Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH INOVASI PRODUK

PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN


KUE CUBIT (BAYMAX)

Disusun Oleh :
Elfira Ritvani Sari
Matius Masada H.
Rosiana Nafilatul A.
Agnesya Dinda R.

LABORATORIUM TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pengembangan produk baru memiliki peran yang sangat penting
bagi sebuah perusahaan. Dalam menghadapi teknologi yang semakin
maju, peningkatan kompetisi global, dan kebutuhan pasar yang semakin
dinamis,

perusahaan

kebutuhan

pasar

harus

(Cooper

mampu
dan

berinovasi

untuk

Kleinschmidt,

memenuhi

2000).

Adanya

pengembangan produk baru akan membantu pertumbuhan perusahaan


dan menjaga investor, karyawan, dan supplier untuk tetap mendukung
berdirinya perusahaan tersebut (Lord, 2000).
Perkembangan dunia usaha yang dinamis dan penuh persaingan
menuntut perusahaan untuk melakukan perubahan orientasi terhadap
cara

mereka

melayani

konsumennya,

menagani

pesaing,

dan

mengeluarkan produk. Persaingan yang ketat menuntut perusahaan


untuk

semakin inovatif dalam mengeluarkan produk yang sekiranya

disukai konsumen.

Tanpa inovasi, produk suatu perusahaan bisa

tenggelam dalam persaingan dengan produk-produk lain yang semakin


memenuhi pasar. Di lain pihak konsumen juga semakin kritis terhadap
apa yang mereka terima dan harapkan dari sebuah produk. Jika ternyata
tidak sesuai dengan harapan pelanggan, perusahaan tidak hanya akan
kehilangan

kepercayaan

pelanggan

tetapi

juga

berpotensi

akan

kehilangan pelanggan potensial (Setiadi, 2003).


Spirulina plantesis adalah mikroalga dari golongan Cyanobacter yang digunakan
dalam bidang industri, farmasi dan bahan pangan manusia sebagai sumber protein sel
tunggal (Liu et al., 2000). Spirulina plantesis menghasilkan berbagai senyawa bioaktif
yang mempuyai nilai ekonomi yang tinggi seperti karotenoida. Karotenoida merupakan
pigmen yang secara alami terdapat pada khromoplast dari tanaman dan beberapa organisme
fotosintesis seperti alga dan beberapa tipe dari jamur dan bakteri (Tri panji & suharyanto,

2001). Hasil ekstraksi spirulina menunjukan beberapa keuntungan fisiologis seperti


antioksidan, antimikrobial, antiviral, dan antiumoral (Spolaore et al., 2006).
Penurunan peminat kue tradisional semakin menurun dikarenakan akhir-akhir ini
banyaknya produk kue yang mengikuti zaman sehingga kue atau jajanan tradisional
semakin menghilang seiring berkembangnya zaman. Oleh karena itu, hal ini dijadikan latar
belakang untuk melakukan inovasi produk dengan pencampuran ekstrak spirulina yang
kaya akan protein. Diharapkan dengan adanya inovasi produk kue cubit spirulina dapat
menaikan peminat kue cubit sehingga makanan tradisional tidak hilang dan mengantisipasi
kejenuhan konsumen terhadap produk kue cubit.
B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui secara keseluruhan organisasi BPOM dan

tugasnya untuk pengawasan produk pangan dan obat


C. Manfaat
1. Dapat mengetahui dan memahami visi dan misi Baan POM
2. Dapat mengetahui peran Balai Besar POM di Yogyakarta
3. Dapat mampu mengetahui bentuk pengawasan terhadap produk pangan dan
obat-obatan
II. METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Alat :
1. Scoresheet
2. Plastik klep
3. Plastik
4. Kertas label
5. Baskom
6. Wajan
7. Pisau
8. Spatula
9. Laptop
10. Kompor
11. Spatula
Bahan :

1.
2.
3.
4.
5.

Nugget ikan
Air mineral
Makanan ringan
Minyak goring
Gas

B. Cara Kerja
1. Penyaji mencari panelis sesuai dengan sasaran dan mempersiapkan scoresheet uji
hedonik.
2. Penyaji melakukan preparasi sampe, yaitu dengan melakukan thawing terhadap
sampel nugget, penggorengan nugget, naggut ditiriskan dan didinginkan,
pemotongan nugget menjadi 3 bagian serta pengemasan nugget sesuai kode. Sampel
Nugget ikan yang disiapkan diberi kode 985, 858, dan 581.
3. Masing-masing panelis diberikan penjelasan mengenai prosedur uji dan cara
pengisian scoresheet.
4. Panelis selanjutnya diminta untuk mengamati kenampakan, aroma, tekstur dan rasa
pada masing-masing sampel Nugget ikan kemudian mengisikan jawabannya ke
dalam scoresheet.
5. Setiap pergantian pengujian sampel berdasarkan parameter rasa, panelis harus
meminum air mineral untuk menetralkan rasa.
6. Data yang diperoleh kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk angka
menggunakan excel.
7. Data uji hedonik yang diperoleh dianalisis dengan uji Kruskal Wallis menggunakan
program SPSS. Data diuji dengan uji Kruskal Wallis karena data yang akan diuji
bersifat non parametrik dan jika diperlukan maka diuji lanjut menggunakan uji
Mann Withney.

II. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil (Terlampir)
B. Pembahasan
Prinsip pengujian hedonik adalah meminta panelis tidak terlatih untuk memberi
pernyataan pribadinya mengenai kesukaan atau ketidaksukaan terhadap suatu produk. Di
samping panelis mengemukakan pernyataan senang, suka, atau sebalikannya, mereka juga
mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik yang
dalam analisisnya akan ditransformasi menjadi skala numerik dengan angka menurut
tingkat kesukaannya (Kartika et al., 1988).
Menurut Setyaningsih et al. (2010), setiap pengujian dilakukan persiapan
scoresheet yang digunakan, persiapan sampel seperti pemasakan seperti penggunaan suhu,
ukuran sampel, cara penyajian dan pengkodean sampel. Pengujian hedonik dilakukan
dengan membuat scoresheet terlebih dahulu dengan dikonsultasikan kepada asisten.
Scoresheet berisi tentang identitas panelis, sampel yang digunakan, intruksi yang tepat dan
mudah dimengerti oleh panelis, kode acak sampel dan skala hedonik.
Sampel yang akan diujikan terdiri dari 3 macam nugget dengan variasi jenis tepung
pengisi yang berbeda, sehingga digunakan 3 kode berbeda yang didapatkan dari tabel angka

random. Satu baris angka yang dipilih untuk menghasilkan 3 kode adalah 98581. Pembacaan
dilakukan dengan membaca 3 angka berurutan, sehingga diperoleh 3 kode yaitu 985, 858 dan
581. Kode 985 digunakan untuk sampel nugget ikan yang menggunakan tepung terigu sebagai
tepung pengisinya, kode 858 untuk sampel dengan jenis bahan pengisi berupa tepung mocaf,
dan kode 581 diberikan untuk sampel dengan jenis bahan pengisi berupa tepung sagu.
Pengamatan pada sampel didasarkan pada 4 parameter, yaitu kenampakan, tekstur, aroma dan
rasa. Skala yang digunakan pada pengujian hedonik ini adalah 1-5, yaitu 1 untuk sangat tidak
suka, 2 untuk tidak suka, 3 untuk agak suka, 4 untuk suka dan 5 untuk sangat suka. Menurut
Setyaningsih et al. (2010), penggunaan skala hedonik dapat digunakan untuk mengetahui
perbedaan antara sampel yang diuji, sehingga uji hedonik sering digunakan untuk menilai
secara organoleptik komoditas yang sejenis atau produk yang sedang dalam tahap
pengembangan. Skala hedonik dapat direntangkan atau dapat diciutkan menurut rentangan
skala yang dikehendaki. Hasil yang paling baik diperoleh dari skala seimbang, yaitu yang
jumlahnya ganjil, misalnya skala 1-3, 1-5, 1-7 dan 1-9.

Persiapan sampel dilakukan dengan melakukan thawing pada nugget terlebih


dahulu dan selanjutnya dilakukan penggorengan sampai matang menggunakan metode
deep frying agar nugget matang dengan sempurna karena nugget tengelam dalam minyak.
Selanjutnya, nugget ditiriskan untuk mengurangi kadar minyak yang terserap. didinginkan ,
dan dipotong menjadi 3 bagian sebelum kemudian dikemas dalam plastik klep sesuai kode.
Ketiga sampel yang telah dikemas dengan plastic klep kemudian dikemas dengan plastic
bening agar mudah dalam memberikan sampel kepada panelis saat pengujian.
Pengujian hedonik di SMP N 2 SANDEN diawali dengan mejelaskan cara
pengisian scoresheet, yaitu dengan mengisi identitas dan cara penilaiannya. Penjelasan cara
penilaian sampel dilakukan dengan memberikan contoh penilaian skala, yaitu memberi
tanda silang pada garis yang telah disediakan sesuai keterangan skala yang ada pada
scoresheet. Pengujian dilakukan secara berurutan mulai dari parameter kenampakan,
aroma, tekstur dan rasa. Setiap pergantian pengujian sampel pada parameter rasa, panelis
harus meminum air mineral untuk menetralkan rasa.
Data hasil pengujian hedonik seluruh panelis ditransformasikan ke angka kemudian
dilakukan analisis menggunakan Kruskall Wallis. Uji Kruskal Wallis merupakan analisis
nonparametrik yang digunakan untuk mengetahui apakah perlakuan jenis bahan pengisi pada

nugget memberikan beda nyata atau tidak pada kenampakan, tekstur, aroma dan rasa. Analisis
data dengan Kruskall Wallis memiliki hipotesis Ho : tidak ada beda nyata tingkat preferensi
nugget ikan berdasarkan kenampakan, aroma, tekstur atau rasa antara ketiga sampel nugget
sedangkan hipotesis H1 : ada beda nyata tingkat preferensi nugget ikan berdasarkan
kenampakan, aroma, tekstur atau rasa antara ketiga sampel nugget. Langkah uji Kruskal Wallis
menggunakan SPSS adalah :

1. Membuka program SPSS, mengisi variable view sesuai dengan


yang diujikan dan memindahkan data dari exel ke data view.
2. Pilih Analyze non parametric test legacy dialogs K
independent samples
3. Masukkan kenampakan, aroma, tekstur dan rasa ke test
variable list dan sampel ke grouping variable.
4. Lengkapi bagian define range berdasarkan jumlah sampel yang
digunakan, pilih atau Checklist descriptive untuk bagian option
dan Kruskall Wallis untuk bagian test type OK.
Hasil analisis data menggunakan uji Kruskall Wallis pada tabel
statistik menunjukkan bahwa parameter kenampakan, aroma, tekstur
dan rasa tidak memiliki siginifikansi, yaitu dengan nilai signifikansi
secara

berturut-turut

0,00;

0,003;

0,00;

dan

0,00.

Pengambilan

keputusan dilakukan dengan membandingkan nilai signifikansi yang


diperoleh dengan nilai signifikansi yang digunakan (0,05) yaitu, jika nilai
signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak dan jika nilai signifikansi > 0,05
maka Ho diterima. Hasil yang didapatkan berdasarkan data yang ada
menunjukkan bahwa semua parameter yang diamati, yaitu kenampakan,
aroma, tekstur dan rasa memiliki nilai signifikansi < 0,05 maka Ho
ditolak. Jadi, ada beda nyata tingkat preferensi nugget ikan berdasarkan
kenampakan, aroma, tekstur atau rasa antara ketiga sampel nugget.
Langkah uji Mann Whitney menggunakan SPSS adalah :

1. Membuka program SPSS, mengisi variable view sesuai dengan


yang diujikan dan memindahkan data dari exel ke data view.
2. Pilih Analyze non parametric test legacy dialogs 2
independent samples
3. Masukkan kenampakan, aroma, tekstur dan rasa ke test
variable list dan sampel ke grouping variable.
4. Lengkapi bagian define range berdasarkan jumlah sampel yang
digunakan, pilih atau checklist descriptive untuk bagian option
dan Mann Whitney untuk bagian test type OK.
Uji lanjutan menggunakan uji Mann Whitney untuk mengetahui
sampel

mana

yang

berbeda

berdasarkan

parameter

yang

memiliki

signifikansi < 0,05 pada uji Kruskall Wallis. Pada hasil uji hedonik pada
panelis

SMP

menunjukkan

adanya

beda

nyata

pada

semua

hasil

menunjukkan uji berdasarkan parameter kenampakan, aroma, tekstur, dan


rasa karena nilai signifikasni < 0,05 sehingga diperlukan uji lanjutan
menggunakan uji Mann Withney.
Hasil

signifikanis

dari

uji

Mann

Withney

pada

parameter

kenampakan, aroma, tekstur, dan rasa secara berturut-turut adalah 0,05;


0,190;

0,018; dan 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa untuk

parameter kenampakan dan aroma memiliki nilai sig > 0,05, maka H0
diterima. Jadi, tidak ada beda nyata terhadap kenampakan nugget ikan dan
tidak ada beda nyata terhadap aroma nugget ikan. Pada parameter tekstur
dan rasa didapatkan hasil sig < 0,05, maka H0 ditolak sehingga ada beda
nyata terhadap tekstur nugget ikan dan ada beda nyata terhadap rasa
nugget ikan.

Hasil data pada tabel ranks menunjukkan

mean rank yang

bervariasi pada tiap parameter dan sampel. Semakin tinggi nilai mean
rank menunjukkan bahwa semakin disukai sampel tersebut berdasarkan
jenis dan parameter tertentu. Berdasarkan parameter kenampakan,

sampel 581 memiliki mean rank tertinggi dengan nilai 212,93; pada
parameter aroma mean rank tertinggi ditunjukkan oleh sampel 581
dengan nilai 204.30; untuk parameter tekstur dan rasa nilai mean rank
tertinggi juga ditunjukkan pada sampel dengan kode 581 dengan nilai
secara berurutan yaitu 204,58 dan 224,04.

Panelis yang digunakan

pada uji hedonik ini adalah anak SMP berjumlah 120 orang.
Sampel terbaik pada uji hedonik dengan panelis anak SMP adalah
nugget ikan dengan kode 581 karena secara umum lebih disukai dari
parameter kenampakan, tekstur serta aroma meskipun rasanya bukan
merupakan yang paling disukai. Sampel dengan kode 581 merupakan
sampel nugget ikan yang terbuat dari bahan pengisi berupa tepung
sagu. Menurut Surawan (2007), rasa nugget ikan selain dipengaruhi oleh
jumlah ikan, jenis tepung atau bahan pengisi, jumlah bahan pengisi yang
ditambahkan, namun dapat dipengaruhi rasa dari bumbu-bumbu yang
ditambahkan. Bumbu yang ditambahakan lebih baik dibuat standar
berdasarkan berat total ikan dan tepung yang ditambahkan. Hasil
pengujian ini dapat dijadikan sebagai saran bagi penyaji untuk
memperbaiki formula nugget ikan agar secara keseluruhan dapat disukai
oleh panelis dan konsumen.

IV. PENUTUP
A. Kesimpulan

1.

Prinsip pengujian hedonik adalah meminta panelis tidak terlatih untuk memberi
pernyataan pribadinya mengenai kesukaan atau ketidaksukaan terhadap suatu produk.
Selain itu, panelis juga mampu mengemukakan pernyataan suka atau sebaliknya serta
mampu menentukan tingkat kesukaannya.

2. Hasil analisis data dengan uji lanjut Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak ada
beda nyata tingkat preferensi nugget ikan berdasarkan kenampakan dan aroma antara
ketiga sampel yang digunakan. Sedangkan, ada beda nyata tingkat preferensi nugget
ikan berdasarkan tekstur dan rasa antara ketiga sampel nugget. Sampel nugget terbaik
adalah sampel 581 karena secara umum lebih disukai berdasarkan parameter
kenampakan, aroma, tekstur dan rasa.

B. Saran
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya analisis data dapat diikuti
oleh semua praktikan sehingga praktikan paham bagaimana cara
analisis data yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
Setiadi, Nugroho J. 2003. Perilaku Konsumen. Kencana. Jakarta.

Abdillah, F. 2006. Penambahan Tepung Wortel dan Karagenan untuk


Meningkatkan Kadar Serat Pangan pada Nugget Ikan Nila. Institut
Pertanian Bogor. Skripsi.
Elingosa, T. 1994. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Tenggiri. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Skripsi.
Kartika. B., B. Hastuti dan W. Supartono. 1988. Pedoman Uji Inderawi
Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta.
Rahardjo.
1998.Uji
Purwokerto.

Inderawi.

Universitas

Jenderal

Soedirman.

Rahayu, W.P. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan


Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
Setyaningsih, D., A. Apriyantono dan M.P. Sari. 2010. Analisis Sensori
untuk Industri Pangan dan Agro. IPB Press, Bogor.
Soekarto, 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertnian. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan, IPB. Bogor.
Surawan, F.E.D. 2007. Penggunaan tepung terigu, tepung beras, tepung
tapioka dan tepung maizena terhadap tekstur dan sifat sensoris
nugget ikan tuna. Jurnal Sains Peternakan Indonesia 2 : 78-84.

LAMPIRAN

Kue cubit adalah makanan atau jajanan cemilan tradisional asli dari
Indonesia. Banyak yang beranggapan bahwa kue cubit pada awalnya muncul di
kota Jakarta. Hal ini dikarenakan kepopuleran kue cubit yang banyak
bermunculan. Namun, ada yang berasumsi juga bahwa kue cubit berasal dari
Bandung karena jajanan yang satu ini juga banyak dijajakan di pinggir jalan
kota. Kue cubit merupakan warisan Belanda yakni diadaptasi dari kue
Poffertjes. Poffertjes merupakan kue yang dibuat kecil-kecil dan diberi coklat
atau taburan. Sama seperti di Indonesia, Poffertjes juga dijual di pinggiran
jalan. Poffertjes sendri merupakan kue yang diadaptasi dari kue Swaffels yang
berupa mini pancake asal prancis. Swaffels sendiri dibawa pada saat perang
Napoleonic oleh tentara prancis pada than 1800an, kue ini berasaal dari
Britany prancis bagian barat. Indusstri dalam pembuatan kue ini berkembang
pesat hingga tahun 1815 di prancis, hingga pada akhirnya kue ini juga popular
di setiap Negara-negara bekas jajahan prancis hingga saat ini dengan berbagai
inovasi yang diberikan.
Anonim, Diakses pukul 12: 00 tanggal 18 mei 2016. http://swaffels.com

Anda mungkin juga menyukai