SOLUSI
1. Dialog antar pemeluk agama
Salah satu bagian dari kerukunan antar umat beragama adalah perlu dilakukannya
dialog antar agama. Agar komunikatif dan terhindar dari perdebatan teologis antar pemeluk
(tokoh) agama, maka pesan-pesan agama yang sudah diinterpretasi selaras dengan
universalitas kemanusiaan menjadi modal terciptanya dialog yang harmonis. Dialog antar
agama adalah pertemuan hati dan pikiran antar pemeluk berbagai agama yang bertujuan
mmencapai kebenaran dan kerjasama dalam masalah-masalah yang dihadapi bersama.
Perhatian terhadap tema itu, tidak harus hanya menjadi tanggung jawab pemerintah,
tetapi menjadi tanggung jawab semua komponen bangsa, tertutama pada lingkungan tokoh
agama. Menurut Ignas Kleden, dialog antar agama tampaknya hanya bisa dimulai dengan
adanya keterbukaan sebuah agama terhadap agama lainnya. Sementara itu, melihat kondisi
kehidupan beragama sekarang ini, konflik antar umat beragama, menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Konflik berwajah agama
perlu dilihat dalam kaitan-kaitan politis, ekonomi, atau sosial budayanya. Apabila benar
bahwa konflik itu murni konflik agama, maka masalah kerukunan sejati tetap hanya dapat
dibangun atas dasar nilai-nilai keadilan, kebebasan, dan hak asasi manusia, yang menyentuh
keluhuran martabat manusia. Makin mendalam rasa keagamaan, makin mendalam pula rasa
keadilan dan kemanusiaan.
Jika dilakukan dialog rutin antar agama maka akan terjadi pertukaran yang semakin
intensif menyangkut gagasan-gagasan keagamaan melalui dialog-dialog antaragama dan
kemanusiaan baik pada tingkat domestik di Indonesia maupun pada tingkat internasional. Hal
ini jelas akan memperkuat perjumpaan secara damai tersebut. Melalui berbagai pertukaran
semacam ini terjadi penguatan saling pengertian dan, pada gilirannya, kehidupan
berdampingan secara damai.
2. Bersikap optimis
Walaupun berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk menuju sikap terbuka,
saling pengertian dan saling menghargai antaragama, kita tidak perlu bersikap pesimis.
Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya mengembangkan optimisme dalam menghadapi dan
menyongsong masa depan dialog. Pertama, pada beberapa dekade terakhir ini studi agamaagama, termasuk juga dialog antaragama, semakin merebak dan berkembang di berbagai
universitas, baik di dalam maupun di luar negeri. Selain di berbagai perguruan tinggi juga
telah didirikan Pusat Studi Agama-agama dan Lintas Budaya. Meskipun baru seumur jagung,
hal itu bisa menjadi pertanda dan sekaligus harapan bagi pengembangan paham keagamaan
yang lebih toleran dan pada akhirnya lebih manusiawi. Jika tiga hal ini bisa dikembangkan
dan kemudian diwariskan kepada generasi selanjutnya, maka setidaknya kita para pemeluk
agama masih mempunyai harapan untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan pada
gilirannya bisa hidup berdampingan lebih sebagai kawan dan mitra daripada sebagai lawan.
D. Upaya Menjaga Kerukuna Antar Umat Beragama
1. Menjunjung tinggi rasa toleransi antar umat beragama, baik sesame antar pemeluk agama
yang sama maupun yang berbeda
Rasa toleransi bisa berbentuk dalam macam-macam hal. Misal, perijinan
pembangunan tempat ibadah oleh pemerintah, tidak saling mengejek dan mengganggu umat
lain, atau memberi waktu pada umat lain untuk beribadah bila memang sudah waktunya.
Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menunjukkan sikap toleransi. Hal ini sangat penting
demi menjaga tali kerukunan umat beragama di Indonesia.
2.3 Solusi Yang Dapat Dilakukan Untuk Mengatasi Konflik Antar Umat
Beragama di Indonesia
Konflik yang banyak memakan korban jiwa, maupun harta itu ada yang
relatif ditemukan penyelesaiannya, namun ada yang sampai sekarang masih
menggantung dan berlansung. Konflik seperti itu telah merusak pertemanan,
hubungan manusia yang telah terjalin,dan tentu diperlukan waktu yang panjang
untuk memulihkan trauma dan sakit hati.
Salah satu langkah yang dilakukan pemerintah terutama Kementerian
agama adalah dengan mengeluarkan SKB 2 Menteri Tentang PENDIRIAN RUMAH
IBADAH SP No. 8 dan No. 9 /2006. Beberapa waktu yang lalu, terjadi konflik
antarumat beragama di Kota Bekasi ketika ada massa yang membubarkan
kegiatan ibadah jemaat Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) karena
dinilai tidak memenuhi aturan dengan menggunakan rumah tempat tinggal.
Kerusuhan terjadi karena warga tidak menyetujui pendirian tempat peribadatan
di tempat tersebut, apalagi para jemaat diduga melakukan kegiatan ibadah
tanpa izin. Tanah yang digunakan sebagai tempat ibadah itu belum
mendapatkan izin, namun telah digunakan jemaat HKBP untuk melakukan ibadah
rutin. Terkait dengan ketegangan yang muncul dari kasus tersebut, MUI
mengingatkan agar umat Muslim dan umat Protestan untuk tidak melakukan
tindakan-tindakan yang dapat membawa konflik antarumat beragama itu lebih
jauh. "Pimpinan umat dan pemerintah agar segera menggelar dialog untuk
membicarakan mengenai penyelesaian permasalahan ini," kata Ketua MUI
Bidang Kerukunan Antar-Umat Beragama, Slamet Effendi Yusuf di Jakarta dalam
taushiah MUI menyambut Ramadhan 1431 Hijriah di Kantor MUI. Pemerintah juga
diminta bersikap jelas dan tegas sehingga umat Kristiani mendapat solusi yang
tepat terhadap permasalahan itu. Peraturan Bersama Dua Menteri tahun 2006
yang mengatur tata cara mendirikan rumah ibadah secara prinsipil peraturan
tersebut memang menjamin pendirian rumah ibadah. Namun, kalau diteliti lebih
mendalam, prinsip tersebut dikhianati prosedur teknis di lapangan yang
mensyaratkan izin pendirian rumah ibadah harus melalui rekomendasi
masyarakat dan izin kepala daerah setempat Dalam hal ini juga dapat
mempersulit bagi setiap pemeluk agama yang akan mendirikan rumah ibadah.
Tindakan pemerintah dalam mengeluarkan SKB 2 Menteri adalah tindakan yang
tidak bijaksana dan tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Pada sila
pertama Pancasila dalam butir ke-6 telah jelas mengatakan bahwa
Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
Rumah ibadah tidaklah sama dengan bangunan sekuler lainnya. Dalam
konteks negara Pancasila yang mengakui dan memuliakan Tuhan, sekecil apapun
bangunannya, rumah ibadah, agama apapun, sejatinya adalah simbol agama
yang harus dilindungi negara. Itu artinya logika teknis pendirian rumah ibadah
tidak bisa disamakan dengan logika izin pendirian bangunan sekuler. Karenanya
logika teknis pendirian rumah ibadah dalam Peraturan Kedua Menteri tersebut
harus diperbaharui secara fundamental.
percaya itu sangat diperlukan. Oleh sebab itu diasumsikan bahwa trust
mempunyai pengaruh terhadap kerja sama antarumat beragama.