Abstraks
FKUB merupakan salah satu forum yang berada dibawah naungan
kementerian agama yang berperan sebagai mediator dan penyelaras serta
memfasilitasi masyarakat dalam hal keberagaman agama baik setingkat kota
maupun provinsi. Pekanbaru salah satu kota besar yang terdapat di pulai
Sumatera yang penduduknya sangat heterogen suku, ras dan agama. Dalam
hal agama sangat berpotensi adanya konflik yang dipicu oleh pendirian sarana
prasarana rumah ibadah seperti pendirian rumah ibadah yang tidak ada izin,
ketidaknyamanan warga sekitar terhadap keberadaan rumah ibadah sehingga
mencitakan ketidakharmonisan antar pemeluk agama. Dalam hal ini eksistensi
FKUB dituntut untuk bisa berperan secara optimal dalam menciptakan
toleransi kehidupan yang harmonis di kota Pekanbaru.
dan berkembang. Setiap umat bergama Bersama Menteri Agama dan Menteri
berhak menyiarkan agama dan Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8
mendirikan rumah ibadah. Tetapi kalau Tahun 2006 tentang Pedoman
tidak ada aturanmya atau ada aturan Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil
tetapi dilanggar, maka terjadi benturan Kepala Daerah dalam Pemeliharaan
atau konflik antar umat beragama itu Kerukunan Umat Beragama, Pember-
sendiri. dayaan Forum Kerukunan Umat
Keberagaman yang ada tersebut Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.
menciptakan polarisasi dalam pengelom- Melihat uraian di atas maka perlu
pokan atau kelas sosial masyarakat. adanya kebijakan dari pemerintah daerah
Beragamnya jenis suku, ras dan agama yang dapat dijadikan acuan bagi
maka tidak terhindarkan munculnya masyarakat dalam mewujudkan toleransi
problem sosial terutama kaitannya dalam kehidupan beragama di Kota Pekanbaru
kehidupan beragama. Kondisi kota yang yakni dengan melakukan optimalisasi
sedang berkembang tidak terhindarkan peran FKUB.
banyaknya potensi konflik yang terjadi.
Tidak jarang terjadi perselisihan di Pembahasan.
masyarakat yang mengetengahkan isu Pendirian FKUB Kota Pekanbaru.
atau symbol agama seperti pendirian Berdasarkan Peraturan Gubernur
rumah ibadah. Permasalahan itu muncul Riau Nomor 28 tahun 2007 tentang
antara lain adanya pendirian rumah organisasi dan tata kerja Forum
ibadah yang tidak mempunyai izin, Kerukunan Umat Beragama (FKUB)
penggunaan fasilitas umum sebagai provinsi Riau maka terbentuklah FKUB
tempat ibadah, dan munculnya protes Kota Pekanbar u dengan susunan
warga terhadap keberadaan suatu rumah pengurus sebagai berikut ;
ibadah. Pembina : Walikota Pekanbaru
Dengan menyadari adanya titik temu Wakil Pembina : Kapoltabes, Dandim
tersebut, maka hubungan antar anggota 0301, Sekko
Pengurus FKUB akan lebih solid dan Ketua : Ismardi Ilyas, MA
kompak untuk mengemban fungsi Sekretaris : Drs. H. Dahlan Jamil,
utamanya, yaitu membangun, MA
memelihara, dan memberdayakan umat Wakil Sekretaris : Lukal Debataraja, SH
beragama guna mewujudkan kerukunan
dan kesejahteraan bersama. Wakil Ketua :
Salah satu kebijakan penting yang 1. Drs. M. Nur Anan Domo, M. Ag
ditetapkan Pemerintah pada tahun 2006 2. Sitorus, M. Div
terkait dengan masalah kehidupan
beragama adalah penerbitan Peraturan Anggota
partai. Ini penting ditegaskan, mengingat maupun hifdh al-nafs). Di sinilah FKUB
cara pandang aktivis partai dan cara perlu kehati-hatian dalam memberikan
pandang pegiat kerukunan umat sejati rekomendasi pada pemerintah. Jika
seringkali berbeda. Dan dalam konteks rekomendasinya salah, alih-alih
kerukunan, yang dibutuhkan adalah cara memunculkan keuntungan, yang muncul
pandang kemaslahatan umat, bukan justru kerugian.
selainnya. Kalaupun kepengurusan Kelima, sebagai “wasit” di arena rawan
FKUB dijabat oleh aktivis partai, maka konflik, FKUB haruslah solid internal dan
harus bisa dipastikan cara pandang solid eksternal. Secara eksternal, FKUB
mereka murni untuk kepentingan umat, wajib membanguan jejaring sosial dan
tanpa diiringi bias-bias partai. keagamaan secara luas dengan instansi
Ketiga, sesuai mandatnya, kepengurusan dan majlis-majlis agama, ormas-ormas
FKUB dijabat berdasarkan keterwakilan keagamaan serta pihak-pihak terkait
jumlah pemeluk agama. Jika cara pandang lainnya. Harapannya, persoalan apapun
mereka masih binner, tak mustahil konflik yang dihadapi bisa dilihat dan dibaca dari
yang terjadi diselesaikan secara tidak berbagai sudut pandang. Dengan
seimbang, apalagi jika itu menyangkut kekomprehensifan cara pandang ini,
kepentingan kelompok mayoritas. Baik persoalan bisa diselesaikan dengan
yang mayoritas maupun yang minoritas, menghadirkan keuntungan bagi semua
seharusnya tetap memegang orientasi pihak.
kepentingan bersama, bukan kepentingan Keenam, independensi pengurus
kelompoknya. FKUB. Karena FKUB berdiri di atas
Keempat, diantara mandat FKUB semua golongan, tanpa memihak
adalah “menyalurkan aspirasi ormas golongan manapun, maka sudah
keagamaan dan masyarakat dalam bentuk seharusnya ia berdiri di tengah-tengah;
rekomendasi sebagai bahan kebijakan tidak terpengaruh oleh angin yang
gubernur/bupati/wali kota” (Pasal 9 ayat berhembus dari arah manapun. Termasuk
(1) point c dan ayat (2) point c). Ini juga, keputusan yang dihasilkan haruslah
artinya, kebijakan pemerintah, baik independen, bukan karena terpengaruh
propinsi maupun kabupaten/kota oleh pihak-pihak tertentu yang
tentang kerukunan umat beragama, berkepentingan. FKUB harus menjadi
sangat tergantung pada rekomendasi petarung keadilan yang sesungguhnya.
FKUB. Dari titik ini, FKUB jelas Ketujuh, proaktif-antisipatif. Seringkali
memainkan peranan sangat penting, yang muncul kelakar, program yang
karenanya, rekomendasi yang diterbitkan diselenggarakan FKUB itu by proyek
untuk menjadi dasar kebijakan harus yang belaka, sehingga ia lebih cenderung pasif
berlandaskan kemaslahatan (baik hifdh al- dan menunggu isu yang masuk dari luar.
din, hifdh al-’aql, hifdh al-nasl, hifdh al-mal Sebagai lembaga yang memiliki peran