Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ghaitsa Shafa Cinta Kananta

NIM : M0122051
Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan

OPINI MENGENAI BAGAIMANA CARA MEMBANGUN RUMAH


IBADAH SECARA CEPAT
Indonesia merupakan negara yang besar di Kawasan Asia dan memiliki puluhan ribu
pulau, ratusan juta penduduk dari berbagai etnis suku, ras dan agama. Pluralisme ditandai dengan
adanya unit – unit sosial yang berbeda menurut kebangsaan, budaya, ras dan agama. Pluralitas
Indonesia dikemas dalam satu semboyan besar yang telah disepakati secara bersama yaitu
bhineka tunggal ika.
Persoalan pluralism di Indonesia khusunya dalam bidang agama telah menimbulkan
banyak konflik di berbagai daerah. Pluralisme tidak semata menunjuk pada kenyataan tentang
adanya kemajemukan. Pluralisme agama dan budaya dapat dijumpai dimana saja. Pluralisme
agama merupakan tiap pemeluk agama dituntut bukan saja mengakui keberadaan dan hak agama
lain, tapi terlibat dalam usaha untuk memahami perbedaan dan persamaan yang ada guna
terciptanya suatu kerukunan.
Rumah ibadah di Indonesia tidak hanya sebagai symbol keagamaan, tetapi juga sebagai
perwujudan keyakinan bagi setiap umat pemeluk agama tersebut. Keberadaan rumah ibadah
seringkali menimbulkan presepsi tentang aspek kehidupan sosial dan politik. Keberadaan rumah
ibadah dapat menimbulkan keresahan masyarakat pada waktu dan konteks tertentu. Kecemasan
yang muncul jika dibiarkan maka akan menimbulkan masalah dan konflik.
Minimnya jumlah pemeluk agama tertentu di suatu wilayah nyatanya berdampak pada
kesulitan pendirian rumah ibadah. Hal ini turut dikondisikan peraturan terkait tata cara pendirian
rumah ibadah yang tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam
Negeri No.9 dan No.8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil
Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan
Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.
Pasal 14 ayat 1 peraturan tersebut disebutkan bahwa pendirian rumah ibadat harus
memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan Gedung. Pada ayat kedua
dijelaskan mengenai beberapa persyaratan khusus dalam pembangunan rumah ibadah. Pertama,
daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadah harus paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh
pejabat setempat. Kedua, dukungan masyarakat setempat paling sedikit harus berjumlah 60
orang yang disahkan oleh lurah atau kepala desa. Selain itu, harus ada pula rekomendasi tertulis
dari kepala kantor departemen agama kabupaten/kota. Yang terakhir, rekomendasi tertulis dari
FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) kabupaten/kota.
Apabila terdapat rumah ibadah yang memiliki IMB namun harus dipindahkan karena
perubahan rencana tata ruang wilayah, pemerintah daerah akan memfasilitasi penyediaan lokasi
baru. Konflik yang terjadi akibat pendirian rumah ibadah harus diselesaikan secara musyawarah
oleh masyarakat setempat. Jika tidak menemui sebuah hasil, maka akan dilakukan penyelesaian
oleh bupati/walikota secara adil dan tidak memihak dengan mempertimbangkan pendapat
FKUB. Apabila belum selesai, maka akan dilaksanakan melalui pengadilan setempat.
Banyak persoalan dan konflik yang terjadi mengenai pendirian rumah ibadah,
bedasarkan beberapa kejadian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan regulasi pendirian
rumah ibadah masih belum bisa berjalan dengan baik. Masih banyak umat beragama dari
kalangan minoritas di suatu daerah yang kesulitan dalam mendapatkan akses beribadah dengan
aman dan nyaman. Padahal, kebebasan memeluk agama dan beribadah menurut agama dijamin
dalam UUD 1945.
Referensi :
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38178/2/BISRIL%20HADI-
FU.pdf
https://tirto.id/problem-umat-agama-minoritas-susah-mendirikan-rumah-ibadah-dJeE
https://berita.99.co/rumah-ibadah/
https://media.neliti.com/media/publications/40367-EN-pendirian-rumah-ibadat-menurut-
peraturan-bersama-menteri-agama-dan-menteri-dalam.pdf
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/26/01150051/pendirian-rumah-ibadah-
menurut-skb-2-menteri

Anda mungkin juga menyukai