Anda di halaman 1dari 9

PERANAN FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DALAM

MEMELIHARA DAN MEMANTAPKAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA


DI KABUPATEN TABANAN
Oleh :

Drs. Anak Agung Gede Oka Wisnumurti, M.Si.

A. Pendahuluan

Beragama adalah hak yang paling hakiki bagi setiap


orang; oleh karenanya memeluk agama merupakan
pengajawantahan dari keyakinan akan adanya Tuhan
sebagai pencipta alam semesta sebagai sangkan paraning
dumadi. Negara sebagai wadah dan memiliki kekuasaan
untuk

mengatur wilayah beserta isinya berkewajiban untuk memberikan


perlindungan dan memfasilitasi setiap proses dan aktifitas keberagamaan.

Indonesia sebagai Negara yang religius memberikan tempat yang sangat


terhormat akan keberagamaan warga negaranya, bahkan memberikan
pengakuan akan adanya agama-agama yang hidup dan berkembang di
Indonesia.

Fenomena ini merupakan realitas yang tak terbantahkan bahwa bangsa


Indonesia adalah bangsa yang majemuk, memiliki keaneka ragaman Suku,
Agama, Ras dan Antar-golongan, yang berbeda-beda tetapi tetap satu
sebagaimana somboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.

Terminologi ini telah memberikan pemaknaan akan realitas sosial yang ada
dan terjadi terhadap bangsa ini, disatu sisi adanya kesadaran akan
perbedaan dan disisi yang lain perlunya persatuan dan kesatuan.

Bagaimana menempatkan keduanya itu dalam porsi dan proporsinya, inilah


yang perlu secara terus menerus diaktualisasi sesuai dengan desa, kala dan
patra.

Aktualisasi dimaksud didasarkan atas kesadaran kolektif bahwa kehidupan


itu dinamis sehingga tantangan dan hambatan yang terjadipun bersifat
dinamis sesuai dengan jiwa jaman.
Dalam konteks inilah diperlukan wadah atau tempat dimana perbedaan-
perbedaan yang ada dipertemukan, dikomunikasikan dipersatukan tanpa
harus saling meniadakan satu dengan yang lainnya.

Disinilah makna Bineka Tunggal Ika sebagai suatu kesadaran kultural


diaplikasikan, diaktualisasikan dan diimplementasikan dalam kehidupan.

Adanya pemaknaan tunggal atas kebenaran, dominasi, hegemoni terhadap


yang lain sering berimplikasi pada rasa ketidak-adilan dan ketidak-setaraan
yang membawa sentimen kelompok yang semakin mengkristal.

Apabila hal ini semakin tersedimentasi ini merupakan pertanda ketegangan


sosial terjadi dan muaranya dapat menimbulkan konflik.

Apabila konflik yang terjadi dibungkus dengan label agama, maka yang
terjadi adalah kita akan tahu kapan konflik itu terjadi namun tidak akan
pernah tahun kapan akan berakhir.

B. Forum Kerukunan Umat Beragama

Menyadari akan realitas multi-kultural yang ada dan belajar dari


pengalaman sejarah masa lalu serta berbagai kejadian di beberapa daerah,
maka wadah kerjasama yang kemudian dikukuhkan berdasarkan Keputusan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 09 dan Nomor 08
tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah / Wakil
Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama,
Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah
Ibadat, menjadi sangat penting untuk direalisasikan di daerah, dalam bentuk
Forum Kerukunan umat Beragama atau FKUB.

Jauh sebelum FKUB ini dibentuk secara formal melalui Keputusan Bersama
Menteri Agama dan Mentri Dalam Negeri, kita di Bali patut berbangga
karena pada tahun 1998 ketika masa reformasi, para pemuka agama,
tokoh-tokoh agama dari berbagai agama di Bali telah memikirkan hal ini.

Ketika itu, Pertemuan para tokoh Agama di Bedugul diantaranya Ketut


Suda Sugira, I. Dewa Ngurah Swasta,S.H., A. A. G. Oka Wisnumurti,
Putu Alit Bagiasna (Unsur Hindu), H. Hasan Ali, H. Sunhaji Rofii, H.
Roihan (unsur Islam) Pdt. I. Wayan Mastra, Pdt. J. Waworuntu, Prof.
Aron Meko Bete, Hendra Suharlin dan tokoh-tokoh lainnya; bersepakat
untuk membentuk Forum Kerukunan Antar Umat Beragama di Bali
yang kemudian disingkat FKAUB.
Hal ini didasarkan pada situasi kritis ketika itu masa reformasi dan
menjelang pemilu 1999, dimana agama sangat rentan dijadikan alat
politik praktis dan apabila kemasan itu bermuara pada konflik, tidak
tertutup kemungkinan akan menjadi kemasan konflik “agama”.

Forum ini ketika itu sangat berperan besar untuk ikut menjaga dan men-
sosialisasikan kerukunan antar umat beragama melalui konsep menyama
braya sehingga tidak terjebak pada “tunggangan” politik praktis.

Terbentuknya FKAUB ketika itu adalah murni dari aspirasi dan kehendak
bersama para tokoh-tokoh agama yang didasarkan atas keprihatinan dan
rasa tanggung-jawab dengan kesadaran kolektif yang terbangun
memandang perlu adanya Forum bersama sebagai wadah untuk
berkomunikasi, berinteraksi dan saling bertukar pikiran dan pengalaman
satu dengan yang lainnya.

Berbagai persoalan yang mengarah pada konflik antar umat beragama telah
dapat selesaikan dengan cara-cara yang beragama.

Bahkan FKAUB telah dapat menyebarkan semangat kerukunan ini ke


Yogyakarta, Jawa Timur, dan NTB.

Kini dengan Keputusan Bersama ini Forum Kerukunan Umat Beragama


sudah harus ada di setiap daerah Provinsi dan Kabupaten / Kota dengan
dikukuhkan SK. Gubernur dan Bupati / Walikota.

Kita patut bersyukur hal ini sudah terealisasi di Kabupaten Tabanan.

Diharapkan melalui pengukuhan ini FKUB semakin memiliki legitimasi


sehingga dapat semakin kuat dan solid, dalam berkiprah untuk menjaga,
memelihara dan mengembangkan kerukunan diantara umat beragama.

C. Peranan FKUB

Sebagai organisasi kemasyarakatan yang berbasis pada pemuliaan nilai-nilai


agama, FKUB memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis dalam
berperan serta membangun daerah masing-masing ditengah krisis
multidimensional yang tengah terjadi.

Disadari bahwa krisiss multi-dimensional telah membawa dampak yang


bersifat multi-dimensional pula. Krisis ekonomi, politik dan moral,
berimplikasi pada ketegangan sosial, stress sosial, merenggangnya kohesi
sosial bahkan frustasi sosial, begitupun terhadap dekadensi moral.

Fonomena ini secara psikologis dan sosiologis berpengaruh terhadap sikap


dan prilaku sosial dikalangan umat beragama.

Terjadinya konflik sosial, meningkatnya angka bunuh diri, merajalelanya


korupsi merupakan persoalan serius yang harus dicarikan solusinya.

Peran tokoh agama yang diharapkan dapat memberikan pencerdasan


spiritual menjadi sangat penting.

Untuk itu ada dua peran yang paralel yang dapat dilakukan oleh Forum
Kerukunan Umat Beragama:

1. Forum hendaknya dapat menjadi jembatan penghubung di-internal


umat masing-masing.

Artinya, masing-masing agama secara vertical memiliki keyakinan,


cara, etika, susila yang dimiliki dan bersifat hakiki.

Hal ini merupakan pembeda antara agama yang satu dengan yang
lainnya yang harus dihormati.

Oleh karena itu FKUB melalui perwakilan dimasing-masing agama


harus dapat menularkan kerukunan di-internal umat, dan menjaga
aspek sakralisasi pelaksanaan tradisi keberagamaan masing-masing
dengan tetap berpegang pada kaidah agama.

2. Secara horizontal, disamping intern, maka dalam perspektif sosiologi


agama, hubungan yang bersifat sosial dengan umat beragama lainnya
perlu dijaga dan dikembangkan.

Dalam konteks inilah FKUB dapat menjalankan peran dan fungsinya


sebagai:

1. Sebagai wahana komunikasi, interaksi antara satu dengan yang


lainnya dalam memberikan informasi terhadap tafsir agama
masing-masing, sehingga tercipta suasana saling memahami
dan saling menghormati ;

2. Sebagai wahana mediasi setiap persoalan yang mengarah pada


terjadinya konflik baik yang bersifat laten maupun manifest ;
3. Sebagai media harmonisasi hubungan satu dengan yang lain
dalam meng-komunikasi-kan pelaksanaan kegiatan-kegiatan
keagamaan ;

4. Melakukan sosialisasi kepada masing-masing umat beragama;


agar dalam kehidupan sosial tidak bersifat eksklusif sehingga
dapat terbangun kohesi sosial dikalangan umat beragama ;

5. Membantu pemerintah daerah dalam men-sukseskan program-


program pembangunan ;

6. Bersama-sama pemerintah dan aparat kemanan ikut menjaga


iklim sosial dan politik yang kondusif ; dan

7. Tentunya banyak hal lagi yang dapat dikerjakan dengan selalu


bersinergi dengan kekuatan-kekuatan sosial yang ada di daerah.

D. Penutup

Demikian makalah singkat ini disampaikan sebagai pancingan untuk


dikembangkan lagi dalan focus group discussion ini.

SUMBER:
http://www.yayasankorpribali.org/artikel-dan-berita/63-peranan-forum-kerukunan-umat-beragama-dalam-
memelihara-dan-memantapkan-kerukunan-umat-beragama-di-kabupaten-tabanan.html
KUB, Menjaga Kerukunan Umat Beragama
Oleh
Kantor Kementerian Agama Kabupaten Magelang
-
25 Juli 2017

Mungkid – Keberadaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di daerah mempunyai


peran positif dan strategis dalam menjaga kerukunan umat beragama. Sebab pembentukan FKUB
bertujuan untuk memelihara dan mengembangkan kerukunan umat beragama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Hal tersebut disampaikan Kepala Kankemenag Kab. Magelang Kudaifah, saat memberikan
materi Peran Kementerian Agama dalam rangka Menciptakan Kerukunan Umat Beragama pada
Rakor Bakohumas Kabupaten Magelang di Ruang Rapat Bina Karya Setda Kab. Magelang,
Selasa (25/7).

Menurut Kudaifah, tanggung jawab dalam pembinaan kehidupan umat beragama tidak dapat
semata dipikulkan kepada pemerintah, tetapi umat beragama sendirilah yang pertama-tama dan
terutama harus memikul tanggung jawab itu.

“Pemerintah lebih banyak berperan sebagai kekuatan penunjang, dan memberikan kesempatan
agar pelaksanaan ibadah dan pengamalan agama dapat berjalan dengan tenang dan tenteram.
Dalam upaya menciptakan ketenangan dan ketertiban serta keamanan bagi masyarakat serta
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, pemerintah telah banyak mengeluarkan kebijakan
berupa Undang-undang, Perpres, Keputusan Bersama Menteri, KMA dan sebagainya,” kata
Kudaifah.

Kudaifah memaparkan bahwa pokok-pokok kebijaksanaan tentang kerukunan umat beragama


tersebut merupakan pedoman bagi setiap umat beragama dalam melaksanakan kegiatan
keagamaan. Dengan mempedomaninya, diharapkan akan mampu menghindarkan diri dari
perpecahan dan keretakan nasional serta terbina persatuan dan kesatuan bangsa.

Kudaifah menuturkan, pluralisme penduduk Kabupaten Magelang yang terdiri atas berbagai
suku, bahasa, adat istiadat dan agama merupakan masyarakat majemuk, tersebar di 21 kecamatan
dari perkotaan hingga pedesaan terpencil sangat rawan akan konflik.

“Pluralisme masyarakat Kabupaten Magelang sangat rawan dengan konflik. Baik konflik
horizontal maupun konflik vertikal. Maka pelaksanaan Tri Kerukunan umat beragama yaitu
kerukunan antar intern umat beragama, kerukuan antar umat beragama, dan kerukunan antar
umat beragama dengan pemerintah harus senantiasa diwujudkan,” lanjutnya.

Dalam rangka mewujudkan kerukunan umat beragama, Kudaifah menyampaikan bahwa


Kementerian Agama Kabupaten Magelang telah mengambil langkah-langkah strategis sebagai
berikut. 1). Menjalin sinergitas dengan Pemda dalam pemberdayaan KUB; 2). Melakukan dan
membudayakan silaturahmi pada perayaan hari besar keagamaan setiap agama; 3).
Meningkatkan peran dan fungsi FKUB kabupaten Magelang; 4). Menjalin kerjasama lintas
sektoral terkait KUB dengan Kesbangpol, POlres, Kejaksaan, dan lembaga lainnya; 5).
Melakukan sosialisasi undang-undang atau peraturan lain terkait kerukunan umat beragama, 6).
Memberikan bantuan operasional kepada FKUB, 7) Melaksanakan dialog pemuda lintas agama,
8). Melaksanakan orientasi peningkatan wawasan multicultural bagi guru Pendidikan Agama dan
Penyuluh Agama, 9). Bekerjasama dengan majelis-majelis agama lintas agama untuk materi
pendalaman pemahaman ajaran agama pada umatnya masing-masing.

“Mengingat keberadaan FKUB yang anggotanya terdiri atas pemeluk lintas agama, sangat
berperan dalam menjaga kerukunan, sangat diharapkan semua pihak senantiasa menyadari
kedudukan masing-masing sebagai komponen bangsa dalam menegakkan kehidupan berbangsa
dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,” harapnya. (m45k/Af)
Sekjen Kemenag Nur Syam saat berbicara dalam Rakornas FKUB 2017 di Jakarta (Kemenag)

JPP JAKARTA - Indonesia menghadapi tantangan kerukunan umat beragama ke depan


semakin kompleks. Selain faktor keagamaan itu sendiri, mulai dari perbedaan penafsiran,
penodaan, aliran hingga rumah ibadah, juga ada faktor-faktor non keagamaan, baik sosial,
ekonomi, juga politik.

"Apalagi, tahun 2018 dan 2019 adalah tahun politik. Indonesia akan menyelenggarakan
Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Presiden. Ini tentu harus menjadi perhatian bersama
dalam menjaga kerukunan warga bangsa,” terang Sekjen Kemenag Nur Syam saat menjadi
narasumber pada Rakornas Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Jakarta, Selasa
(28/11/2017).

Untuk itu, Nur Syam mengajak FKUB untuk berbagi peran dengan Kementerian Agama dalam
menjaga kerukunan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menurut Nur Syam, ada sejumlah peran yang bisa dilakukan oleh FKUB, antara lain:
memelihara dan memperkuat prinsip kerukunan di tengah-tengah masyarakat, membangun
harmoni sosial, menciptakan situasi kehidupan keagamaan yang kondusif, serta mengeksplorasi
nilai-nilai kemanusiaan dari teologi masing-masing agama.

"FKUB juga dapat berperan dalam pendalaman nilai spiritual yang implementatif, menjauhkan
rasa saling curiga antar pemeluk agama, serta meningkatkan pemahaman umat bahwa perbedaan
adalah keniscayaan," ulas Sekjen Kemenag.

Sementara Kemenag, lanjut Nur Syam, akan terus melakukan sosialisasi regulasi, kebijakan dan
program terkait kerukunan umat beragama. Kemenag juga akan lebih intensif dalam melakukan
dialog dengan para aktor kerukunan, muali dari (tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat,
tokoh pemuda, tokoh perempuan, hingga akademisi dan insan pers.

"Koordinasi dengan majelis-majelis agama dan lintas kementerian/lembaga terkait juga akan
kami perankan secara optimal dalam waktu-waktu mendatang," ujarnya.

Di samping itu, Kementerian Agama juga akan terus membangun jaringan dengan
lembaga/organisasi/LSM yang memiliki concern terhadap program kerukunan. Kemenag juga
akan memberdayakan peran tokoh agama dan FKUB, baik melalui kebijakan maupun dukungan
anggaran.

"Kami berusaha mengalokasikan dana operasional bagi FKUB di 34 Provinsi dan 514 Kab/Kota.
Juga akan melakukan pembangunan kantor sekretariat FKUB," katanya.

“Berbagi peran antara FKUB dan Kemenag penting dalam rangka mendorong sikap-sikap
keberagamaan umat beragama yang menjunjung tinggi toleransi, moderasi dan infklusif,”
tandasnya.
Rakornas FKUB dan Silatnas Tokoh Agama diselenggarakan di Jakarta, pada 27 - 29 November
2017. Acara ini dihadiri 372 peserta yang terdiri dari perwakilan kabupaten/kota, ketua dan
sekretaris FKUB tingkat provinsi se-Indonesia, Kasubbag Hukum dan KUB Kanwil Kemenag,
serta representasi dari 6 agama. (agm)

Anda mungkin juga menyukai