat beragama di Aceh Singkil memanas sehingga terjadi lagi konflik
dengan membakar satu unit gereja di Desa Suka Makmur Kecamatan Gunung
Meriah. Kejadian ini dipicu oleh ketidakpuasan umat muslim terhadap penjadwalan
pembongkaran gereja oleh pemerintah kabupaten yang rencananya dilakukan pecan
depan. Akibat kejadian ini banyak korban yang mengungsi ke Sumatera Utara. Dalam
surat kabar juga memberitakan kondisi mencekam di Aceh Singkil terjadi hingga
tengah malam bahkan salah satu wartawan menjadi sasaran amukan massa.( Hartani, M.,
& Nulhakim, S. A., 2015, Hlm 95 – 96)
2.1.2 Konflik Antar Umat Beragama Di Poso
Salah satu penyebab konflik Poso adalah permasalahan yang berkaitan dengan
problema historis yang menyangkut masalah penduduk asli Poso yang merasa
termarjinalkan dengan keberadaan penduduk pendatang dari luar Poso. Kondisi ini
dapat dianalisis berdasarkan pengertian konflik sosial menurut Coser dalam Oberschall
(1978: 291), ‘social conflict is a struggleover values or claims to status, power,
and scarce resources, in which the aims of the conflict groups are not only to gain
the desired values, but also to neutralise, injure, or eliminate rivals’. Merujuk pada
pengertian konflik sosial menurut Coser ini yang menyatakan bahwa penyebab latar
belakang dari konflik biasanya karena pertentangan atau pertikaian antar kelompok
dengan identitas yang jelas terlibat konflik dalam mengejar atau memperebutkan isu-isu
tertentu, seperti pertentangan nilai atau menyangkut klaim terhadap status (jabatan
politik/sosial), kekuasaan, pertentangan dan sumber daya alam. Kehadiran penduduk
pendatang ini telah membuat perubahan transformasi sosial-ekonomi di Poso yang
diawali dengan peralihan lahan dari penduduk asli ke pendatang. Para pendatang
kemudian sukses dan berhasil setelah mendapat keuntungan dari hasil tanaman
pertanian dan perkebunan yang ditanamnya, terutama hasil tanaman coklat yang
memberikan keuntungan besar pada tahun 1990an. Keberhasilan pendatang ini
membuat kesenjangan sosial terjadi di Poso dan menyebabkan terjadinya kecemburuan
sosial bagi penduduk asli yang merasa termarjinalkan dan tersingkirkan ditanah
kelahirannya sendiri. Setelah termarjinalisasi dibidang sosial ekonomi terjadi pula
marjinalisasi dibidang politik yang membuat penduduk asli benar-benar merasa
tersingkirkan. Hal ini terjadi karena pada masa lalu sebenarnya elit Kristen
kekuasannya dominan di pemerintahan Kabupaten Poso akan tetapi kondisi berbalik
setelah Islam lebih banyak penganutnya di Poso. Karena dengan meningkatnya
penganut agama Islam membawa keuntungan tersendiri bagi elit politik Islam untuk
memperoleh kursi kekuasaan yang lebih banyak dipemerintahan jika menyangkut
perolehan suara dalam Pemilu melalui sentimen agama. Kemudian dengan adanya
keberadaan ICMI yang mengembangkanelemen ikatan berbasis patron dan klien
berdasarkan identitas agama Islam semakin membuat elit kelompok Kristen semakin
termarjinalkan dan tersingkirkan dari pusaran kekuasaan politik di pemerintahan
Kabupaten Poso.Selanjutnya jika dilihat dari aspek antropologis dengan beragamnya
komunitas etnis dan agama di Poso, dapat menjadi salah satu faktor untuk dicermati
karena dengan keberagaman kondisi perbedaan adat istiadat dan karakter etnis
suku yang satu sama lain berbeda ini, menjadi salah satu potensi terjadinya konflik
sosial karena jadi memudahkan masyarakat yang berbeda suku etnis dan agamanya
ini dapat diprovokasi untuk terlibat dalam konflik komunal. Perbedaan agama di poso
akhirnya menjadi senjata ampuh bagi para elit untuk dijadikan kendaraan
politiknya untuk saling bersaing dan berkonflik mendapatkan jabatan kekuasaan
dalam mencapai kepentingan politik di daerahnya. Di sini para elit politik dalam
mencapai kepentingan politiknya tersebut melakukannya dengan cara memobilisasi
massa melalui isu sensitif yaitu isu etnis dan agama. Sehingga ketika konflik
komunal terjadi kemudian dihubungkan dengan isu sensitif etnis dan agama di Poso
maka konflik cenderung terjadi berlarut-larut dan berkepanjangan. (Alganih Igneus,
2016, Hlm 167 – 168)
2.2 Kerukunan Antar Agama Di Indonesia
Presiden RI Jokowi mengutus satu Menko dan lima Menteri demi sepucuk surat soal RUU
BPIP. Mereka diterima oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Puan Maharani, dalam
sebuah konferensi pers di DPR RI Media Center. Hal itu telah mengaburkan antara RUU
BPIP (Rancangan Undang-Undang tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) dengan
RUU HIP (Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila), serta
mencederai perasaan jutaan demonstran yang menuntut dibatalkannya RUU HIP
tersebut.Negara Kesatuan Republik Indonesia ini tidak lahir tiba-tiba. Ia terwujud melalui
perjalanan panjang penduduk wilayah kepulauan yang terdiri atas berbagai suku dengan
berbagai adat istiadat, bahasa, agama, dan kepercayaannya. Masing-masing suku dan
kelompok hidup bersahaja pada wilayahnya dengan segala ragam kekayaan
alamnya.Pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia, dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Bangsa Indonesia menghayati dan meyakini bahwa kemerdekaan
Indonesia dari tangan penjajah adalah berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, melalui
perjuangan yang penuh pengorbanan pikiran, jiwa, dan raga, serta nyawa. Maka, menjadi
tanggung jawab seluruh warga negara untuk menjaga kelangsungannya.Bung Karno
menyampaikan pidato pada 1 Juni 1945 menjawab tantangan Dr. Radjiman
Widyodiningrat tentang perlunya suatu filosophische grondslag, dasar falsafah/dasar
negara bagi Negara Indonesia yang merdeka bernama Pancasila. Dalam perjalanannya
Pancasila mengalami pengayaan redaksional dan semantik, hingga menjadi rumusan final
pada Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang disahkan pada 18
Agustus 1945.Para pendiri bangsa menyelami pandangan masyarakat Nusantara masa lalu
dan membangun tatanan baru untuk Indonesia modern. Pancasila menjadi dasar, falsafah,
pandangan hidup, dan pemersatu bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Nusantara menjadi pusat persemaian dan penyerbukan silang budaya yang
mengembangkan pelbagai corak kebudayaan.Pancasila merupakan satu kesatuan dari lima
sila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Pancasila
adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia yang memberi kekuatan bangsa dan membimbingnya
dalam mengejar kehidupan lahir dan batin dalam masyarakat yang adil dan makmur.
Pancasila penuntun sikap dan tingkah laku setiap manusia Indonesia dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.Pancasila cerminan suara hati nurani manusia
Indonesia yang menggelorakan semangat dan memberikan keyakinan serta harapan akan
hari depan yang lebih baik. Pancasila memberi keyakinan bahwa kebahagiaan hidup akan
tercapai apabila didasarkan atas keselarasan dan keseimbangan dalam kehidupan sebagai
pribadi, anggota masyarakat, anak bangsa, maupun warga dunia.Pancasila menempatkan
manusia pada keluhuran harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa,
dengan kesadaran untuk mengembangkan kodratnya sebagai makhluk pribadi maupun
sosial. Kemajuan seseorang ditentukan oleh kemauan dan kemampuannya dalam
mengendalikan diri dan kepentingannya dalam melaksanakan kewajiban sebagai warga
masyarakat dan negara.Dengan sila pertama manusia Indonesia menyatakan percaya dan
takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sila pertama menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk Indonesia untuk memeluk agama dan beridabah menurut ajaran agamanya.
Manusia Indonesia saling menghormati dan bekerja sama membina kerukunan hidup
sesama umat beragama. Kebebasan beragama merupakan salah satu hak paling asasi di
antara hak-hak asasi manusia, karena bersumber dari martabat manusia sebagai makhluk
ciptaan Tuhan.Sila kedua menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan mendorong
kegiatan kemanusiaan, membela kebenaran, dan keadilan, serta mengembangkan sikap
hormat-menghormati, dan bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Dengan sila
kedua manusia Indonesia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang sama derajat, hak, dan
kewajibannya.Dengan sila ketiga manusia Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan,
serta kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
Persatuan dikembangkan atas dasar kebhinnekaan, serta kerelaan berkorban untuk
kepentingan bangsa dan negara.Dengan sila keempat manusia Indonesia sebagai warga
masyarakat dan negara mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. Keputusan
menyangkut kepentingan bersama dilakukan dengan musyawarah dan mufakat
menggunakan akal sehat, sesuai dengan hati nurani yang luhur, dan
dipertanggungjawabkan secara moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa; menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, serta mengutamakan
persatuan dan kesatuan, demi kepentingan bersama.Permusyawaratan dalam demokrasi
didasarkan atas asas rasionalitas dan keadilan, bukan subjektivitas ideologis dan
kepentingan, didedikasikan bagi kepentingan banyak orang, berorientasi jauh ke depan,
melibatkan dan mempertimbangkan pendapat semua pihak, yang dapat menangkal dikte
minoritas elit penguasa dan klaim mayoritas.Dengan sila kelima manusia Indonesia
menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama,
menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta menghormati hak-hak orang
lain.Pada tahun 2020 Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
menyusun Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi
Pancasila (RUU HIP) dengan pokok-pokok sebagai berikut.Pasal Satu HIP: Pancasila
adalah dasar negara, dasar filosofi negara, ideologi negara, dan cita hukum negara untuk
mewujudkan tujuan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, serta berdaulat dalam tata
masyarakat adil dan makmur sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Ideologi Pancasila adalah cita-cita dan
keyakinan seluruh rakyat Indonesia dalam berjuang dan berupaya bersama sebagai suatu
bangsa yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam bingkai Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.Haluan Ideologi Pancasila adalah
pedoman bagi cipta, rasa, karsa, dan karya seluruh bangsa Indonesia dalam mencapai
keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan dan gotong royong untuk
mewujudkan suatu tata masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan
ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi yang berkeadilan
sosial.Pembangunan Nasional adalah upaya mewujudkan tata masyarakat adil dan makmur
yang tecermin dalam kebijakan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan, sejak
dari menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi yang
berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi nasional, dengan berpedoman pada
Haluan Ideologi Pancasila.Demokrasi Pancasila adalah demokrasi politik dan demokrasi
ekonomi yang berprinsip pada kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara
berdasarkan nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal
Ika.Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila adalah proses untuk meningkatkan internalisasi
dan implementasi Haluan Ideologi Pancasila berupa upaya, tindakan, dan kegiatan yang
dilakukan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, terencana, terukur, terarah,
dan bertanggung jawab, dengan memperhatikan rasa keadilan, dan kepatutan dalam
penyelenggaraan negara, serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Masyarakat
Pancasila adalah masyarakat adil dan makmur yang tertib, aman, tenteram, serta memiliki
semangat dan kesadaran bekerja dalam gotong royong dengan semangat kekeluargaan
untuk mewujudkan cita-cita setiap rakyat Indonesia yang menggambarkan suatu tata
Masyarakat Pancasila yang berketuhanan.Pasal Kedua HIP: Pokok-pokok pikiran dan
fungsi Haluan Ideologi Pancasila. Pokok-pokok pikiran HIP memiliki prinsip dasar yang
meliputi ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi, dan keadilan sosial.
Kelima prinsip dasar tersebut merupakan jiwa dan daya penggerak perjuangan rakyat dan
bangsa Indonesia yang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia, yaitu gotong-
royong.Kepribadian bangsa Indonesia merupakan kepribadian yang dibangun berdasarkan
landasan ideal Pancasila, landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan landasan struktural pemerintahan yang sah dalam bingkai
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berBhinneka Tunggal Ika.Haluan Ideologi
Pancasila (HIP) memiliki fungsi sebagai pedoman bagi Penyelenggara Negara dalam
menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap kebijakan
Pembangunan Nasional, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, untuk
mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan asas-
asas umum pemerintahan yang baik, dan mewujudkan mekanisme kontrol di dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.HIP sebagai pedoman bagi Penyelenggara Negara
dalam Menyusun, dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi terhadap
kebijakan pembangunan nasional di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya,
mental, spiritual, pendidikan, pertahanan, dan keamanan yang berlandaskan pada ilmu
pengetahuan dan teknologi guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang
berketuhanan.HIP pedoman bagi setiap warga negara Indonesia dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, dan pedoman instrumentalistik yang efektif untuk
mempertautkan bangsa yang beragam (bhinneka) ke dalam kesatuan (ke-ika-an) yang
kokoh.Tujuan Pancasila adalah terwujudnya tujuan negara Indonesia yang merdeka,
bersatu, serta berdaulat dalam tata masyarakat adil dan makmur sebagaimana dimaksud
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Sendi
pokok Pancasila adalah keadilan sosial berupa keadilan dalam hubungan antara manusia
sebagai orang-perorangan terhadap sesama, keadilan dalam hubungan antara manusia
dengan masyarakat, dan keadilan dalam hubungan antara penyelenggara negara dengan
warga negara. Keadilan sosial itu meliputi bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan, dan keamanan.Keadilan sosial diwujudkan dengan implementasi prinsip dasar
Haluan Ideologi Pancasila (HIP) menuju terciptanya tata masyarakat adil dan makmur
yang mencerminkan kemajuan dan kemandirian bangsa, serta kesejahteraan sosial.Ciri
pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan
yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan,
kerakyatan/demokrasi politik, dan ekonomi dalam satu kesatuan. Ciri Pokok Pancasila
berupa Trisila, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang
berkebudayaan yang terkristalisasi dalam Ekasila, yaitu gotong-royong. (cetak tebal dari
penulis)Mencermati dengan saksama Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang
tentang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia Tahun 2020 Bab I dan Bab II sampai dengan pasal 7 tersebut, penulis
berkesimpulan bahwa Haluan Ideologi Pancasila itu disusun berdasarkan rumusan
Pancasila yang dipidatokan Ir. Soekarno pada 1Juni 1945, bukan berdasarkan Pancasila
rumusan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, dan bukan pula berdasarkan Pancasila
rumusan final tanggal 18 Agustus 1945.Pancasila merupakan satu kesatuan utuh dan
terpadu yang tak boleh dipisah-pisahkan satu dari lainnya. Ketuhanan Yang Maha Esa
menjiwai sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Pengamalan Pancasila merupakan perjuangan utama
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Manusia Indonesia niscaya
bertuhan, berkemanusiaan, bepersatuan, dan berkerakyatan, serta berkeadilan
sosial.Pancasila sebagai dasar negara niscaya menjadi landasan Undang-Undang Dasar dan
Undang-undangan lain serta peraturan-peraturan turunannya. Segala Undang-Undang dan
peraturan yang tidak sejalan dengan Pancasila, sejak hari proklamasi Jumat 17 Agustus
1945 hingga kini, harus ditinjau ulang, diperbaiki, atau dibatalkan.Amandemen UUD 1945
yang dipandang telah menyimpang dari nilai-nilai Pancasila harus diamandemen kembali.
RUU HIP yang tidak sejalan dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945 harus diuji
kesahihannya, dan tidak cukup dilakukan hanya di ruang sidang DPR RI saja. Pancasila
sekali-kali tidak boleh diringkas menjadi Trisila, lalu diperas menjadi Ekasila, gotong
royong! (muhammad chirzin, 2021)
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Pancasila adalah dasar negara Indonesia dan sudah sepatutnya menjadi
dasar kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh masyarakat indonesia, nilai-
nilai Pancasila merupakan cakupan dari nilai, norma, dan moral yang harusnya
mampu diamalkan oleh seluruh masyarakat Indonesia, sebab apabila Bangsa Indonesia
mampu mengamalkan nilai-nilai tersebut maka degradasi moral dan kebiadaban
masyarakat dapat diminimalisir, secara tidak langsung juga akan mengurangi
kriminalitas di Indonesia, meningkatkan keamanan dan kesejahteraan bangsa Indonesia.
B. Saran
Diharapkan agar semua masyarakat dapat menerapkan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila tidak hanya sekedar mengetahui saja namun melaksanakannya dalam
kehidupan. Dan penerapan pendidikan karakter harus ditanamkan sejak dini agar kelak
nilai Pancasila akan melekat dalam karakter dan kepribadian tiap individu dalam
bermasyarakat agar senantiasa tercipta bangsa Indonesia yang damai.
DAFTAR PUSTAKA

Alganih Igneus, 2016, "Konflik Poso (Kajian Historis Tahun 1998-2001)" halaman 167 – 168
Fatmawati. (2011). "Perlindungan Hak Atas Kebebasan Beragama dan Beribadah Dalam Negara
Hukum Indonesia", Jurnal Konstitusi Volume 8, Nomor 4, (Halaman 1)
Hartani, M., & Nulhakim, S. A. (2015). "Konflik Antarumat Beragama di Aceh",
jurnal.unpad.ac.id, halaman 95 – 96
muhammad chirzin, 2021, menolak Lupa RUU HIP dan BPIP,
https://fnn.co.id/2021/10/06/menolak-lupa-ruu-hip-bpip/, diakses rabu, 6 Oktober 2021
17.42.

Anda mungkin juga menyukai