Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pancasila merupakan dasar filsafat negara Republik Indonesia yang


secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum
dalam pembukaan UUD 1945, diundangkan dalam Berita Republik Indonesia
tahun II No. 7 bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945. Pancasila
sebelum disahkan sebagai dasar Negara, nilai-nilainya telah ada dan melekat
kuat dalam diri bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut teramalkan dalam
kehidupan sehari-hari sebagai pandangan hidup, sehingga materi pancasila
yang berupa nilai-nilai tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri,
sehingga bangsa Indonesia dianggap sebagai kausa materialis Pancasila.

Sebagai milai dasar, kelima sila Pancasila dijabarkan Pemahaman


pancasila secara lengkap dan utuh terutama dalam kaitannya dengan jati diri
bangsa Indonesia sangat mutlak diperlukan. Karena selain sebagai dasar
Negara, Pancasila juga berfungsi sebagai pandangan hidup bangsa (way of
life), jiwa, dan kepribadian bangsa serta sebagai perjanjian seluruh bangsa
Indonesia pada waktu mendirikan Negara.

Para founding father dahulunya telah memberi perhatian yang besar


terhadap Pancasila. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan
teknologi dalam peradaban umat manusia, eksistensi Pancasila sebagai dasar
filsafat Negara Republik Indonesia perlahan-lahan mengalami berbagai
macam terpaan yang tak lain dikarenakan karena implementasi nilai-nilai
Pancasila yang kurang dijiwai dan diamalkan oleh masyarakat. Pancasila tidak
lagi digunakan sebagai pedoman hidup bangsa. Sedikit demi sedikit mulai
muncul adanya indikasi degradasi nilai-nilai luhur pancasila. Hal ini tentu
dapat berakibat sangat fatal terhadap bangsa ini. Yang jika tidak segera
ditangani dapat melemahkan peranan ideology serta yang lebih serius dapat
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang telah lama dibina
dan dipelihara sejak dulu. Oleh karenanya, diperlukan adanya revitalisasi
nilai-nilai Pancasila. Revitalisasi nilai-nilai Pancasila adalah usaha bersama
seluruh komponen Indonesia, untuk mengembalikan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila, sebagai konsensus sekaligus Identitas Nasional
yang selama ini banyak mengalami penyimpangan. (Sutaryo dkk, 2015)

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah obyek material contoh penyimpangan nilai-nilai Pancasila?
2. Bagaimana tinjauan melalui obyek formal terhadap penyimpangan
tersebut dari perspektif nilai-nilai Pancasila?
3. Bagaimana solusi agar penyimpangan terhadap nilai-nilai pancasila dalam
masyarakat dapat ditekan?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Obyek Material Contoh Penyimpangan Nilai-nilai Pancasila

Amuk Massa di Kupang terjadi pada tanggal 30 November 1998. Amuk


massa tersebut bermula dari aksi perkabungan dan aksi solidaritas warga Kristen
NTT atas peristiwa Ketapang, yaiti bentrok antara warga Muslim dan Kristen
dengan disertai perusakan berbagai tempat ibadah. Aksi perkabungan dan
solidaritas itu sendiri diprakarsai oleh organisasi-organisasi kemahasiswaan dan
kepemudaan Kristen, seperti GMKI, PMKRI, Pemuda Katholik NTT, dan
mahasiswa di Kupang.

Karena isu pembakaran gereja, massa tersebut kemudian bergerak menuju


masjid di perkampungan muslim kelurahan Bonipoi dan Solor, setelah
sebelumnya melakukan perusakan masjid di Kupang. Amuk massa tanggal 30
November tersebut mengakibatkan setidaknya 11 masjid, 1 mushola, dan
beberapa rumah serta pertokoan milik warga muslim rusak.

Amuk massa tersebut tidak hanya berhetnti pada tanggal 30 November.


Dua hari setelahnya, yaitu tanggal 1 dan 2 Desember 1998 kerusuhan masih
terjadi dan mengakibatkan beberapa kerusakan. Sasaran amuk massa tersebut
mencakup rumah milik ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP), masjid dan
toko-toko milik orang Bugis.

Kerusuhan Kupang tersebut berakar dari persaingan kelompok


masyarakat, yaitu antara penganut Kristen yang umumnya warga asli dan warga
muslim, yang sebagian besar adalah pendatang. Kecepatan pertumbuhan masjid
dan perkembangan ekonomi umat Islam yang baik, karena mereka sulit menjadi
Pegawai Negeri Sipil (PNS), menimbulkan kecemburuan sosial. Amuk massa
tanggal 30 November 1998 adalah momentum di mana kecemburuan tersebut
mendapatkan ekspresinya lewat idiom agama.

(Dikutip dari http://icecreamcocholate.blogspot.co.id/2012/02/penyimpangan-


nilai-pancasila.html)
2.2. Tinjauan Melalui Obyek Formal terhadap Penyimpangan Nilai-nilai
Pancasila

Pancasila merupakan satu kesatuan yang hierarkis. Kebulatan dan kesatuan


sila tersebut didasari oleh saling jiwa menjiwai antara nilai-nilai dasar yang
tercantum dalam Pancasila (Suparman, 2012) dimana sila pertama akan menjiwai
sila-sila berikutnya dan sila-sila setelahnya dijiwai oleh sila-sila sebelumnya.
Dalam kasus tersebut jelas bahwa terdapat penyimpangan nilai Pancasila pada sila
pertama yang berbunyi Ketuhanan yang Maha Esa. Sila tersebut mengandung
arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai
pencipta alam semesta. Nilai ini menyatakan bahwa bangsa Indonesia merupakan
bangsa yang religius bukan bangsa yang ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti
adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati
kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif
antarumat beragama.

Sila Ketuhanan yang maha Esa juga mempunyai makna bahwa segala
aspek penyelenggaraan hidup bernegara harus sesuai dengan nilai-nilai yang
berasal dari Tuhan. Karena, sejak awal pembentukan bangsa ini, bahwa negara
Indonesia berdasarkan atas Ketuhanan. Maksudnya adalah bahwa masyarakat
Indonesia merupakan manusia yang mempunyai iman dan kepercayaan terhadap
Tuhan, dan iman kepercayaan inilah yang menjadi dasar dalam hidup berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat.

Nilai instrumental dari sila pertama diwujudkan dalam landasan hukum


yaitu pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 E ayat satu yang berbunyi
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. serta
ayat kedua yang berbunyi Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. Lebih
lanjut kebebasan beragama juga dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28 I, Pasal 29
dan UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Kasus kerusuhan yang terjadi di Kupang yang melibatkan konteks agama
menjadi salah satu bukti penyimpangan dari sila pertama Pancasila yang kurang
diimplementasikan dan dijiwai dalam kehidupan bermasyarakat. Indonesia
sebagai dalam Pancasila sila pertama menegaskan bahwa Indonesia merupakan
bangsa yang mengakui adanya Tuhan. Terlepas dari hal itu, makna Esa bukan
berarti setiap warganya untuk mengimani Tuhan yang sama. Hal ini ditegaskan
dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai kebebasan beragama, yang
menjamin dan mengatur mengenai kebebasan meyakini ajaran tertentu dan
menjalankannya dengan damai. Esensi dari sila pertama ini adalah bahwa dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara kita hendaknya selalu melibatkan Tuhan
dalam keseharian sekaligus menciptakan suasana damai penuh toleransi antar
umat bergama.

Sifat dari sila-sila pada Pancasila yang saling menjiwa-dijiwai dalam hal
ini penyimpangan pada sila pertama berarti juga secara menyeluruh memiliki nilai
penyimpangan terhadap sila lainnya. Pada kasus kerusuhan di Kupang pada 1998
ini, penyimpangan terhadap sila kedua yaitu Kemanusiaan yang adil dan
beradab ditunjukkan dengan adanya pengabaian Hak-hak Asasi Manusia melalui
intimidasi umat beragama, pengabaian hak kebebasan beragama, serta adanya
kerusuhan yang melukai hingga menghilangkan hak hidup. Selanjutnya
penyimpangan dari sila ketiga Persatuan Indonesia dicerminkan melalui
tindakan mengkotak-kotak atau pengkubuan yang berujung pada perselisihan
antar umat beragama. Hal ini apabila tidak ditangani akan menyebabkan bangsa
dengan keberagaman yang tinggi ini terpecah belah yang mengancam persatuan
nasional. Semestinya, semboyan Bhinneka Tunggal Ika bukan sebatas teoritis
dan harapan para pendiri negara bangsa Indonesia, namun benar-benar diterapkan
dan dinaungi dalam rasa toleransi yang tinggi karena sejatinya keberagaman
tersebut bukan penghambat persatuan mengingat tujuan dan visi masyarakatnya
yang memiliki kesadaran untuk bersatu sebagai bangsa Indonesia. Penyimpangan
pada sila keempat Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyaaratan/perwakilan ditandai dengan adanya tindakan anarkis dan
pemutusan sepihak dalam kasus tersebut akibat dari issue yang beredar tanpa
adanya pertemuan antar pihak untuk menyelesaikannya dengan cara musyawarah.
Hal ini akan lebih baik jika pemerintah setempat mampu mengayomi dan
mewadahi proses musyawarah kedua belah pihak agar tidak lagi terjadi
kesalahpahaman akibat konfrontasi kabar burung yang belum jelas kebenarannya.
Penyimpangan pada sila kelima Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
ditunjukkan dengan salah satu latar belakang adanya konflik tersebut yaitu adanya
kecemburuan sosial yaitu antara penganut Kristen yang umumnya warga asli dan
warga muslim, yang sebagian besar adalah pendatang. Kecepatan pertumbuhan
masjid dan perkembangan ekonomi umat Islam yang baik, serta karena mereka
sulit menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadikan kerusuhan yang terjadi
memliki banyak motif yang dibalutkan atas nama agama dengan perusakan-
perusakan tempat ibadah. Hal ini tentu perlu disikapi dengan bijak khususnya bagi
pemerintah setempat untuk hendaknya lebih memperhatikan pemerataan fasilitas
dan edukasi berlanjut agar baik kedua belah pihak dapat saling mengerti dan dapat
beraktivitas dalam penuh toleransi.

2.3. Faktor dan Solusi

Penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak sejalan dan bahkan


bertentangan dengan ajaran yang terkandung di dalam Pancasila. Sebagai ideologi
Negara Pancasila sebenarnya sudah mengatur prinsip-prinsip tata kehidupan
masyarakat Indonesia, berupa nilai-nilai luhur budaya bangsa yang dapat
dijadikan pedoman bagi seluruh rakyat Indonesia untuk mencapai kemajuan
dalam hidup berbangsa dan bernegara. Menilik pada realita yang ada, banyak
masyarakat Indonesia yang kurang paham bahkan mulai melupakan ajaran
pancasila hingga mereka tidak menggunakan nilai-nilai pancasila dalam
kehidupan. Berkurangnya pemahaman mengenai Pancasila pada masyarakat
dipengaruhi banyak hal, misalnya menurunnya sosialisasi nilai-nilai Pancasila
dalam masyarakat, pendidikan mengenai pengamalan nilai-nilai pancasila yang
kurang dalam masyarakat, sikap apatisme, serta berkembangnya hedonisme dan
materalisme.

Pancasila sebagai pedoman semestinya benar-benar dijiwai dan


diaktualisasikan dalam kehidupan sebagai refleksi dari identitas bangsa.
Penanaman nilai-nilai pancasila perlu dilakukan sejak dini yakni melalui keluarga.
Keluarga sebagai lembaga pendidikan pertama memiliki fungsi yang penting
terutama dalam penanaman sikap, nilai hidup serta berfungsi menumbuhkan
kesadaran bahwa pancasila sebagai dasar Negara perlu diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari. Pendidikan secara formal juga diperlukan untuk
memberikan edukasi nilai-nilai Pancasila yang lebih kompleks dan jelas hingga
diharapkan setiap warga negara indonesia yang menjiwai Pancasila akan
menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme kedepannya.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pancasila sebagai dasar Negara harus dihayati dan dijiwai serta
digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan ataupun tingkah laku.
Tiap-tiap sila yang ada merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya. Pancasila sebagai way of life sudah tidak
sepenuhnya di amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Degradasi nilai-nilai
luhur pancasila telah terjadi di kalangan masyarakat Indonesia. Kasus yang
terjadi di Kupang pada November 1998 merupakan salah satu bukti kurang
dijiwainya Pancasila sebagai pedoman hidup dan identitas bangsa. Hal ini
akan menimbulkan banyak dampak seperti terganggunya stabilitas
keamanan, terenggutnya hak-hak asasi manusia hingga mengancam
keberlangsungan persatuan Indonesia. Beberapa hal yang menjadi faktor
penyimpangan nilai pancasila yaitu menurunnya sosialisasi nilai-nilai
Pancasila dalam masyarakat, pendidikan mengenai pengamalan nilai-nilai
pancasila yang kurang, sikap apatisme, adanya ketimpangan sosial, serta
berkembangnya hedonisme dan materalisme.
Perilaku penyimpangan nilai-nilai Pancasila dapat ditekan dengan
cara penanaman nilai-nilai pancasila dilakukan sejak dini melalui
pandidikan dalam keluarga dan digalakkannya program pendidikan
Pancasila untuk menumbuhkan nasionalisme dan patriotisme.

B. SARAN
Hendaknya kasus penyimpangan nilai-nilai Pancasila disikapi
dengan tidak hanya bertumpu pada kebijakan dan menunggu aksi dari
pemerintah. Hal ini harus menjadi pembelajaran kita bersama seluruh
komponen masyarakat Indonesia untuk kemudian bersatu padu, bahu-
membahu untuk menegakkan kembali nilai-nilai Pancasila pada jiwa setiap
individu, kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan berbangsa
sehari-hari untuk terciptanya kehidupan yang harmonis dan mewujudkan
cita-cita bangsa yang luhur yang tertuang dalam UUD 1945,
DAFTAR PUSTAKA

Sutaryo, dkk., 2015. Mmebangun Kedaulatan Bangsa Berdasarkan Nilai-


nilai Pancasila: Pemberdayaan Masyarakat dalam Kawasan 3T (Terluas,
Terdepan, Tertinggal. Yogyakarta

Suparman. 2012. Pancasila. Jakarta: PT Balai Persero

http://icecreamcocholate.blogspot.co.id/2012/02/penyimpangan-nilai-
pancasila.html

Anda mungkin juga menyukai