Anda di halaman 1dari 22

Media Dan Teknologi Penyuluhan

Kompentensi Penyuluhan

Dibuat Untuk Melengkapi Tugas Dari Bapak Nurrohman Zulkarnain .M. Sos.

DISUSUN

OLEH

Ahmad Padri ( 2216.0006 )

PROGRAM STUDI BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM


SEKOLAH TINGGI SAGAMA ISLAM
BUMI SILAMPARI
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i


KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 4


B. Rumusan Masalah .................................................................................. 7
C. Tujuan Penulisan Makalah ..................................................................... 7

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Penyuluhan ........................................................................... 8


B. Sejarah Penyuluh Agama Islam ............................................................. 9
C. Kompensi SDM Penyuluh Agama ......................................................... 13

Bab III PENUTUP

Kesimpulan ........................................................................................................ 20
Saran ................................................................................................................... 21
Daftar Pustaka .................................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberagaman dalam bumi yang satu merupakan sebuah sunnatullah


yang tak bisa dihindari.1 Dengan kemejemukan tersebut, sulit rasanya untuk
menghindari konflik. Perbedaan suku, ras, agama, budaya pada dasarnya
memiliki potensi tinggi untuk terjadinya konflik.
Konflik2 bernuansa keagamaan merupakan dinamika dalam kehidupan
masyarakat. Konflik jika dikelola secara baik, ia akan kearah positif, sebaliknya
jika konflik tak dikelola dengan baik, ia akan menimbulkan petaka dan
kekacauan yang berujung kepada kekerasan.3
Keberagaman masyarakat adalah salah satu ciri utama dari masyarakat
multikultural, yaitu sebuah konsep yang menunjuk kepada suatu masyarakat
yang mengedepankan pluralisme budaya, budaya memiliki pengertian yang
merujuk kepada seluruh aspek simbolik yang terdapat dalam masyarakat.
Kemajemukan yang ada di Indonesia dapat dilihat dari berbagai segi, dari segi
etnis misalnya terdapat berbagai suku di Indonesia ada suku Melayu ada suku
Malanesia yang kemudian membentuk seratus suku besar dan seribu suku-suku
derivativ besar dan kecil. Dari segi bahasa terdapat ratusan bahasa yang
digunakan diseluruh Nusantara. Dari segi agama terdapat sejumlah agama besar
dunia dan sejumlah kepercayaan lokal yang tersebar di seluruh wilayah
Nusantara.4 Keberagaman agama yang berpotensi menjadi konflik agama
merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk mengelolanya agar
kerukunan, hidup yang damai diupayakan bersama secara sinergi saling bahu
membahu mengisi serta mempercepat kemajuan dan kesejahteraan bangsa.
Kebijakan Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap keberagaman
dari segi agama tertuang dalam pasal
29 UU 45 dan pasal 28 E dan 28 I UUD 45 hasil amandemen. Indonesia
merupakan bangsa yang percaya Kepada Tuhan YME yang merupakan inti dari
segala agama, dan menghormati kebebasan setiap warga Negara untuk
1
Abdul Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama; Membangun Toleransi Berbasis Al-
Quran (Jakarta; KataKita, 2009)
2
Konflik adalah unsur terpenting dalam kehidupan manusia. Karena konflik memiliki fungsi
positif (Simmel, 1918, Coser, 1957), konflik menjadi dinamika sejarah manusia (Mark 1880: Ibnu
Khaldun, 1332-1406), Konflik menjadi entitas hubungan social (Weber1918/1947;
Dehrenrort,1959), dan konflik adalah bagian proses pemenuhan kebutuhan dasar menusia (maslow,
1954; Neef, 1987; Burton 1990; Rosenberg,2003). Lihat di buku Resolusi Konflik Keagamaan di
Berbagai Daerah (Jakarta; Puslitbang Kemenag 2014),
3
Resolusi Konflik Keagamaan di Berbagai Daerah (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2014)
4
M. Atho Mudzar, Merayakan Kebhinekaan Membagun Kerukunan (Badan Litbang dan
Diklat Kementrian Agama RI: Jakarta, 2013) h. 1-2
memeluk salah satu agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya
itu, kebebasan beragama ini di jamin oleh Negara.
Penyuluh agama merupakan salah satu dari dua jabatan fungsional
berada di Kementerian Agama.5
Penyuluh Agama adalah ujung tombak pemerintah dalam menyampaikan
pesan-pesan agama maupun pesan-pesan program pemerintah.
Peran penyuluh agama dalam masyarakat sesungguhnya sangatlah
penting. Sebagaimana diketahui bahwa sebagian masyarakat Indonesia masih
memandang pentingnya sosok ideal sebagai figur atau patron dalam
kehidupannya. Penyuluh agama memilik potensi untuk didudukan sebagai figur
atau tokoh yang dianggap memiliki banyak pengetahuan keagamaan. Mengacu
kepada pendapat Antoni Giddens tentang teori strukturisasi, eksistensi penyuluh
agama dapat dilihat sebagai agen yang dapat membentuk struktur dalam
masyarakat. Kita dapat melihat aktifitas para penyuluh agama sebagai praktik
atau tindakan manusia yang berulang-ulang. Artinya aktifitas itu bukanlah
dihasilkan sekali jadi oleh penyuluh agama sebagai aktor sosial, tetapi secara
berkelanjutan mereka ciptakan ulang melalui cara, dan dengan cara itu meraka
menyatakan diri mereka sebagai aktor.6
Dengan menggunakan teori Giddens, dapat dilihat bahwa penyuluh
agama sebagai agen akan merasionalkan tindakan mereka dalam arti
mengembangkan kebiasaan sehari-hari yang tak hanya memberikan perasaan
aman kepada actor, tetapi juga memungkinkan mereka menghadapi kehidupan
social mereka secara efisien. Untuk menumbuhkan motivasi dan melakukan
tindakan-tindakan tersebut, penyuluh agama memerlukan seperangkat aturan-
aturan yang akan menjadi panduan dalam melakukan tindakan untuk
meningkatkan kapasitas formal sebagai
penyuluh agama. Penyuluh agama harus mengikuti system dalam arti aturan
yang ada dalam struktur sebagai sesuatu yang memiliki kekuatan memaksa.
Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan
Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
54/KEP/MK.WASPAN/9/1999 tentang jabatan fungsional penyuluh agama dan
angka kreditnya adalah acuan dasar bagi pernyuluh agama.
Dalam keputusan bersama Menteri Agama RI dan Kepala Badan
Kepegawaian Negara Nomor 574 tahun 1999 dan nomor 178 tahun 1999
tentang jabatan fungsional penyuluh agama dan angka kreditnya, keputusan
bersama menteri agama RI dan kepala badan kepegawaian Negara nomor 574
5
Sampai saat ini menteri Penertiban Aparatur Negara telah menetapkan sebanyak 115 jabatan
fungsional di lingkungan PNS. Dari 115 jabatan fungsional tersebut hanya dua jabatan yang di bina
oleh Kementerian Agama yaitu Penyuluh Agama dan Penghulu. Lihat buku Mencari Format Ideal
Pemberdayaan Penyuluh Agama dalam Peningkatan Pelayanan Keagamaan (Jakarta; Puslitbang
Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI, 2014).
6
Kustini, ed., Mencari Format Ideal Pemberdayaan Penyuluh Agama dalam Peningkatan
Pelayanan Keagamaan, (Jakarta; Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat
Kemenag RI, 2014).
tahun 1999, ada tiga fungsi penyuluh agama yaitu:
1. Fungsi informatif dan edukatif; penyuluh agama memposisikan
sebagai juru dakwah yang berkewajiban mendakwahkan ajaran
agamanya, menyampaikan penerangan agama dan mendidik
masyarakat dengan sebaik-baiknya sesuai ajaran agama
2. Fungsi Konsultatif: penyuluh agama menyediakan dirinya untuk
turut memikirkan dan memecahkan persoalan-persoalan yang
dihadapi masyarakat, baik secara pribadi, keluarga maupun sebagai
masyarakat umum.
3. Fungsi administratif: penyuluh agama memiliki tugas untuk
merencanakan, melaporkan dan mengevaluasi pelaksanaan
penyuluhan dan bimbingan yang telah dilakukannya.
Dengan melihat regulasi di atas, penyuluh agama sebagai komunikator dan
motivator dalam masyarakat yang tentu saja secara teoritik tidak terlepas dari
konsep-konsep komunikasi. Regulasi tersebut juga secara integral dan ideal
akan menumbuhkan kemampuan professional penyuluh agama, sehingga
komunikasi akan mencapai tujuan. Dalam konsep psikologi komunikasi, proses
komunikasi akan sukses apabila berhasil menunjukan source credibility atau
menjadi sumber kepercayaan bagi komunikan.
Dari data Kementerian PPN/ Bappenas tahun 2016 jumlah penyuluh
PNS dan Non PNS dalam table sebagai berikut:7

No Penyuluh Status Jumlah


Agama PNS Non PNS
(Honorer)
1 Islam 4.676 75.313 79.989
2 Kristen 264 3.577 3.841
3 Katolik 242 4.000 4.242
4 Hindu 154 2.800 2.954
5 Budhha 49 1.534 1.583
Jumlah 5.367 87.324 92.026

Dari tabel diatas terlihat jumlah yang cukup banyak penyuluh agama
PNS dan Non PNS yang tersebar di seluruh wilayah di Nusantara, mereka
mengemban tugas sebagai ujung tombak dalam menyampaikan pesan agama
dan pesan pemerintah.
Peran para penyuluh sangat penting dalam menyelesaikan konflik antar
ataupun internal umat beragama karena terciptanya kerukunan merupakan
amanah Pancasila dan Undang-undang Republik Indonesia tahun 1945.
Pemeliharaan kerukunan bukan hanya tangung jawab dari penyuluh, tetapi

7
Hadiat, “Peningkatan Peran Penyuluh Agama yang Berkualitas Dalam Pembangunan
Nasional”, Makalah, Jakarta 19 Februari 2016.
menjadi tangung jawab bersama masyarakat, pemerintah daerah dan
permerintah pusat.
Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai elemen suku, budaya dan
agama menjadi salah satu pemicu terjadinya konflik. Dilihat dari segi entnis,
misalnya ada suku Melayu dan suku Melanesia yang kemudian membentuk
seratus suku besar dan 1.072 suku-suku derivatif besar dan kecil. Dari segi
Bahasa, bangsa ini memiliki puluhan bahkan ratusan bahasa. Dilihat dari
agama terdapat sejumlah agama besar dunia dan sejumlah aliran kepercayaan
lokal yang terdapat di seluruh pelusok nusantara dengan mempunyai ciri khas
masing-masing baik itu berupa sumber daya manusia dan sumber daya ajaran
ataupun ideologi.8
Keberagaman yang ada di Indonesia meniscayakan terjadinya konflik
yang dilatarbelakangi oleh keberagaman tersebut terutama dalam masalah
keberagaman agama. Agama sebagai sebuah kebenaran mutlak bagi para
pemeluknya terlepas dari bagaimana ajaran agama tersebut memandang konflik
dan perdamaian. Pembenaran tersebut
pasti akan menyebabkan klaim kebenaran bagi pemeluk masing-masing agama,
yang pada akhirnya menimbulkan gesekan-gesekan yang tak terhindarkan bagi
antar pemeluk agama.
M. Atho Mudzhar mengatakan bahwa terjadinya konflik pada masa
modern khususnya dalam konteks Indonesia bukan hanya terjadi antara
komunitas yang memeluk agama berbeda, akan tetapi seringkali juga terjadi
antar dua komunitas yang memeluk agama yang sama. Hal ini terjadi di bawah
payung pemurnian agama atau pembersihan agama dari upaya atau ajaran
sempalan (heresy)9, salah satu contoh kongkrit konflik yang disebabkan oleh
agama adalah kasus Ahmadiyah yang terjadi di Tasikmalaya Jawa Barat.
Konflik dan kekerasan berbasis agama di Jawa Barat berulang kali
terjadi. Misalnya saja kasus penyerangan terhadap Jemaah Ahmadiyah di
Kampung Babakan Sindang, Desa Cipakat, Kecamatan Singaparna dan
Kampung Wanasigra, Desa Tenjowaringin, Kecamatan Salawu, Kabupaten
Tasikmalaya. Jika ditelusuri lagi konflik Ahmadiyah di Tasikmalaya ini
dilatarbelakangi oleh persoalan-persoalan yang sangat kompleks, padahal
Ahmadi (sebutan untuk warga Ahmadiyah) di Tasikmalaya sudah bergaul
dengan masyarakat di Jawa Barat kurang lebih selama 60 tahun semenjak
195010. Jauh-jauh hari sebelum adanya konflik Ahmadiyah yang berujung
kekerasan ini pemerintah telah melakukan pencegahan dengan mengeluarkan
SKB (Surat Keputusan Bersama)

8
M. Atho Mudzhar, Merayakan Kebhinekaan Membangun Kerukunan, (Jakarta, Badan Litbang
dan Diklat Kementrian Agama RI 2013), h. 1
9
M. Atho Mudzhar, Merayakan Kebhinekaan Membangun Kerukunan, h. 45
10
Ahmad Syafi’i Mufid (Ed.) Kasus-kasus Aktual Kehidupan Keagamaan di Indonesia,
(Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2014) hal. 54
yang ditandatangani oleh Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam
Negeri No 3 Tahun 2008. Dalam SKB tersebut dijelaskan bahwa warga
Ahmadiyah dilarang menyebarkan ajaran-ajaran yang menyimpang dari pokok-
pokok ajaran Islam, sementara warga masyarakat dilarang melakukan tindakan
yang melawan hukum terhadap penganut Ahmadiyah.11 Sekalipun sudah ada
pencegahan dengan adanya SKB tersebut, tetap saja gesekan-gesekan yang
berujung kekerasan terjadi di wilayah ini.
Penyuluh agama seharusnya mempunyai andil dalam menciptakan
perdamaian, sebagaimana yang telah dijelaskan diatas tentang fungsi penyuluh
agama. Penyuluh agama menyediakan dirinya untuk turut memikirkan dan
memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat, baik secara
pribadi, keluarga maupun sebagai masyarakat umum, serta fungsi fungsi
lainnya. Jika difungsikan dengan benar seharusnya penyuluh agama bisa
mengendalikan, mencegah konflik dan mengupayakan perdamaian antar umat
beragama

b. Rumusan Masalah:

1. Apa Pengertian Penyuluhan ?


2. Apa Dan Bagaimana Sejarah Penyuluh Agama Islam ?
3. Apa Dan Bagaimana Kompentensi SDM Penyuluh Agama?

c. Tujuan:

1. Untuk mengetahui pengertian Penyuluhan


2. Untuk mengetahui Sejarah Penyuluh Agama Islam
3. Mengenal Kompentensi SDM Penyuluh Agama

11
Ahmad Syafi’i Mufid (Ed.) Kasus-kasus Aktual Kehidupan Keagamaan di Indonesia, hal. 54
BAB II

A. Pengertian Penyuluh

Secara bahasa kata penyuluh berasal dari kata “suluh” yang berarti
barang yang dipakai untuk menerangi (biasa dibuat dari daun kelapa yang
kering atau damar) “obor”.12 Dalam pengertian umum penyuluhan adalah salah
satu bagian dari ilmu sosial yang mempelajari sistem dan proses perubahan
pada individu serta masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik
sesuai dengan yang diharapkan (Setiana. L. 2005). Penyuluhan juga dapat
dipandang sebagai suatu bentuk pendidikan untuk orang dewasa.Dalam
bukunya A.W. Van Den Ban dkk.(1999) dituliskan bahwa penyuluhan
merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi
secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat
sehingga bisa membuat keputusan yang benar13
Dengan penyuluhan diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan,
keterampilan dan sikap.Pengetahuan dikatakan meningkat bila terjadi
perubahan dari tidak tahu menjadi tahu dan yang sudah tahu menjadi lebih
tahu.Keterampilan dikatakan meningkat bila terjadi perubahan dari yang tidak
mampu menjadi mampu melakukan suatu pekerjaan yang bermanfaat. Sikap
dikatakan meningkat, bila terjadi perubahan dari yang tidak mau menjadi mau
memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang diciptakan. (Ibrahim, et.al,
2003:1-2).
Sedangkan pengertian penyuluhan merujuk kepada Undang-undang
No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan ( SP3K) adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku
usaha agar mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dalam
mengakses informasi informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumber daya
lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha,
pendapatan dan kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dalam
pelestarian fungsi lingkungan hidup.14
Sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Agama RI nomor 79
Tahun 1985 dan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 164 Tahun 1996
Penyuluh Agama adalah pembimbing umat beragama dalam rangka pembinaan
mental, moral dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Penyuluh agama
Islam adalah pembimbing umat Islam dalam rangka pembinaan mental, moral,
dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan memberikan pengertian dan

12
Lihat: Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia , (Jakarta: PT.Gramedia
Pustaka Utama) h. 719
13
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh Agama (Puslitbang Kehidupan
Keagamaan: Jakarta, 2015) h.7
14
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh Agamah. 8
penjabaran tentang segala aspek pembangunan melalui bahasa agama.15

B. Sejarah Penyuluh Agama Islam

Penyuluh Agama di Indonesia dalam perkembangan sejarahnya, pertama


kali dilaksanakan oleh para Pemuka agama yaitu ulama, muballigh, ustadz dan
kiyai yang menyampaikan langsung ceramah agama kepada masyarakat5.
Sebelum Indonesia merdeka, penyuluhan tentang keagamaan bisa dikatakan
sebagai sebuah gerakan tersembunyi, pernyataan ini didasarkan kepada
kenyataan bahwa para ulama atau pemuka agama pada masa ini dianggap
sebagai ancaman besar oleh para penjajah, karena disamping berdakwah
tentang ajaran agama mereka juga ikut memotivasi jemaahnya untuk merebut
kemerdekaan Indonesia.
Dalam perkembangan sejarah, sejak zaman revolusi fisik, para pemuka
agama khusunya ulama menfatwakan wajib hukumnya berjuang dalam merebut
kemerdekaan dengan jalan apapaun. Pemuka agama selalu di depan memimpin
barisan, berjuang berserta rakyat melawan penjajah. Sampai akhirnya bersama
kekuatan lain mencapai kemerdekaan, serta mempertahankan kemerdekaan
menjadi negara yang merdeka dan berdaulat.16
Kegiatan dakwah penyuluhan agama dilakukan melalui pengajian, tabligh,
dakwah baik di rumah-rumah, musholla/langgar/surau, mesjid maupun tempat-
tempat lainnya. Kegiatan lainnya dilakukan dalam bentuk pesantren maupun
sekolah madrasah (sekarang lebih dikenal dengan Taman Pendidikan Al-quran
(TPA) atau sekolah Madrasah Diniyah (MDA)). Ditempat-tempat seperti ini lah
berbagai ilmu pengetahuan agama Islam disampaikan oleh para pemuka agama,
selain itu mereka juga menyampaikan masalah kemasyarakatan dan
memberikan bimbingan dalam kehidupan sehari-hari secara langsung. Kegiatan
ini sudah lama berlangsung, dimulai sejak awal masuknya Islam di Indonesia.17
Pemuka agama selaku pembimbing masyarakat tentunya mempunyai
pengaruh yang kuat dalam masyarakat, selain sebagai tauladan umat, mereka
juga dijadikan barometer, sehingga arahannya menjadi pijakan hukum yang
mengikat di masyarakat.18
Dalam masa kemerdekaan usaha bimbingan masyarakat terus dilakukan,
baik berupa bimbingan keagamaan maupun bimbingan dalam bidang
kemasyarakatan dalam rangka membangun bangsa yang sejahtera, pada masa
ini penyuluh agama Islam bekerja ikhlas tanpa pamrih.

15
Direktorat Penerangan Agama Islam Subdit Bimbingan dan Penyuluhan Agama Islam, Penyuluh
Agama Islam dari Masa ke Masa,
h. 2
16
Direktorat Penerangan Agama Islam Subdit Bimbingan dan Penyuluhan Agama Islam, Penyuluh
Agama Islam dari Masa ke Masa,
h. 2
17
Hilmi M, Oprasional Penyuluh Agama, h. 20
18
Hilmi M, Oprasional Penyuluh Agama, h. 25
Pada tahun 1961, di masa orde lama para penyuluh agama Islam
diangkat dengan Putusan Menteri Agama tertanggal 18 Juni 1961 No.K/1/9395,
menjadi Guru Agama Honorer (GAH), bekerja memberikan penyuluhan, selain
masyarakat juga di panti-panti Sosial serta lembaga pemasyarakatan hingga
tahun 1985.19
Pada masa selanjutnya, dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri agama
Republik Indonesia nomor 79 tahun 1985 bahwa pemuka agama Islam
yangmemberikan bimbingan kepada masyarakat diangkat oleh pemerintah
(negara) sebagai penyuluh agama honorer (PAH), kepada mereka diberikan
uang ikatan silaturahmi, berupa honorarium Penyuluh Agama Muda Rp.
8000,- (delapan ribu Rupiah) dan utama Rp 12.000,- perbulan perorang,
ditambah transport Rp 8.000,-/bulan/orang.20
Mulai saat itu tugas penyuluh agama Islam adalah melaksanakan
bimbingan penerangan serta pengarahan kepada masyarakat dalam bidang
keagamaan maupun kemasyarakatan. Tujuannya agar masyarakat mengerti
akan ajaran agama Islam dan kemudian mendrong untuk melaksanakan dengan
sebaik-baiknya.11 Peranan bimbingan agama Islam pada masyarakat ini
kemudian berkembang tidak hanya di lingkungan masyarakat, tetapi lebih luas
meliputi kelompok-kelompok lain seperti karyawan pemerintah dan swasta,
masyarakat transmigrasi, lembaga pemasyarakatan, generasi muda, pramuka,
masyarakat industri, kelompok profesi, masyarakat kampus (akademis),
kelompok perhotelan, masyarakat komplek perumahan (asrama, perumahan
umum, khusus, real estate, apartemen dll), inrehabilitasi/pondok sosial,
kelompok masyarakat khusus, masyarakat pasar tradisional dan modern.21
Program penyuluh agama Islam kemudian sangat digalakkan pasca terjadinya
gerakan 30 September 1966 yang dikenal dengan G.30 S/PKI, karena program
penyuluhan ini lebih memberikan nilai ketahanan mental dan ketakwaan kepada
Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa baik bagi anggota masyarakat maupun
segenap aparatur negara yang beragama Islam.22 Ada dua sasaran penyuluh
yang sangat strategis pada masa ini, diantaranya ialah:
1. Memberikan kesadaran kepada masyarakat bahwa ajaran komunisme
yang atheis tidak cocok untuk hidup di bumi Indonesia.
2. Bahwa jiwa Pancasila yang hidup dalam kalbu bangsa dan rakyat
Indonesia, yang mayoritas beragama Islam hampir 97 persen saat itu,
harus diperkuat melalui ketahanan mental rohaniyahnya dengan taqwa

19
Hilmi M, Oprasional Penyuluh Agama, h. 30
20
Direktorat Penerangan Agama Islam Subdit Bimbingan dan Penyuluhan Agama Islam, Penyuluh
Agama Islam dari Masa ke Masa, hlm. 2
21
Direktorat Penerangan Agama Islam Subdit Bimbingan dan Penyuluhan Agama Islam,
Penyuluh Agama Islam dari Masa ke Masa, hlm. 2-3
22
Direktorat Penerangan Agama Islam Subdit Bimbingan dan Penyuluhan Agama Islam,
Penyuluh Agama Islam dari Masa ke Masa, hlm. 3
kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa.23
Kegiatan penyuluh agama Islam ini, makin tumbuh subur dalam
masyarakat dan kelembagaan negara, sehingga timbul badan-badan atau
Organisasi Pembina Rohani Islam, baik secara struktur resmi maupun tidak
resmi, yang kemudian dikenal dengan Bimbingan Rohani Islam;
Babinrohis/Bintal/Rawatan Rohani Islam dan lainnya.
Dan kemudian dalam rangka penguatan penyuluh agama Islam, maka
disempurnakan melalui Surat Keputusan Menteri Agama dengan KMA, nomor
64 Tahun 1996 tanggal 26 April 1996. Pada masa pembangunan (orde baru)
peran penyuluh agama sangat penting, mengingat beberapa hal pokok diuraikan
sebagai berikut:
1. Pembangunan memerlukan partisipasi masyarakat dan umat beragama
perlu dimotivasi untuk berperan secara aktif menyukseskan
pembangunan.
2. Umat beragama merupakan salah satu modal dasar pembangunan, oleh
karena itu perlu dimanfaatkan seefektif mungkin sebagai pelaku dan
pelaksana pembangunan.
3. Agama merupakan motivator pembangunan, oleh karena itu ajaran
agama harus dapat menggugah dan merangsang umatnya untuk berbuat
dan beramal shaleh, guna tercapainya kesejahteraan jasmani dan rohani.
4. Media penyuluhan agama Islam, merupakan sarana dan modal
melaksanakan peningkatan, partisipasi masyarakat dalam pembangunan,
sebagai pendorong alat utamannya adalah ajaran agama yang
memotivasi masyarakat untuk berlomba dalam beramal shaleh,
membangun bangsa dan negara republik Indonesia.24
Selanjutnya dalam keputusan Menteri Agama nomor 164 tahun 1996
tanggal 26 april 1996, penyuluh agama dibagi dalam 3 (tiga) Klasifikasi:
1. Penyuluh Agama Muda
Penyuluh Agama ini di SK kan langsung oleh Kanwil ,bertugas
di pedesaan (kelurahan/kecamatan), yang meliputi masyarakat
transmigrasi, masyarakat terasing, kelompok pemuda/remaja (karang
taruna) dengan batas wilayah kabupaten.
2. Penyuluh Agama Madya
Penyuluh Agama ini di SK kan langsung oleh Kanwil, bertugas
dilingkungan perkotaan yang meliputi kelompok pemuda/remaja
(karang taruna),

23
Direktorat Penerangan Agama Islam Subdit Bimbingan dan Penyuluhan Agama Islam,
Penyuluh Agama Islam dari Masa ke Masa,
h. 3
24
Direktorat Penerangan Agama Islam Subdit Bimbingan dan Penyuluhan Agama Islam,
Penyuluh Agama Islam dari Masa ke Masa,
h. 4
masyarakat industri, kelompok profesi, daerah rawan, lembaga
pemasyarakatan, rehabilitasi sosial, instansi pemerintah dan swasta serta
kelompok masyarakat lainnya, dilingkungan kabupaten/kota dan ibukota
provinsi.
3. Penyuluh agama Utama
Penyuluh Agama ini di SK kan langsung oleh Dirjen Bimas,
bertugas dilingkungan para pejabat instansi, pemerintah maupun swasta,
kelompok profesi dan kelompok ahli dalam berbagai bidang, wilayah
kerja se-indonesia.
Pengklasifikasian PAI berdasarkan tingkatan jabatan ini saja pada
dasarnya belum cukup memaksimalkan kenerja PAI di tengah beragamnya
bentuk penyuluhan agama yang dibutuhkan masyarakat, untuk itu perlu
diadakan juga pengklasifikasian PAI berdasarkan spesialisasi, misalnya PAI
spesialisasi bidang Narkoba, PAI spesialisasi bidang Keluarga Sakinah, PAI
spesialisasi bidang kerukunan dan bidang-bidang lainnya. Pengklasifikasian
berbasis spesialisasi ini diharapkan bisa membantu kefektifan dan
memaksimalkan kinerja PAI kedepannya.
Honorarium penyuluh agama:
1. Penyuluh Agama Muda sebesar Rp 40.000,-
./bulan/orang
2. Penyuluh Agama Madya sebesar Rp 50.000,-
./bulan/orang
3. Penyuluh Agama Utama sebesar Rp 60.000,-
./bulan/orang
Besarnya biaya transport sama sebesar Rp. 200.000,-
/bulan/orang.25
Pada era reformasi diterbitkan surat keputusan menteri agama (KMA)
republik Indonesia nomor 123 tahun 2008, tanggal 15 September 2008, yang
merubah pasal 10 (masalah honorarium dan Transport) dari KMA nomor 164
tahun 1996, menjadi sama semua tingkatan Muda, Madya dan Utama mendapat
uang lelah sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) perbulan perorang.
Selanjutnya diubah dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) yang baru
nomor 150 tahun 2011 tanggal 5 september 2011, sama hanya merubah
honorarium pasal 10 dari KMA no. 164 tahun 1996 menjadi sama semua
tingkatan Muda, Madya dan Utama sebesar Rp 10.000,0
/blan/orang.
Sedangkan untuk penyuluh Agama PNS, mulai digagas sejak tahun
1990, melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan
Haji yang sekarang adalah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam,
Direktorat Penerangan Agama Islam berkat keberhasilan pelaksanaan
Opresional Penyuluh Agama, berupaya keras guna mewujudkan jabatan

25
Penyuluhan Agama Islam, Penyuluh Agama Islam dari Masa ke Masa, h. 2-3
fungsional penyuluh agama mencapai hasilnya, dengan terbitnya berbagai
keputusan yang menyangkut jabatan fungsional penyuluh agama yaitu:
1. Kepres No. 87 tahun 1999, tanggal 30 juni 1999, tentang daftar Rumpun
Jabatan Fusngsional dan Penjelasannya.

2. Keputusan Menko Wasbang, pan no. 54/kep/MK.WASPAN/09/1999,


tanggal 30
September 1999. Tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional
penyuluh agama dan angka kreditnya.
3. Keputusan Menteri Agama dan Ka. BKN No.74 dan 178 tahun 1999,
tanggal 13 Oktober 1999, tentang pelaksanaan jabatan fungsional
penyuluh agama dan angka kreditya.
4. Keputusan Menteri Agama RI nomor 516 tahun 2003 tentang petunjuk
teknis pelaksanaan Jabatan Fungsional penyuluh agma dan angka
kreditnya.26

C. Kompetensi SDM Penyuluh Agama

a. Pengertian Kompetensi

Kompetensi merupakan suatu konsep yang berhubungan dengan


pekerjaan seseorang.Sekurangnya ada dua kelompok definisi terkait kompetensi
ini. Pertama, menyatakan bahwa kompetensi dibangun dari karakteristik
seseorang yang dipersiapkan untuk menjalankan pekerjaan (baik tugas maupun
tuntutan profesi) secara efektif, sehingga ukuran keumuman dari kesiapan kerja
seseorang menjadi unsur yang dominan. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh
Spencer and Spencer (1993), Imran dan Ganang 1999 diacu dalam Winaryanto
et al.(2011),maupun Culp etal.(2007).n. Kedua, memberikan penekanan khusus
bahwa kompetensi terdiri dari kombinasi berbagai unsur seperti karakteristik
personal, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang sangat dibutuhkan
seseorang dalam melakukan pekerjaannya. Kelompok definisi kedua ini
didukung oleh Klausmeier dan Goodwin (1966),Stone dan Beiber (1997),
Cooper danGraham(2001), Wisher diacu dalam Kurniawan dan Jahi (2005),
Lucia dan Lepsinger 1999 diacu dalam Marius et al.(2007), D.W. Sue dan
Davis Sue 2008 diacu dalam Minami (2009), Namdar et al. (2010).27
Kompetensi seseorang menurut Spencer and Spencer (1993) memiliki
lima tipe, yaitu :Motives, Traits, Self concept, Knowledge, dan Skill. Dari ke
lima karakteristik kompetensi tersebut, pengetahuan (knowledge) dan
26
Direktorat Penerangan Agama Islam Subdit Bimbingan dan Penyuluhan Agama Islam, Penyuluh
Agama Islam dari Masa ke Masa,
h. 6
27
Noor Fuad & Gofur Ahmad, Intergrated HRD: Human Resources Develoupment
(Jakarta: PT Grasindo, 2009) h. 18
keterampilan (skill) sifatnya dapat dilihat (visible) dan mudah dikembangkan.
Sedangkan konsep diri (self
concept), watak (traits) dan motif (motives) sifatnya tidak tampak (hidden) dan
lebih sulit untuk dikembangkan.28
Brewerton (2004, diacu dalam Rutherford 2004) menjelaskan orang
tidak hanya menggunakan satu buah kompetensi dalam satu kurun waktu,
mereka menggunakan beragam kompetensi secara serempak yang merupakan
kombinasi antara kompetensi khusus dan kompetensi kunci.Menurutnya,
kompetensi terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Specific competencies
(kompetensi khusus) dan Key competencies(kompetensi kunci).
1. Specific competencies,merupakan sebuah kompetensi khusus yang
melingkupi konteks terbatas pada satu bidang pekerjaan seseorang dan,
2. Key competencies,merupakan kompetensi yang dibutuhkan oleh setiap
orang dalam mengarungi kehidupannya dalam konteks yang luas.
Dengan demikian, konsep dasar kompetensi merupakan sebuah
kemampuan individu yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, sikap,
motivasi, kekosmopolitan, pendidikan, bidang keahlian dan pengalaman yang
dipersiapkan untuk menghadapi pekerjaannya secara efektif.29

b. Kompetensi Penyuluh Profesioanal

Deborah et al. (diacu dalam Bahua 2010) memperkenalkan kompetensi


inti yang sesuai untuk penyuluh profesional, yaitu :
1. Proses aksi sosial: kemampuan untuk mengidentifikasi dan memonitor
variabel-variabel dan isu-isu penting bagi vitalitas masyarakat (contoh
;demografis, ekonomi, pelayanan manusia, lingkungan dan lain-lain)
dan kemampuan untuk menggunakan dan menerapkan variabel-variabel
dalam memprioritaskan program, perencanaan dan penyerahan,
2. Keanekaragaman budaya: adalah kesadaran, komitmen dan kemampuan
termasuk rasa memiliki, seperti ; budaya yang berbeda, asumsi-asumsi,
norma-norma, kepercayaan dan nilai-nilai,
3. Pemograman bidang pendidikan: kemampuan merencanakan, desain,
penerapan, mengevaluasi, menghitung dan menjual program pendidikan
penyuluhan untuk memperbaiki mutu hidup sasaran penyuluhan,
4. Perikatan: kemampuan untuk mengenali, memahami, memudahkan
peluang dan sumber daya yang diperlukan merupakan respon terbaik
terhadap kebutuhan dari individu dan masyarakat,
5. Penyampaian pendidikan dan informasi: menguasai keterampilan
berkomunikasi (seperti lisan dan tulisan), penerapan teknologi dan
metode-metode pengantara untuk mendukung program-program

28
Noor Fuad & Gofur Ahmad, Intergrated HRD: Human Resources Develoupment hlm.
24
29
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh Agama hlm.21
pendidikan dan memandu perubahan perilaku antara sasaran
penyuluhan,
6. Hubungan antara pribadi: kemampuan interaksi yang sukses dengan
individu dan kelompok beragam untuk menciptakan kerjasama,
jaringan dan sistem dinamis,
7. Pengetahuan tentang organisasi: pemahaman sejarah, filsafat dan sifat
zaman dari penyuluhan,
8. Kepemimpinan: kemampuan untuk mempengaruhi individu dan
kelompok-kelompok yang berbeda secara positif,
9. Pengelolaan organisasi: kemampuan Untuk
menetapkan struktur, mengorganisir proses,
pengembangan, dan memonitor sumber daya serta memimpin perubahan
untuk memperoleh hasil-hasil bidang pendidikan secara efektif dan
efisien,
10. Profesionalisme: peragaan perilaku mencerminkan tingginya tingkat
dari kinerja, suatu etika kerja yang kuat, komitmen untuk
pendidikan berkesinambungan untuk misi, visi dan sasaran
penyuluhan dan bidang keahlian penguasaan disiplin keilmuan atau
kecakapan teknis dalam rangka meningkatkan efektifitas individu dan
organisasi.30 Dari hasil penelitian Culp et al. (2007) ketika
memeringkat 32 kompetensi menjadi 10 kompetensi yang paling diperlukan
volunter, disimpulkan bahwa ada sepuluh kompetensi utama yang berhasil
diidentifikasi, yaitu :
1. Komunikasi,
2. Keterampilan merencanakan / mengorganisasi,
3. Penguasaan materi,
4. Keterampilan interpersonal,
5. Keterampilan kepemimpinan,
6. Masa dan tahapan pengembangan pemuda,
7. Teknologi ber IT,
8. Kemitraan orang dewasa,
9. Kesabaran, dan
10. Manajemen waktu.31
Penelitian Cooper dan Graham (2001) dengan metode survai tiga
tahapan berhasil menyarikan 7 kompetensi utama dari 842 item kompetensi
yang diajukan,
setelah disaring kemudian menghasilkan 57 kompetensi dan dari semua itu
kemudian diperas hanya tinggal menjadi 7 area yang digunakan sebagai sistem
evaluasi pekerjaan, di antaranya adalah ;
1. Program perencanaan, implementasi dan evaluasi,

30
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh Agama h.21-22
31
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh Agama h.22
2. Relasi public,
3. Pengembangan personal dan professional,
4. Staff relasi,
5. Keterampilan personal,
6. Pengelolaan tanggungjawab, dan
7. Kebiasaan kerja.32
Dalam penelitian yang dilakukan Cooper danGraham(2001)
ternyatadiperlukan peningkatan kompetensi teknis penyuluhan di dalam lebih
dari satu area program.
Selain bahwa etika kerja yang kuat disertai dengan dapat mandiri dan
adil, jujur danterpercaya akan membuat lebih sukses agen penyuluhan ke
depan. Sementara itu, kemampuan mengelola manusia, kredibilitas dan respek
terhadap sasaran penyuluhan akan membuat sukses untuk menjadi organisasi
perubahan.
Penelitian yang dilakukan oleh Stone dan Coppernoll (2004) di Texas
dalam lapangan penyuluhan hendak membangun sebuah sistem pengembangan
kompetensi berbasis profesional dengan nama YES !(You, Extension and
Success).Kompetensi YES tersebut dirumuskan menjadi 6 bidang,
selengkapnya yaitu ;
1. Bidang kepakaran: pengetahuan ahli dan keahlian dalam area di mana
penyuluh bertanggungjawab. Kategori ini juga mengandung keahlian
dalam melaksanakan program pendidikan dan
instruksional, problem solving dan integrasi teknologi,
2. Efektifitas organisasi: pencapaian misi penyuluhan melalui program
pengembangan dan evaluasi, seperti membangun hubungan dan
bekerjasecara akuntabilitas,
3. Membangun dan melibatkan yang lain: memelihara hubungan baik
dengan orang lain agar kebutuhan sasaran penyuluhan dapat diketahui.
Hal ini meliputi pula mentoring, pendelegasian, kerjasama tim,
memfasilitasi kelompok dan menjaga hubungan dengan sukarelawan,
4. Komunikasi: komunikasi efektif dalam interpersonal dan situasi
kelompok,
5. Orientasi kerja: mengambil inisiatif, menghargai peran dari perubahan
positif, mencipta visi masa depan dan bekerja secara cerdas menuju
tercapainya tujuan, dan
6. Efektifitas pribadi: sebuah komitmen pada profesi penyuluh seperti
keseimbangan pada seluruh aspek pribadi maupun profesionalisme
kerja.33
Hasil dari penelitian Boyd (2004) dengan menggunakan teknik Delphi
tiga tahapan menunjukkan kompetensi yang dibutuhkan oleh sukarelawan
administrator di masa depan (paling tidak 10 tahun dari masa penelitian)

32
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh Agama h.22
33
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh Agama h.23
meliputi 5 hal sebagai berikut ;
1. Kepemimpinan organisasi: kemampuan melihat kebutuhan sasaran
penyuluhan, masyarakat, sukarelawan maupun organisasi, kemampuan
untuk menerjemahkan kebutuhan ke dalam perencanaan dan aksi,
mengartikulasikan visi organisasi kepada
stakeholders dan lainnya, mengartikulasi upaya sukarelawan, komitmen
pada visi organisasi, kreatif menggunakan teknologi yang berimbas
pada impact program, kemampuan membuat strategi jangka panjang dan
mampu membuat rencana jangka pendek dan berorganisasi,
2. Sistem kepemimpinan: bekerjasamadengan pihak lain, kepemimpinan
berbagi, mengerti dan memanfaatkan dinamika kelompok, tipe personal
dan startegi membangun kelompok, mengerti sistem organisasi,
memiliki kemauan untuk berbagi kekuasaan dan memberikan kontrol,
3. Budaya organisasi: berperan sebagai konsultan internal pada manajemen
sukarelawan, menciptakan lingkungan positif untuk belajar dan
berkarya, komitmen yang menginspirasi dan haus untuk belajar,
memiliki sikap dan energi positif, kemampuan menjalin hubungan, dan
mempercayai sukarelawan untuk bekerja di bidangnya,
4. Keahlian personal: mampu untuk memprediksi dan mengelola
perubahan, berpikir kreatif, memiliki keahlian berkomunikasi, memiliki
keahlian menyelesaikan konflik dengan baik, dan memiliki keahlian
membangun kapasitas manusia, dan
5. Keahlian mengelola: memahami fungsi dan mengimplementasikan
sistem konsultasi efektif bagi sukarelawan, memiliki kompetensi untuk
merekrut sukarelawan, memiliki kompetensi untuk menyaring
sukarelawan, memiliki kompetensi untuk mensinergikan sukarelawan
dengan kebutuhan penyuluh, memiliki kompetensi untuk mentraining
sukarelawan, memiliki kompetensi untuk melindungi sukarelawan,
sasaran penyuluhan dan organisasi, memiliki kompetensi untuk
mengevaluasi kinerja sukarelawan beserta dengan prestasinya, memiliki
kompetensi untuk merekognisi sukarelawan, dan memiliki kompetensi untuk
memperkuat peran sukarelawan.34
Sementara itu, Namdar et al. (2010) mengukur kompetensi petugas
evaluasi program penyuluhan yang disebut sebagai The Essential Competencies
for ProgramEvaluators (ECPE), yang dapat diringkaskan menjadi 6 kategori,
yaitu ; 1) Penyelidikan sistematis, 2) Praktis reflektif, 3) Manajemen proyek, 4)
Analisis situasional, 5) Praktisi profesional, dan 6) Kompetensi interpersonal.
Dari penelitiannya ditemukan bahwa ada tiga ranking tertinggi mengenai
kompetensi profesional yang dibutuhkan oleh responden, yaitu ;
1. Praktisi profesional: mempergunakan standar evaluasi profesional,
respek terhadap sasaran penyuluhan dan stakeholders dan penuh
integritas dalam melakukan evaluasi,

34
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh Agama h.23
2. Analisis situasional: terbuka buat masukan dari orang lain,
mengidentifikasi kepentingan stakeholders dan melayani kebutuhan
informasi dari pengguna jasa penyuluhan, dan
3. Penyelidikan sistematis: menganalisis data, menginterpretasikan data
dan melakukan evaluasi mendalam.35
Indikator yang digunakan di dalam mengukur tingkat kompetensi professional
penyuluh dilakukan oleh Winaryanto et al. (2011) adalah mencakup kompetensi
dalam :
1. Administrasi,
2. Perencanaan program,
3. Pelaksanaan program,
4. Pengajaran dan komunikasi,
5. Pemahaman perilaku manusia,
6. Memelihara profesionalisme, dan
7. Kompetensi evaluasi.36
Basit (2010) menyebutkan empat kompetensi da’i, yang berhubungan
dengan kompetensi internal dan eksternal meliputi :
1. Kompetensi personal, da’i harus jadi figur teladan serta memiliki
kesadaran diri yang tinggi,
2. Kompetensi sosial, da’i harus aktif membina masyarakat,
3. Kompetensi substantif, da’i harus meningkatkan keilmuan agar sesuai
dengan perkembangan zaman dan kebutuhan umat,
4. Kompetensi metodologis, da’i harus melakukan dakwah berbasis
kebutuhan pendengarnya.37
Taufieq dan Gonibala (2006) menyebutkan mengemukakan beberapa
kriteria mubaligh, yaitu: mendalami pengetahuan keagamaan, mampu
menyatukan pengetahuan klasik dengan pengetahuan modern, berbicara sesuai
dengan bahasa masyarakat setempat, menguasai cara berdakwah,berakhlak
mulia, berpenampilan baik, menunjukkan keteladanan, kemampuan
komunikasi,

menjadi pemimpin yang terpercaya.38


Menurut Keputusan Bersama Menteri Agama dan Kepala Badan
Kepegawaian Negara Nomor 574 Tahun 1999 dan Nomor 178 Tahun 1999,
bahwa kompetensi Penyuluh Agama meliputi :
1. Bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan: melaksanakan
bimbingan penyuluhan, melaksanakan konsultasi, menyusun rencana
penyuluhan, menganalisis potensi wilayah, menyusun materi
35
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh Agama h.24
36
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh Agama h.24
37
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh Agama h.25
38
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh Agama h.25
penyuluhan, menyusun laporan penyuluhan.
2. Pengembangan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan:
menyusun juklak (petunjuk pelaksanaan) dan juknis (petunjuk teknis),
mengembangkan metode bimbingan dan penyuluhan, menyusun konsep
kepenyuluhan dan mengembangkan materi bimbingan dan penyuluhan.
3. Pengembangan profesi: membuat karya tulis ilmiah dan membimbing
penyuluh yang ada dibawahnya.
4. Penunjang tugas: mengikuti seminar atau yang setara, aktif menjadi
pengurus organisasi dan mengikuti pendidikan yang tidak sesuai dengan
bidang tugasnya.
Sedangkan menurut Hidayatulloh (2014) ada tiga konsep inti yang
diperlukan penyuluh agama, yaitu:
1. Kompetensi personal: meliputi Bidang keahlian dan Kemampuan
komunikasi.
2. Kompetensi professional: meliputi Menyelenggarakan
penyuluhan, Mengembangkan profesionalisme, Mengembangkan
penyuluhan dan Menerapkan pembelajaran orang dewasa.
3. Kompetensi manajerial meliputi Kepemimpinan dan Mengembangkan
kelompok.39

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

39
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh Agama h.25
Penyuluh agama merupakan salah satu unsur penting dalam upaya
peningkatan pemahaman dan pengamalan ajaran agama kepada masyarakat
dalam masa pembangunan dewasa ini, dituntut agar mampu menyebarkan
segala aspek pembangunan melalui pintu agama agar penyuluhan dapat
berhasil, maka seorang penyuluh agama harus dapat memahami materi dakwah,
menguasai betul metode dakwah dan teknik penyuluhan, sehingga diharapkan
seorang penyuluh agama dapat mencapai tujuan da’wah yaitu dapat mengubah
masyarakat sasaran kearah kehidupan yang lebih baik dan sejahtera lahir
maupun batin. Wajar kiranya penyuluh agama diharapkan dapat berperan pula
sebagai motivator pembangunan.
Tugas penyuluh agama sangat penting karena pembangunan tidak
semata-mata membangun manusia dari aspek lahiriah dan jasmani saja,
melainkan juga membimbing dan membangun aspek rohaniah, mental
spiritualnya yang dilaksanakan secara simultan. Termasuk dalam penanganan
konflik-konflik bernuansa keagamaan, peran PAI begitu jelas dan strategis.
Nilai strategis ini terletak pada relasinya dengan masyarakat, sebagai subsistem
sosial kemasyarakatan. PAI adalah bagian dari masyarakat, menyatu dan tak
terpisahkan.
Berdasarkan evaluasi kinerja PAI,banyak penyuluh yang belum
memenuhi kompetensi PAI yang telah ditetapkan oleh Bimas Islam, hal ini
disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya SDM PAI itu sendiri dan honor
PAI yang terbilang minim sekali, untuk itu perlu adanya kompetensi tambahan
untuk PAI, peningkatan kualitas PAI serta penaikan honor atau upah PAI.
Masalah kerukunan adalah masalah yang sangat harus diperhatikan di
Indonesia, mengingat kemajemukan yang terdapat dalam masyarakat itu
sendiri, penyuluh agama sebagai komunikator dan mediator seharusnya bisa
mencegah dan menyelesaikan konflik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Banyaknya penyuluh yang belum mempunyai kompetensi yang memadai
terutama dalam bidang kerukunan menyebabkan ketidakmampuan penyuluh
dalam menyelesaikan atau meredakan konflik yang terjadi di masyarakat, hal
ini bisa dilihat ketika terjadi konflik Jamaah Ahmadiah dan Syi’ah di Sampang
mereka masih berpihak pada kaum mayoritas bukan menjadi penegah dalam
konflik tersebut.
Selama ini Direktorat Jenderal Bimas Islam Kementrian Agama
Republik Indonesia belum memberikan pendidikan dan pelatihan kepada
penyuluh agama Islam (PAI) sehingga kemampuan mereka masih minim, selain
itu seleksi yang dilakukan oleh pemerintah untuk perekrutan penyuluh agama
Islam (PAI) bukan pada jurusan atau program studi di Perguruan Tinggi yang
secara khusus mempelajari dan mendalami manajmen konflik dan kerukunan
umat beragama. Kalau Pemerintah Republik Indonesia melalui Bimas Islam
bisa mendesain dan memberikan pelatihan dan pendidikan (Diklat) kepada
calon penyuluh, selain itu pemerintah seharusnya memperdayakan jurusan atau
program studi di Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) yaitu Perbadndingan
Agama dan Bimbingan Pnyuluhan Islam (BPI), maka kerukunan umat di
negara ini akan terjaga, karena mereka sudah
mempunyai bekal yang cukup dalam menyelesaikan konflik umat beragama.
B. Saran
1. Pemerintah: Pemerintah diharapkan bisa melengkapi dan memerhatikan
sarana prasarana yang dibutuhkan Penyuluh Agama Islam. Sarana
prasarana yang penting bagi penyuluh saat ini adalah kenaikan upah atau
honor, laptop serta proyektor dan kendaraan, hal- hal ini sangat
dibutuhkan sebab tanpa sarana- prasarana seperti ini kegiatan penyuluhan
tidak akan terlaksana secara maksimal. Selain melengkapi sarana dan
prasarana, pemerintah juga hendaknya memberikan reward bagi yang
berprestasi misalnya beasiswa untuk melanjutkan studi dan punishment
bagi yang melanggar seperti evaluasi dan surat teguran.
2. Penyuluh Agama Islam: Penyuluh Agama kedepannya diharapkan bisa
meninggkatkan skill mereka, aktualisasi diri dengang perkembangan
zaman serta sadar teknologi, hal-hal ini sangat penting sebab seorang
penyuluh mesti memiliki skill dibidang penyuluhan dan masyarakat, sadar
teknologi juga sangat harus diperhatikan oleh seorang penyuluh karena
dengan laju perkembangan zaman dan teknologi akan berdampak kepada
sikap dan tingkah laku masyarakat yang menjadi sasaran penyuluhan.
3. Bimas Islam: Bimas Islam kedepannya harus terus berupaya
mengembangkan materi dan metode penyuluhan serta perbaikan-
perbaikan regulasi. Selain itu pengembangan jaringan juga snagat
diperlukan untuk menciptakan penyuluh yang berkualitas, pengembangan
jaringan ini berbentuk kesepakatan kerja sama yang terjalin antara
Bimas Islam dan Fakultas Dakwah dan Ushuluddin untuk menyiapkan
lulusan-lulusan yang berkualitas unuk menjadi seorang penyuluh yang
berkualitas juga tentunya.
DAFTAR PUSTAKA

Asry, Yusuf. (ed), Pendirian Rumah Ibadat Di Indonesia (Pelaksanaan


Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9
dam 8 Tahun 2006. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kemenag, 2011)
Direktorat Penerangan Agama Islam Subdit Bimbingan dan Penyuluhan Agama
Islam, Penyuluh Agama Islam dari Masa ke Masa.
Dokumen Ditjen Bimas Islam 2013 Dokumen Ditjen Bimas
Islam Tahun 2007 Dokumen Ditjen Bimas Islam Tahun 2008
Dokumen Restra Ditjen Bimas Islam
Fuad, Noor dan Gofur Ahmad, Intergrated HRD: Human Resources
Develoupment. Jakarta: PT Grasindo, 2009).
Fauzan, S.Sos.I, dkk,Laporan Kegiatan Dai Rahmatan Lil’alamin, (Jakarta:
Direktorat Penerangan Agama Islam 2012),
Ghazali, Abdul Moqsith. Argumen Pluralisme Agama; Membangun Toleransi
Berbasis Al-Quran. Jakarta; KataKita, 2009.

Anda mungkin juga menyukai