OLEH:
MOHAMMAD RIF’AN ASOFIK
NPM 22202012004
Pembimbing I,
Pembimbing II,
NIDN:
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
saling membutuhkan satu sama lain, dan hal ini menjadi keyakinan semua
ajaran agama yang ada di Indonesia. Relasi yang terjalin antar umat beragam di
Indonesia mustahil untuk dipungkiri. Baik itu yang terjadi dalam circle
Komunikasi yang terjalin kemudian berlanjut menjadi hubungan baik dan tidak
agama kepercayaan yang tidak tunggal namun beragam (plural). Seperti agama
Kemajemukan agama pada satu sisi merupakan modal kekayaan budaya karena
dengan adanya pluralitas agama dapat menjadi sumber inspirasi, akan tetapi
1
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 1
2
Julita Lestari, Pluralisme Agama di Indonesia: Tantangan dan Peluang Bagi Keutuhan
Bangsa. Jurnal Al-Adyan Jurnal Of Religious Studies,2020), hlm. 30
1
jika kesadaran masyarakat masih minimalis dalam memahami keberagaman
justru akan menimbulkan konflik sosial. Terutama jika kemajemukan itu tidak
bisa dikelola, disikapi dengan dewasa, dan diantara sesama pemeluk agama
sektarianisme. Oleh karena itu para Founding Father NKRI memiliki semboyan
“Bhineka Tunggal Ika” yaitu meskipun masyarakat Indonesia plural tapi tetap
dipedomani agar tercipta sinergi positif dari pluralitas agama yang nantinya
dipungkiri bahwa hal itu terjadi. Tak jarang hal seperti ini justru menimbulkan
3
Abdul Jamil Wahab, Monografi Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, (Jakarta:
Litbangdiklat Press, 2019), hlm. 1
4
Sulistyowati Irianto, Pluralisme Hukum Waris dan Keadilan Perempuan, (Yayasan
Pustaka Obor Indonosia, 2016),hlm. 21
2
problematika tentang perkawinan beda agama masih menjadi salah satu isu
bahwa praktik perkawinan beda agama merupakan suatu hal yang masih
dianggap tabu untuk dilakukan, tanpa melihat sisi positif yang dapat
Perkawinan Beda Agama bukanlah suatu fenomena yang baru, sebab sejak
zaman Nabi Muhammad Saw, atau bahkan sejak pra Islam pelaksanaan
antara putri Rasul Muhammad Saw, yaitu Syaidatinah Zainab dan Abul Ash
bin Rabi’ yang mana Abul Ash bin Rabi’ pada saat itu merupakan orang non-
Muslim. Bahkan juga ada beberapa sahabat yang telah melakukan perkawinan
beda agama baik itu dengan perempuan Musyrik,5 Yahudi atau pun Nasrani.6
Misalnya, Utsman ibn ‘Affan, Thalhah ibn Abdullah, Khudzaifah ibn Yaman,
dan Sa’ad ibn Abi Waqas. Nabi juga mempunyai budak perempuan Kristen
Koptik bernama Maria al-Qitbiyah. Dari perempuan ini Nabi punya anak laki-
laki yaitu Ibrahim. Hal demikian juga dilakukan oleh beberapa tabi’in dan
5
Ibn Ashir, Al-Kamil Fi at-Tarikh, Jilid II , (Bairut: Dar al-Fikr, 1975), hlm. 206
6
Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islamy Wa Adillatuhu, Jilid II, (Bairut: Dar al-Fikr, 2008),
hlm.153
3
Kitab. Maka dengan demikian dalam perspektif sejarah perkawinan beda
yang ada di Indonesia juga menjadi kajian yang menarik untuk di elaborasi.
pendapat diantara para ulama. Akan tetapi mayoritas ulama (jumhur al-ulama)
Muslim dengan perempuan kitábiyyah berdasarkan teks atau pun konteks al-
Qur’an pada surat al-Ma’idah ayat 5.8 Sedangkan terkait dengan hukum
Sementara itu terkait dengan terminologi dan ruang lingkup diksi Ahl-Al-
Kitab yang kemudian menjadikan dampak pada silang pendapat tentang hukum
dengan Yahudi dan Nasrani saja, sebab dalam perspektif para ahli
7
As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Jilid II, (Kairo: Dar al Fath lil Alamiy Arabiy 2009),
hlm. 215
8
Muhammad Amin Suma, Kawin Beda Agama Di Indonesia: Telaah Syariah dan
Qanuniah, (Ciputat Tangerang: Lentera Hati, 2015), hlm. 146
9
Zainuddin, Telaah Kritis Perkawinan Beda Agama Malalui Tafsir Maqasidi, (Jakarta:
Program Pascasarjana Institut PTIQ, 2021), hlm. 259-260
4
samawi. Meskipun ada ulama yang memiliki pendapat lain dalam memaknai
lain disampaikan oleh Rasyid Ridha yang merupakan murid dari Imam
Sabi’in, dan penyembah berhala di India, Cina dan sejenisnya adalah Ahl-Al-
(Tauhid) sampai saat ini, dan oleh karena itu hukumnya halal menikahi
menegaskan satu hal bahwa suatu dalil yang sama ketika dipahami oleh orang-
hukum yang berbeda. Oleh karena itu hukum perkawinan beda agama sampai
saat ini masih di perselisihkan oleh para ulama dan praktiknya pun cukup
10
Muhammad Amin Suma, Kawin Beda Agama Di Indonesia: Telaah Syariah dan
Qanuniah…, hlm. 147
11
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, vol. VI, (Beirut: Dar-Al Ma’arif, t.t.,),
hlm.193
5
beragam. Hal ini bisa dilihat dari refrensi lain yaitu tentang surat yang
أتزع ُم أهنا ِّ ": فكتب إليه عمر، تزوج حذيفة يهودية:عن شقيق قال
ُ ": فكتب إليه،"خل سبيلها
." ولكن أخاف أن تعاطوا املومسات منهن،" ال أزعم أهنا حرام: فقال،" حر ٌام فأخلي سبيلها؟
surat kepada Umar dan mempertanyakan sikap Umar itu seraya Hudzaifah
berpendapat seperti itu (bukan begitu maksud saya) Hudzaifah”, “Saya hanya
Ilustrasi lain juga bisa dilihat dari komentar yang disampaikan oleh Sayyid
12
Fakhr al-Din al-Razi, Mafatih al-Ghaib, Juz VI, (Beirut: Dar Iḥya’ al-Turath al-
’Arabiy, 1999) hlm. 63. Lihat juga dalam al-Mawsu’ah al-Fiqhiyyah al-Muyassarah, karya Husain
bin ‘Audah al-‘Awaisyah vol. VI, hal. 106 -107
13
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, vol. VI, hal. 195-196
6
Diskursus perkawinan beda agama akhir-akhir ini kembali mencuat ke
publik dan menjadi bahan diskusi yang menarik baik itu di circle akademik
atau pun masyarakat secara umum. Mensoal tentang perkawinan beda agama,
meskipun tema ini bukanlah isu yang baru namun tetap menarik untuk
dengan norma fundamental agama yang diakui di Indonesia, akan tetapi juga
agama, tentu saja hal itu membuka peluang diskusi yang akan terus berlanjut.
Misalnya jika dilihat dalam perspektif sosiologi hukum yang mana inti dari
kajian ilmu ini adalah mempelajari tentang hubungan timbal balik antara
hukum dengan gejala-gejala sosial yang dilakukan secara analitis dan empiris.14
adalah merupakan akibat dari terjadinya gradasi moral, moral yang selama ini
menjadi dasar dari terbentuknya hukum dimasyarakat sudah mulai luntur. Fakta
hukum yang terjadi bahwa perkawinan beda agama tersebut merupakan suatu
alasan, sebab selama ini dari pihak pemerintah yang merupakan pemangku
dalam permasalahan perkawinan beda agama. Hal ini terlihat dalam realitasnya
Kantor Urusan Agama akan tetapi dapat dilakukan di Kantor Catatan Sipil dan
perkawinan beda agama dianggap sah jika dilakukan di luar negeri. Hal ini
14
Amran Saudi, Sosiologi Hukum: Penegakan, Realitas dan Nilai Moralitas Hukum,
(Jakarta: Kencana, 2018), hlm. 3
7
tentunya menimbulkan interprestasi yang berbeda dan juga menimbulkan
yang diajukan oleh seorang Muslim dengan nama inisial RA yang berencana
(1) dan (2) Undang-Undang Dasar 1945 jo PP No. 9 1975 Tentang Pelaksanaan
15
Setiyowati, Hukum Perkawinan Beda Agama di Indonesia: Rekontruksi Peraturan
Perundang-undangan Berbasik Nilai Keadilan, (Malang: Setara Press, 2021), hlm. 9
16
Rafiqun Najib, Analisis Penetapan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby Terkait Legalitas
Kawin Beda Agama Perspektif Teori Hukum Progresif Satjipto Rahardjo, (Malang: Program
Magister Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah PascaSarjana UIN Malang, 2022), hlm. 82
8
alternatif melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan
Pengadilan Negeri”.17
Vonny Gani P dengan Andrianus Petrus Hendrik Nelwan. Kasus ini bermula
Andi Vonny ini merupakan seorang wanita beragama Islam dan Adrianus
perkawinan akan tetapi ditolak oleh KUA Kecamatan Tanah Abang, dan
beda agama. Pemohon tidak putus asa kegagalan ditingkat pertama tidak
17
Setiyowati, Hukum Perkawinan Beda Agama di Indonesia: Rekontruksi Peraturan
Perundang-undangan Berbasik Nilai Keadilan, hlm.6
18
Surat Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanah Abang No.K2/MJ-I/834/III/1986
tanggal 5 Maret 1986 dan Surat Kantor Catatan Sipil No.655/1.1755.4/cs/1986 Tanggal 5 Maret
1986.
9
MA melalui putusan Nomor 1400/K/Pdt/1986 tanggal 20 Januari 1989
Khusus Ibu Kota Jakarta agar supaya melangsungkan perkawinan antara Andi
Vonny Gani P. dengan Andrianus Petrus Hendrik Nelwan. Apa yang dilakukan
oleh pasangan Andi Vonny dan Andrianus Petrus tersebut sebatas mengurai
dari sudut hukum positif yang berlaku di Indonesia dan pastinya hal tersebut
pilihan yang ditempuh oleh pasangan yang akan melakukan perkawinan beda
agama.19
dikatakan bahwa hukum yang ada saat ini (UUP 1974) tidak sesuai dengan
Indonesia yang pluralis ini. Atau juga tidak menutup kemungkinan bahwa
hukum yang ada sudah tepat dan dapat diimplementasikan serta dikembangkan
lagi untuk dijadikan sebagai instrumen perubahan sosial yakni sebagai sarana
bagi perubahan sosial kemasyarakatan. Dalam hal ini hukum dapat tampil
19
Imron Rosyadi, Rekontruksi Epistimologi Hukum Keluarga Islam, (Jakarta:
Kencana,2022, ),hlm.209
10
kedepan memainkan perannya sebagai penunjuk arah dan memberi jalan bagi
terciptanya perubahan.20
bahwa NKRI ini adalah bangsa yang sangat pluralis, baik itu dalam segi
Agama, Budaya, Bahasa dan lainnya. Itu artinya peluang terjadinya perkawinan
Sebagaimana kasus yang pernah terjadi di tahun 1986 yang dikenal dengan
kasus Andi Vonny yang mana kasus ini justru terjadi pasca diberlakukannya
(ICRP) memberikan data bahwa sejak 2005 hingga bulan maret 2022 sudah ada
terhindar dari namanya problematika. Akan tetapi tidak adanya payung hukum
20
Roni Efendi, Perkawinan Beda Agama Dalam Paradigma Sosiologis Jurisprudence,
(Institut Agama Islam Negeri Batu Sangkar, Jurnal Hukum Islam, 2020), vol.5 No.01 Januari-Juni,
hlm.51
21
https://populis.id/read13644/jangan-kaget-ini-jumlah-pasangan-nikah-beda-agama-di-
indonesia?page= 1 diakses pada 20 Agustus 2023.
11
agama dan resistensi yang begitu besar juga dialami oleh mereka. Masalah lain
yang terasa rumit dirasakan oleh para pelaku perkawinan beda agama adalah
beragama ataupun sebagai suami istri serta kewajiban mereka sebagai orang tua
kepada anak-anaknya.
Itulah realita dari para pelaku perkawinan beda agama yang kendatipun
agama masih sangat menarik untuk dikaji dan di elaborasi lagi secara ilmiah.
Maka dalam penelitian ini, peneliti memilih tempat penelitian (locus) nya ada
beda agama.
Kawi bagian utara dan lereng kaki Gunung Panderman bagian selatan. Secara
Malang. Desa ini memiliki tiga Dusun yaitu Dusun Sempu, Dusun Krajan, dan
jumlah penduduk Desa Gadingkulon adalah 3.995 jiwa dengan rincian laki-laki
1.997 dan perempuan 1.998, dan jumlah penduduk demikian ini tergabung
dalam 1.258 KK. Terkait dengan pemeluk agama yang ada di Desa
12
perincian 1.952 laki-laki, dan 1.989 perempuan. Sedangkan jumlah pemeluk
beragama Hindu.22
22
Laporan Statistik Penduduk Berdasarkan Agama Desa Gadingkulon, Kecamatan Dau,
Kabupaten Malang. Tahun 2022
13
1.2 Fokus Penelitian
Berangkat dari latar belakang yang penulis jelaskan diatas, penulis tertarik
untuk mengkaji dan meneliti lebih lanjut tentang “Perkawinan Beda Agama
Hukum (Studi Kasus di Desa Gadingkulon Kec. Dau Kab. Malang )”. Guna
Sosiologi Hukum?
Kab. Malang ?
Kab. Malang.
14
maligai rumah tangga yang harmonis sebagai bentuk nyata harmonisasi
umat beragama.
ini.
beragama di Indonesia.
15
2. Memberikan wawasan dan pengalaman praktis di bidang penelitian
beragama.
1.5.2 Perspektif
Perspektif adalah sudut pandang, dalam konteks tesis ini sudut pandang
yang akan penulis gunakan yaitu sudut pandang hukum Islam dan
umat beragama.
Indonesia.
16
1.5.4 Sosiologi Hukum
1.5.5 Harmonisasi
Harmonisasi jika dilihat secara ontologis berasal dari kata harmoni yang
Kata umat beragama berasal dari dua suku kata, yakni umat dan
memeluk agama.
17
BAB II
KAJIAN TEORI
penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya antara lain
adalah:
Islam)”.23
yaitu, perkawinan beda agama dalam arti ahli kitab, karena ahli kitab
senilai dengan harta dan tidak mempunyai hak pilih kecuali harus tunduk
dan patuh terhadap apa yang diinginkan oleh tuannya. Perkawinan beda
23
M. Thahir Maloko, Nilai Kemanusiaan dalam Perkawinan (Telaah atas Perkawinan
Beda Agama Menurut Hukum Islam), (Makassar: Disertasi Pascasarjana Universitas Islam Negeri
Alauddin, 2015).
18
kesamaan dalam berumah tangga yang dapat menciptakan relasi baik yang
24
Moh. Zeinnudin, Rekonstruksi Hukum Perkawinan Beda Agama di Indonesia Berbasis
Keadilan Bermartabat, (Semarang: Disertasi Pascasarjana Universitas Islam Sultan Agung, 2019).
19
2.1.3 Tesis Buhari Pamilangan yang dengan judul “Implikasi Perkawinan Beda
Toraja”.25
sosiologis kultural.
adalah pengetahuan tentang agama masih minim, perasaan suka dan cinta
25
Buhari Pamilangan, Implikasi Perkawinan Beda Agama Perspektif Hukum Islam di
Kec. Sangalla Selatan Kab.Tana Toraja, (Palopo: Program Pasca Sarjana Insitut Agama Islam
Negeri Palopo, 2022).
20
2.1.4 Tesis Oktafiani Palufi Katry dengan judul “Pernikahan Beda Agama
tahun 2018.26
agama yang idealnya terlarang dari segi hukum agama dan hukum negara.
perkawinan beda agama. Sedangkan teori yang digunakan dalam tesis ini
adalah teori sosial dengan analisis sosiologi terkait dengan mengapa para
situasi tertentu.
26
Oktafiani Palufi Katry, Pernikahan Beda Agama Dalam Masyarakat Kota Palu (Analisis
Sosiologis), Tesis diterbitkan (Palu: Program Pasca Sarjana Insitut Agama Islam Negeri, 2018)
21
terjadinya pernikahan beda agama adalah faktor pendidikan agama yang
ekonomi.
2.1.5 Artikel Muhammad Ilham dalam Jurnal Taqnin dengan judul “Nikah Beda
Artikel ini membahas tentang nikah beda agama yang ditinjau dari
segi hukum Islam dan hukum nasional. Hasil dari penelitian ini adalah
tentang larangan perkawinan beda agama. Begitu juga dalam KHI Pasal 40
2.1.6 Artikel Ken Ismi Rozana yang berjudul “Fikih Perkawinan Beda Agama
Jember”.28
baik itu dalam perspektif hukum Islam, dan hukum Indonesia. Sedangkan
perkawinan beda agama di Kota Jember. Hasil penelitian artikel ini adalah
27
Muhammad Ilham, Nikah Beda Agama dalam Kajian Hukum Islam dan Tatanan Hukum
Nasional, TAQNIN: Jurnal Syariah dan Hukum, Vol. 2, No. 1 Januari 2020, 43-58
28
Ken Ismi Rozana, Fikih Perkawinan Beda Agama Sebagai Upaya Harmonisasi
Agama: Studi Perkawinan Beda Agama di Jember, Fikrah: Jurnal Ilmu Akidah dan Studi
Keagamaan, Vol. 2, No. 1, 2016
22
misalnya tentang sikap toleransi dan saling menghargai menjadi kunci
Tabel 1.1
23
menggunakan
metode kualitatif
dengan pendekatan
fenomenologis
3. BuhariPamilangan/ Implikasi Persamaanya Perbedaannya adalah
Program Pasca Perkawinan adalah Sama- penelitian ini
Sarjana Insitut Beda Agama sama menggunakan jenis
Agama Islam Perspektif mengkaji penelitian kualitatif
Negeri Palopo/ Hukum Islam tentang deskriptif dengan
2022 di Kec. Perkawinan menggunakan
Sangalla Beda Agama pendekatan teologis,
Selatan Serta Sama- yuridis, historis dan
Kab.Tana sama studi sosiologis kultural,
Toraja kasus sedangkan
penelitian yang
ingin peneliti
lakukan adalah
menggunakan jenis
penelitian
menggunakan Field
Research (Studi
Kasus)
menggunakan
metode kualitatif
dengan pendekatan
fenomenologis
2 Oktafiani Palufi Pernikahan Persamaanya Lebih spesifik
Katry/Program Beda Agama adalah Sama- mengkaji tentang
Pasca Sarjana Dalam Sama Perkawinan Beda
Insitut Agama Masyarakat mengkaji Agama prespektif
Islam Negeri/ 2018 Kota Palu tentang Sosiologis sedangkan
(Analisis Perkawinan penelitian yang
Sosiologis) Beda Agama ingin peneliti
Serta sama- lakukan adalah
sama studi menggunakan jenis
kasus penelitian
menggunakan Field
Research dan
menggunakan
perspektif hukum
Islam serta
sosiologi hukum
24
1 Januari /2020 Tatanan Beda Agama hukum Islam dan
Hukum tatanan hukum
Nasional Nasional
25
2.2 Landasan Teori
Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor
tidak mengatur perkawinan beda agama sehingga tidak ada ruang bagi
(ayat 2)”, artinya secara tegas disebutkan bahwa tidak ada, atau tidak sah,
dan kepercayaannya.30
hanya dalam hubungan perdata.31 Dan dalam pasal 81 KUH Perdata juga
29
Setiyowati, Hukum Perkawinan di Indonesia: Rekontruksi Peraturan Undang-Undang
Berbasis Nilai Keadilan, (Malang:Setara Press, 2021), hlm. 3
30
Ibid.
31
KUH Perdata Pasal 26 Tentang Perkawinan.
26
dikatakan bahwa tidak ada upacara keagamaan yang boleh
bukan demikian, sebab yang dimaksud dengan perkawinan beda agama itu
32
KUH Perdata Pasal 81 Tentang Perkawinan.
33
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 40
34
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Pasal 57.
27
Pengertian Perkawinan beda agama adalah akad perkawinan yang
dilakukan oleh pasangan (calon suami dan calon istri) yang berbeda
bukanlah suatu fenomena yang baru, sebab jika dilihat dalam tinjaun Islam
sejak zaman Nabi Muhammad Saw, atau bahkan sejak pra Islam
Zainab dengan Abul Ash bin Rabi’. Yang mana Abul Ash bin Rabi’ ini
merupakan musuh Nabi dalam Perang Badar dan Perang Uhud, dan
selama enam tahun Abul Ash bin Rabi’ mengikuti agama lamanya untuk
ada beberapa sahabat yang telah melakukan perkawinan beda agama baik
35
Muhammad Amin Suma, Kawin Beda Agama di Indonesia: Telaah Syariah dan
Qanuniah, (Ciputat: Lentera Hati, 2015), hlm. 136
36
Faqihuddin Abdul Kodir, Relasi Mubadalah Muslim Dengan Umat Berbeda Agama:
Inspirasi Teladan Nabi Muhammad Saw, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2022), hlm. 30
28
Misalnya, Utsman ibn ‘Affan, Thalhah ibn Abdullah, Khudzaifah
ibn Yaman, dan Sa’ad ibn Abi Waqas. Nabi juga mempunyai budak
ini Nabi punya anak laki-laki yaitu Ibrahim. Hal demikian juga dilakukan
sejarah perkawinan beda agama sudah dilangsungkan oleh umat Islam dari
generasi ke generasi.37
Qur’an.38 Yaitu:
Perkawinan ini dapat terlihat pada perkawinan antara Nabi Nuh dan
Nabi Luth yang keduanya memiliki istri, kafir, fasik, dan munafik.
Yang mana Fir’aun tidak hanya kafir, akan tetapi juga orang yang
37
As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Jilid II, (Kairo: Dar al Fathm 1990), hlm. 215
38
Muhammad Amin Suma, Kawin Beda Agma di Indonesia Telaah Syariah dan Qanuniah,
(Tangerang: Lentera Hati, 2015), hlm. 97
29
4) Perkawinan antar sesama Muslim yaitu perkawinan yang paling ideal
yang disyariatkan oleh Nabi Muhammad Saw. dan para ulama salafus
shalih.
pada zaman invasi kota Kufah bersama Sa’ad bin Abi Waqqash”.
sejarah sudah terjadi sejak masa Kerajaan Majapait yaitu perkawinan yang
yang beragama Islam.39 Hal yang sama juga dilakukan oleh Rakai Pikatan
lain tentang praktik perkawinan beda agama yang dalam hemat penulis
39
Agus Sunyoto, Sunan Ampel Raja Surabaya, (Surabaya: Diantama, 2004), hlm.45
30
sejarah perkawinan beda agama adalah kasus perkawinan beda agama
yang paling menyita perhatian publik di Indonesia terjadi pada tahun 1986
Istilah harmonisasi dalam diskursus ini berasal dari kata harmoni yang
dalam istilah bahasa Yunani disebut harmonia, yaitu terikat secara serasi
sebagai makhluk sosial sejatinya dituntut untuk hidup secara damai dan
masyarakat.
berlaku.42 Sedangkan secara etimologis kata umat beragama berasal dari dua
40
https://www.hukumonline.com/berita/a/kisah-kawin-beda-agama--menantang-arus-dan-
problematik-klasik-lt64746ef01ec5f/?page=5 . diakses pada 28 Agustus 2023.
41
Departemen Pendidikan Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ( Jakarta:
Balai Pustaka , 2018). hlm. 1201
42
Siti Miftahul Jannah dan Muhammad Nawir, Harmonisasi Agama (Studi Kasus
Koeksistensi Umat Beragama di Kecamatan Lamasi Kabupaten Luwu), Jurnal Pendidikan
Sosiologi, VI, (Juli, 2018), hlm. 3
31
suku kata, yaitu umat dan beragama. Bahwa yang dimaksud dengan umat
adalah para penganut suatu agama atau nabi. Sementara kata beragama
beragama adalah orang yang memiiki kepercayaan kepada Tuhan, dan siap
Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, bahwa yang
ajaran agamanya. Dan sampai kapan pun hal itu akan terus berlanjut,
43
Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat, Peraturan Bersama
Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, (Jakarta: Departemen
Agama RI, 2006), hlm. 9
44
Ibid.., hlm. 10
45
Erina Dwi Parawati, Manajemen Kerukunan Umat Beragama: Solusi Menuju Harmoni,
(Kudus: Guepedia, 2021), hlm. 3
32
mengharmoniskan relasi umat beragama maka dibutuhkan kepedulian
itu rasa saling memiliki dan saling memahami tentang makna serta hakikat
beragama:
kesulitan, secara teologis, untuk memiliki relasi Islami dengan orang yang
Muhammad Saw. baik itu yang ada dalam al-Qur’an, dan dibeberapa
ditemukan teladan akhlak mulia Rasul Saw. saat berinteraksi dengan orang
yang berbeda agama, mulai dari kehidupan Rasul Saw. saat masih kecil,
46
Faqihuddin Abdul Kodir, Relasi Mubadalah Muslim Dengan Umat Berbeda Agama,
(Yogyakarta: IRCiSol, 2022), hlm. 26
33
menjelaskan bahwa Rasul Saw. memiliki relasi harmonis dengan berbagai
transaksi jual beli,49 bahkan Rasul Saw. menerima khidmat (pelayan) dari
harmonis yang dicontohkan oleh Rasul Saw. bersama umat yang berbeda
agama.
akan tetapi juga ada yang menyembah berhala. Ada juga yang
47
Lihat. Musnad Ahmad, hadits no. 13403 dan 14068
48
Lihat. Shahih al-Bukhari, hadits no. 2650 dan Sunan Abu Dawud, hadits no. 4515
49
Lihat. Shahih al-Bukhari, hadits no. 2135
50
Lihat. Shahih al-Bukhari, hadits no. 1371
51
Lihat. Shahih al-Bukhari, hadits no. 2593 dan 4507
34
Tentu saja di masa pra-Islam Rasul Saw. berinteraksi dengan
yang menyatakan bahwa relasi Rasul Saw. dengan orang yang beda
masih tetap tidak beriman dengan Islam yang dibawa oleh Rasul Saw.
Apa yang dicontohkan oleh Rasul Saw. berupa akhlak mulia dalam
menjalin relasi dengan orang beda agama ini juga di ikuti oleh para
Bahkan ketika Rasul Saw. dimusuhi oleh orang kafir Quraisy karena
beberapa tetua (tokoh) yang lain untuk beriman kepada ajaran yang
dibawah oleh Rasul Muhammad Saw, dan ini semua karena kekuatan
atau bahkan memusuhi siapa pun hanya karena berbeda agama. Hal itu
terbukti dengan tiga putri beliau, yaitu Ruqayah Ra. Ummu Kultsum
52
Lihat. Shahih al-Bukhari, hadits no.2341
35
yang tidak beriman dengan kenabian beliau. Tetapi beliau hanya
meminta suami dari Ruqayah Ra. dan Umi Kalsum Ra. yaitu Utbah
Islam yang dibawa oleh Rasul Saw. Sedangkan, suami Zainab Ra.
yang bernama Abul’ Ash bin ar-Rabi’, sekalipun tidak beriman, tetap
memiliki relasi yang baik dengan Rasul Saw. Karena itu, Rasul Saw.
bin Rabi’ berkonflik dan menjadi musuh perang Rasul Saw. sampai
Zainab. Akhirnya, Abul ‘Ash bin ar-Rabi’ masuk Islam beberapa bulan
tahun, setelah ada agama Islam, Rasul Saw. tetap menjalin relasi
sebab tidak semua orang saat itu beriman dengan ajaran yang dibawah
oleh Rasul. Adapun mereka yang tidak beriman, ada yang memusuhi
dan menghalangi dakwah Rasul Saw. secara keras, meskipun ada juga
53
Faqihuddin Abdul Kodir, Relasi Mubadalah Muslim Dengan Umat Berbeda Agama,
(Yogyakarta: IRCiSol, 2022), hlm. 31
36
beriman, hal itu terjadi disebabkan kekuatan akhlak mulia Rasul Saw.
dalam menjalin relasi dengan orang yang berbeda agama. Rasul Saw.
dan takut akan terbentuknya komunitas tersebut. Hal ini dapat dilihat
dari berbagai utusan yang di utus oleh Rasul Saw. ke berbagai Negara
mereka terhadap umat Islam sehingga menjadi besar dan kuat tanpa
korban jiwa.
37
mengusik kaum Muslimin dan Yahudi. Jika hal itu terjadi maka Rasul
luar maka kedua pihak (kaum Muslimin dan Yahudi) sama-sama wajib
bercorak pluralistik.
Selain itu Islam juga mengatur kebebasan dalam hal ekonomi dan
54
Muhammad Ashri, Hukum Internasional dan Hukum Islam Tentang Sengketa dan
Perdamaian (Cet I : Jakarta: Gremedia Pustaka Utama, 2013), hlm. 186
38
Dengan demikian maka dapat disimplifikasi bahwa nilai-nilai
ajaran teologis dan keteraturan sosial masyarakat baik itu dalam aspek
pertumbuhan dan perkembangan Islam di Jawa yang sangat kuat diwarnai oleh
55
Abdurrahman Wahid, Pribumisasi Islam, dalam. Islam Nusantara: Dari Ushul Fiqh
Hingga Paham Kebangsaan, ed. Akhmad Sahlm, Munawir Aziz (Bandung: Mizan Media Utama,
2016), hlm. 33
56
Zaini Muchtarom, Islam di Jawa dalam Perspektif Santri dan Abangan (Jakarta:
Salemba Diniyah, 2002), hlm. 47
39
unsur kebudayaan pribumi dalam masyarakat Muslim Jawa maka berkat
asimilasi atau akulturasi, Islam bisa terus eksis dalam masyarakat Jawa.
cara yang baik, yaitu cara yang disukai oleh masyarakat Jawa, dengan tidak
mengusik secara paksa eksistensi budaya mereka. Untuk itu, strategi yang
dibangun Walisongo adalah ojo nabrak tembok (tidak menentang arus). Hal
Kalijaga, telah memodifikasi bentuk dan cerita wayang, agar sesuai dengan
57
Muh. Fajar Shodiq, Harmonisasi Islam dalam Budaya Jawa, (Yogyakarta: Tim
Gerbang Media Aksara, 2022), hlm.xiv
40
sistematis terutama tentang bagaimana menghadapi kebudayaan Jawa dan
Nusantara pada umumnya yang sudah sangat tua, kuat, dan sangat mapan.58
ajaran agama nenek moyang, sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh ajaran
atau kepercayaan yang lain. Berbeda dengan pola dakwah sebelum Walisongo,
baru di tengah institusi kuasa kerajaan, yaitu budaya agama Islam yang
berintegrasi dengan budaya lokal atau nilai-nilai kearifan lokal. Pada abad ke-
dan Ternate. Pesatnya Islamisasi saat itu juga disebabkan oleh surutnya
ajaran Islam. Misalnya, mereka dibiarkan minum tuak, makan babi, atau
58
KH. Said Aqil Siraj, Meneladani Strategi Kebudayaan Para Wali, dalam. Atlas Wali
Songo. Agus Sunyoto, (Jakarta: Pustaka Iman dan LESBUMI PBNU, 2016), hlm. x
59
Wahyu Ilaihi, Pengantar Sejarah Dakwah ( Cet. Ke- 4 , Jakarta: Kencana Prenada
Media, 2018), hlm. 171
41
mempercayai para dayang dan sanghyang. Secara bertahap mereka itu
mengusik agama dan kepercayaan mereka, akan tetapi justru kehadiran Islam
multibudaya, dan multibahasa ini bagi mereka adalah anugerah Allah Swt.
yang tiada tara. Begitu juga dengan kondisi alamnya yang ramah, memiliki
hayati yang sangat kaya dengan sumber mineral. Ini yang oleh para Wali
dan sebagainya. Tentu saja anugerah yang agung ini patut disyukuri dengan
dihilangkan atas nama kemurnian agama atau atas nama kemodernan. Sebab
Islam hadir dibawa oleh Wali Songo justru merawat, memperkaya, dan
samping peradaban dunia yang lain. Hal ini lah yang menjadikan strategi
perspektif yang pastinya berbeda satu sama lain. Dari dimensi ritual ibadah
42
misalnya, dimaknai sebagai bentuk pengabdian kepada Allah Swt. secara
mutlak dan totalitas serta berbuat baik sesama manusia dan makhluk lainnya
sebagai bentuk prilaku khalifah yang tunduk kepada sang khaliq. Perilaku
tersebut ada yang baik, ada yang buruk dan lainnya sebagai pengorbanan
mengatur semua aspek kehidupan umat manusia, misalnya dalam aspek sosial,
politik, budaya, pendidikan, kesehatan dan yang lainnya tanpa terkecuali lini
kehidupan umat manusia diatur sedemikian rupa oleh Islam. Sebab dalam
Islam jaminan hidup tidak hanya untuk individu Muslim saja, akan tetapi
jaminan hidup akan terus berkelanjutan tanpa batas bagi penganutnya meliputi
kebebasan beragama bagi non-muslim. Hal ini sejalan dengan fakta sejarah
bahwa, agama Islam yang menunjukkan ragam kehidupan dan keyakinan yang
yang telah mengharumkan citra Islam di mata dunia, relasi sosial antar tokoh
dipenuhi dengan sikap tangung jawab. Umat Islam menyakini kebenaran yang
60
Abdul Jamil Wahab, Manajemen Konflik Keagamaan Analisis Latar Belakang Konflik
Keagamaan Aktual (Cet I : Jakarta: Elex Media Komputindo, 2014), hlm. 8
61
Firman Muhammad Arif, Maqashid As Living Law dalam Dinamika Kerukunan Umat
Beragama di Tana Luwu, ( Sleman: Deepublish, 2018), hlm. 3
43
yang dianutnya sehingga mereka menutup diri dengan pendapatnya dengan
kalimat hanya Allah Swt. yang Maha Tahu mana yang benar.62
Hubungan antar umat beragama ini merupakan suatu kondisi yang bersifat
dinamis dan fluktuatif. Pada waktu tertentu hubungan dapat berjalan dengan
wilayah atau waktu tertentu, tetapi perlu dikonfirmasi dengan beberapa teori
yang terlibat langsung di dalam pranata sosial itu sendiri. Ada beberapa hal
62
Abdul Jamil Wahab, Manajemen Konflik Keagamaan Analisis Latar Belakang Konflik
Keagamaan Aktual. hlm. 9
63
Abdul Jamil Wahab, Syariat Islam Dan Kerukunan Antar Umat Beragama Di Aceh.
Lihat. Monografi Kerukunan Umat Beragama, (Jakarta: LITBANGDIKLAT PRESS, 2019), hlm.
7
44
yang perlu diperhatikan dalam teori pranata sosial diantaranya yang dapat
bagaimana bersikap yang baik terhadap antar sesama individu, dan juga dalam
anggota keluarga mempunyai rasa saling menjaga satu sama lain antara
dibentuk oleh keluarga tidak terlepas dari orang tua yang memaikan peran
penting dalam keluarga. Orang tua yang berpengetahuan luas dan mampu
mengelola emosi dengan baik akan dapat menjalankan fungsi keluarga secara
maksimal.64
semua konsekuen dari aturan-aturan yang telah di berikan oleh agama yaitu
45
dalam hubunganya dengan Tuhanya, antar sesama individu, dan lingkungan.
keutuhan sistem sosial, dan dapat menyatukan setiap individu baik secara
lahiriyah maupun simbolik, selain itu agama juga diartikan sebagai suatu yang
terhadap pola kehidupan beragama. Hal ini bukan berarti agama secara
umat beragama dapat terjalin dengan harmonis, karena keluarga dan agama
umat beragama.
nasionalisme muslim, dan status non-muslim dibawah sistem Islam.66 Hal ini
65
M. Ridwan Lubis, Agama dan Perdamaian : Landasan, Tujuan, dan Realitas Kehidupan
Beragama di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2017),hlm. 8
66
Abdurrahman Abdulkadir Kurdi, The Islamic State A Study in The Islamic Holy
Constitution, hlm. 81
46
muslim yang begitu jelas menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan
toleransi itu bukan berarti ikut melaksanakan ibadah pemeluk agama lain.
َوإن ََكدو ۟إ لَ َي ْف ِتنون ََك ع َِن ٱٱ ذ َِّل ٓى َٱ ْو َح ْينَآ إلَ ْي َك ِلتَ ْف َ َِت َى عَلَ ْينَا غَ ْ َْيهۥ ۖ َوإ ًذإ ذّلٱ ذَّتَذوكَ َخ ِل ًيل َولَ ْو ََل ٓ َٱن ثَبذتْنَ َٰ َك لَقَدْ ِك ذ
دت
ِ ِ ِ
ات ذُث ََل ََتِد َ ََل عَلَ ْي َنا ن َِص ًْيإِ تَ ْر َكن إلَْيْ ِ ْم شَ ْي ًٔـا قَ ِل ًيل إ ًذإ ذ َّل َذ ْقنَ َٰ َك ِض ْع َف ٱٱلْ َح َي ٰو ِة َو ِض ْع َف ٱٱلْ َم َم
ِ ِ
“Sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami
wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap
Kami, dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat
yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-
dunia ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu
Dapat diambil benang merah dari firman Allah Swt. diatas, bahwa
dari berbagai keburukan dan tipu daya orang-orang yang berbuat jahat
bersama mereka, dan berjanji akan mengikuti dakwah Rasul Saw. akan tetapi
Allah Swt. membuka rahasia tentang potensi buruk jika mengikuti kemauan
pemeluk agama lain, hal ini sejalan dengan apa yang ada dalam ayat 73 pada
surat al-Isra’ diatas. Jika sudah menjadi sahabat maka akan terasa sulit untuk
47
menolak ajakan-ajakannya, jika sudah terjadi hal itu tidak menutup
yang termaktub dalam ayat diatas, maka konsep Islam jauh dari bibit-bibit
seruan dasar agama Islam. Itu artinya, umat Muslimin dapat dijadikan contoh
(role model) yang baik bagi bangsa-bangsa dunia sejak dulu sampai saat ini
dalam hal menjunjung tinggi sikap toleransi, tenggang rasa dan saling
menghormati satu sama lain. Selama kaum non-muslim masih bersedia hidup
sosial bernegara, tentu semua akan berjalan dengan harmonis relasi antar umat
beragama.67
Maka oleh karena itu, sejatinya agama tidak hanya terbatas pada letak
geografis tempat dan waktu serta dalam Negara saja, akan tetapi lebih dari
67
Muhammad Ashri, Hukum Internasional dan Hukum Islam Tentang Sengketa dan
Perdamaian (Cet I : Jakarta: Gremedia Pustaka Utama, 2013), hlm. 186
68
Muhammad Said al-Asymawi, Ushul al-Syari’ah, diterjemahkan oleh Lutfi Tomafi
dengan judul : Nalar Kritis Syari’ah (Cet I: Yogyakarta, LKiS, 2004), hlm. 96-97
48
rohani namun juga Islam harus memainkan perannya dalam ketertiban
beragama jika memiliki tiga komponen yaitu, pertama, sikap saling mengakui
warga negara dalam ranah publik. Ketiga, politik restribusi. Strategi ini dalam
ranah kehidupan adalah dalam struktur ekonomi politik, yaitu siapa yang
69
Bahrul Hayat, Mengelola Kemajemukan Umat Beragama, (Jakarta: PT. Saadah Cipta
Mandiri, 2012), hlm. 160-161
49
menguasai dan memiliki apa? Apa yang dilakukan negara sebagai pelindung
rakyat.70
serta teknologi yang semakin canggih ini, banyak perkawinan yang tidak sesuai
dengan aturan dan hukum yang berlaku. Ikatan perkawinan tinggalah ikatan yang
tanpa makna dan harapan. Banyak masalah yang timbul dalam kehidupan
tidak bisa di pungkiri bahwa pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang
yang melanggar aturan hukum yang sudah di atur. Salah satu di antaranya ialah
kemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk itu rasa saling
memiliki dan saling memahami tentang makna dan hakikat hidup sangatlah
penting bagi manusia. Sebab dengan demikian akan mampu menumbuhkan rasa
perhatian serta keperdulian diantara satu dengan yang lain. Seperti memberikan
70
Zaenal Abidin Bagir,Pluralisme Kewargaan: Dari Teologi ke Politik, dalam
Pluralisme Kewargaan: Arah Baru Politik Keragaman di Indonesia. (Bandung: Mizan, 2011),
hlm.94
50
rasa aman sebagai bentuk jaminan sosial, agama, dan hak untuk hidup harmonis,
yang bisa ditempuh demi menghindari konflik tentang masalah perkawinan beda
agama adalah dengan cara dialog antar umat beragama yang di dalamnya
membahas tentang solusi atas masalah tersebut. Selain itu dalam hemat penulis,
kehidupan beragama. Sikap ini tidak akan pernah terwujud dalam masyarakat
keyakinannya. Hal ini sejalan dengan apa yang di firmankan oleh Allah Swt.
Hal ini sejalan dengan apa yang difirmankan oleh Allah Swt. dalam QS. ar-
Rum ayat 21. Ayat ini memiliki spirit yang mengindikasikan bahwa
71
https://news.detik.com/berita/d-6285503/fkub-ungkap-3-hlm-ini-jadi-alasan-adanya-
penolakan-gereja-di-cilegon. diakses pada tanggal 10 Agustus 2023.
51
keharmonisan rumah tangga adalah merupakan tujuan utama dari perkawinan.
diantara mereka mampu menjadi rumah bagi satu sama lain. Itu artinya
hingga menjadikan mereka tenang, nyaman. Sebab dalam hemat penulis salah
satu hikmah dari perkawinan yang dapat di ambil dari ayat diatas adalah
berbedanya keyakinan yang ada di dalam keluarga. Tentu ini bukan hal yang
mudah untuk dijalani, sebab perbedaan keyakinan yang ada tidak menutup
dengan bijaksana.
Oleh karena itu, penulis akan menjelaskan beberapa langkah agar perkawinan
beda agama tetap harmonis sebagaimana yang dijelaskan oleh Ahmad Nurcholish
agama memiliki masalah yang sama dengan mereka yang menikah seagama.
72
Syaikh Rasyid Ridha, al-Hayah az-Zaujiyyah, diterjemahkan oleh M.Syarif
Hidaytullah dengan Judul: Membangun Keluarga Samawa,(Jakarta: Turos, 2023), hlm. 12
52
penghasilan, tidak menutup kemungkinan menjadi pemicu dari polemik dalam
perkawinan.
yang namanya masalah pasti akan bertandang. Tidak perduli pasangan itu
istri yang melakukan perkawinan beda agama harus lebih bijak dalam
perkawinan beda agama bisa bersepakat dalam perjanjian. Misalnya jika anak
laki-laki ikut agama Ayah, jika anaknya wanita ikut agama Ibu. Ada juga
perjanjian lainnya, jika anak pertama ikut agama Ibu, dan anak kedua ikut
Ayah.73
masing pemeluk agama yang berawal dari ikatan cinta kasih sayang antar suami-
istrti dalam menjalani maligai rumah tangga perkawinan, menunju kerukunan dan
Indonesia tidak saja menjadi isu yang pelik dan rumit, namun juga dalam
beragama, karena dianggap sebagai strategi untuk merekut umat baru sebagai
pengikut agama tertentu. Maka oleh karena itu diskursus tentang perkawinan beda
73
Ahmad Nurcholish, 101 Menjawab Masalah Nikah Beda Agama, (Tangsel: Harmoni
Mitra Media, 2012), hlm. 279
53
agama dalam konteks Indonesia seharusnya dilihat dari dimensi kerangka
Dalam perspektif hukum agama Islam yang nanti akan penulis jelaskan,
terkait dengan hukum perkawinan beda agama, masih menjadi diskursus yang
keluarga beda agama. Hal ini akan mengakibatkan kesulitan penerapan agama
anak dan pendidikan akhlak pada anak. Realitas tersebut tentunya masih terjadi di
Indonesia dan akan terus terjadi, jika tidak dibuat payung hukum oleh pemilik
kebijakan hukum maka masalah terkait polemik perkawinan beda agama akan
terus berlangsung.
Berikut ini penulis jelaskan terkait beberapa faktor penyebab perkawinan beda
agama.75
74
Lathifah Munawaroh, Harmonisasi Umat Beragama Melalui Pernikahan Beda Agama,
(Kudus: Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan,2017), Vol.5 No.1, hlm. 204-205
75
Hutapea, Bonar. “Dinamika Penyesuaian Suami-Istri Dalam Perkawinan Berbeda
Agama (The Dynamics Of Marital Adjustment In The Interfaith Marriage) dalam Jurnal Penelitian
dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01. 5 Maret 2018. Jakarta, hlm. 111
54
kehidupan bermasyarakat, bergaul begitu erat dan tidak membedakan agama
Alasan utama perkawinan beda agama adalah adanya rasa cinta dan kasih
sayang yang sangat kuat diantara pasangan, sehingga mereka merasa tidak ada
yang bisa memisahkan. Cinta yang seperti ini dapat membutakan hati dan
oleh karena itu, hal ini menyebabkan banyak aturan, tuntunan agama yang
perkawinan, masih ada umat Islam yang belum atau tidak mengetahui bahwa
akan tetapi karena satu dan lain alasan mereka akhirnya melakukannya.
samapai saat ini belum diajarkan disekolah atau pun universitas. Paling
55
banyak justru disosialisasikan oleh para penceramah di masjid agar tidak
sehingga hal ini menjadikan hamil di luar nikah. Terlebih di era globalisasi
seperti ini. Peran Negara, lembaga pendidikan dan yang paling fundamental
adalah orang tua, keluarga untuk mencegah terjadinya hal demikian. Sebab
jika terlanjur hamil diluar ikatan perkawinan, ketentuan agama dan hukum
rumah tangga tidak lagi menjadi dasar dari perkawinan. Karena mereka akan
lebih berorientasi hanya untuk menutupi rasa malu anak yang tidak memiliki
pasca nikah.
toleransi.
76
Abd. Halim Talli, Penundukan Hukum Dalam Pernikahan Beda Agama Perspektif
Hukum Islam (Studi Kasus di Tondon Mamullu Kecamatan Makale Kabupaten Tana Toraja),
Jurnal Qaduna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum Keluarga, Vol. 4. No.3 Agustus 2023
77
Eka Cahyani Ikhwan, Penundukan Hukum Dalam Pernikahan Beda Agama Perspektif
Hukum Islam (Studi Kasus di Tondon Mamullu Kecamatan Makale Kabupaten Tana Toraja),
Jurnal Qaduna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum Keluarga, Vol. 4. No.3 Agustus 2023
56
Begitu juga dengan komitmen untuk memberikan kebebasan pada anak
agama.
sudah penulis jelaskan diatas. Perkawinan beda agama juga memiliki dampak.
anak yang dilahirkan dalam perkawinan tersebut, hal ini sebagaimana yang telah
a. Suami istri memikul tanggung jawab yang luhur untuk menegakan rumah
b. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan
suami dalam kehidupan rumah tangga dan dalam pergaulan hidup bersama
78
Wedya Laplata, Pelaksanaan Perkawinan Beda Agama Dalam Perspektif Yuridis (Studi
Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta), Jurisprudence, Vol. 4 No. 2 September 2014, hlm. 82
79
Nancy, Hubungan Nilai Dalam Perkawinan Dan Pemaafan Dengan Keharmonisan
Keluarga. Dalam Jurnal Psikodimensia Vol. 13 No.1, Januari – Juni 2014, hlm. 84 – 97
57
c. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum (ayat2).
al-munakahat yang kajian ini dibahas khusus dalam berbagai literatur kitab fiqh.80
Dalam perspektif hukum Islam masih terjadi silang pendapat terkait dengan
perempuan non-Muslim, dalam bacaan penulis setidaknya dari pendapat para ahli
hukum Islam sementara ini ada yang mengatakan hukumnya Makruh dan ada
yang menyatakan Haram ada juga yang mengatakan Mubah. Sedangkan terkait
80
Abdurrahman al-Jaziri, Al-Fiqh ala Mazahib al-Arbaa’ah, juz 4, (Beirut: Dar-al-Kutub
al-Ilmiyyah, 2014), hlm. 7
58
dengan hukum perkawinan beda agama antara perempuan Muslimah dengan laki-
laki non-Muslim para ahli hukum Islam bersepakat bahwa hukumnya adalah
Haram baik itu dari ahli hukum Islam klasik atau pun kontemporer.
Secara yuridis formal terkait dengan hukum dasar perkawinan beda agama
memang ada dari sebagian ahli hukum Islam yang mengatakan hukumnya boleh
(mubah), kendati demikian hukum perkawinan beda agama yang tadinya boleh
dapat berubah menjadi makruh dan bahkan haram. Atau bisa juga sebaliknya,
artinya meskipun hukum dasar perkawinan beda agama itu dihukumi haram oleh
sebagian ahli hukum fiqh, namun dalam keadaan tertentu bisa berubah menjadi
mubah, makruh dan atau bahkan menjadi wajib. Misalnya, perkawinan beda
agama yang dilakukan semata-mata karena terpicu cinta buta atau dipicu oleh
harta benda, atau bisa jadi motifnya karena semata-mata status sosial atau profesi.
Sedangkan terkait dengan silang pendapat tentang diksi musyrik yang ada
dalam QS. al-Baqarah ayat 221, dan term ahl al-kitab yang ada dalam QS. al-
berbeda. Sebagian ahli hukum Islam mengatakan bahwa yang dimaksud term
Musyrik dalam ayat 221 surat al-Baqarah adalah sebuah istilah yang digunakan
untuk menyebut orang-orang yang menyekutukan Allah Swt. dengan yang lain,
seperti patung atau pun beda sejenisnya (watsaniyah). Sementara sebagian yang
lainnya tidak mengatakan demikian. Term ahl al-kitab yang ada dalam QS. al-
81
Muhammad Amin Suma, Kawin Beda Agma di Indonesia Telaah Syariah dan
Qanuniah, hlm. 169-170
59
Ma’idah ayat 5 meskipun dalam al-Qur’an memberi toleransi kepada laki-laki
Muslim untuk melakukan perkawinan dengan perempuan dari ahl al-kitab, akan
tetapi ulama mutaakhirin mengharamkan dengan alasan karena akidah ahl al-
kitab yang meyakini Isa adalah anak Allah Swt. sudah masuk dalam terminologi
musyrik.82 Tentunya silang pendapat yang terjadi diantara para ahli hukum Islam
sudah barang tentu Islam harus memiliki konsep harmonisasi dan toleransi dalam
sebagai realitas yang tunggal dan eksklusif dalam arus interaksi sosial. Terkait
dengan konsep ahl al-kitab dan problematikanya sangat relevan dengan kajian
perkawinan beda agama dan cukup banyak diungkap serta dielaborasi dalam al-
Qur’an. Maka untuk menguraikan tentang pengertian ahl al-kitab dan cakupan
dahulu menjelaskan secara terpisah dari dua kata tersebut, yaitu kata ahl dan al-
kitab.
Kata ahl yang terdiri dari tiga huruf yaitu alif, ba, dan lam yang secara
literal memiliki arti ramah, suka, atau senang.83 Kata ahl dapat juga diartikan
dengan orang yang tinggal bersama dalam suatu tempat tertentu. Sedangkan
82
Imron Rosyadi, Rekontruksi Epistimologi Hukum Keluarga Islam, (Kencana: Jakarta,
2022), hlm. 197
83
Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, (Beirut: Dar al-Syuruq, 1986), hlm.
20
60
dalam refrensi lain kata ahl juga dapat diartikan sebagai komunitas atau
menunjuk kepada sesuatu yang memiliki hubungan yang sangat dekat. Sementara
dalam al-Qur’an kata ahl ini disebut sebanyak 125 kali. Dan kata tersebut
Selanjutnya terkait dengan kata al-kitab yang terdiri dari huruf kaf, ta’,
dan ba’ yang secara literal memberikan arti menghimpun sesuatu dengan sesuatu
yang lain. Term al-kitab kemudian berkembang dan diartikan sebagai tulisan.
Karena tulisan itu sendiri menunjukkan rangkaian dari beberapa huruf. Termasuk
juga firman Allah Swt. dan sabda Nabi Muhammad Saw. disebut dengan al-kitab
karena merupakan himpunan dari beberapa lafaz. Dalam al-Qur’an term al-kitab
ditemukan sebanyak 319 kali dengan berbagai bentuk pengertian yang bervariasi
kepada kitab suci yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Rasul-Nya dengan
penggunaannya yang bersifat umum. Artinya term al-kitab yang menunjukkan arti
sebagai kitab suci mencakup semua kitab yang diturunkan oleh Allah Swt, baik
itu kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. atau kepada Nabi
yang dimaksud dengan al-kitab adalah mengacu kepada komunitas atau kelompok
pemeluk agama yang memiliki kitab suci yang diwahyukan oleh Allah Swt.
kepada Nabi-Rasul-Nya.
61
Diskursus tentang alh al-kitab perspektif al-Qur’an akan penulis jelaskan
beda agama. Term ahl al-kitab dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 31 kali yang
terdapat di dalam 9 surat, yang mana 8 surat turun di Madinah. Dan hanya 1 surat
dinyatakan bahwa diskursus dalam al-Qur’an tentang ahl al-kitab pada umumnya
diungkapan pada periode Madinah, dan sedikit sekali kajian tersebut dibahas di
periode Makkah. Hal ini dikarenakan pada periode Madinah interaksi antara umat
Dalam diskursus hukum Islam terutama dalam lingkup Fiqh sudah umum
diketahui bahwa pasti terjadi silang pendapat diantara para ahli hukum.
Sebagaimana yang sudah penulis singgung diatas, jika dilihat dari konteks
interpretasi tentang makna ahl al-kitab maka mayoritas di circle (kalangan) umat
Islam akan mengatakan bahwa ahl al-kitab adalah Yahudi-Nasrani saja. Akan
tetapi di era kontemporer ini ada sebagian mufasir yang memasukkan Majusi
(Zoroaster) dan Shabi’in sebagai bagian dari ahl al-kitab.84 Hal ini sejalan dengan
Andi Eka Putra, Konsep Ahl al-Kitab dalam al-Qur’an Menurut Penafsiran
84
Muhammad Arkoun dan Nurcholis Madjid, (Jurnal: Al-Dzikra. Vol.X.No.1, 2016), hlm. 45
62
Sesungguhnya orang-orang beriman, orang Yahudi, orang Sabiin, orang
Nasrani, orang Majusi dan orang musyrik, Allah pasti memberi keputusan di
antara mereka pada hari Kiamat. Sungguh, Allah menjadi saksi atas segala
sesuatu.
Shabi’in dan Majusi sebagai komunitas dari ahl al-kitab. Sedangkan disisi
menyatakan bahwa setiap umat yang memiliki kitab yang dapat diduga
sebagai kitab suci samawi, maka mereka juga termasuk dalam pengertian ahl
pendapat ini justru diperluas lagi oleh para mujtahid kontemporer sehingga
cakupannya meliputi agama Budha dan Hindu termasuk dari ahl al-kitab
sehingga hal ini memberikan implikasi hukum tentang kebolehan (halal) laki-
tersebut.85
85
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an (Bandung: Mizan,), hlm.367
63
a. Imam Abu Hanifah
salah seorang Nabi, atau kitab yang pernah diturunkan oleh Allah Swt.
maka ia termasuk ahl al-kitab. Itu artinya dalam circle mazhab Imam Abu
Bagi Imam as-Syafi’i terkait dengan arti ahl al-kitab hanya khusus
Israil. Sedangkan untuk bangsa lain jika tidak keturunan dari Bani Israil
kitab.87
c. Imam al-Thabari
Yahudi-Nasrani baik itu dari keturunan Bani Israil atau pun tidak.88
d. Imam al-Syahrastani
secara jelas memiliki kitab suci maka disebut sebagai ahl al-kitab.
86
Badran Abu al-‘Aynayn Badran, al-‘Alaqah al-Ijtima’iyah bayna al-Muslimin wa
Ghayr al-Muslimin, (Iskandariyah: Mu’assasah Syabab al-Jami’ah, 1984), hlm. 40-41
87
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, hlm.366
88
Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari: Jami’ al-Bayan ‘An Ta’wil Ayi al-
Qur’an, (Beirut-Lebanon,Mu’assasah al-Risalah,1994), Juz VI, hlm. 102
64
Sedangkan bagi pemeluk agama Majusi yang hanya memiliki kitab yang
serupa dengan kitab suci tidak termasuk dari ahl al-kitab, akan tetapi
e. Ibn Hazm
f. Muhammad Abduh
bahwa yang dimaksud dengan ahl al-kitab adalah meliputi umat Yahudi-
َإلصابِــ ْ َي َم ْن ٰإ َم َن ِِب ٰ ِّلل َوإلْ َي ْو ِم ْ ٰإَل ِخ ِر َو َ َِع َل َصا ِل ًحا فَلَه ْم َإ ْجر ْه ِع ْند ٰ ٰ ِإ ذن ذ ِإَّل ْي َن ٰإ َمن ْوإ َو ذ ِإَّل ْي َن هَاد ْوإ َوإلنذ
ٰصى َو ذ
ِ
.َر ِ ٰ ِّب ْم َو ََل خ َْوف عَلَْيْ ِ ْم َو ََل ْه َ َْي َ نز ْو َن
orang Nasrani dan orang-orang sabi'in, siapa saja (di antara mereka)
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dan melakukan kebajikan,
mereka mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut pada
65
ajaran agama Kristen Yesus Kristus disebut sebagai Allah atau anak
semua bangsa yang memeluk agama yang pernah diturunkan oleh Allah
tentang pengertian Kafir dan Musyrik. Sebab dalam kajian ini (perkawinan
beda agama) terminologi Kafir atau Musyrik juga merupakan hal fundamental
selain terminologi ahl al-kitab. Dari informasi yang penulis temukan terutama
samar-samar apa termasuk ahl al-kitab atau tidak. Sebab jika dilihat dari sikap
dan perilaku ahl al-kitab, ada indikasi mereka termasuk ke dalam cakupan
Musyrik. Akan tetapi hal tersebut tidak diungkapkan secara eksplisit dalam al-
92
Maulana Muhammad Ali, The Religion of Islam, terjemahan R. Kaelan dan M.Bahrun
dengan judul Islamologi(Jakarta: Ikhtiar Baru, 1977),hlm. 412
93
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Qur’an al-Karim, (Beirut: Dar al Ma’rifah, t.th),
Juz IV, hlm. 188-190
66
Qur’an. Maka dengan demikian wajar jika sementara ini para ahli al-Qur’an
masih silang pendapat terkait dengan posisi Musyrik tidaknya ahl al-kitab.94
cukup jauh berbeda, yaitu perbedaan yang lahir sebagai akibat dari perbedaan
mengenai kedudukan ahl al-kitab dalam posisi Kafir atau Musyrik. Untuk
lebih jelas didalam memahami terminologi dan cakupan makna tentang Kafir
a. Kafir
Secara literal, kata kafir memiliki akar kata yaitu kaf, fa’,ra’ yang
malam disebut kafir karena ia menutupi siang, petani disebut kafir karena
disebut kafir karena ia menutupi matahari, bahkan tempat yang jauh dan
yang ada dalam QS. al-Insan ayat 5 muncul kata kafir yang diartikan
94
Muhammad Galib, Ahl al-kitab: Makna dan Cakupannya,(Yogyakarta:
IRCiSoD,2016), hlm.105
95
A.W Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif,
2020),hlm.1217
67
sebagai nama suatu mata air di surga yang airnya putih, baunya sedap serta
enak rasanya. Kedua, term Kuffar dalam bentuk jamak dari kata Kaffir
dalam QS. al-Hadid ayat 20 yang memiliki arti para petani. Ketiga, term
Kaffarah, yang berarti denda untuk penebus dosa atas kesalahan tertentu.
Term ini terdapat dalam QS. al-Ma’idah ayat 45, 89, dan 95. Dalam ayat
perilaku kufr tidak selamanya datang dari orang-orang Ateis, Musyrik, dan
mengaku sebagai Muslim pun bisa saja terjerumus ke dalam perilaku kufr
َو ِإ ْذ َتَ َ ذذ َن َ برُّ ُْك لَى ْن شَ َك ْر ُْت َ ََل ِزيْدَ نذ ُْك َولَى ْن َك َف ْر ُْت ِإ ذن عَ َذ ِ ْإِب لَشَ ِديْد
ِ ِ
68
Ayat diatas mengindikasikan bahwa orang yang menutup-nutupi
dianugerahkan oleh Allah Swt. kepadanya dalam hidup ini, maka orang
tersebut termasuk kategori kufr nikmat. Maka kufr dalam konteks ini bisa
dalam perspektif terminologi hukum, term kufr tidak disepakati oleh para
sebagai lawan dari iman disebutkan sebanyak 232 kali dalam benuk fi’il
madly, (kata kerja bentuk lampau) di dalam al-Qur’an. Dan hal yang
dimaksud dalam bentuk masa lampau ini menunjuk antara lain orang-
orang yang telah berbuat kufr, baik itu dari umat terdahulu (yaitu sebelum
al-Qur’an. Secara ekplisit, ahl al-kitab teridentifikasi dalam QS. surat al-
96
Muhammad Galib, Ahl al-kitab: Makna dan Cakupannya, hlm. 106-108
97
Abu Hamid al-Ghazali, Fayshal al-Tafriqah dalam al-Qusur al-‘Awali, (Kairo: Dar al-
Thaba’ah al-Muhammadiyyah, 1930 H), hlm. 128
69
Dalam perspektif Syaikh Wahbah Zuhaily ketika menginterpretasikan
kekafiran ahl al-kitab yang dijelaskan dalam ayat diatas sama halnya
fi’il mudlari’ yaitu kata kerja bentuk sedang dan akan datang. Hanya saja
Selain dari dua yang sudah penulis jelaskan diatas, term kufr dalam al-
Yang pada dasarnya, term kufr dalam bentuk ini mengindikasikan makna
lawan dari iman, misalnya seperti yang ada dalam surat al-Nisa’ ayat 155.
إّلل َوقَ ْت ِلهِم ْ َإّلنْ ِب َيا َء ِبغ ْ َِْي َح ٰق َوقَ ْو ِلهِ ْم قلوب َنا غ ْلف ب َ ْل َط َب َع ذإّلل عَلَْيْ َا بِك ْف ِر ِ ْه
ِ فَ ِب َما ن َ ْق ِضهِ ْم ِميثَاقَه ْم َوك ْف ِر ِ ْه ِبآ ٓ ََي ِت ذ
لا َ فَ َل ي ْؤ ِمن
ً ون إ ذَل قَ ِلي
ِ
Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan), disebabkan
98
Wahbah Zuhaily, al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj,
(Beirut: Dar al-Fikr, 1991), juz XXX, hlm.341
70
(alasan) yang benar dan mengatakan: "Hati kami tertutup". Bahkan,
karena itu mereka tidak beriman kecuali sebahagian kecil dari mereka.
yang sangat buruk. Mereka tidak hanya menolak dalam hal percaya kepada
Bahkan juga membunuh rasul yang diutus kepada mereka. Terakhir term
kufr dalam al-Qur’an juga ada yang berbentuk isim fa’il yaitu kata kerja
term kufr yang berbentuk isim fa’il ini menunjukkan tiga cakupan hal
peristiwa itu sendiri. Itu artinya term kufr dalam bentuk isim fa’il cakupan
dalam bentuk lainnya, karena predikat yang diberikan itu lebih melekat
atau permanen.99
dimaksud dengan term kufr secara umum dalam konteks kekafiran ahl al-
kitab terletak pada keingkaran mereka terhadap ayat-ayat Allah Swt. Hal
ini sejalan dengan firman Allah Swt. dalam surat al-Baqarah ayat, 70,
98,dan 99. Perubahan terhadap ajaran dasar nabi dan rasul yang dibawa
kepada mereka. Ini sejalan dengan firman Allah Swt. dalam surat al-
Ma’idah ayat 73. Pelanggaran terhadap janji yang telah mereka ikrarkan
terhadap Allah Swt. hal ini seirama dan sejalan dengan al-Qur’an surat al-
99
Muhammad Galib, Ahl al-kitab: Makna dan Cakupannya, hlm. 109
71
Nisa’ ayat 225. Serta pengingkaran mereka terhadap ajaran yang dibawa
oleh Rasul Muhammad Saw. yang mana hal ini relevan dengan surat al-
b. Musyrik
artinya, tidak semua term yang berasal dari kata dasar syaraka mencakup
makna mensekutukan Allah Swt. Meskipun memang term itu yang paling
term syirk yang berbentuk fi’il madli (kata kerja lampau) disebut sebanyak
an Allah Swt, baik itu dari segi sifat, dzat, ataupun perbuatan-Nya. Terkait
100
Muhammad Galib, Ahl al-kitab: Makna dan Cakupannya, hlm. 110
101
A.W Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 2020),hlm.715
102
Muhammad Galib, Ahl al-kitab: Makna dan Cakupannya, hlm. 111-112
72
dengan diskurus apakah ahl al-kitab mencakup juga Musyrik, maka dapat
orang yang berbuat syirk) yang ditemukan dalam tiga ayat yang ketiganya
Musyrik. Yaitu pada ayat ke-186 dalam surat Ali Imran, pada surat al-
Ma’idah ayat 82, dan pada ayat ke-17 dalam surat al-Hajj. Dari tiga ayat
keberadaan Allah Swt. Hal ini sejalan dengan apa yang ada dalam surat
Yasin ayat 38 dan surat al-Zukhruf ayat 9. Sedangkan terkait dengan term
syrik yang berbentuk kata kerja fi’il mudlari di dalam al-Qur’an disebut
Sementara itu term syrik yang berbentuk isim masdar dalam Qur’an
disebut sebanyak 5 kali, dua kali menjelaskan makna syrik yaitu dalam
QS. Luqman ayat 13, dan surat Fathir ayat 14. Untuk tiga lainnya hanya
ayat ke-22 surat Saba’, surat Fathir ayat 40, dan surat Ahqaf ayat 4. Selain
itu dalam al-Qur’an term syrik juga disebutkan dalam bentuk fi’il amr
(perintah) disebutkan sebanyak dua kali. Terdapat juga dalam bentuk isim
fa’il term syrik disebut dalam al-Qur’an sebanyak 51 kali, dan dua kali
Shaffat ayat 33, dan QS. al-Zukhruf ayat 39. Kedua ayat ini tidak
73
bermakna syrik akan tetapi mengindikasikan makna orang-orang kafir
baik itu dalam bentuk tunggal atau jamak semuanya menjelaskan tentang
ulama sepakat bahwa kekafiran mereka dilihat dari aspek aqidah Islam.
konteks syirk, serta implikasi hukumnya. Hal ini sejalan dengan apa yang
para ulama tentang term Musyrik, apakah orang-orang kafir dari circle
(kalangan) ahl al-kitab tercakup dalam Musyrik atau tidak. Ada sebagian
ulama yang menyatakan bahwa mereka (orang-orang kafir dari ahl al-
adalah ayat 30-31 dalam surat al-Taubah. Yang mana dalam perspektif al-
Razi ayat ini secara tegas menyebutkan bahwa ahl al-kitab (Yahudi-
Nasrani) sebagai Musyrik. Akan tetapi dalam hemat penulis, apa yang
103
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung: PT Mizan Pustaka,
2014),hlm. 291
104
Muhammad Galib, Ahl al-kitab: Makna dan Cakupannya, hlm.113. lihat juga dalam
Tafsir al-Kabir, Fahr al-Razi, (Beirut: Dal al-Fikr,1985), hlm.59-60
74
yang didukung dengan ayat diatas yang menyatakan bahwa ahl al-kitab
termasuk Musyrik masih kurang tepat. Sebab ayat 30-31 dalam surat al-
Tuabah itu tidak secara ekplisit memberikan predikat Musyrik kepada ahl
tidak secara otomatis mereka disebut Musyrik. karena dalam ayat tersebut
adalah bahwa term Musyrik bisa juga ditunjukan kepada orang-orang yang
adalah Monoteisme.
mulanya, Yahudi, Kristen dan Islam itu sama-sama agama yang memiliki
hukum yang disampaikan oleh al-Razi diatas juga dirasa lemah jika
dibenturkan dengan misalnya ayat ke-105 dalam surat al-Baqarah, surat ali
Imran ayat 186, surat al-Hajj ayat 17, dan ayat ke 1 dan 6 pada surat al-
105
Muhammad Galib, Ahl al-kitab: Makna dan Cakupannya, hlm. 113
106
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, (Jakarta: UI-Press, 1985), jilid 1.
hlm. 22
75
ِ ْ ْش َكة ذولَ ْو َإ ْ َْع َب ْت ُْك َو ََل ت ْن ِكحوإ إلْم
ْش ِك ْ َي َح ّٰت ِ ْ َو ََل تَ ْن ِكحوإ إلْم
ِ ْ ْش ٰك ِت َح ّٰت ي ْؤ ِم ذن ِۗ َو َ ََل َمة ُّم ْؤ ِمنَة خ َْْي ِ ٰم ْن ُّم
ْشك ذولَ ْو َإ ْ َْع َب ُْك ِۗ إولٰٰۤى َك يَدْ ع ْو َن ِإ ََل إلنذا ِر ۖ َو ٰإّلل يَدْ ع ْوْٓإ ِإ ََل إلْ َجنذ ِة َوإلْ َم ْغ ِف َر ِة ِ ْ ي ْؤ ِمن ْوإ ِۗ َولَ َع ْبد ُّم ْؤ ِمن خ َْْي ِ ٰم ْن ُّم
ِ
ِ ِِب ْذ ِن ٖه َوي َب ِ ٰي ٰإيٰتِ ٖه ِللنذ ِاس لَ َعلذه ْم ي َ َت َذ ذكر ْو َن
yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik
ٰ ٓ ََيُّيُّ َا ذ ِإَّل ْي َن ٰإ َمن ْوْٓإ ِإ َذإ َج ٰۤا َءك إلْم ْؤ ِمنٰت مهٰجِ ٰرت فَا ْمتَ ِحن ْوه ذ ِۗن َإ ّٰلل َإ ْع َل ِ ِِبيْ َماِنِ ِ ذن فَ ِا ْن عَ ِل ْمتم ْوه ذن م ْؤ ِمنٰت فَ َل
ٓ تَ ْرجِ ع ْوه ذن ِإ ََل إلْكفذا ِِۗر ََل ه ذن ِحل لذه ْم َو ََل ْه َ َِيل ُّ ْو َن لَه ذ ِۗن َو ٰإت ْو ْه ذما ٓ َإنْ َفق ْوإ ِۗ َو ََل جنَ َاح عَلَ ْي ُْك َإ ْن تَ ْن ِكح ْوه ذن ِإ َذإ
76
janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-
suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-
orang kafir itu tidak halal bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami)
mereka mahar yang telah mereka berikan. Dan tidak ada dosa bagimu
yang telah kamu berikan; dan (jika suaminya tetap kafir) biarkan mereka
meminta kembali mahar yang telah mereka bayar (kepada mantan istrinya
َوإلْم ْح َصنٰت ِم َن إلْم ْؤ ِمن ِٰت َوإلْم ْح َصنٰت ِم َن ذ ِإَّل ْي َن إ ْوتوإ إلْ ِك ٰت َب ِم ْن قَ ْب ِل ُْك ِإ َذإ ٓ ٰإتَيْتم ْوه ذن إج ْو َره ذن م ْح ِصنِ ْ َي غَ ْ َْي
mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk
77
d. QS. al-Baqarah ayat 105
ْش ِك َي َٱن ي َ ذن َل عَلَ ْيُك ِ ٰم ْن خ َْْي ِ ٰمن ذربٰ ُِْك ِۗ َوٱٱ ذّلل َ َْي َت ُّص ب َِر ْ َْح ِت ِهۦ ٱ ٱ ٱ
ِ ْ ذما ي َ َو ُّد ٱ ذ َِّل َين َك َفرو ۟إ ِم ْن َٱهْلِ ٱلْ ِك َت َٰ ِب َو ََل ٱلْم
إلْم ْح َصنٰ ِت إلْم ْؤ ِمن ِٰت فَ ِم ْن ذما َملَ َك ْت َإيْ َمان ُْك ِ ٰم ْن فَ َت ٰيتُِك إلْم ْؤ ِمن ِ ِٰۗت َو ٰإّلل َإ ْع َل ِ ِِبيْ َما ِن ُْك ِۗ ب َ ْعض ُْك ِ ٰم ْن ب َ ْعض
ٓ فَانْ ِكح ْوه ذن ِ ِِب ْذ ِن َإ ْه ِله ذِن َو ٰإت ْوه ذن إج ْو َره ذن ِِبلْ َم ْعر ْو ِف م ْح َصنٰت غَ ْ َْي م ٰس ِف ٰحت ذو ََل متذ ِخ ٰذ ِت َإخْدَ إن فَ ِا َذٱ
78
َش إلْ َع َن َت ِمنْ ُْك ِۗ َو َإ ْن ِۗ ِ إ ْح ِص ذن فَ ِا ْن َإت ْ ََي ِب َفا ِحشَ ة فَ َعلَْيْ ِ ذن ِن ْصف َما عَ َٰل إلْم ْح َصنٰ ِت ِم َن إلْ َع َذ
َ ِ إب ٰذ ِ ََل ِل َم ْن خ
perempuan) yang beriman dari hamba sahaya yang kamu miliki. Allah
dengan izin tuannya dan berilah mereka maskawin yang pantas, karena
orang yang takut terhadap kesulitan dalam menjaga diri (dari perbuatan
zina). Tetapi jika kamu bersabar, itu lebih baik bagimu. Allah Maha
عَلَ ْي ُْك َون َ ْم َن ْع ُْك ِ ٰم َن إلْم ْؤ ِم ِن ْ َي ِۗ فَ ٰاّلل َ َْيُك بَيْنَ ُْك ي َ ْو َم إلْ ِق ٰي َم ِة ِۗ َولَ ْن ذ َّْي َع َل ٰإّلل لِ ْل ٰك ِف ِر ْي َن عَ َٰل إلْم ْؤ ِم ِن ْ َي َس ِب ْي ًل
“Bukankah kami (turut berperang) bersama kamu?” Dan jika orang kafir
79
mendapat bagian, mereka berkata, “Bukankah kami turut
akan memberi keputusan di antara kamu pada hari Kiamat. Allah tidak
beriman.
« َٱ ْسلَ َم ْت َزيْنَب ِبنْت: ع َِن إ ْب ِن َع ذباس قَا َل، ع َْن ِع ْك ِر َم َة، ع َْن دَإو َد ْب ِن إلْح َص ْ ِي،ع َْن إ ْب َرإ ِه َي ْب ِن م َح ذمد
ِ
فَآَقَ ذر َُها إلنذ ِ ُّب ﷺ عَ َٰل، ذُث َٱ ْس َ َل ب َ ْعدَ َذ ِ ََل،- ْش ًَك
ِ ْ م: ي َ ْع ِن- ِ َو َز ْوَجَا إلْ َعاص ْبن ذإلربِيع،إلنذ ِ ِ ٰب ﷺ
‘Abd al-Razzāq dari Ibrāhīm ibn Muḥammad dari Dāwud ibn Ḥuṣain
dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbās berkata: Telah masuk Islam Zainab
putri Nabi Saw dan suaminya Abū al-‘Aṣ ibn Rabīʻ – yakni musyrik –
pernikahan mereka.
ِ ع َْن َع ْب ِد ذ، ع َْن َٱبِي ِه، ع َْن َ َْع ِرو ْب ِن ش َع ْيب،َ ع َِن إلْ َح ذجاجِ بْ ِن َٱ ْر َطآَة،ع َْن َْح ْيد
:إّلل ْب ِن َ َْعرو قَا َل
ذُث َٱ ْس َ َل فَ َر ذدهَا إلنذ ِ ُّب ﷺ ِبنِ ََكح،« َٱ ْسلَ َم ْت َزيْنَب إبْنَة إلنذ ِ ِ ٰب ﷺ قَ ْب َل َز ْو َِجَا َٱ ِِب إلْ َع ِاص ب َِس نَة
107»ج ِديد
َ
Abd al-Razzāq dari Ḥumaid dari al-Ḥajjāj ibn Arṭa’ah dari ‘Amr ibn
Shuʻaib dari Ayahnya dari ‘Abdullah ibn ‘Amr berkata: Telah masuk
107
Al-Ḥāfiẓ al-Kabīr Abī Bakr ‘Abd al-Razzāq ibn Hammām al-Ṣan’ānī, al-Muṣannaf,
(Beirut: Majlis Ilmi, t.th.), jilid. 7, hlm. 168
80
Islam Zainab putri Nabi Saw sebelum berpisah dengan suaminya ‘Abī
menikah dengan Abu al-Ash saat itu masih non-Mulim, ada yang
masuk Islam. Sedangkan disisi lain ada juga yang berpendapat bawah
dengan selisih usia yang sangat jauh. Selain itu Humaid sebagai
gurunya.
81
Imam al-Thabari dalam kitabnya menjelaskan tentang surat al-
Baqarah ayat 221 bahwa asbabun nuzul dari ayat diatas masih terjadi
َو َط َعام ذ ِإَّل ْي َن إ ْوتوإ إلْ ِك ٰت َب ِحل ل ذ ُْك ۖ َو َط َعام ُْك ِحل...إلط ِ ٰي ٰبت
ي َْس َـل ْون ََك َما َذإ ٓ إ ِح ذل لَه ْ ِۗم ق ْل إ ِح ذل لَُك ذ
...لذه ْم ۖ َوإلْم ْح َصنٰت ِم َن إلْم ْؤ ِمن ِٰت َوإلْم ْح َصنٰت ِم َن ذ ِإَّل ْي َن إ ْوتوإ إلْ ِك ٰت َب ِم ْن قَ ْب ِل ُْك
Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari: Jami’ al-Bayan ‘An Ta’wil Ayi al-
108
82
perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-
pendapat yang kedua dari ulama ahli ta’wil bahwa surat al-Baqarah ayat
dengan perempuan musyrikah Arab saja, dan ayat tersbut tidak dihapus
(nasakh) dengan ayat manapun tanpa ada pengecualian, akan tetapi ayat
tersebut memiliki arti umum secara dhahir dan mengandung arti khusus
secara ta’wil.109
pendapat ahli ta’wil terhadap surat al- Baqarah ayat 221 adalah apa yang
dikatakan oleh Qatadah yang sejalan dengan firman Allah Swt. yaitu “dan
karena dalam ayat ke- 5 surat al-Ma’idah Allah Swt. berfirman: “dan
antara ahli kitab sebelum kalian”. Hal ini menjadi dasar dari
seorang wanita dari kalangan ahl al-kitab dengan catatan wanita tersebut
109
Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari: Jami’ al-Bayan ‘An Ta’wil Ayi al
Qur’an, hlm. 595
83
menjaga kehormatan dirinya dan bukan seorang wanita yang tidak
Musyrik. Adapun wanita ahl al-kitab seperti Yahudi dan Nasrani memiliki
Hal ini sejalan dengan fakta sejarah umat Islam, bahwa setelah
perkawinan dengan wanita ahl al-kitab baik dari kalangan Yahudi dan
begitu juga dengan Huzaifah bin Yamani yang menikahi wanita Nasrani
wanita ahl al-kitab kecuali Umar bin Khattab yang saat itu sama sekali
110
Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari: Jami’ al-Bayan ‘An Ta’wil Ayi al-
Qur’an, hlm.595
111
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-adhim, (Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 2020), hlm.
236
84
Muslim dengan wanita ahl al-kitab, ketika Umar ditanya mengapa ia tidak
setuju, Umar menjawab bukan karena menikahi wanita ahl al-kitab itu
haram akan tetapi dengan menikahi wanita ahli kitab itu akan
tidak suka dengan hal tersebut dan disisi lain banyak wanita Muslim yang
dengan ahl al-kitab dalam QS. al-Ma’idah ayat 5 adalah hanya Yahudi-
kitab suci selain dari agama Yahudi-Nasrani tidak dikatakan sebagai ahl
dalam ayat 221 surat al-Baqarah adalah bermakna global, baik itu yang
112
Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Mesir: Mathba’ah al-Halabiy,1946),
Juz 6, hlm.56-59
113
Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, juz 1, hlm. 102-103
85
akhirnya masuk agama suaminya. Begitu juga hukumnya haram bagi
oleh Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim, dan al-Wahidi yang dinukul dari
berkenaan dengan cerita Ibnu Abi Martsad al-Ghanawiy. Yang mana suatu
saat ia meminta izin kepada Rasul Saw. untuk menikahi wanita yang
bernama Anaq, yang mana Anaq ini merupakan wanita Musyrik yang
dengan menukil riwayat lainnya. Dalam riwayat lain itu dijelaskan bahwa
yang tertahan disana. Sedangkan pada masa Jahiliyah dulu Marstad ini
sudah menaruh hati kepada seorang wanita yang bernama Anaq. Setelah
terjadi percakapan diantara Marstad dan Anaq yang intinya Marstad diajak
menikah oleh Anaq. Marstad ini belum berani memberi jawaban, maka ia
surat al-Baqarah.
114
Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, juz,28 hlm. 72
115
Syaikh Wahbah az-Zuhaily, Tafsir Munir fil Aqidati wa Syari’ati wa al-Manhaji,
(Damaskus: Dar al-Fikr,2009), hlm. 660-661
86
Selain itu Syaikh Wahbab az-Zuhaily juga menukil pendapat dari al-
Wahidi yang mana ia meriwayatkan dari jalur as-Suddi dari Abu Malik
dari Ibnu Abbas, bahwa terkait dengan sebab turunnya ayat ini berkaitan
dengan peristiwa yang dialami oleh Abdullah bin Rawahah. Yang mana ia
ayat 221 itu dapat diambil dua catatan penting, hal ini sejalan dengan apa
turunnya ayat adalah untuk menjelaskan makna ayat itu, akan tetapi
Kedua, boleh jadi yang mereka sebutkan itu terjadi setelah turunnya
ayat.117
116
Ibid...660-661
117
Ibid...660-661
87
agama Budha, dan Ateis) hukumnya adalah tidak sah. Adapun terkait
dengan wanita ahl al-Kitab (yaitu yang beragama Yahudi dan Nasrani)
dengan apa yang di firmankan oleh Allah Swt. dalam al-Qur’an surat al-
perbedaan antara wanita Musyrik dan wanita ahl al-kitab, bahwa yang
wanita ahl al-kitab adalah mereka yang sama dengan orang Islam dalam
hal keimanan kepada Allah Swt. dan hari akhir, percaya akan hukum halal
dan haram serta mempercayai akan kewajiban untuk berbuat kebajikan dan
perkawinan beda yang dilakukan oleh laki-laki Muslim dengan wanita ahl
hukumnya tidak boleh (haram), hal ini sejalan dengan ketentuan syariat
Islam. Alasan hukum (illat hukum) nya adalah wanita ahl al-kitab akan
agamanya wanita ahl-kitab tidak terganggu. Selain itu juga karena laki-
118
Ibid…662-663
88
Yahudi dan agama Kristen dalam hal pokok-pokok ajaran yang sejalan
dengan agama Islam seperti perintah untuk meng-Esa kan Tuhan dan
wanita ahl al-kitab mendapatkan kenyamanan baik itu dalam aspek agama
(melakukan ibadah sesuai agama yang diyakininya) dan juga dalam aspek
sedikitpun merasa tertekan. Hal ini berbanding terbalik jika misalnya laki-
laki ahl al-kitab menikahi wanita Muslim, sebab biasanya kekuasaan laki-
laki lebih besar dari pada kekuasaan wanita, jika demikian tidak menutup
keselarasan baik itu dalam dimensi spiritual dan fisik diantara mereka.
Selain itu seorang wanita Muslimah akan merasakan hidup dalam tekanan
jika menikah dengan laki-laki ahl al-kitab. Dari faktor inilah mayoritas
interpretasikan sesuai dengan ‘urf (adat) khusus, yaitu untuk para wanita
119
Ibid…662-663
120
Ibid….662-663
89
berhala dan sejenisnya. Dan ayat ini tidak di mansukh atau pun di
khususkan oleh dalil lain. Ayat 221 surat al-Baqarah dalam perspektif
penyembah berhala dan wanita Majusi, sementara terkait dengan surat al-
demikian maka tidak ada kontradiksi diantara kedua ayat tersebut. Sebab
secara lahiriah lafal syirk tidak mencakup ahl al-kitab. Hal ini sejalan
dengan apa yang di firmankan oleh Allah Swt. dalam al-Qur’an surat al-
Baqarah ayat 105. Dan juga sejalan dengan firman Allah Swt. dalam al-
Dalam kedua ayat diatas Allah Swt. memisahkan antara lafal “ahl al-
kitab” dan lafal “orang musyrik”, dengan alasan sebab lahiriah huruf ‘athf
Selain itu bahwa lafal musyrik dalam ayat tersebut bermakna umum,
َ إلْ ِك ٰت
bukan nash, sedangkan firman Allah Swt. (ب ) َوإلْم ْح َصنٰت ِم َن ذ ِإَّل ْي َن إ ْوتوإturun
setelah firman Allah Swt. yaitu ( ) َوإلْم ْح َصنٰت ِم َن إلْم ْؤ ِمن ِٰت adalah merupakan
nash, jadi tidak mungkin terjadi kontradiksi diantara kata yang maknanya
masih belum pasti (masih terbuka untuk kemungkinan memiliki arti lain)
ِ ْ )إلْمitu mencakup
ِ ْش ٰك
sebagian ulama yang berpendapat bahwa kata (ت
121
Ibid…664
90
semua wanita musyrik, baik itu yang menyembah berhala atau pun mereka
yang beragama Yahudi, dan Kristen. Sebab tidak ada dalil yang
Muslim. Hal ini sejalan dengan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas,
bahwa: ayat ini umum, dan mencakup wanita baik itu penyembah berhala,
Majusi, atau pun ahl al-kitab. Maka berdasarkan dari riwayat tersebut
dinikahi. Atas dasar ini maka surat al-Baqarah ayat 221 lah yang justru
didukung oleh perkataan yang disampaikan oleh Ibnu Umar yang terdapat
Isa”. Dalam riwayat lain Umar bin Khathtab juga menyatakan bahwa,
“wanita ahl al-kitab haram untuk dinikahi, dan Umar pun telah
istrinya yang juga ahl al-kitab.”122 Saat menerima surat dari Umar kedua
“Sekiranya talak kalian sah, berarti perkawinan kalian pun tadinya sah,
122
Ibid… 664
91
Terkait dengan riwayat tersebut Syaikh Wahbab az-Zuhaily yang
menukil pendapat dapat dari Ibnu Athiyyah mengatakan bahwa sanad dari
riwayat itu tidak valid. Justru ada sanad lain yang lebih valid yaitu “Umar
Hal ini sejalan dengan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Sedangkan
akan meniru perbuatan tersebut dan justru berdampak tidak suka menikahi
wanita Muslimah. Atau juga kekhawtiran lain yaitu laki-laki Muslim akan
mengawini wanita pelacur dan juga ada faktor lain yang tidak sejalan
123
Ibid… 664
92
Adapun wanita ahl al-kitab yang tergolong ahlul harbi menurut Ibnu
Abbas hukum tidak halal jika dinikahi, hal ini sejalan dengan firman Allah
قَاتِلوإ ذ ِإَّل ۡي َن ََل ي ۡؤ ِمن ۡو َن ِِب ٰ ِّلل َو ََل ِِبلۡ َي ۡو ِم ۡ ٰإَل ِخ ِر… َو ََل َي ٰ َِرم ۡو َن َما َح ذر َم ٰإّلل َو َرس ۡو هل َو ََل ي َ ِديۡن ۡو َن ِد ۡي َن إلۡ َح ٰ ِـق
ِم َن ذ ِإَّل ۡي َن إ ۡوتوإ إلۡـ ِك ٰت َب َح ّٰت ي ۡعطوإ إلۡجِ ۡزي َ َة ع َۡن يذد ذو ۡه ٰص ِغر ۡو َن
Allah dan Rasul-Nya dan mereka yang tidak beragama dengan agama
harbi. Juga karena wanita tersebut minum khamar dan makan daging babi.
Sementara itu empat Imam mazhab fiqh bersepakat atas keharaman dari
(Majusi). Hal ini sejalan dengan firman Allah Swt. pada surat al-Baqarah
93
alasan bahwa perbuatan tersebut mengakibatkan turunnya kemuliaan Islam
dan tentunya masih ada alasan-alasan lainnya. Dan hal ini sejalan dengan
perkawinan beda Agama antara laki-laki Muslim dengan wanita ahl al-
agama ini bukan hukum asal, akan tetapi termasuk dalam ranah
wanita asing hanya karena tergiur parasnya yang cantik dan rambutnya
yang pirang. Selain itu juga karena alasan jika menikah dengan wanita
asing maharnya tidak semahal wanita Arab. Kemudian Syaikh Wahbah az-
dan nasionalisme suami, menjadikannya tidak lagi loyal kepada negeri dan
dengan agama Islam. Selain itu juga ada perasaan angkuh dalam dirinya
dan memandang rendah bangsa Arab serta kaum Muslimin. Bahkan kata
124
Ibid... 665
94
hartanya serta kembali ke Negara asalnya. Sedikit sekali dari wanita asing
mereka tidak sah (haram) hal ini sesuai dengan konsensus ulama Islam
murtad.125
Fiqh lahir bukan diruang kosong, fiqh juga bukan hukum yang jauh
dengan Nabi, para sahabat, atau Imam mazhab fiqh yang mana mereka adalah
sebagai jurist seorang yang hidup dalam konteks lokalitas (Arab) pada saat itu
mereka tidak terisolasi dari konteks disekitarnya.126 Jika dulu fiqh dipahami
dengan sifat doktriner, formal, dan kurang akomodatif terhadap realitas yang
dinamis, tentunya fiqh sebagai produk Islam sulit untuk bersenyawa dengan
beda agama.
125
Ibid…666
126
Akmal Bashori, Fikih Nusantara: Dimensi Keilmuan dan Pengembangannya, (Jakarta:
Kencana, 2021), hlm. 1
127
Jamal Ma’mur, Mengembangkan Fikih Sosial KH.MA. Sahal Mahfudh, (Jakarta:PT
Elex Media Komputindo, 2015), hlm.xi
95
Dibawah ini penulis menjelaskan tentang pendapat para Imam mazhab
Akan tetapi jika wanita tersebut ahl al-kitab maka hukumnya adalah
menurut mazhab Imam Hanafi yang terpenting adalah ahl al-kitab tersebut
meskipun tergolong ahl al-kitab zimmi atau wanita Kitabiyyah yang ada di
kitab zimmi hukumya adalah makruh tanzih, karena wanita ahl al-kitab
Maliki terkait dengan hukum perkawinan beda agama ada dua pendapat
128
Abdurrahman al-Jaziri, Al-Fiqh ala Mazzhib al-Arba’ah, juz 4, (Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah, 2014), hlm. 35
96
wanita kitabiyah yang zimmi (wanita non-Muslim yang berada di negeri
yang tunduk pada peraturan hukum Islam) atau pun wanita harbiyah
hukumnya adalah mutlak makruh.129 Akan tetapi jika ada indikasi bahwa
perkawinan beda agama adalah tidak makruh secara mutlak, karena ayat
mazhab Imam Maliki seperti ini termasuk kedalam pendekatan ushul fiqh
nasab dari Bani Israil.130 Argumentasi hukumnya adalah bahwa Nabi Musa
dan Isa hanya diutus untuk bangsa Israil dan bukan untuk bangsa lainnya.
Alasan lainnya adalah bahwa pada lafal min qoblikum (umat sebelum
adalah merupakan murid dari Imam as-Syafi’i berpendapat tidak jauh beda
129
Abdurrahman al-Jaziri, Al-Fiqh ala Mazzhib al-Arba’ah, juz 4, (Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah, 2014), hlm. 36
130
Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2014), hlm. 139
97
dengan sang Guru. Meskipun mazhab Imam Hanbali juga menyatakan
bahwa yang termasuk dari ahl al-kitab tidak hanya terbatas pada Yahudi-
Nasrani yang bernasab dari Bani Israil saja, akan tetapi termasuk ahl al-
ushul fiqh dan fiqh, serta kajian liguistik (bahasa), serta meneliti beberapa
dikawini yang terdapat dalam QS. al-Baqarah ayat 221 adalah spesifik
ini sejalan dan seirama dengan apa yang dijelaskan oleh Ibn Jarir al-
Thabari yang mana beliau merupakan ahli tafsir (mufasir) bahwa oang-
98
orang Majusi, Shabiun, Penyembah berhala baik itu yang berasal dari
India, Jepan, Cina dan sejenisnya adalah termasuk kategori ahl al-Kitab
Apa yang disimpulkan oleh Rasyid Ridha diatas sejalan dan seirama
dalam QS. Fathir ayat 24 yang mana dalam ayat tersebut dinyatakan
Argumentasi ini didukung dengan ayat ke-3 dalam surat al-Sajadah, dan
posisi Yesus Kritus sebagai Allah atau Anak Alah, kendati demikian tetap
saja mereka harus diperlakukan sebagi ahl al-kitab. Maka dengan itu
131
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Qur’an al-Hakim, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, t.th.),
juz VI. Hlm. 193
99
wanita-wanita Hindu, Majusi hukumnya boleh dikawini, begitu juga
Kedua pendapat yang cukup liberal diatas juga diamini oleh Abdul
agama ini kaum Majusi, Shabi’un, dan penyembah berhala yang ada di
Cina, India atau pun yang serupa dengannya semuanya termasuk kategori
Tauhid sampai saat ini. Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan dalam
QS. Fathir ayat 24 dan ayat ke-7 dalam surat al-Ra’ad. Bahwa semua
umat dibangkitkan Rasul, maka oleh karena itu kitab-kitab suci mereka
perkawinan dengan wanita ahl al-kitab adalah Mubah. Hal ini sejalan
dengan apa yang ada dalam QS. al-Ma’idah ayat 5 yang jelas
132
Mawlana Muhammad ‘Ali, The Religion of Islam, diterjemahkan oleh R. Kaelah
dengan Judul Islamologi, (Jakarta: Ikhtiar Baru-Van Hoeve, 1977), hlm. 412
133
Lihat Durotun Nafisah, Perkawinan Beda Agama dalam Perspektif Historis Normatif,
dan Filosofis, (Jurnal an-Nidzam: Vol.6, No.1 Januari 2019), hlm. 48. Atau lihat juga Abdul
Hamid Hakim, Al-Mu’in al-Mubin, Juz IV (Jakarta: Bulan Bintang)1977, hlm. 45-55
100
yang sangat ketat terkait dengan kebolehan melakukan perkawinan dengan
dengan wanita ahl al-kitab ini tidak mendatangkan Fitnah dan madharat.
secara khusus atau dalam kondisi tertentu maka hukumnya juga dilarang
perkawinan beda agama antara laki-laki Muslim dengan wanita ahl al-
Kitab dengan alasan sebagai berikut: Pertama. QS. al-Ma’idah ayat 5 itu
turun setelah QS. al-Baqarah ayat 221, maka oleh karena itu tidak
mungkin QS. al-Ma’idah ayat 5 dinasakh oleh QS. al-Baqarah ayat 211.
Kedua. QS. al- Baqarah ayat 221 dan QS. al-Mumtahanah ayat 10 adalah
Musyrikah adalah haram hukumnya. Hal ini sejalan dengan apa yang
terdapat dalam QS. al-Baqarah ayat 221 dan QS. al-Mumtahanah ayat 10.
perkawinan dengan wanita Kafir yang bukan murni ahl al-kitab, seperti
134
Yusuf Qardawi, Fatwa-fatwa Kontemporari: Seri 3 Wanita dan Keluarga, (Selangor-
Malaysia: PTS Islamika,2015), hlm. 76
101
penyembah berhala, Majusi, atau salah satu dari kedua orang tuanya
jodoh. Sebab istri adalah teman hidup dan akan menegakkan rumah tangga
bahagia yang penuh dengan iman dan menurunkan anak-anak yang shalih.
tangga. Jika sudah memilkik anak, lebih baik katakana terus terang bahwa
kamu hanya suka kawin dengan dia kalau dia sudah masuk Islam terlebih
dahulu.”136
Dalam perspektif Buya Hamka surat al-Baqarah ayat 221 secara tegas
mensyaratkan Kafaah atau Kufu dalam hal perkawinan. Itu artinya Buya
diabaikan. Sebab maligai rumah tangga harus dibentuk dengan dasar yang
135
Fakhrurrazi M.Yunus dan Zahratui Aini, Perkawinana Beda Agama dalam
UndangUndang No.23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Tinjuan Hukum Islam),
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Media Syariah Vol 20, No. 2, 2018 hlm 147
136
Hamka, Tafisr al-Azhar, (Depok: Gema Insani, 2015), hlm 143
137
Hamka, Tafisr al-Azhar, (Depok: Gema Insani, 2015), hlm 194
102
boleh. Namun Buya Hamka memberikan batasan bahwa yang dimaksud
adalah haram. Buya Hamka dalam hal ini mengikuti mayoritas ulama.
Pertama, Wanita ahl al-Kitab tersebut harus wanita yang terbaik yaitu
nafsu. Ketiga, Perkawinan beda agama antara laki-laki Muslim dan wanita
ahl al-kitab diperbolehkan hanya untuk laki-laki yang memiliki iman kuat.
Quraish Shihab tidak jauh beda dengan apa yang disampaikan oleh Buya
kuat agar supaya di dalam menjalani maligai rumah tangga dapat konsisten
103
laki-laki Muslim melakukan perkawinan dengan wanita ahl al-kitab. Ia
yang layak dikawini baik itu dari perempuan Mukminah atau pun ahl al-
perkawinan dengan wanita ahl al-Kitab ini dengan syarat yang ketat
disaat itu, yang mana kaum Muslim sering melakukan perjalanan jauh
138
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2017), jilid I, hlm. 32M.
104
perspektif Prof Quraish Shihab hukumnya haram. Hal ini secara tegas
dijelaskan dalam QS. al-Baqarah ayat 221. Bahwa yang dimaksud dengan
adalah siapa yang percaya bahwa ada Tuhan bersama Allah Swt. atau
kepada Allah Swt. dan kedua kepada selain-Nya. Maka dengan pengertian
dilabeli dengan sebutan Musyrik akan tetapi disebut dengan ahl al-Kitab.
Hal ini sebagaimana yang ada dalam QS. al-Baqarah ayat 105. Dan QS. al-
wanita Muslimah dengan laki-laki Musyrik yang bukan ahl al-kitab dalam
bahwa hukumnya boleh (halal). Hal ini sejalan dengan firman Allah Swt.
139
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an,
jilid.1, hlm. 557
105
dengan syarat tidak dikhawatirkan agamanya dan agama anak-anaknya
yang fasiq jika dia khawatir dengan agamanya dan agama anaknya.
ayat 10.
Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh ulama dan fuquha
kalangan ahl al-kitab atau pun dari kalangan agama lainnya. Dan
Abu al-Ash arabi’. Dan ketika Abu al-Ash menjadi tawanan Perang Badar
106
Islam Rasul Muhammad Saw. mengembalikan putrinya kepadanya. Dan
pengikutnya.140
ajar terhadap ajaran Nabi Musa dan Isa. Sedangkan laki-laki Yahudi-
Nasrani tidak memiliki Iman terhadap Rasul Muhammad Saw. dan hal ini
agama (syariat). Sedangkan Allah Swt berfirman dalam surat an-Nisa’ ayat
141.
140
www.dar-alifta.org diakses pada 2 Oktober 2023.
107
ني َسبِّ ًيلِّ ِّ ِّ ِّ ولَن ََيعل ه
َ اَّللُ للْ َكاف ِّر
َ ين َعلَى الْ ُم ْؤمن َ َْ َ
Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir
Dari ayat diatas dapat di simplifikasi bahwa Allah Swt. tidak ridha
(MUI) pada tahun 1980 dan tahun 2005 secara tegas berfatwa bahwa yang
Ada dua hal penting yang digariskan dalam fatwa diatas yaitu:
141
Fatwa Syaikh Nuh Ali Sulaiman, Fatwa Al-Ahwal Asyahsiyah, no. 39
142
Rumadi Ahmad, Fatwa Hubungan Antaragama di Indonesia: Kajian Kritis tentang
Karakteristik Praktik dan Implikasinya, (Jakarta: Gremedia Pustaka Utama, 2016), hlm. 174
108
lebih besar dari pada maslahatnya, Majelis Ulama Indonesia
dengan pengertian Sosiologi hukum sebagai acuan dari diskursus dibagian ini.
berbagai pendapat dan konsep yang terkait dengan hal yang akan
Jika dilihat dari sudut pandang historis istilah sosiologi hukum (sociology
of law) pertama kali digunakan oleh Anzilotti yang merupakan orang Italia
pada tahun 1882. Selain itu juga ada Roscoe Pound yang mengenalkan istilah
pemikiran-pemikiran para ahli pemikir, baik itu dibidang filsafat hukum, ilmu
hukum ataupun sosiologi. Hasil pemikiran tersebut tidak hanya berasal dari
143
http://konawe.kemenag.go.id/file/dokumen/PerkawinanCampur.pdf dikases pada 24
Agustus 2023
144
Hasnati, Sosiologi Hukum : Bekerjanya Hukum di Tengah Masyarakat, (Yogyakarta:
Absolute Media, 2015), hlm. 11
109
Dibawah ini penulis jelaskan terkait dengan pengertian Sosiologi Hukum
masyarakat.146
meneliti mengapa manusia patuh pada hukum dan mengapa dia gagal
mempengaruhinya.147
145
R. Otje Salman, Sosiologi Hukum: Suatu Pengantar, (Bandung: Armico, 1992), hlm.
13
146
Munir Fuady, Sosiologi Hukum Kontemporer, Interaksi Hukum, Kekuasaan dan
Masyarakat, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hlm.4
147
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,
1982), hlm. 17
110
d. Perspektif M.P. Baumagartner. Sosiologi Hukum adalah kajian ilmiah
apabila dilihat dari aspek hukumnya maka hal itu disebut dengan sosiologi
hukum.
Terkait dengan objek kajian sosiologi hukum ada beberapa ahli yang
meliputi: hukum dan struktur sosial, kaidah hukum, dan kaidah sosial
148
Hamzarief Santaria, Konsep Sosiologi Hukum, (Malang: Setara Press, 2019), hlm. 3
149
Satjipto Rahardjo, Ilmu hukum, (Bandung: Cipta Aditya, 2000), hlm.310
150
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1980), hlm. ix
151
Satjipto Rahardjo, Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial bagi Pengembangan Ilmu Hukum,
(Bandung: Alumni, 1977), hlm. 94
111
dalam penyelenggaraan hukum, yaitu pembuat undang-undang,
berkait dengan dasar-dasar sosial dari suatu hukum, lazim juga disebut sebagai
basis sosial hukum.153 Artinya ruang lingkup sosiologi hukum adalah tentang
kondisi sosial, konflik dan lainnya. Misalnya, basis soial dari lahirnya Undang-
peredaran pornografi yang sulit untuk dikendalikan dan tidak memiliki payung
hukum. Dari sini muncul keresahan masyarakat karena terjadi seks bebas
Dari problematika itu lah akhirnya muncul gagasan agar ada instrument hukum
yang secara tegas mengatur dan melarang peredaran pornografi serta hukuman
Pornografi ini tidak berada di ruang hampa yang tiba-tiba saja muncul tanpa
sebab. Oleh karena itu dalam bacaan penulis ruang lingkup yang paling
hlm.21
153
Satjipto Rahardjo, Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial bagi Pengembangan Ilmu Hukum,
hlm. 94
154
Zulfanun Ni’mah, Sosiologi Hukum Sebuah Pengantar, hlm.21-22
112
yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dalam hubungannya dengan
tindakan melawan hukum, atau dalam tindakan menaati hukum, serta tindakan
memadukan dua istilah yang awalnya digunakan secara terpisah, yaitu sosiologi
dan hukum. Dalam konteks sosiologi hukum ini yang dimaksud dengan hukum
disini bukanlah ilmu hukum, akan tetapi berbagai bentuk kaidah sosial atau
bermasyarakat, baik itu bertindak untuk dirinya sendiri atau orang lain. Atau
bahkan prilaku atau pola lain yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan
merupakan kajian sosial terkait dengan hukum yang berlaku dimasyarakat dan
dimasyatakat.155
155
Hasnati, Sosiologi Hukum : Bekerjanya Hukum di Tengah Masyarakat, hlm. 13-14
113
berbeda bahkan bertentangan dengan hukum yang ada di dalam kitab hukum,
atau hukum yang tak tertulis yang diyakini dan disosialisasikan dalam
masyarakat.
apa faktornya, dan apa saja pengaruhnya, bagaimana latar belakangnya dan
lain sebagainya.
sehingga mampu memprediksi suatu hukum yang sesuai atau tidak dengan
masyarakat tertentu.156
hukum. Artinya bagi yang melanggar atau pun yang menaati hukum
menilai yang satu lebih baik dari pada yang lainnya. Sebab orientasi
kebijakan hukum yang telah ada.158 Berikut ini penulis jelaskan tentang
156
Yesmil Anwar, Pengantar Sosiologi Hukum, (Jakarta PT. Grasindo, 2007), hlm. 24
157
Zainudin Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2006), hlm.8
158
Hamzarief Santaria, Konsep Sosiologi Hukum, (Malang: Setara Press, 2019), hlm.27
114
a. Gerard Turkel menyatakan bahwa manfaat dari sosiologi hukum adalah
institusional.
masyarakat.
159
Amran Suadi, Sosiologi Hukum: Pengeakan, Realitas & Nilai Moralitas Hukum,
(Jakarta: Kencana,2018), hlm. 26
115
Sosiologi hukum dalam perkembangannya tidak dapat dilepaskan dari
pengaruh ilmu lain yaitu ilmu hukum, sosiologi dan filsafat. Maka dengan
berbagai macam aliran mazhab serta pemikirannya. Dalam bacaan penulis, ada
Salah satu tokoh pemikir yang mengagas aliran mazhab ini adalah
John Austin dan Hans Kelsen. Sebenarnya kedua tokoh ini memiliki
perbedaan, jika John Austin dikenal sebagai tokoh utama dari ajaran
postivisme maka Hans Kelsen lebih dikenal sebagai pencetus teori hukum
murni (pure theory of law). Oleh karena itu aliran mazhab formalistis
memiliki dua karakteristik yaitu ajaran postivisme dan teori hukum murni.
sejatinya alam ini adalah sebuah keteraturan yang dihasilkan oleh hukum
Jhon Austin adalah merupakan tokoh utama dalam aliran postivisme yuridis.
Ajaran ini memiliki esensi terpenting yaitu bahwa hukum adalah perintah
yang diterapkan atau ditetapkan oleh pemilik otoritas atau yang memiliki
160
Hamzarief Santaria, Konsep Sosiologi Hukum, hlm. 32
116
tergantung pada kenyataan sosiologis, sejarah atau bahkan politik. Sebab
hukum akan adil jika berdiri dengan netral dan imparsial.161 Disisi lain teori
hukum murni yang dibawa oleh Hans Kelsen sejatinya adalah kelanjutan
dari ajaran postivisme, hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh
Ada dua tokoh utama dalam aliran mazhab ini yaitu Jeremy Bentham
dan Rudolf von Jhering. Jika Jeremy Bentham dikenal sebagai bapak
yaitu: The aim of the law is the greatest happiness of the greates number.
Jeremy Bentham ini sejalan dan seirama dengan teori bahwa baik buruknya
161
Amran Suadi, Sosiologi Hukum: Pengeakan, Realitas & Nilai Moralitas Hukum, hlm.61
117
masyarakat. Dengan pandangan ini bukan berarti Jeremy Bentham
keutungan, kebijakan, manfaat, atau segala cara untuk mencegah rasa sakit,
masyarakat.
Undang, tidak juga dalam ilmu hukum dan tidak pula dalam putusan
Selain itu Eugen Ehrlich dalam salah satu karya ilmiahnya yang berjudul
Living Law. Baginya teori ini sangat penting untuk membedakan antara
hukum positif dan living law. Eugen Ehrlich menyatakan bahwa efektifitas
162
Hamzarief Santaria, Konsep Dasar Sosiologi Hukum, (Malang: Setara Press, 2019),
hlm. 39-41
163
Achamd Ali, Menguak Tabir Hukum, (Jakarta: Prenamedia Group, 2015), hlm. 312
118
hukum positif sangat tergantung pada apakah hukum itu sudah senyawa
dengan living law atau hukum yang hidup dimasyarakat. Dalam hemat
penulis, teori Living Law ini sangat relevan dengan fakta empiris dari
Agama
pluralitas masyarakatnya baik itu dari agama, hukum, suku, bangsa dan lainnya
Melalui kajian yang cukup lama dan menghadirkan pro-kontra dari berbagai
tentang Perkawinan.
hukum perkawinan segera terwujud. Salah satu faktor yang menjadikan hal
etnik, agama dan golongan di Indonesia yang dalam hal perkawinan diatur
apa yang ditentukan dalam Pasal II Aturan Peralihan UDD 1945, bahwa
119
segala badan Negara dan peraturan yang ada masih berlaku sepanjang belum
Reglement) HIR, RBg atau yang lain merupakan produk hukum penjajah
Cina.
mereka.
164
Imron Rosyidi, Rekontruksi Epistimologi Hukum Keluarga Islam, (Jakarta:
Kencana,2022),hlm. 12
120
f. Bagi orang-orang Timur Asia lainnya dan warga Negara keturunan
yang beragama Kristen dan warga Negara berketurunan Eropa dan Cina
KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek), HOCI, GHR. Hal ini berbeda dengan
umat Islam yang pada saat itu belum memiliki kodifikasi hukum perkawinan
dan masih tersebar di beberapa kitab fiqh dan sekaligus berfungsi sebagai
Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk yang diperuntukan
bagi umat Islam, dan hanya berlaku bagi penduduk wilayah Jawa dan
Undang No.22 Tahun 1946 hanya berlaku untuk wilayah Jawa dan Madura
165
Ibid…13 atau lihat juga penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan.
121
1) Gagasan untuk mewujudkan unifikasi hukum perkawinan sejatinya
sudah ada sejak 1950. Yang mana disaat itu terbentuk panitia penyelidik
2) Baru pada tahun 1958 RUU perkawinan Umat Islam (RUU Khusus)
3) Hukum Perkawinan Masa Orde Baru, lahir akibat desakan yang terus
diajukan sebelumnya.
tentang Perkawinan.168
166
Taufiqurrohman Syahuri, Legislasi Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Kencana-
PrenadaMedia Group, 2015), hlm.102
167
Imron Rosyidi, Rekontruksi Epistimologi Hukum Keluarga Islam, hlm. 15
168
Lemabaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1.
122
masyarakat, salah satunya adalah permasalahan perkawinan beda agama.169
dari prespektif sosiologi hukum relevan dengan konsep “Het recht think
merupakan suatu prestasi yang ditunggu sejak Indonesia merdeka dan baru
terwujud setelah tiga puluh tahun kemudian. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab
169
Setiyowati, Hukum Perkawinan di Indonesia: Rekontruksi Perundang-Undangan
Berbasil Nilai Keadilan, (Malang: SetaraPress, 2021), hlm.3
170
Hamzarief Santaria, Konsep Sosiologi Hukum, (Malang: Setara Press, 2019), hlm. 35
123
di tengah-tengah realitas masyarakat yang prulasime hukum merupakan
tidak mengatur tentang perkawinan beda agama sehingga tidak ada ruang bagi
hal ini sejalan dan seirama dengan pasal 2 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974 yang
bunyi pasal tersebut jelas bahwa agama menjadi dasar utama dalam
membangun lembaga perkawinan yang baik dan sehat. Itu artinya tidak ada
suatu perkawinan pun yang dianggap sah jika tidak sesuai dengan ketentuan
agama.173
Terkait dengan bunyi pasal 2 ayat (1) diatas “menurut hukum masing-
kalimat tersebut masih belum jelas (abigu) masksudnya. Apakah kedua belah
pihak calon suami-istri harus satu agama yang sama, atau satu kali menurut
hukum agama (kepercayaan) dari calon yang satu, dan sekali lagi menurut
171
Imron Rosyidi, Rekontruksi Epistimologi Hukum Keluarga Islam, hlm. 193
172
Setiyowati, Hukum Perkawinan di Indonesia: Rekontruksi Perundang-Undangan
Berbasil Nilai Keadilan, hlm.3
173
Imron Rosyidi, Rekontruksi Epistimologi Hukum Keluarga Islam, hlm. 194
174
Djaja S. Meliala, Perkawinan Beda Agama dan Penghayatan Kepercayaan di
Indonesia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi, (Bandung: Nuansa Aulia, 2015), hlm.7
124
hukum agama (kepercayaan) dari calon yang lainnya. Meskipun dalam
praktiknya telah diambil penafisran satu agama yang sama, hal ini justru dapat
akan tetapi cukup didasarkan pada faktor hubungan keperdataan saja atau
bagi mereka yang memiliki biaya bisa melakukan perkawinan diluar negeri
yang mana dinegara tersebut tidak melarang perkawinan beda agama. Ada
juga opsi lain yaitu melakukan perkawinan dengan cara sesuai dengan
masing calon, bagi seorang Muslim tentu menyisakan pertanyaan apakah jika
175
Setiyowati, Hukum Perkawinan di Indonesia: Rekontruksi Perundang-Undangan
Berbasil Nilai Keadilan, hlm.5
125
non-Muslim, yang secara hukum masih terjadi silang pendapat, baik yang
cinta. Sebab dalam realitasnya tidak sedikit pasangan perkawinan beda agama
wanita dambatan hati, setelah itu kembali lagi. Begitu juga dengan alternatif
pendapat di anatara sesama umat Islam, akan tetapi juga sering memunculkan
a. Kasus Andi Vonny Gani P dengan Andrianus Petrus Hendrik Nelwan yang
calon pasangan suami-istri yang beda agama. Kasus ini bermula ketika
Vonny ini merupakan seorang wanita beragama Islam dan Adrianus Peturs
176
Imron Rosyidi, Rekontruksi Epistimologi Hukum Keluarga Islam, hlm. 195
126
perkawinan akan tetapi ditolak oleh KUA Kecamatan Tanah Abang, dan
177
Surat Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanah Abang No.K2/MJ-
I/834/III/1986 tanggal 5 Maret 1986 dan Surat Kantor Catatan Sipil No.655/1.1755.4/cs/1986
Tanggal 5 Maret 1986.
127
permohonan untuk melangsungkan perkawinan kepada Kepala Kantor
itu pemohon sudah tidak lagi menghiraukan status agamanya (in casu
dalam hal atau keadaan yang demikian seharusnya Kantor Catatan Sipil
04/Pdt.P/2012/PN.MGL.
128
tetapi ditolak dengan alasan Pemohon beragama Islam. Kehendak
pasangannya.179
mereka berdua yakini, maka hal ini menjadi alasan hakim untuk
178
Penetapan PN Magelang Nomor 06/Pdt.P/2012/PN.Mgl.
179
Penetapan PN Magelang Nomor 06/Pdt.P/2014/PN.Mgl.
129
beragama Kristen. Dalam posita perkara tersebut diantaranya dijelaskan
bahwa Pemohon (ARI J) dan NTL S pernah membahas agar salah satunya
180
Imron Rosyidi, Rekontruksi Epistimologi Hukum Keluarga Islam, hlm. 212
181
Setiyowati, Hukum Perkawinan di Indonesia: Rekontruksi Perundang-Undangan
Berbasis Nilai Keadilan, hlm.8
130
Sebenarnya hakim dalam hal menerima permohonan izin atau
yang berbeda agama tersebut. Kantor Catatan Sipil hanya memiliki tugas
131
Kotamadya Surabaya. (c). Hakim memerintahkan kepada Pejabat Kantor
Dari beberapa kasus dan sudah diputuskan baik itu di MA atau pun
datang.183
hukum perkawinan terutama yang beda agama jika dilihat dari perspektif
dan fungsi sosiologi hukum bahwa fungsi hukum menurut Joseph Raz
dibagi menjadi dua yaitu fungsi hukum langsung, dan fungsi hukum tidak
182
Penetapan PN Surabaya Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby.
183
Setiyowati, Hukum Perkawinan di Indonesia: Rekontruksi Perundang-Undangan
Berbasil Nilai Keadilan, hlm.9
132
pelaksanaan perkawinan secara nasional. Sedangkan fungsi hukum tidak
Selain dari dua fungsi hukum yang disampaikan oleh Joseph Raz
dikaji di dalam sosiologi hukum, hal ini sejalan dengan apa yang
184
Hamzarief Santaria, Konsep Dasar Sosiologi Hukum, (Malang:Setara Press,2019),hlm.
114
185
Hamzarief Santaria, Konsep Dasar Sosiologi Hukum, hlm. 135
133
tipe hukum yaitu hukum represif (repressive law), hukum otonom
(autonomus law), dan hukum responsif (responsive law). Dari tiga tipe
mengabdi kepada kekuasaan represif dan kepada tata tertib sosial yang
represif. Kedua, hukum otonom yang dimaksud disini adalah hukum yang
mengawasi kekuasaan yang menindas dan memaksa yang ada pada hukum
yang memiliki otoritas atau produk hukum yang sudah mapan, dan
Prof. Dr. Satjipto Rahardjo yang dikenal dengan ahli hukum beraliran
186
Philippe Nonet dan Philip Selznick, Hukum Responsif, (Bandung: Nusa Media, 2013),
hlm.37
187
Wahyu Nugroho, Menyusun Undang-Undang yang Responsif dan Partisipatif
Berdasarkan Cita Hukum Pancasila,(Jurnal Legislasi Indonesia, Vol.10 No.03-September, 2013),
hlm.112
134
yang ada pada hukum jika diperlukan. Hukum progresif memiliki tujuan
kebahagiaan.188
pembalikan yang mendasar dalam teori dan praksis hukum, serta melakukan
hukum adalah untuk manusia dan bukan sebaliknya.190 Secara lebih sederhana
188
http://www.pengertianartidefinisi.com/pengertian-hukum-progresif/ diakses tanggal 6
Oktober 2023.
189
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum: Pencarian, Pembebasan dan Pencerahan, (Surakarta:
Muhammadyah Press University, 2004), hlm.17
190
Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, (Jakarta: Kompas, 2007), hlm. 154
191
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum; Pencarian, Pembebasan dan Pencerahan (Surakarta:
Muhammadiyah Press University, 2004), hlm.17
135
Konstitusi yaitu Mahfud MD yang mengatakan bahwa hukum progresif itu sulit
untuk didefinisikan. Akan tetapi, bagi seorang hakim, hukum progresif adalah
hukum yang bertumpu pada kayakinan hakim, yang mana hakim tidak
hukum progresif, seorang hakim berani mencari dan memberikan keadilan dengan
progresif bukan hanya teks, akan tetapi juga konteks. Ia kemudian melanjutkan
keadilan dalam satu garis. Itu artinya hukum yang memiliki sifat terlalu kaku akan
cenderung tidak adil. Hukum progresif bukan hanya taat pada formal procedural
Apa yang dinyatakan oleh Deny Indryana tersebut sejalan dan seirama
dengan apa yang dinyatakan oleh Satjipto Rahardjo bahwa penegakan hukum
progresif adalah menjalankan hukum tidak hanya sekedar kata-kata hitam putih
dari peraturan (according to the letter in text), melainkan menurut semangat dan
makna lebih dalam (to verify meaning) dari undang-undang atau hukum. Sebab
dalam hal penegakkan hukum bukan hanya tentang kualitas kecerdasan intelektual
saja, akan tetapi juga melibatkan peran kecerdasan spiritual. Artinya, penegakan
192
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt529c62a965ce3/menggali-karakter-hukum-
progresif. Diakses pada tanggal 6 Oktober 2023
136
terhadap penderitaan bangsa dan disertai dengan keberanian untuk mencari solusi
perkawinan yang dilakukan antara dua individu yang memeluk agama berbeda.
Maka dalam perspektif teori hukum progresif persoalan tersebut merupakan salah
satu bentuk perubahan sosial yang perlu diakomodasi oleh hukum. Sebab dalam
kajian sosiologi hukum (teori hukum progresif) diawali dengan premis dasar
bahwa hukum adalah untuk manusia dan bukan berlaku sebaliknya. Dalam teori
hukum progresif tidak diterima hukum yang bersifat mutlak dan final, akan tetapi
ideologis ini diusulkan untuk di implementasikan pada level agenda akademik dan
aksi.
hukum modern yang menentang birokrasi dan ingin bebas dari aturan semacam
hukum liberal. Hukum progresif menolak tatanan yang hanya beroperasi di dalam
cita-cita hukum dan menolak status quo, serta menginginkan hukum yang
memiliki nurani dan menjadi institusi yang bermoral. Hukum adalah suatu
193
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis, (Yogyakarta: Genta
Publishing, 2009), hlm. xiii
137
Term “diri” yang terdapat dalam pengertian tersebut diartikan sebagai kalimat
harus ditegakkan dan kepada siapa keadilan harus diterapkan. Itu sangat
tergantung pada siapa pengontrolnya. Ketika sebuah kasus ditangani oleh hakim
dari beberapa potensi aspek progresif dalam ketiga undang-undang yang telah
a. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 Ayat (1) dan (2) UUD 1945
agama masing-masing.
194
Rofiqun Najib, Tesis: Analisis Penetapan Nomor 916/Pdt.P/2022/Pn.Sby Terkait
Legalitas Kawin Beda Agama Perspektif Teori Hukum Progresif Satjipto Rahardjo, (Malang:
PascaSarjana Program Magister al-Ahwal al-Syakhshiyyah UIN Maliki,2022), hlm. 97
138
c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
pencatatan perkawinan dan status anak yang lahir dari perkawinan beda
d. Prinsip dasar dari teori hukum progresif adalah bahwa hukum harus bisa
masyarakat. Dalam hal ini, teori hukum progresif akan memandang bahwa
perkawinan beda agama seharusnya diakui dan diatur oleh hukum, sehingga
agama secara bebas, dan hak untuk mendidik anak-anak dalam agama yang
139
mengadopsi pendekatan yang inklusif dan memberikan kebebasan penuh bagi
masyarakat.
dengan perspektif hukum progresif, ada juga beberapa kasus lain dan itu
sudah diputuskan, misalnya kasus Angelina Sondakh yang mana dalam pesan
blackberry massanger pada saat itu menjadi salah satu alat bukti dari kasus
tersebut, tidak ada satu pun pesan yang menyatakan uang, yang ada justru
penyidik tetap meyakini bahwa kedua istilah tersebut yang ada dalam kasus
hukuman 12 tahun penjara dari Mahkamah Agung dan hal itu dalam hemat
“Barangnya Bismar” yang merupakan salah satu contoh paling baik dalam
195
Hamzarief Santaria, Konsep Dasar Sosiologi Hukum, hlm. 142
140
2.3 Kerangka Berpikir
menjelaskan dan memprediksi fenomena. Dan salah satu fungsi utama dari
alamiah atau pun bersifat sosial. Pemenuhan fungsi tersebut tidak hanya
keterangan tentang gejala tersebut. Hal ini menegaskan bahwa fungsi teori
teori itu penting, ada juga hal perlu dilakukan oleh peneliti yaitu menyusun
kerangka pikir.197 Kerangka pikir adalah alur berpikir yang disusun secara
proses pelaksanaan hingga akhir. Hal ini sebagaiman yang disampaikan oleh
196
Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial. Berbagai Pendekatan
Alternatif, (Cet-8, Jakarta: Kencana, 2015), 34.
197
Ibid,…65
141
bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah
gejala yang menjadi objek permasalahan. Kriteria utama agar suatu kerangka
pemikiran bisa meyakinkan sesama ilmuan adalah alur pikiran yang logis
yang berupa hipotesis, dan yang disusun dari berbagai teori yang telah
berikut:
Perkawinan beda Agama memiliki dampak positif sebagai salah satu cara di dalam
menjaga harmonisasi umat beragama yang dimulai dari elemen keluarga.
198
Sugiyono, Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&d, (
Cet-3, Bandung: Alfabeta, 2020), hlm. 91
142
Dalam perspektif hukum Islam diskursus tentang perkawinan beda agama masih
menyisahkan polemik. Diantara sebabnya adalah terjadinya silang pendapat dari ahli
hukum Islam tentang interpretasi ayat 221 dalam QS. al-Baqarah dan ayat 5 QS. al-
Ma’idah. Selain itu juga masih terjadi silang pendapat tentang interpretasi dari makna
ahl al-kitab dan Musyrik. Maka oleh karena itu problematika perkawinan beda agama
masih menarik untuk di elaborasi.
143
BAB III
METODE PENELITIAN
menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-
a. Teologis normatif
ada di Indonesia.
b. Yuridis
c. Historis
199
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D
(Cet-8 Bandung: CV. Alfabeta, 2020), hlm. 7
144
Pendekatan historis diarahkan kepada penelitian kritis terhadap keadaan di
masa lampau dan menimbang secara teliti dan hati-hati tentang bukti dan
keterangan tersebut.
d. Sosiologis kultural
studi kasus (case study), yakni suatu bentuk penelitian yang mendalam
kasus perkawinan beda agama yang terjadi di Desa Gadingkulon, Kec. Dau,
145
mengumpulkan data itu artinya bahwa kedudukan peneliti dalam penelitian
berperan menjadi partisipan dalam melihat subjek yang diteliti, serta mengikuti
a. Secara data jumlah pemeluk agama yang ada di Desa Gadingkulon Kec. Dau
Kab. Malang mayoritas adalah umat Islam dengan jumlah 3.941 dengan
b. Dari data diatas Desa Gadingkulon Kec. Dau Kab. Malang cocok untuk
c. Desa Gadingkulon Kec. Dau Kab. Malang menjadi objek penelitian sebab
146
agama dan sampai sekarang masih terjalin maligai rumah tangga yang
harmonis.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari orang,
peristiwa, dokumentasi. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh
Arikunto bahwa yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah
subyek dari mana data dapat di peroleh.200 Bila dilihat dari sumber datanya,
pengumpulan data dapat menggunakan sumber data primer dan sumber data
sekunder.
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data.201 Artinya data ini bisa diperoleh dari hasil
Dau Kab. Malang. Usaha dalam mendapatkan data yang akurat peneliti
200
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta : PT.
Rineka Cipta, 2013),hlm.172
201
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D
(Cet-8 Bandung: CV. Alfabeta, 2020), hlm. 38
147
Untuk informasi yang digunakan sebagai sumber data adalah (a)
data kepada pengumpul data misalnya lewat orang lain atau lewat
tulis terdahulu baik itu berupa buku, artikel, jurnal, tesis, disertasi yang
karya tulis yang relevan dengan penelitian yaitu tentang Perkawinan Beda
202
Ibid, hlm. 308
148
a. Observasi, pengamatan secara langsung terhadap gejala yang tampak pada
b. Wawancara
1) Langsung
203
Burhan Bungin, Penelitian kualitatif komunikasi, ekonomi, kebijakan public dan ilmu
sosial lainnya, Edisi 1, cet.1 (Jakarta: Kencana prenada media group, 2007), hlm. 115
149
wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan kompleks untuk
memperoleh informasi.204
2) Tidak Langsung
204
Ibid,…140
205
Ibid,…312
150
telepon dan chatting, informan dapat mengungkap semua informasi
c. Dokumentasi
Sekretariat Desa Gadingkulon Kec. Dau Kab. Malang, dan dokumen lainya
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa
206
Janet M. Ruane, Dasar-Dasar Metode Penelitian panduan riset ilmu sosial, terj. M.
Shodiq Mustika, (Bandung: Nusa Media, 2013),hlm. 235
151
diringkas, disusun lebih sistematis, serta ditonjolkan pokok-pokok yang
pendukung.
kesimpulan.
152
dengan cara memikir ulang dan meninjau kembali catatan lapangan
keabsahan data dalam penelitian. Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data
dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan
peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti.207
Maka dari itu, peneliti hanya memilih satu kriteria yakni derajat
peneliti dalam penelitian, artinya apa yang diamati oleh peneliti sesuai dengan
yang digunakan oleh peneliti pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Perpanjangan Keikutsertaan
Peneliti dalam penelitian kualitatif adalah instrumen itu sendiri.
207
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: ALFABETA,
2017), hlm. 345
153
pengamatan sehingga data yang diperoleh akan terjamin keabsahan
datanya.
b. Ketekunan Pengamatan
atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal
c. Triangulasi
dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dalam hal ini peneliti
sejenis dengan mengecek data dari berbagai sumber informan. Dari data-
dilakukan oleh peneliti dengan menggali dari berbagai sumber yang ada
154
Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan
kepada satu sumber informan saja tetapi lebih dari dua informan.
atau lebih teori. Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini
teknik, berarti ada lebih dari dua teknik yang peneliti gunakan dalam
dokumentasi.
155
3.8 Tahapan Penelitian
yang judulnya sudah disetujui oleh Ketua Progam Jurusan Pasca Sarjana.
156
selanjutnya adalah peneliti mengatur waktu yang dilakukan dengan
c. Tahap Penyelesaian
kemudian disusun secara sistematis dan rinci agar data mudah difahami
hasil yang telah dianalisis dan disusun secara sistematis, kemudian ditulis
dalam bentuk tesis mulai dari bagian awal, pendahuluan, landasan teori,
157
BAB IV
dituntut untuk memiliki keyakinan terhadap agama. Hal ini sejalan dengan apa
yang menjadi ideologi Negara Indonesia yaitu Pacasila dalam Sila Pertama.
Yang mana dalam hemat penulis, sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang
Maha Esa menjadi dasar bahwa semua norma, nilai sosial, kemanuisaan,
Kab. Malang. Desa ini memiliki tiga Dusun yaitu Dusun Sempu, Dusun
Tahun 2019, jumlah penduduk Desa Gadingkulon adalah 3.995 jiwa dengan
rincian laki-laki 1.997 dan perempuan 1.998, dan jumlah penduduk demikian
ini tergabung dalam 1.258 KK. Terkait dengan pemeluk agama yang ada di
Desa Gadingkulon mayoritas adalah umat Islam dengan jumlah 3.941 dengan
158
perincian 1.952 laki-laki, dan 1.989 perempuan. Sedangkan jumlah pemeluk
beragama Hindu.208
tertib, mereka hidup berdampingan satu sama lain. Hanya saja dimasa lalu
informan penting yaitu dari Bapak Kepala Desa. Peneliti, bertanya pada
208
Laporan Statistik Penduduk Berdasarkan Agama Desa Gadingkulon, Kecamatan Dau,
Kabupaten Malang. Tahun 2022
159
“Memang ada beberapa kasus perkawinan beda agama disini. Hal ini
terjadi karena mereka pelaku memiliki persepsi bahwa hal itu tidak
perjalanan dia murtad. Banyak kasus seperti itu, tentunya jika seperti itu
“Selain itu ada juga kasus, pasangan yang melakukan perkawinan beda
ibunya. Artinya ada kesepakatan diantara mereka, namun hal ini juga
harmonis.”
“Saya ini pelaku, karena dulu melakukan perkawinan dengan istri saya
yang beragama Kristen. Waktu itu karena kami masih minimalis dalam
209
Wahyu Eddi Prihanto, “Wawancara” informan merupakan kepala Desa Gadingkulon.
(26 September).
160
istri saya sekarang mungkin lebih sering mengingatkan saya untuk taat
beragama.”
Dalam hemat peneliti, dari apa yang dijelaskan oleh informan diatas
ada kasus yang dijelaskan oleh informan bahwa ada yang masuk Islam
ada beberapa umat Muslim yang tertarik dan berpaling dari agama Islam.
ini relasi sosial-religius antara umat beragama disini berjalan rukun atau
210
Wahyu Eddi Prihanto, “Wawancara” informan merupakan kepala Desa Gadingkulon.
(26 September 2023).
161
Harmonisasi hidup antar umat beragama sudah terimplementasikan di
akhir-akhir ini apa pernah terjadi kasus perkawinan beda agama di desa
“Kalau saat ini mungkin sudah tidak ada perkawinan beda agama disini,
berdampingan antara umat Islam dan umat Kristen. Artinya dalam hemat
berikut:
211
Wahyu Eddi Prihanto, “Wawancara” informan merupakan kepala Desa Gadingkulon.
(26 September 2023 ).
162
4.1.1.1 Pelaksanaan Perkawinan Beda Agama Antara Bapak Edi Winarto dan
Ibu Ismaya
awal mula mereka berdua bertemu hingga berlanjut sampai mengikat janji
suci, dan juga berbagai lika-liku menjalani maligai rumah tangga yang
ibu Ismaya ketika itu bapak Eddi yang beretnis Indocina dan beragama
mengikuti ajaran agama Islam atau bisa disebut dengan Islam KTP,
“Bisa Ibu ceritakan tentang awal mula bertemu Suami hingga akhirnya
menikah?”.
“Dulu awal saya bertemu papa212 itu saat ada acara keluarga, papa
Frengki. Mungkin ini takdir Allah, karena saat papa cerai dengan
212
Papa ini adalah panggilan yang digunakan ibu Ismaya untuk memanggil suaminya.
163
“Bagaimana pelaksanaan perkawinan Ibu dengan Suami pada saat
itu?”.
“Saya dulu itu nikah sama papa tidak tercatat, baik di KUA atau pun
saya iyakan. Karena dasarnya cinta. Waktu itu kita berdua agamanya
sekarang”.213
perkawinan diluar negeri. Hal ini juga dirasakan oleh bapak Mustaqim dan
“Selain karena faktor Takdir, mungkin juga karena saya waktu itu
Gadingkulon ini ada gerakan kristenisasi, tapi saya mencintai istri saya
213
Ismaya, “Wawancara” informan merupakan pelaku perkawinan beda agama. (4
Oktober 2023)
164
sampai saat ini tidak karena faktor agamanya. Karena jelas agama
“Terkait dengan perkawinan beda agama yang bapak dan istri lakukan
“Ya, pada saat itu orangtua kami tidak terlalu memaksakan anaknya
“Ya waktu itu saya sebagai pemeluk agama Islam inginya nikah secara
mas,”216
apa pak?”
dilakukan di KUA.”
214
Mustaqim, “Wawancara” informan merupakan pelaku perkawinan beda agama. (9
Oktober 2023)
215
Mustaqim, “Wawancara” informan merupakan pelaku perkawinan beda agama. (9
Oktober 2023)
216
Mustaqim, “Wawancara” informan merupakan pelaku perkawinan beda agama. (9
Oktober 2023)
165
“Iya, Islam KTP mas, lah nyatanya sampai sekarang Istri tetap taat
4.1.1.3 Pelaksanaan Perkawinan Beda Agama Antara Bapak Wadi dengan Ibu
Suti
agama. Ibu Suti merupakan pemeluk agama Islam sedangkan Bapak Wadi
informan tersebut:
“Terkait dengan cerita ibu bisa kenal bapak dan akhirnya melakukan
“Kalau itu saya yakin sudah takdirnya mas, karena memang dari
“Kalau untuk restu awalnya tidak mas, karena orangtua tidak setuju.
Suami saya diminta masuk Islam dulu agar perkawinan kita nanti
217
Suti, “Wawancara” informan merupakan pelaku perkawinan beda agama. (25 Oktober
2023)
166
wali saat melakukan perkawinan. Tetapi, setelah suami saya bersedia
itu”.218
“Ya, demi mendapatkan restu orangtua istri tadi mas, kalau saya kan
Ibu Endang
istri yang melakukan perkawinan beda agama. Yaitu Bapak Ropi’i yang
“Dulu bagaimana ceritanya Ibu dan Suami bisa saling kenal dan
218
Suti. “Wawancara” informan merupakan pelaku perkawinan beda agama. (25 Oktober
2023)
219
Wadi. “Wawancara” informan merupakan pelaku perkawinan beda agama. (25 Oktober
2023)
167
“Ya, dulu kita berteman lumayan lama gitu mas, kemudian saling
suka satu sama lain. Jadi kita sudah saling kenal, kalau keyakinan
“Ya, karena cinta dan saya yakin suami saya juga begitu
alasannya mas.”221
Islam mas, akan tetapi selang beberapa hari, kita juga melakukan
pemberkatan digereja”.
ikut hadir.”
kawin beda agama, yang satu agama pun pasti ada problemnya
221
Endang. “Wawancara” informan merupakan pelaku perkawinan beda agama. (11
September Oktober 2023)
168
itu lebih kepada rasa kurang percaya diri mas, apakah kedepannya
saya bisa memimpin keluarga ini, dan nanti kan ada anak-anak
juga”.222
Hal ini sejalan dengan apa yang difirmankan oleh Allah Swt. dalam QS. ar-
Rum ayat 21. Ayat ini memiliki spirit yang mengindikasikan bahwa
diantara mereka mampu menjadi rumah bagi satu sama lain. Itu artinya
hingga menjadikan mereka tenang, nyaman. Sebab dalam hemat penulis salah
satu hikmah dari perkawinan yang dapat di ambil dari ayat diatas adalah
169
4.1.2.1 Konsep Harmonisasi Umat Beragama di Keluarga Bapak Edi Minarto
rumah tangga dipasangan umat beda agama ini mereka berdua tetap taat
“Saya dan papa itu pernah silang pendapat, disaat papa meminta
pelajari agama papa yang pada saat itu sudah pindah dari Konghucu
ke Kristen. Saya baca kitab Injil, tapi dalam hati saya terasa panas.
agama sepertimu, mendingan kita cerai saja. Disaat emosi seperti itu,
agamamu.”223
bahwa Papa ini pernah hadir di masjid untuk menyaksikan buah hati
223
Ismaya, “Wawancara” informan merupakan pelaku perkawinan beda agama. (4 Oktober
2023)
170
nya menikah. Sejak menikah dengan papa sampai saat ini saya belum
171
keyakinan umat agama lain. Meskipun itu pada istri saya
sendiri”.224
Ibu Suti
Wadi dan Ibu Suti, peneliti mendapatkan informasi dari hasil wawancara
224
Bapak Mustaqim “Wawancara”. Informan merupakan pelaku perkawinan beda agama.
9 November 2023
225
Ibu Ngatminingsih “Wawancara”. Informan merupakan salah satu pelaku perkawinan
beda agama. 9 November 2023
172
“Bagaimana konsep bapak dalam menjalani maligai rumah tangga
“Kalau yang sudah dilakukan dikeluarga kita ya, konsep nya harus
terbuka jangan ada yang ditutupi mas, kalau toleransi dan saling
anak.”227
Ibu Endang
226
Wadi. “Wawancara” informan merupakan pelaku perkawinan beda agama. (25 Oktober
2023)
227
Suti. “Wawancara” informan merupakan pelaku perkawinan beda agama. (25 Oktober
2023)
173
Ibu Endang yang merupakan istri dari bapak Ropi’i memberikan
menjalaninya bukan apa agama kita. Makanya saya dan suami serta
keluarga kita saat ini bisa hidup harmonis meskipun agama kita
berbeda mas”.228
“Sampai saat ini, suami saya tidak pernah melakukan itu mas, sebab
Maka jika masih ada niatan atau semangat dari kedua pasangan
nya memeluk agama seperti yang ia yakini maka disitulah awal mula
Agama berbeda?”.
228
Endang.“Wawancara” informan merupakan pelaku perkawinan beda agama. (11
September 2023)
174
“Jadi gini mas, saya dan suami sejak sebelum melakukan perkawinan
beda agama ini sudah membicarakan tentang itu, bagi kita anak-anak
adalah prioritas, maka kita sudah jelas dari awal bahwa anak-anak
sebagai ibunya yaitu Islam, dan boleh mengikuti agama bapak nya
yaitu Kristen. Tentu, anak-anak kita pernah bertanya tentang hal itu.
Dan jawaban saya, ataupun suami tetap sama. Ibu dan bapak sudah
beda agama di Desa Gadingkulon, baik itu tentang motif, dan lain
4.2.1.1 Pelaksanaan Perkawinan Beda Agama antara Bapak Eddi Winarto dan
Ibu Ismaya
September 2023)
175
dengan Bapak Eddi Winarto ia memeluk agama Islam meskipun hanya
tersebut dilakukan dengan cara Sirri secara Islam, akan tetapi Bapak
Ibu Ngatminingsih
Ngatminingsih ini memiliki motif yaitu demi diakui oleh Negara maka
hanya KTP.
4.2.1.3 Pelaksanaan Perkawinan Beda Agama antara Bapak Wadi dan Ibu
Suti
yang menikah beda agama. Bapak Wadi dan Ibu Suti melakukan
antara Bapak Wadi dan Ibu Suti dilakukan secara Islam, hal ini tidak
176
lepas dari motif sang suami yaitu bapak Wadi demi mendapatkan restu
4.2.1.4 Pelaksanaan Perkawinan Beda Agama antara Bapak Ropi’i dan Ibu
Endang
Endang adalah dilakukan secara Islam lebih dulu, akan tetapi selang
Kristen.
tentu pernah terjadi silang pendapat, akan tetapi hal itu tidak sampai
adalah komunikasi, selain itu juga sikap toleransi yang terjaga diantara
sebanyak tiga kali, dan saat itu Bapak Eddi dengan setia mensupport.
177
Artinya meraka berdua memiliki hubungan saling mengerti, memahami
menjalani maligai rumah tangga, pasti ada fase dimana mereka berdua
mendapati ujian, akan tetapi ujian atau tantangan itu datang dari
eksternal. Asumsi keluarga mereka tentu itu hak keluarga mereka, tapi
mereka berdua yang menjalani terus berusaha agar baik-baik saja dan
bahagia. Memang tidak mudah serumah dengan istri orang tercinta yang
178
Ngatminingsih saat ini sudah dikarunia anak dan keyakinan (agama) nya
Ibu Suti
interview dengan keluarga Bapak Wadi dan Ibu Suti tentang konsep
masalah yang pasti ada dalam maligai rumah tangga. Kalau toleransi dan
saling memahami satu sama lain bagi mereka hal itu adalah keharusan
tangga dengan fondasi yang berbeda. Selain itu mereka berdua juga
Ibu Endang
sama-sama memahami bahwa tidak ada yang merasa paling benar. Sebab
179
bagi mereka berdua agama itu tentang bagaimana mereka menjalaninya
bukan tentang apa agama mereka. Itu lah yang menjadi kunci harmonisasi
Ibu Endang menjawab bahwa sampai saat ini suami saya yaitu
Bapak Ropi’i tidak pernah melakukan itu. Alasannya adalah karena sejak
keyakinan (agama) satu sama lain. Selain itu mereka berdua juga terbuka
menjalani maligai rumah tangga sampai saat ini bahkan sudah memiliki
180
justru menjadi orientasi mereka adalah tentang harmonisasi umat
atau pun karena agar mendapatkan restu dari orangtua sebenarnya hal
tersebut adalah bisa sebab dalam fakta sejarah peradaban manusia hal
seperti itu sering terjadi. Bedanya jika di Indonesia hal tersebut menjadi
luar biasa, sebab pindah agama karena motif tertentu seolah menjadi aib
Desa Gadingkulon Kec. Dau Kab. Malang tentu dari data yang peneliti
sama sekali tidak tercatatkan baik itu di KUA atau pun di Kantor Catatan
Sipil. Ada juga yang pelaksanaan perkawinan beda agama dilakukan dua
kali, yaitu secara Islam dan secara Kristen. Selain itu juga ada yang
181
BAB V
PEMBAHASAN
Indonesia ini selain agama Islam termasuk dalam kategori ahl al-kitab atau
tidak. Jika para ahli hukum Islam masih silang pendapat terkait dengan
konteksnya.
5.2.1 Perkawinan Beda Agama Antara Bapak Eddi Winarto dan Ibu
ahli tafsir (Mufassir) setidaknya mengerucut pada beberapa surat dalam al-
Qur’an diantaranya adalah QS. al-Baqarah ayat 221. QS. al-Ma’idah ayat
Misalnya terkait dengan asbabun nuzul QS. al-Baqarah ayat 221, yang
mayoritas Mufassir sepakat bahwa ayat ini turun berkaitan dengan dua
182
persitiwa yaitu tentang cerita Abu Marsad al-Ghanawy yang diajak untuk
riwayat yang kedua tentang Abdullah bin Rawahah yang menikahi budak
perkawinan beda agama yang dilakukan oleh Bapak Eddi Winarto yang
sekarang sudah memeluk agama Kristen, dengan Ibu Ismaya yang sejak
perkawinan dengan bapak Eddi Winarto Ibu Ismaya Islamnya hanya KTP.
Akan tetapi pada saat ini Ibu Ismaya merupakan seorang Muslimah yang
taat agama. Maka oleh karena itu, dalam analisa penulis tentang
permasalahan perkawinan beda agama antara Bapak Eddi Winarto dan Ibu
Ismaya hukumnya adalah Haram. Hal ini sejalan dengan apa yang
Musyrik dalam QS. al-Baqarah ayat 221 adalah semua Musyrik yang
Nasrani.231 Itu artinya dalam analisa penulis, pendapat pertama dari ahli
230
Syaikh Wahbah az-Zuhaily, Tafsir Munir fil Aqidati wa al-Manhaji,(Damaskus: Dar
al-Fikr,2009), hlm. 660-661
231
Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari: Jami’ al-Bayan ‘An Ta’wil Ayi al-
Qur’an, hlm. 595
183
mayoritas Mufassir lainnya seperti Imam Ibnu Katsir,232 Imam al-
secara mutlak.237 Itu artinya perkawinan yang dilakukan oleh Bapak Eddi
Winarto dan Ibu Ismaya dalam perspektif hukum Islam adalah haram.
Ketiga, begitu juga dengan fatwa Dar al-Ifta’ Mesir serta Fatwa MUI
Hal ini berdasarkan ayat 10 surat al-Mumtahanah. Selain itu dalam hemat
peneliti, pendapat hukum yang disampaikan oleh para ahli diatas baik itu
232
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-adhim, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2020), hlm.
236
233
Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, juz 1, hlm. 102-103
234
Syaikh Wahbah az-Zuhaily, Tafsir Munir fil Aqidati wa al-Manhaji, hlm. 666
235
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Depok: Gema Insani, 2015), hlm. 194
236
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2017), hlm. 32
237
Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ala Mazahib al-Arba’ah, Juz 4, (Beirut: Dar-al-Kutub
al-Ilmiyyah, 2014), hlm. 63
184
dari perspektif mufassir, fuquha’ bahkan lembaga Fatwa seperti yang ada
yaitu hifz al-din (menjaga agama).238 Hifz al-din yaitu memilihara agama
bersyahadat.239
dalam menegakkan ajaran agama Islam. Maka oleh karena itu, ketetapan
maqasidi yang mana ilmu ini adalah merupakan salah satu ragam dan
238
Al-Syatibi, al-Muwafaqat fi Usul al-Syari’ah, (Beirut: Lebanon: Dar al-Kutub al-
Syari’ah, 2004), hlm. 221-223
239
Moh. Daud Ali, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Utama, Cet. Ke-21, 2014), hlm. 63
185
aliran tafsir yang berupaya untuk menguak makna-makna logis dan tujuan-
general atau pun parsial, dengan tujuan untuk menjelaskan kemafaatan dan
Winarto dan Ibu Ismaya, tidak ditemukan intervensi apa-pun justru Ibu
Ismaya yang dulu Islam nya hanya KTP, saat ini justru menjadi wanita
kelima sebanyak tiga kali. Hal ini yang mungkin harus dielaborasi lebih
dalam melihat illat hukum nya sudah tidak lagi ada dalam kasus
perkawinan beda agama antara bapak Eddi Winarto dan Ibu Ismaya. Fakta
ini sesungguh bisa disikapi dengan merujuk pada kegunaan atau manfaat
Islam.241 Yang dalam diskurus ini adalah mempertayakan faktor apa yang
agama Islam dan taat dalam beribadah sedangkan suaminya adalah laki-
laki non-Muslim.
240
Wafi Asyur Abu Zayd, Metode Tafsir Maqasidi, terj. Ulya Fikriyati. (Jakarta: Qaf,
2020), hlm. 20
241
Holilur Rohman, Maqasid Al-Syari’ah: Dinamika, Epistimologi, dan Aspek Pemikiran
Ushuli Empat Madzhab, (Malang: Setara Press, 2019), hlm. 54
186
pembaharuan hukum Islam kontemporer diantaranya adalah Demi
Pembangunan dan Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini sejalan dengan apa
dengan hifz al-din masih sangat memperlukan penelitian yang lebih dalam
Islam.
apa yang menjadi konsepsi Jasser Audah dalam kajian aksiologis maqasid
dalam menyuarakan Hak Asasi Manusia dalam hal menjaga agama (hifz
242
Jasser Audah, al-Maqasid untuk pemula, hlm. 50-112
187
al-din). Oleh karena itu perkawinan beda agama yang dilakukan oleh
Bapak Eddi dan Ibu Ismaya sah-sah saja jika merujuk pada aksiologis
maqasid al-Syariah.
terjadi perbedaan pendapat, baik itu dalam perspektif ahli tafsir (Mufassir)
atau pun fuquha (ahli fiqih) tentang hukum perkawinan tersebut. Maka
sebagaimana berikut:
oleh Imam at-Thabari di dalam pendapat nya yang kedua yaitu bahwa
ayat tersebut tidak dihapus (nasakh) dengan ayat manapun tanpa ada
relevan dengan kasus perkawinan beda agama antara bapak Mustaqim dan
Ibu Ngatminingsih.
243
Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari: Jami’ al-Bayan ‘An Ta’wil Ayi al-
Qur’an, hlm. 595
188
Sementara dalam perspektif Imam Ibnu Katsir perkawinan beda
hukumnya adalah haram, baik itu Musyrik yang memiliki kitab atau pun
antara laki-laki Muslim dengan wanita ahl al-kitab Imam Ibnu Katsir
antara wanita Musyrik dan ahl al-Kitab. Kemudian dalam perspektif Imam
dengan ahl al-kitab dalam QS. al-Ma’idah ayat 5 adalah hanya Yahudi-
perspektif Imam al-Maraghi term Musyrik dalam ayat 221 surat al-
Baqarah adalah bermakna global, baik itu yang ada di Arab atau diluar
Arab.
adalah tidak sah. Sedangkan terkait dengan perkawinan dengan wanita ahl
sejalan dengan apa yang ada dalam QS. al-Ma’idah ayat 5. Argumentasi
244
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-adhim, hlm. 236
245
Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 6, hlm. 56-59
189
hukum yang diberikan oleh Syaikh Wahbah az-Zuhaily adalah terdapat
memberikan alasan hukum (illat hukum) nya bahwa wanita ahl al-kitab
Yahudi dan agama Kristen seperti perintah untuk meng-Esa kan Tuhan
aspek agama (melakukan ibadah sesuai agama yang diyakininya) dan juga
Muslim. Hal ini sejalan dengan apa yang dialami oleh Bapak Mustaqim
dengan Ibu Ngatminingsih meskipun secara KTP Islam karena waktu itu
246
Syaikh Wahbah az-Zuhaily, Tafsir Munir fil Aqidati, wa Syari’ati, wa al-Manhaji,
hlm. 662-663
190
dengan wanita musyrik hukumnya adalah mutlak haram.247 Akan tetapi
jika wanita tersebut ahl al-kitab maka hukumnya adalah boleh. Meskipun
Imam Hanafi yang terpenting adalah ahl al-kitab tersebut memiliki kitab
wanita kitabiyah baik itu wanita kitabiyah yang zimmi (wanita non-
Muslim yang berada di negeri yang tunduk pada peraturan hukum Islam)
247
Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ala Mazahib al-Arba’ah, juz 4. hlm. 63
191
nasab dari Bani Israil. Argumentasi hukumnya adalah bahwa Nabi Musa
dan Isa hanya diutus untuk bangsa Israil dan bukan untuk bangsa lainnya.
Alasan lainnya adalah bahwa pada lafal min qoblikum (umat sebelum
Syafi’i adalah haram, sebab Ibu Ngatminingsih tidak ada jalur keturunan
dari Yahudi-Nasrani atau Bani Israil. Pendapat ini diikuti oleh Imam
ayat 221 dalam surat al-Baqarah yang dimaksud dengan Musyrikah adalah
mereka yang berada dijazirah Arab. Itu artinya perkawinan dengan wanita-
dengan apa yang dijelaskan oleh Ibn Jarir al-Thabari yang mana ia
Penyembah berhala baik itu yang berasal dari India, Jepan, Cina dan
248
Abu Malik Kamil bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2014), hlm. 139
249
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Qur’an al-Hakim, Juz VI. hlm. 193
192
Itu artinya dalam kasus perkawinan Bapak Mustaqim dengan Ibu
Ngatminingsih menurut Rasyid Ridha adalah boleh. Dan hal ini juga
dibolehkan. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. Fathir ayat 24
yang mana dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa wahyu Ilahi diturunkan
kepada sekalian bangsa di dunia, kecuali kaum Musyrik bangsa Arab yang
ke-3 dalam surat al-Sajadah, dan juga surat Yasin ayat 6. Artinya Mawlana
Kedua pendapat yang cukup liberal diatas juga diamini oleh Abdul
agama ini kaum Majusi, Shabi’un, dan penyembah berhala yang ada di
Cina, India atau pun yang serupa dengannya semuanya termasuk kategori
250
Mawlana Muhammad Ali, The Religion of Islam, hlm. 412
251
Abdul Hamid Hakim, Al-Mu’in al-Mubin, hlm. 45-55
193
dilihat dalam perspektif maqasid al-Syariah maka mengindikasikan bahwa
sampai saat ini Ibu Ngatminingsih tetap bersih kukuh memeluk agama
194
syara’ atau hukum Islam, dan tujuan syara’ itu ada lima yaitu memelihara
5.2.3 Perkawinan Beda Agama Antara Bapak Wadi dan Ibu Suti Perspektif
Hukum Islam
Dalam perspektif hukum Islam perkawinan antara Bapak Wadi dan Ibu
Suti hukumnya sama dengan apa yang dilakukan oleh Bapak Eddi Winarto
dan Ibu Ismaya yaitu hukumnya haram. Sebab agama Bapak Wadi adalah
Kristen dan Ibu Suti adalah Islam. Dalam perspektif ahli tafsir (mufassir)
mensyaratkani Kafaah atau Kufu dalam hal perkawinan. Itu artinya Buya
boleh diabaikan. Sebab maligai rumah tangga harus dibentuk dengan dasar
jika dikhawatirkan seorang Istri yang agamanya Islam tadi terpengaruh oleh
ajaran suami (Kristen). Akan tetapi dalam kasus perkawinan beda agama
antara Bapak Wadi dengan Ibu Suti ini justru pekawinannya dilakukan secara
Islam dengan motif demi mendapatkan restu dari keluarga Istri. Dan setelah
Kristen. Tentu dalam perspektif hukum Islam hal ini bukanlah hal baru.
252
Abdul Aziz bin Abdurrahman bin Ali bin Rabi’ah, Ilmu Maqasid al-Syari’ah (Riyad:
Maktabah al-Akibah, 2010), hlm. 194
253
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Depok: Gema Insani, 2015), hlm. 143
195
Sebab dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i dijelaskan bahwa
“Ummu Sulaim yang pada saat itu sudah masuk Islam hendak dilamar oleh
masuk Islam dan hal inilah yang menjadikan Ummu Sulaim keberatan”.
Singkat cerita Ummu Thalhah meminta agar Abu Thalhah masuk Islam dan
Dalam diskurus hukum Islam hal itu tidak menjadi masalah sebab
apa yang dilakukan oleh Pak Wedi masuk Islam agar mendapatkan restu
tasahul fiddin yaitu meremehkan masalah agama dan hukumnya haram. Maka
jika dilihat dalam perspektif maqasid al-Syari’ah hal tersebut tidak sejalan
maqasid al-Syari’ah. Sebab motif diatas tidak sesuai dengan tujuan syara’
sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits diatas, sebab banyak sekali jalan
untuk orang dapat masuk Islam. Akan tetapi jika akhirnya kembali pada
ajaran agama yang lama yaitu Kristen tentu hal ini sangat merendahkan
agama, baik itu Islam atau pun Kristen. Akan tetapi dalam analisa peneliti,
jika hal ini dikaitkan dengan diskursus aksiologis maqasid al-Syariah yang
196
dan tanaqud atau kontradiksi254 antara dalil berupa ayat al-Qur’an yang
masuk Islam dengan motif apa pun selama tidak ada pemaksaan. Tentu hal ini
kontradiksi di dalam al-Qur’an dan hadits, jikalaupun ada itu hanya dalam
pemikiran seorang saja dan kurangnya dalam memahami. Itu artinya, dalam
ditemukan nilai hifz al-din. Walaupun dalam realitanya maligai rumah tangga
yang dijalani oleh pasangan tersebut tetap harmonis, namun tidak sesuai
tetapi lebih dari itu jalinan perkawinan terkait erat dengan keharusnya untuk
Dimensi agama (hifz al-din) menjadi hal yang sangat penting karena
keluarga adalah tempat yang paling representatif, atau kondusif untuk saling
berbuat kebaikan dan menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah Swt.
254
Holilur Rohman, Maqasid al-Syari’ah: Dinamika, Epistimologi, dan Aspek Pemikiran
Ushuli Empat Madzhab, (Malang: Setara Press, 2019), hlm. 53
255
Holilur Rohman, Maqasid Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: Magnum Pustaka
Utama,2022), hlm. 13
197
bagi anak-anak. Maka dapat dibayangkan jika di dalam rumah tidak terdapat
5.2.4 Perkawinan Beda Agama Antara Bapak Ropi’i dengan Ibu Endang
Tentang kasus perkawinan antara Bapak Ropi’i dan Ibu Endang ini
melakukan perkawinan dua kali, pertama secara Islam, kedua secara Kristen.
Itu artinya perkawinan ini dilakukan atas dasar keridhaan satu sama lain. Maka
oleh karena itu kasus seperti ini menarik untuk dielaborasi dalam perspektif
hukum Islam. Dalam analisa penulis, Bapak Ropi’i ini adalah seorang pemeluk
agama Islam, sedangkan Ibu Endang adalah pemeluk agama Kristen. Tentunya
dalam perspektif hukum Islam kajian ini sama dengan apa yang sudah penulis
Hanya saja perkawinan ini dilakukan dua kali dengan cara yang berbeda.
dengan dalil-dalil al-Qur’an atau pun hadits. Selain itu harus meyakini bahwa
apa yang sudah menjadi ketetapan hukum baik itu yang ada di dalam al-Qur’an
256
Jamaluddin ‘Atiyyah, Nahwa Tafsili Maqasid al-Syari’ah, (Damaskus: Dar al-Fikr,
2001), hlm. 150-153
198
bukan sebaliknya. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Imam as-
Maka oleh karena itu, jika ditemukan dalam menjalakan suatu kewajiban
dengan yang seagama, maka pilihlah itu dan tinggalkan yang sulit yaitu
ini sejalan dengan nilai maqasid al-Syari’ah yaitu hifz al-din. Dan hal ini
sejalan dengan apa yang disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw. Yang
Ropi’i dengan ibu Endang tidak sejalan dengan konsepsi aksiologis maqasid
dalam hadits diatas yaitu pilihlah pasangan berdasarkan agama (hifz al-din).
Sebab apa yang disabdakan oleh Rasul Muhammad Saw. baik itu berupa
257
Holilur Rohman, Maqasid Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: Magnum Pustaka
Utama,2022), hlm. 13
199
Sebagaimana yang sudah peneliti jelaskan dalam kajian teori tentang
dilihat dari aspek hukumnya maka hal itu disebut dengan sosiologi
maka dalam perspektif sosiologi hukum yang relevan untuk dikaji adalah
terkait dengan para pelakunya baik itu suami atau pun istri. Yang dalam
dengan ibu Ismaya, yang dalam temuan peneliti keduanya tidak begitu
mengerti tentang aturan hukum perkawinan beda agama baik itu dalam
dimensi hukum Islam atau pun hukum positif. Itu artinya, mereka berdua
perkawinan tanpa tercatatkan baik itu di KUA atau pun di Kantor Catatan
Sipil.
258
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, hlm. ix
200
hal tersebut menjadi pertanyaan besar bagi peneliti. Setelah peneliti
lingkup itu adalah yang berkaitan dengan dasar-dasar sosial dari suatu
hukum, atau yang lazim juga disebut sebagai basis sosial hukum. Itu
kedalam ruang lingkup sosiologi hukum. Terkesan kurang adil UUP No. 1
perkawinan beda agama. Dan apa yang dilakukan oleh pasangan bapak
259
Satjipto Rahardjo, Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial bagi Pengembangan Ilmu Hukum,
hlm. 94
201
Bahkan sampai saat ini, yang mana Indonesia sudah merdeka lebih
dari setengah abad, masih juga belum diatur tentang ketentuan perkawinan
itu dalam hal bahasa, suku, budaya (etnik), bahkan agama seharusnya
Tahun 1974 tidak bersenyawa dengan core values Pancasila yaitu keadilan
serta merta hadir tanpa ada latarbelakang yang menyertainya. Sebab terjadi
260
Taufiqurrohman Syahuri, Legislasi Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta:
Kencana-PrenadaMedia Group, 2015), hlm.102
261
Imron Rosyidi, Rekontruksi Epistimologi Hukum Keluarga Islam, (Jakarta:
Kencana,2022),hlm. 14
202
yang beragama Islam. Kedua, berlaku bagi orang-orang Indonesia asli
(Stb.1933 Nomor 74). Ketiga, orang asli Indonesia selain Islam dan
lainnya dan warga Negara keturunan Timur Asing lainnya berlaku hukum
adat mereka.
beragama Kristen dan warga Negara berketurunan Eropa dan Cina serta
yang dipersamakan. Hal ini berbanding terbalik bagi umat Islam yang
mana pada saat itu belum memiliki kodifikasi hukum yang mengatur
Rujuk yang diperuntukan bagi umat Islam, dan hanya berlaku bagi
wilayah Jawa dan Madura saja tidak mampu mencakup wilayah lainnya,
203
maka akhirnya dimunculkan Undang-Undang No.32 Tahun 1954 yang
Setelah itu baru di tahun 1958 RUU perkawinan Umat Islam (RUU
karena adanya desakan yang terus muncul dari masyarakat. Yang mana
agama.
204
Sejarah panjang perjalan UU Perkawinan di Indonesia jika dilihat dari
perspektif sosiologi hukum relevan dengan konsep “Het recht think achter
bersama setiap perubahan sosial yang ada. Eronisnya hal itu terjadi sampai
saat ini, di Negara yang sangat prluralis ini belum ada ruang untuk
problematika umat.
menerus terjadi seolah tidak mampu untuk dihentikan. Jika dalam UUP
selama ini. Seperti kasus Andi Vonny dan Andrianus Petrus, yang mana
kasus itu muncul tidak berselang lama setelah ditetapkannya UUP. Mereka
Andi Vonny ini merupakan wanita Muslim sedangkan Petrus adalah laki-
262
Hamzarief Santaria, Konsep Sosiologi Hukum, (Malang: Setara Press, 2019), hlm. 35
205
Negara yang taat hukum dengan mendaftarkan perkawinannya justru di
tolak oleh KUA yang ada di Kecamatan Tanah Abang, dan juga Kantor
206
04/Pdt.P/2012/PN.MGL. Latarbelakang masalahnya adalah saat ingin
Islam. Begitu juga dengan kasus lain yang diterima oleh PN Magelang
kehadiran UUP No.1 Tahun 1974 pasal 2 ayat 1 tidak memberikan ruang
KCS saat kembali ke Indonesia. KCS tidak boleh menolak untuk mencatat
perkawinan ini. Dan kasus seperti ini pernah dilakukan oleh beberapa
1974 juga tidak memiliki ketegasan dan kejelasan dalam mengatur atau
1974 yang masih sangat terbuka untuk terjadi silang pendapat dalam
263
Setiyowati, Hukum Perkawinan di Indonesia: Rekontruksi Perundang-Undangan
Berbasil Nilai Keadilan, hlm.5
207
tidak jarang justru menimbulkan polemik yang berkelanjutan dalam
masyarakat.
yang dilakukan antar umat yang berbeda agama. Kendati pun demikian
dengan atau atas dasar putusan Pengadilan seperti yang dimaksud oleh
perkawinan?.264
yang mana salah satu dasar yang menjadi rujukan adalah UUP No.1 Tahun
mengatur lebih lanjut tentang tata cara atau pun proses berlangsungnya
perkawinan antar umat yang berbeda agama sehingga syarat dan tata cara
serta larangan perkawinan dalam UUP No.1 Tahun 1974 tetap berlaku.
264
Setiyowati, Hukum Perkawinan di Indonesia: Rekontruksi Perundang-Undangan
Berbasil Nilai Keadilan, (Malang: SetaraPress, 2021), hlm.3
208
ketidakjelasan dalam menentukan keabsahan perkawinan. Jika demikian,
baik itu yang terjadi di Desa Gadingkulo atau pun kasuistik yang terjadi
dan sudah diputuskan oleh Hakim, jika dilihat dari perspektif sosiologi
hukum sebagaimana yang sudah peneliti jelaskan dalam tujuan dan fungsi
menjadi dua yaitu fungsi hukum langsung, dan fungsi hukum tidak
masyarakat.
209
untuk menertibkan pelaksanaan perkawinan, meskipun dalam perspektif
sosiologi hukum fungsi hukum yang ada dalam UUP tersebut belum bisa
sehingga mampu memprediksi suatu hukum yang sesuai atau tidak dengan
masyarakat tertentu. Faktanya UUP 1974 ini masih belum sesuai dengan
perubahan sosial yang perlu diakomodasi oleh hukum. Sebab dalam kajian
dasar bahwa hukum adalah untuk manusia dan bukan berlaku sebaliknya.
Dalam teori hukum progresif tidak diterima hukum yang bersifat mutlak
210
Konsep ideologis ini diusulkan untuk di implementasikan pada level
kelemahan besar dari sistem hukum modern yang menentang birokrasi dan
ingin bebas dari aturan semacam hukum liberal. Hukum progresif menolak
status quo, serta menginginkan hukum yang memiliki nurani dan menjadi
5.3.1 Perspektif Keluarga Bapak Eddi Winarto dan Ibu Ismaya tentang
beragama dikeluarga yang beda agama ini dari pihak Istri. Kendatipun
keluarga ini. Hal ini sejalan dengan apa yang dicontohkan oleh Rasul
Muhammad Saw. Bahwa Rasul Miuhammad Saw. Yang pada saat itu
relasi harmonis, hanya saja ketika Abu Ash’ yang notabene adalah
211
peperangan baru Rasul Muhammad Saw melawannya. Bahkan Abu
Ibu Ismaya ini juga terlihat ketika sang Anak melakukan perkawinan
secara Islam. Bapak Eddi yang non-Muslim (Kristen) pada waktu itu
menghadirinya bahkan tidak ada rasa cangung. Hal ini juga sejalan
dengan apa yang dilakukan oleh Rasul Muhammad Saw. Bahwa beliau
beragama di keluarga.
212
mengimplementasikan konsep Tadrij (bertahap). Artinya harmonisasi
pasti membutuhkan proses (waktu). Hal ini sejalan dengan apa yang
‘adamul haraj (tidak menyakiti) ini tidak hanya berlaku pada diri
mereka saja, akan tetapi juga berlaku dan diperuntukan untuk anak-
anak mereka. Konsep ini juga sejalan dan seirama dengan apa yang
dilakukan oleh para wali Songo yang saat itu membawa Islam tidak
Islami.
5.3.1.2 Perspektif Keluarga Bapak Wadi dan Ibu Suti Tentang Konsep
menjalani relasi umat beragama dalam keluarga ini yang justru terbukti
213
Selain itu mereka juga melakukan perjanjian, dengan adanya
yang pertama dilakukan secara Islam dan yang kedua dilakukan secara
Kristen bahkan dihadiri oleh keluarga mereka berdua. Hal ini sejalan
agama mu bagiku agama ku. Tentu saja hal ini tidak bisa dilakukan
214
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
untuk terus dilakukan elaborasi baik itu dalam perspektif hukum Islam
atau pun Sosiologi hukum. Sebab jika dalam perspektif hukum Islam
suami. Tentunya selain faktor itu, juga ada nash al-Qur’an yaitu QS. al-
al-Mumtahanah ayat 10. Selian itu nash al-Qur’an yaitu QS. al-Baqarah
ayat 221 terdapat interpretasi dari ahli tafsir (mufassir) yang berbeda-beda
haram, ada yang mengatakan makruh, dan ada juga yang mengatkan boleh
Muslimah.
215
Maka oleh karena itu dalam hemat peneliti, terjadinya silang pendapat
justru tidak terjadi hal demikian, misalnya dari perkawinan Putri Rasul
Muhammad Saw. dengan Abu Ash’ tidak terjadi intervensi yang dilakukan
Suami terhadap Istri. Begitu juga dengan hasil penelitian yang peneliti
Islam tidak menimbulkan intervensi dari suami kepada istri agar mengikuti
agamanya. Begitu juga kasus-kasus lainnya yang terjadi, maka jika illat
diperbolehkan.
sampai saat ini di Indonesia tidak memiliki ruang. Sebab dalam Undang-
Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 tidak ada satu pun pasal yang
216
mengakomodasi untuk melakukan perkawinan beda agama. Maka oleh
ditemukan dalam perkawinan beda agama. Itu artinya sampai saat ini
Pengadilan baik itu di Pengadilan Negeri atau pun di MA. Secara teori
berorientasi pada manusianya, maka jika ada hukum yang tidak memihak
Kab. Malang
tidak tercatatkan baik itu di KUA atau pun di Kantor Catatan Sipil. Seperti
kasusnya Bapak Eddi Winarto dengan Ibu Ismaya, ada juga yang
Gereja.
217
Pelaksanaan perkawinan beda agama yang berbeda-beda inilah
adalah ranah privat menjadi konsumsi publik. Dan hal itu tidak terjadi di
218
6.2 Saran
berikut:
a. Polemik perkawinan beda agama ini sudah lama terjadi dan sampai
tidak dimiliki oleh negara lain di dunia ini. Maka oleh karena itu
kusus agar terus terjalin relasi harmonis antar umat beda agama.
219
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, M. (t.th). Tafsir al-Qur’an al-Karim Juz Amma. Kairo: Dar wa Mathabi
al-Sya'b.
Abdul Jamil Wahab. (2019). Monografi Kerukunan Umat Beragama di
Indonesia,. Jakarta: LITBANGDIKLAT PRESS.
Abdurrahman. (2015). Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: CV
Akademika Pressindo.
Ahmad, R. (2016). Fatwa Hubungan Antaragama di Indonesia: Kajian Kritis
tentang Karakteristik Praktik dan Implikasinya. Jakarta: Gramedia
Pustaka.
al-Asymawi, M. S. (2004). Ushul al-Syari’ah, diterjemahkan oleh Lutfi Tomafi
dengan judul : Nalar Kritis Syari’ah Ushul al-Syari’ah diterjemahkan
oleh Lutfi Tomafi dengan judul : Nalar Kritis Syari’ah . Yogyakarta:
LKiS.
al-Ghazali, A. H. (t.th). Fayshal al-Tafriqah dalam al-Qusur al-‘Awali. Kairo:
Dar al-Thaba’ah alMuhammadiyyah.
Ali, A. (2015). Menguak Tabir Hukum,. Jakarta: Prenamedia Group.
Ali, M. M. (1977). The Religion of Islam terjemahan R. Kaelan dan M.Bahrun
dengan judul Islamologi. Jakarta: Ikhtiar Baru.
Ali, Z. (2006). Sosiologi Hukum. Jakarta: PT. Sinar Grafika.
al-Jaziri, A. (2014). Al-Fiqh ala Mazahib al-Arbaa’ah, juz 4. Beirut: Dar-al-Kutub
al-Ilmiyyah.
al-Maraghi, A. M. (1946). Tafsir al-Maraghi. Mesir: Mathba’ah al-Halabiy.
al-Razi, F. a.-D. (n.d.). Mafatih al-Ghaib.
al-Ṣan’ānī, A.-Ḥ. a.-K.-R. (t.th). al-Muṣannaf. Beirut: Majlis Ilmi.
Al-Syahrastani. (t.th). Al-Milal wa al-Nihal. Beirut: Dar al-Fikr.
al-Thabari, M. b. (1994). Tafsir al-Thabari: Jami’ al-Bayan ‘An Ta’wil Ayi al-
Qur’an. Lebanon: Mu’assasah al-Risalah.
Arif, F. M. (2018). Maqashid As Living Law dalam Dinamika Kerukunan Umat
Beragama di Tana Luwu. Sleman: Deepublish.
Ashir, I. ( 1975). Al-Kamil Fi at-Tarikh. Bairut: Dar al-Fikr.
220
Ashri, M. (2013). Hukum Internasional dan Hukum Islam Tentang Sengketa dan
Perdamaian. Jakarta: Gremedia Pustaka Utama.
az-Zuhaily, S. W. (2009). Tafsir Munir fil Aqidati wa Syari’ati wa al-Manhaji.
Damaskus: Dar al- Fikr.
Badran, B. A.-‘. (1984). al-‘Alaqah al-Ijtima’iyah bayna al-Muslimin wa Ghayr
al-Muslimin. Iskandariyah: Mu’assasah Syabab al-Jami’ah.
Bagir, Z. A. (2011). Pluralisme Kewargaan: Dari Teologi ke Politik, dalam
Pluralisme Kewargaan: Arah Baru Politik Keragaman di Indonesia.
Bandung: Mizan.
Dahlan, A. A. (1996). Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ihtiar Baru Van Houve.
Dillah, S. d. (2002). metode penelitian hukum. Bandung: Alfabeta.
Djubaidah, N. (2010). Pencatatan Perkawinan & Perkawinan Tidak Dicatat:
Menurut Hukum Terulis di Indonesia dan. Jakarta: Sinar Grafika.
Fuady, M. (2007). Sosiologi Hukum Kontemporer, Interaksi Hukum, Kekuasaan
dan Masyarakat. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Galib, M. (2016). Ahl al-kitab: Makna dan Cakupannya. Yogyakarta: IRCiSoD.
Hasnati. (2015). Sosiologi Hukum : Bekerjanya Hukum di Tengah Masyarakat.
Yogyakarta: Absolute Media.
Hassan Shaddly, d. (n.d.). Ensiklopedia Indonesia, Ichtisar Baru-Van Hoeve.
Jakarta.
Hayat, B. (2012). Mengelola Kemajemukan Umat Beragama. Jakarta: PT. Saadah
Cipta Mandiri.
Hazm, I. (t.th). al-Muhalla. Beirut: Dar al-Fikr.
Herdiansyah, H. (2006). Haris Herdiansyah. Metodologi Penelitian Kualitatif.
http://konawe.kemenag.go.id/file/dokumen/PerkawinanCampur.pdf dikases pada
24 Agustus 2023. (n.d.).
Hutapea, B. (2018). Dinamika Penyesuaian Suami-Istri Dalam Perkawinan
Berbeda Agama (The Dynamics Of Marital Adjustment In The Interfaith
Marriage) . Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial,
16(1), 111.
Ilaihi, W. (2018). Pengantar Sejarah Dakwah Cet 1. Jakarta: Kencana Prenada
Media.
Ilham, M. (2020, Januari). Nikah Beda Agama dalam Kajian Hukum Islam dan
Tatanan Hukum Nasional. TAQNIN: Jurnal Syariah dan Hukum, 43-58.
221
Indonesia, D. P. (2018). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI. Jakarta: Balai
Pustaka.
Karsayuda, M. (2006). Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam. Yogyakarta: PT Buku Kita.
Katry, O. P. (2018). Pernikahan Beda Agama Dalam Masyarakat Kota Palu
(Analisis Sosiologis). Program Pasca Sarjana Insitut Agama Islam
Negeri.
Katsir, I. (2020). Tafsir al-Qur’an al-adhim,. Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiyah.
Kodir, F. A. (2022). Relasi Mubadalah Muslim Dengan Umat Berbeda Agama:
Inspirasi Teladan Nabi Muhammad Saw. Yogyakarta: IRCiSoD,.
Kurdi, A. A. (n.d.). The Islamic State A Study in The Islamic Holy Constitution.
Kusuma, H. H. (2007). Hukum Perkawinan Indonesia Menurut: Perundangan,
Hukum Adat, Hukum Agama. Bandung: CV Mandar Maju.
Laplata, W. (2014, September). Pelaksanaan Perkawinan Beda Agama Dalam
Perspektif Yuridis (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta).
Jurisprudence, 4(2), 82.
Lubis, M. R. (2017). Agama dan Perdamaian : Landasan, Tujuan, dan Realitas
Kehidupan Beragama di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Ma’luf, L. (1986). al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam. Beirut: Dar al-Syuruq.
Mahmazani, S. (1995). Falsafah at-Tasyri’ Fi al-Islam. Bairut: Dar al-Fikr.
Maloko, M. T. (2015). Nilai Kemanusiaan dalam Perkawinan (Telaah atas
Perkawinan Beda Agama Menurut Hukum Islam. Disertasi Universitas
Islam Negeri Alauddin.
Mas’udah, S. (2023). Sosiologi Keluarga: Konsep, Teori, dan Permasalahan
Keluarga. Jakarta: Kencana.
Meliala, D. S. (2015). Perkawinan Beda Agama dan Penghayatan Kepercayaan di
Indonesia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi. Bandung: Nuansa Aulia.
Moh. Zeinnudin. (2019). Rekonstruksi Hukum Perkawinan Beda Agama di
Indonesia Berbasis Keadilan Bermartabat. Disertasi Pascasarjana
Universitas Islam Sultan Agung,.
Moleong, L. J. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Muchtarom, Z. (2002). Islam di Jawa dalam Perspektif Santri dan Abangan.
Jakarta: Salemba Diniyah.
Munawaroh, L. (2017). Harmonisasi Umat Beragama Melalui Pernikahan Beda
Agama. Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan, 204-205.
222
Munawwir, A. (2020). Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka
Progressif.
Murtadho, A. (2009). Konseling Perkawinan Prespektif Agama-Agama.
Semarang: Walisongo Press.
Muthi’ah, S. K. (2016). Fikih Perkawinan Beda Agama Sebagai Upaya
Harmonisasi Agama. (Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan,
188.
Muthi’ah, S. K. (2016). Fikih Perkawinan Beda Agama Sebagai Upaya
Harmonisasi Agama: Studi Perkawinan Beda Agama di Jember. Fikrah:
Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan, 4, 188.
Nasution, H. (1985). Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek. Jakarta: UI-Press.
Nawari, I. (2010). Keluarga Beda Agama Dalam Masyarakat Jawa Perkotaan.
Yogyakarta: Samudra Biru.
Nawir, S. M. (2018). Harmonisasi Agama (Studi Kasus Koeksistensi Umat
Beragama di Kecamatan Lamasi Kabupaten Luwu). Jurnal Pendidikan
Sosiologi, 3.
Ni’mah, Z. (2012). Sosiologi Hukum Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Teras,.
Nurcholis, A. B. (2005). Perkawinan Beda Agama: Kesaksian, Argumen
Keagamaan dan Analisis Kebijakan. Jakarta: PT Sumber Agung.
Pamilangan, B. (2022). Implikasi Perkawinan Beda Agama Perspektif Hukum
Islam di Kec. Sangalla Selatan Kab.Tana Toraja. Pasca Sarjana Insitut
Agama Islam Negeri Palopo,.
Parawati, E. D. (2021). Manajemen Kerukunan Umat Beragama: Solusi Menjunu
Harmoni. Kudus: Guepedia.
Putra, A. E. (2016). Konsep Ahl al-Kitab dalam al-Qur’an Menurut Penafsiran
Muhammad Arkoun dan. Jurnal: Al-Dzikra, 45.
Rahardjo, S. (1977). Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial bagi Pengembangan Ilmu.
Bandung: Alumni.
Rahardjo, S. (2000). Ilmu hukum. Bandung: Cipta Aditya.
RI, D. A. (1995). Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu Buddha,
Petunjuk Teknis Perkawinan. Jakarta: Departemen Agama RI,.
RI, D. A. (1995). Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu Buddha,
Petunjuk Teknis Perkawinan Hindu. Jakarta.
RI, D. A. (2006). Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat,
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9
dan 8 Tahun 2006. Jakarta.
223
Ridha, M. R. (t.th). Tafsir al-Qur’an al-Karim. Beirut: Dar al Ma’rifah.
Romlah, S. (2006.). Karakteristik Keluarga Sakinah Dalam Perspektif Islam Dan
Pendidikan Umum. Jurnal No. 1/XXV/, 72.
Rosyadi, I. (2022). Rekontruksi Epistimologi Hukum Keluarga Islam. Jakarta:
Kencana.
Rozana, K. I. (2016). Fikih Perkawinan Beda Agama Sebagai Upaya Harmonisasi
Agama: Studi Perkawinan Beda Agama di Jember. Fikrah: Jurnal Ilmu
Akidah dan Studi Keagamaan, 2(1).
Sabiq, A.-S. (1984). Fiqh as-Sunnah. Kairo: Dar al Fathm.
Salman, R. O. (1992). Sosiologi Hukum: Suatu Pengantar. Bandung: Armico.
Sanjaya, U. H. (2017). Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,. Yogyakarta:
GAMA MEDIA.
Santaria, H. (2019). Konsep Sosiologi Hukum. Malang: Setara Press.
Sastra, A. R. (2011). Pengkajian Hukum Perkawinan Beda Agama di Beberapa
Negara. Jakarta: BPHN.
Setiyowati. (2021). Hukum Perkawinan di Indonesia: Rekontruksi Peraturan
Undang-Undang Berbasis Nilai Keadilan. Malang: Setara Press.
Shihab, M. Q. (2014). Membumikan al-Qur’an. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Shodiq, M. F. (2022). Harmonisasi Islam dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Tim
Gerbang Media Aksara.
Siraj, K. S. (2016). Meneladani Strategi Kebudayaan Para Wali, dalam. Atlas
Wali Songo. Agus Sunyoto. Jakarta: Pustaka Iman dan LESBUMI PBNU.
Sirry, M. A. ( 1984). Fiqih Lintas Agama. Jakarta: Yayasan Paramadina.
Soekamto, S. (1986). Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta : UII-PRESS.
Soekanto, S. (1980). Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Soekanto, S. (1982). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada.
Sostroatmojo, A. (1978). Hukum Perkawinan Indonesia,. Jakarta: Bulan Bintang.
Suadi, A. (2018). Sosiologi Hukum: Pengeakan, Realitas & Nilai Moralitas
Hukum. Jakarta: Kencana.
Sudarsono. ( 1994). Hukum Perkawinan Nasional. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Suharso. (2017). Kamus Besar Bahasa Indonesia,. Semarang: Perpustakaan
Nasional.
224
Suhartono. (2001). Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan dalam
Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara. Jakarta: Fakultal Hukum
Universitas Indonesia.
Suma, M. A. (2015). Kawin Beda Agma di Indonesia Telaah Syariah dan
Qanuniah. Tangerang: Lentera Hati.
Sunyoto, A. (2004). Sunan Ampel Raja Surabaya. Surabaya: Diantama.
Suryana, T. (2011). Konsep Dan Aktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama.
Jurnal Pendidikan Agama Islam – Ta‟lim.
Syahuri, T. (2015). Legislasi Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta: Kencana-
PrenadaMedia Group.
Syarifudin, A. (2014). Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh
Munakahat dan Undang-Udang Perkawinan. Jakarta: Kencana.
Wahab, A. J. (2014). Manajemen Konflik Keagamaan Analisis Latar Belakang
Konflik Keagamaan Aktual . Jakarta: Elex Media Komputindo.
Wahab, A. J. (2019). Syariat Islam Dan Kerukunan Antar Umat Beragama Di
Aceh. Lihat. Monografi Kerukunan Umat Beragama. Jakarta:
LITBANGDIKLAT PRESS.
Wahbah az-Zuhaili. (1984). Al-Fiqh al-Islamy Wa Adillatuhu. Kairo: Dar al-Fikr.
Wahid, K. A. (2016). Pribumisasi Islam, dalam. Islam Nusantara: Dari Ushul
Fiqh Hingga Paham Kebangsaan, ed. Akhmad Sahlm, Munawir Aziz .
Bandung: Mizan Media Utama.
Zuhaily, W. (t.th). al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj.
Beirut: Dar al-Fikr.
225